xxxv mengetahui status hadis, biografi para periwayatnya, sumber hadis, asbabul wurud
dan bagaimana seharusnya kita memahami hadis tersebut kontekstualitas hadis.
F. Posisi Hadis Sebagai Sandaran Hukum
Kyai Muhadjirin, sebagaimana umat Islam seluruhnya, memposisikan hadis sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Tingkatan derajat hadis
yang telah disepakati para ulama hadis tetap menjadi pedoman bagi beliau. Sudah bukan rahasia umum bahwa hadis-hadis yang beredar dimasyarakat luas tidak
seluruhnya shahih, ada yang dhaif bahkan maudhupalsu. Terjadinya perbedaan pendapat dikalangan masyarakat muslim juga karena mereka berbeda
pandanganpendekatan dalam memahami hadis. Hal ini menjadi penting untuk dicermati apalagi hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum. Karena jika tidak
disikapi secara arif akan membawa perpecahan diantara umat Islam sendiri. Kyai Muhadjirin tidak menyikapi hadis apa adanya atau menerima
pendapat ulamamadzhab tertentu apa adanya. Namun beliau mengkaji dahulu secara mendalam pendapat-pendapat tersebut, apabila pendapat tersebut memiliki
dasar yang kuat maka beliau menerima pendapat tersebut. Tetapi jika tidak, beliau mengoreksi dan mengomentari pendapat tersebut dan mencari dalil lain yang lebih
kuat. Hal ini terlihat pada karya monumentalnya yaitu Misbâh al-Zalâm Syrah Bulûgh al-Marâm min Adillatil Ahkâm. Pada karyanya ini beliau memberikan
komentarpendapat-pendapatnya terhadap hadis yang kontradiksibelum jelas pemahamannya. Ini dilakukan agar masyarakat mudah memahami kandungan
hadis tersebut. Inilah salah satu tujuan beliau menulis beberapa karyanya dalam bidang hadis dan fiqih agar masyarakat tidak butaserampangan dalam memahami
xxxvi hadis terutama hadis-hadis hukum karena konsekuensinya berat. Berbicara
masalah hukum berarti berbicara masalah halal atau haram, boleh atau tidak yang semuanya berhubungan dengan pahala dan dosa dan mesti dipertanggung
jawabkan dunia akhirat. Mengenai hadis dhaif, Kyai Muhadjirin berpendapat bahwa hadis da’if
bisa dijadikan pegangan dalam beribadah yang berhubungan dengan fadha’ilul a’mal asalkan memenuhi tiga syarat
23
1 Dha’ifnya tidak amat sangat
2 Berlaku dibawah ketentuan umum
3 Tidak meyakini ketika ia beramal terhadap ketetapan hadis tersebut, akan
tetapi meyakini hadis tersebut sekedar berhati-hati. Demikianlah pemaparan sekilas mengenai pandangan Kyai Muhadjirin tentang
hadis dan ilmu hadis.
23
Syekh Muhammad Muhadjirin, Al-Qaul al-Hatsîts fî Mustalah al-Hadits, hal. 15
xxxvii
BAB IV PERAN DAN KONTRIBUSI SYEKH MUHAMMAD MUHADJIRIN