1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah.
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan
membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial
ekonomi. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan
suatu masyarakat bangsa dan negara. Perkawinan yang baik adalah perkawinan yang sah dan tidak di bawah tangan. Karena perkawinan adalah sakral dan tidak
dapat dimanipulasikan dengan apa pun. Memasuki suatu perkawinan dituntut untuk melibatkan diri secara
emosional atau batin, dalam hal ini bahwa individu yang telah memasuki lembaga perkawinan harus mampu mengendalikan dan mengembangkan
kebutuhan emosional dengan pasangan hidupnya agar tercapai sebuah suasana rumah tangga yang bahagia, seperti yang menjadi tujuan dari dilaksanakan
perkawinan. Dengan demikian maka kesiapan atau kematangan psikologis sangat menentukan tingkat keberhasilan dari sebuah rumah tangga yang ingin
dibentuk. Dalam hal ini diharapkan seseorang telah memiliki kematangan psikologis sebelum memasuki jenjang perkawinan, karena dengan kematangan
psikologis inilah seseorang telah dapat meredam dan memecahkan setiap
2
permasalahan yang timbul dalam rumah tangga kelak di kemudian hari. Banyak pasangan perkawinan usia muda yang tidak memperhatikan tentang kesehatan
kedua belah pihak karena mereka berfikir perkawinan dalam usia muda sangatlah mudah padahal dalam kenyataannya tidak demikian.
Agama Islam tidak membatasi usia tertentu dalam menikah. Namun, secara implisit syariat menghendaki orang yang hendak menikah adalah orang
yang benar-benar sudah siap mental,fisik dan psikis,dewasa dan faham arti sebuah pernikahan yang merupakan bagian dari ibadah.
Tidak ditetapkannya usia tetentu dalam masalah usia sebenarnya memberikan kebebasan bagi umat untuk menyelesaikan masalah tersebut
tergantung situasi, kondisi, kepentingan pribadi keluarga atau kebiasaan masyarakat setempat yang jelas kematangan jasmani dan rohani kedua belah
pihak menjadi prioritas utama dalam agama, usia perkawinan dalam undang- undang.
1
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan pengertian perkawinan sebagai berikut : “Perkawinan ialah ikatan lahir antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
2
Perkawinan adalah: melaksanakan Aqad perikatan yang dijalin dengan pengakuan kedua belah pihak antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
1
httpgoogle searchperkawinan dibawah umur.
2
Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1
3
atas dasar keridhoan dan kesukaan kedua belah pihak, oleh seorang wali dari pihak perempuan menurut sifat yang telah ditetapkan syarat untuk menghalalkan
hidup serumah dan menjadikan yang seorang condong kepada yang seorang lagi dan menjadikan masing-masing dari padanya sekutu teman hidup.
3
Suatu perkawinan pada dasarnya yaitu untuk menyatukan dua insan yang berbeda baik secara fisik maupun psikologis. Oleh karena itu dalam
kehidupannya suamiistri harus mempunyai konsekuensi serta komitmen agar perkawinan tersebut dapat dipertahankan. Dengan demikian dapat di tarik suatu
kesimpulan bahwa dilakukannya suatu perkawinan akan memberikan motivasidorongan kepada seseorang untuk bertanggung jawab, baik pada
dirinya sendiri maupun pada orang lain istrinya. Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan oleh
seseorang yang pada hakekatnya kurang mempunyai persiapan atau kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi. Perkawinan usia muda
mempunyai dampak yang nyata terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Hal ini dapat ditinjau dari sisi keharmonisan dan ketentraman keluarga, keserasian dan
keselarasan pasangan usia muda serta pemenuhan kebutuhan materil dan spirituilnya masih kurang baik. Meskipun cenderung memberikan dampak
negatif, perkawinan usia muda juga memberi dampak positif terhadap pasangan usia muda diantaranya adalah untuk menghindari perzinahan yang sering
dilakukan para remaja dan memberikan suatu pelajaran kepada pasangan usia muda untuk bertanggung jawab.
3
Ahmad. A. Psikologis Perkembangan . CV. Rineka Cipta, Jakarta 1997, hal 69.
4
Masa muda dimulai pada usia dua belas tahun dan diakhiri pada usia lima belas tahun,
4
batasan muda usia secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun
masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.
5
secara tradisional masa muda dianggap sebagai “badai dan tekanan” yaitu suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.
6
Batas umur minimal untuk melakukan perkawinan tidak terdapat dalam berbagai mazhab secara kongkret yang dinyatakan dalam bilangan angka, yang
terdapat pernyataan istilah balig sebagai batas minimalnya. Balig tidak dapat dipakai sebagai ukuran pasti bagi semua orang, karena masa balig tidak sama.
Demikian pula tidak terdapat batas perbedaan umur antara kedua calon mempelai, karena itu terjadilah perkawinan anak kecil dan perkawinan antara
dua orang suami isteri yang selisih umurnya sangat mencolok. Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang
memerlukan ketrampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor
yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga.
4
Konopka. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Gajah Mada. University Press, Yogyakarta 1997, hal 241.
5
Monks. Psikologi Perkembangan. Gajah Mada. University Press. Yogyakarta 1998, hal 262
6
Elizabeth B. Hurlock. Psikologis Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga, Jakarta 1997, hal 212
5
Inilah yang menjadi latar belakang penulis mengambil skripsi dengan
judul BATAS MINIMAL USIA PERKAWINAN DI INDONESIA PERSPEKTIF IMAM MAZHAB.
B. Batasan dan Rumusan Masalah.