Dakwah dan Dinamika Sosial

yang dimaksud adalah system pemerintahan yang sejalan dengan prinsip misi kenabian dan kerasulan. 47 Dalam sistem pemerintahan Islam yang dibangun Nabi memiliki empat prinsip dasar yang sesuai dengan karakter gerakan dakwah, yaitu: Pertama, prinsip tauhid. Kedua, prinsip keadilan. Ketiga, prinsip kepatuhanketaantan. Keempat, prinsip permusyawaratan syura. Tidak ada otoriter dalam bentuk apapun dalam sistem pemerintahan Islam, karena hal itu bertentangan dengan prinsip gerakan dakwah. Nabi bukan hanya sebagai “penceramah”, sekedar menyampaikan risalah, tetapi secara implisit Nabi diperintah untuk membangun sistem pemerintahan agar aktivitas dakwah dapat berjalan penuh kedamaian.

3. Dakwah dan Dinamika Sosial

Merujuk pada makna yang terkandung dalam al-Qur’an surat al-Nahl 16:125, 48 dakwah Islam dapat dirumuskan sebgaikewajiban muslim mukallafuntuk mengajak, menyeru dan memanggil orang berakal menjalani jalan Tuhan din al-Islam dengan cara hikmat, mau’izat hasanat supermotivasi positifdan mujadalah yang ahsan cara-cara yang lebih metodologis, dengan respons positif atau negative dari orang berakal yang diajak, diseur dan dipanggil disepanjang zaman dan setiap ruang. Hakekat dawah Islam adaah perilaku keislaman muslim yang melibatkan unsure da’i, pesan, media, metode, mad’u dan respons serta dimensi hal-al-maqom atau situasi dan kondisi. Interaksi antar unsure dakwah Islam dalam tataran praktisnya adalah obyek formal kajian ilmu dakwah. Dari sisi obyek 47 Sayyid Quthub, Fid ZILAL al-Qur’an, Dar as-Syuruk, Kairo: 1963, hal. 14. 48 Al-Qur’an surat al-Nahl 125: Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Q.S al-Nahl:125. materialnya, dakwah Islam bersentuhan dengan kajian ilmu keislaman, dengan demikian ilmu dakwah berkarakter interdisipliner. Dalam al-Qur’an surat Fushilat 41:33 dakwah Islam dapat dirumuskan sebagai kewajiban meyeru, mengajak dan memanggil manusia untuk mengesakan Allah melalui ahsan al-qawl, amal shaleh dan qala innani min al-muslimin afirmasi ketundukan kepada Tuhan. 49 Hakekat dakwah Islam menunjukkan tiga bentuk utama dalam proses dakwah, yaitu melalui ahsanu al-Qawl atau bahasa yang baik, melalui ahsanu ‘amala atau perbuatan yang baik dan reformatif, serta keterpaduan bentuk ahsanu al-qawl dan ahsanu ;’amala, yaitu gerakan percontohan yang baik. 50 Dengan demikian esensi tugas dakwah adalah menegakkan kebenaran dan melaksanakan amar ma’ruf nahy munkar. Dakwah yang berisiskan amar ma’ruf nahy munkar yang dilakukan orang-orang beriman akan selalu berhadapan dengan dakwah amar munkar nahy ma’ruf yang dilakukan orang-orang munafiq, dalam hal ini Amin Rais berpandangan; Konfrontasi antara yang ma’ruf dan yang munkar, antara dakwah yang mengajak manusia menjadi golongan kanan ashhab al-Yamin dan dakwah yang mendorong manusia agar menjadi golongan kiri ashhab al-Syamal antara calon penghuni surga ashhab al-Jannat dan calon penghuni neraka ashhab al-Nar memang membuat kehidupan manusia menjadi penuh perjuangan, pergulatan dan pertentangan. 51 Dari aktivitas dakwah inilah melahirkan dinamikan sosial. Wilayah kegiatan dakwah Islam Meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia, hal ini disebutkan masalah ma’ruf dan munkar juga meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia, karena itu kegiatan budaya, politik, ekonomi, sosial dan lain-lain termasuk pada wilayah 49 Secara lengkap bunyi surat al-Fushilat ayat 33 adalah: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri? 50 Agus Ahmad Safe’i, Kajian Ontologi Dakwah Islam, dalam Ilmu Dakwah Kajian Berbagai Aspek, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal. 64. 51 Amien Rais, Cakrawala Islam, Bandung: Mizan, 1991 hal. 25. dakwah, baik dakwah Islamiyah dakwah ila Allah maupun dakwah jahiliyah , yaitu dakwah yang menjadikan neraka sebagai tujuan akhir dakwah ila al-Nar. Secara sosiologis dakwah yang berkembang di tengah maysarakat cenderung mengarah kepada nahy munkar, yakni tekanan-tekanan untuk melawan perjuangan reaktif, dan kurang amar ma’ruf-nya yang mengajak kepada kebaikan, kebersamaan, kesatuan perjuangan proaktif, hal ini merupakan tantangan dakwah. Dalam perspektif sosiologis al-ma’ruf dan al-munkar merupakan realitas dalam kehidupan masyarakat, karena itu umat Islam dituntut untuk mampu mengenali kebaikan dan keburukan yang ada dalam masyarakat, kemudian mendorong, mengajak dan memupuk serta memberanikan diri kepada tindakan-tindakan kebaikan dan pada waktu yang bersamaan mencegah, menghalangi dan menghambat tindakan-tindakan kejahatan. 52 Seruan kepada al-Khair, amar ma’ruf dan nahy al-munkar sebagaimana ditunjuk dalam surat Ali Imran 104, merupakan seruan triologi perjuangan umat sepanjang sejarah. Triologi inilah yang menjadi dasar keunggulan umat Islam atas umat yang lain. Seruan kepada al-Khair menuntut kemampuan untuk memahami nilai-nilai etis dan moral universal, tanpa kemampuan ini tidak mungkin ditemukan suatu pedoman yang jelas untuk menghadapi masa depan. Seruan amar ma’ruf menuntut kemampuan memahami lingkungan hidup sosial politik dan cultural. Lingkungan yang menjadi wadah terwujudnya al-khair secara konkrit dalam konteks ruang dan waktu, sedangkan aspek nahy munkar menuntut kemampuan mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan hidup kultural, sosial, politik juga ekonomi yang kiranya akan menjadi wadah bagi munjulnya perangai, tindakan dan perbuatan yang berlawanan dengan hati nurani, yang kemudian diusahakan untuk mencegah dan menghambat pertumbuhan lingkungan tersebut. 52 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan peradaban, Jakarta: Paramadina, 1994, hal. 97. Lihat juga Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina, 1995, hal. 87.

4. Perkembangan Konsep Dakwah