Masyarakat Islam menurut al-Qur’an dan al-Sunah

Sistem dan tatanan sosial adalah sebuah sistem dan tatanan yang memberikan kemudahan, perlindungan, perasamaan, kemerdekaan dan kebebasan individu anggota masyarakat dari belenggu dan kondisi hidup yang tidak manusiawi kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Dan budaya yang dikembangkan adalah al-madaniyyah, budaya yang merupakan internalisasi nilai-nilai ketuhanan, menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan dan berorientasi pada kemajuan yang berwawasan masa depan. Dari aspek individual subyek, masyarakat utama terdiri dari individu utama yang memiliki kriteria tadzakkar, tafakkur, musyawarat, tasamuh, tawashaw, ikhtiyar, ta’awun, ukhuwat, fastabiq al-khairat, jihad dan ijtihad serta istiqamat. 91

2. Masyarakat Islam menurut al-Qur’an dan al-Sunah

Dalam al-Qur’an terdapat beberapa istilah tentang masyarakat antara lain istilah khairu umat, hizbullah, muttaqun, sholihun, muhsinun, muflihun, mu’minun dan seterusnya: a. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang berhak menjadi khalifah; surat an- Nur: 55. 92 b. Masyarakat Islam adalah umat terbaik masyarakat utama Ali Imran: 110. 93 91 M. Yunan Yusuf, dalam Pengantar Masyarakat Utama, Konsepsi dan Strategi, Ed, M. Yunan Yusuf, Yusron Razak Suwito dan Sudarmono Abdul Hakim, Jakarta: Kerjasama dengan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, 1995, hal. xi 92 Janji Allah akan menjadikan orang-orang beriman menjadi pemimpin: ﻦﱢﻣ ﻢُﮭﱠﻨَﻟﱢﺪَﺒُﯿَﻟَو ْﻢُﮭَﻟ ﻰَﻀَﺗْرا يِﺬﱠﻟا ُﻢُﮭَﻨﯾِد ْﻢُﮭَﻟ ﱠﻦَﻨﱢﻜَﻤُﯿَﻟَو ْﻢِﮭِﻠْﺒَﻗ ﻦِﻣ َﻦﯾِﺬﱠﻟا َﻒَﻠْﺨَﺘْﺳاﺎَﻤَﻛ ِضْرَﻷْا ﻲِﻓ ْﻢُﮭﱠﻨَﻔِﻠْﺨَﺘْﺴَﯿَﻟ ِتﺎَﺤِﻟﺎﱠﺼﻟا اﻮُﻠِﻤَﻋَو ْﻢُﻜﻨِﻣ اﻮُﻨَﻣاَء َﻦﯾِﺬﱠﻟا ُﷲا َﺪَﻋَو ْﻣَأ ْﻢِﮭِﻓْﻮَﺧ ِﺪْﻌَﺑ َنﻮُﻘِﺳﺎَﻔْﻟا ُﻢُھ َﻚِﺋَﻻْوُﺄَﻓ َﻚِﻟَذ َﺪْﻌَﺑ َﺮَﻔَﻛ ﻦَﻣَو ﺎًﺌْﯿَﺷ ﻲِﺑ َنﻮُﻛِﺮْﺸُﯾَﻻ ﻲِﻨَﻧوُﺪُﺒْﻌَﯾ ﺎًﻨ } 55 { Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembah- Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang yang fasik. 93 Umat Islam adalah umat terbaik c. Umat Islam adalah umat yang diridlai Allah karena sikap mereka yang tidak mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, al-Mujadilah: 22. 94 d. Masyarakat muttaqun, suka berinfaq, menegakkan shalat, membayar zakat, menepati janji dan sabar, al-Baqarah: 177. 95 e. Kumpulan orang-orang shaleh, Ali Imran: 114. 96 f. Kumpulan orang suka beribadah, suka bertaubat: 112- 114. 97 ُﻢُھَﺮَﺜْﻛَأَو َنﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻢُﮭْﻨِّﻣ ْﻢُﮭﱠﻟ اًﺮْﯿَﺧ َنﺎَﻜَﻟ ِبﺎَﺘِﻜْﻟا ُﻞْھَأ َﻦَﻣاَءْﻮَﻟَو ِﷲﺎِﺑ َنﻮُﻨِﻣْﺆُﺗَو ِﺮَﻜﻨُﻤْﻟا ِﻦَﻋ َنْﻮَﮭْﻨَﺗَو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ َنوُﺮُﻣْﺄَﺗ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ ْﺖَﺟِﺮْﺧُأ ٍﺔﱠﻣُأ َﺮْﯿَﺧ ْﻢُﺘﻨُﻛ َنﻮُﻘِﺳﺎَﻔْﻟا } 110 { Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. 94 Masyarakat Islam adalah masyarakat yang diridlai Allah, dan tidak akan mencintai orang kafir: ُﻢِﮭِﺑﻮُﻠُﻗ ﻲِﻓ َﺐَﺘَﻛ َﻚِﺋَﻻْوُأ ْﻢُﮭَﺗَﺮﯿِﺸَﻋ ْوَأ ْﻢُﮭَﻧاَﻮْﺧِإ ْوَأ ْﻢُھَءﺂَﻨْﺑَأ ْوَأ ْﻢُھَءﺂَﺑاَء اﻮُﻧﺎَﻛ ْﻮَﻟَو ُﮫَﻟﻮُﺳَرَو َﷲا ﱠدﺂَﺣ ْﻦَﻣ َنوﱡدآَﻮُﯾ ِﺮَﺧَﻷْا ِمْﻮَﯿْﻟاَو ِﷲﺎِﺑ َنﻮُﻨِﻣْﺆُﯾ ﺎًﻣْﻮَﻗ ُﺪِﺠَﺗﱠﻻ ٍحوُﺮِﺑ ﻢُھَﺪﱠﯾَأَو َنﺎَﻤﯾِﻹْا ُﻢُھ ِﷲا َبْﺰِﺣ ﱠنِإَﻵَأ ِﷲا ُبْﺰِﺣ َﻚِﺋَﻻْوُأ ُﮫْﻨَﻋ اﻮُﺿَرَو ْﻢُﮭْﻨَﻋ ُﷲا َﻲِﺿَر ﺎَﮭﯿِﻓ َﻦﯾِﺪِﻟﺎَﺧ ُرﺎَﮭْﻧَﻷْا ﺎَﮭِﺘْﺤَﺗ ﻦِﻣ يِﺮْﺠَﺗ ٍتﺎﱠﻨَﺟ ْﻢُﮭُﻠِﺧْﺪُﯾَو ُﮫْﻨﱢﻣ َنﻮُﺤِﻠْﻔُﻤْﻟا } 22 { Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka denga pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan dimasukkan- Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap limpahan rahmat-Nya.Mereka itulah golongan Allah.Ketahuilah, bhwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. 95 Q.S. al-Baqarah, ayat 177: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat- malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. 96 QS. Ali Imran, ayat 114: Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada mengerjakan pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. 97 QS. At-Taubat, ayat 112-114: Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, memuji Allah, yang melawat, yang ruku, yang sujud, yang menyuruh berbuat maruf dan mencegah berbuat munkar dyang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mumin itu.Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.Dan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. g. Saat ja’far Ibn Abu Thalib ditanya oleh raja Najasyi, natara lain ia mengatakan bahwa Rasulullah telah membebaskan umat dari jahiliyah dan kemusyrikan, kemudian Rasulullah menyuruh umat agar: benar dalam berbicara, menunaikan amanah, menghubungkan silaturahmi, baik dengan tetangga, menjauhi yang haram dan menjauhi pertumpahan darah, melarang kejahatan dan sumpah palsu, melarang memakan harta anak yatim dan menuduh wanita baik-baik, menyuruh beribadah kepada Allah dan tidak syirik, menyuruh menunaikan shalat membayar zakat dan puasa. h. Bentuk masyarakat Islam adalah masyarakat yang bebas dari zhulumat, bebas dari jahiliyah, keterbelakangan, perbudakan, kemiskinan. Masyarakat yang mendapat petunjuk dan berada dalam jalan lurus. Al-Maidah ayat: 15, 16. Menurut Sufyan Sa’ad, di antara ciri-ciri masyarakat Islam adalah; a Beriman dan bertaqwa, b Berpendidikan, c Berfikir secara rasional dan obyektif, d Para anggotanya gigih memperjuangkan yang hak dan menentang yang bathil, e Masyarakat yang menghargai efisiensi dan hak-hak orang lain, f Mempunyai etika yang tinggi, g Berjuang di jalan Allah untuk menegakkan kebenaran, h tanggap terhadap masalah kenegaraan dan kemasyarakatan, i turut bertanggungjawab atas kemajuan Agama, j Memupuk kerjasama antar individu, lembaga serta badan lain baik lokal maupun nasional maupun internasional yang bertujuan untuk memajikan kehidupan umat manusia, k Para anggotanya berjiwa kreatif, inofatif, dinamis dan konsern dengan perkembangan zaman, l Para anggotanya mempunyai disiplin pribadi yang tinggi, tidak malas, tidak ngoyo, efektif serta berdaya guna, m Cinta perdamaian dan menghargai harkat serta martabat mausia dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, n Masyarakat yang mempersiapkan kader-kader dan generasi penerus dengan baik, o Masyarakat yang intens terhadap masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, ketidak adilan, kebodohan, dan kemunafikan dsb, p Suatu masyarakat yang para anggotanya konsern terhadap kependudukan dan lingkungan hidup, q Suatu masyarakat yang memperhatikan kesehatan jasmani dan rohani, r Suatu masyarakat yang memiliki etos kerja yang tinggi, s Suatu masyarakat yang anggotanya suka belajar dan sekaligus menjadi pengembang pengetahuan, t Masyarakat yang anggotanya mempunyai solidaritas Islam yang tinggi dan gemar menjalin silaturrahim, u Suatu masyarakat yang tahu hak dan kewajibannya sebagai warga negara, v Suatu masyarakat yang pola pikirnya berdasarkan Islam dan teraktualisasi dalam segala aspek kehidupan. 98 3.Transformasi Menuju Masyarakat Islam Untuk kepentingan pengkajian strategis menuju masyarakat Islam, maka akan lebih mudah mengkaji pertanyaan “Bagaimana profil masyarakat Islam” dari pada pertanyaan “Apa yang dimaksud dengan masyarakat Islam”. Mengapa “Bagaimana”, bukan “apa”?, karena masyarakat Islam tidak dapat digambarkan sebagai suatu potret atau suatu gambaran yang statis. Pencandraan masyarakat Islam lebih tepat digambarkan sebagai suatu proses yang aktif, yaitu suatu dinamika sosial tertentu. Disebut “dinamika sosial” karena masyarakat Islam lebih dicirikan oleh dinamika hubungan antar struktur dan nilai yang ada di dalamnya. Dinamika juga lebih tepat digunakan karena profil masyarakat Islam berkaitan dengan konteks temporal dan 98 Sofyan Sa’ad, dalam Masyarakat Utama, Konsepsi dan Strategi, Ed M. Yunan Yusuf, Yusron Razak Suwito dan Sudarmono Abdul Hakim, Jakarta: Kerjasama dengan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, 1995, hal. 168-169 spasial. Maksudnya, gambaran masyarakat Islam akan berlainan antar kurun waktu yang berbeda dan juga antar tempat serta lokasi berbeda. Ada dua macam pendekatan yang dapat dilakukan untuk pencandraan masyarakat Islam. Pertama, konsep masyarakat Islam dirumuskan dalam suatu state of being yang normatif dan dicita-citakan. Pendekatan semacam ini dilakukan dengan mengadakan interpretasi dan reinterpretasi terhadap kandungan al-Qur’an dan al- Sunnah Rasul tentang tatanan sosial yang diinginkan. Upaya interpretasi ini mengemban tugas utama untuk mengidentifikasi gagasan-gagasan pokok al-Qur’an dan al-Sunnah Rasul tentang masyarakat. Pendekatan kedua, Konsep masyarakat Islam dirumuskan dengan mengidentifikasi komponen-komponen dalam masyarakat itu sendiri, seperti masalah kelembagaan, dan masalah strukturnya. Pendekatan semacam ini dapat dilakukan dengan menggunakan perspektif historis, dengan menggunakan berbagai analisis sosial. Dalam konteks temporal dan spasial, sebagaimana dikemukakan di atas, peneliti dapat mengidentifikasi isu dan masalah muslim saat ini dan masa yang akan datang. Isu dan masalah ini kemudian dijadikan sebagai bagian dari konseptualisasi masyarakat Islam, baik sebagai titik pangkal maupun tujuan, yakni bagaimana mengantisipasi isu dan masalah itu melalui seperangkat sarana kelembagaan atau sistem makna yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Selain dua pendekatan di atas dapat diajukan konsep pendekatan lain, yaitu pendekatan transformatif. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melihat model apa yang diberikan al-Qur’an dan dakwah Rasul Muhammad saw. Keterkaitan visi nilai ideal dengan kepekaan realitas empiric ini sebenarnya secara nyata telah diisyaratkan dalam surat al-Ma’un, al-Takatsur, al-Humazat, dan lain sebagainya yang merupakan awal wahyu yang diterima Nabi. Dengan ungkapan lain, tauhid yang ditawarkan islam adalah monoteisme yang transformatif, monoteisme yang menciptakan suatu masyarakat. Ajaran-ajaran moral dan monoteisme Islam tidak “idealis” utopistik, bukan dogma, bukan hanya dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhan semata . ajaran-ajaran Islam justru “empiric” dalam arti konkrit dan menyangkut sikap etis atau respon manusia, serta hubungan manusia dengan lingkungan yang nyata. Salah satu ciri konseptual tentang masyarakat Islam adalah adanya karakter transformatif, pertanyaan yang timbul adalah apa yang harus ditransformasikan? Pertanyaan ini kiranya dapat menghantarkan kita pada identifikasi tentang struktur masyarakat Islam. Pengembangan masyarakat berarti mentransformasikan manusia di dalamnya dari suatu situasi atau kondisi yang kurang baik kepada kondisi atau situasi yang lebih baik. Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Dengan demikian, transformasi yang dilakukan akan menyangkut aspek individu dan aspek sosial masyarakat sekaligus. Aspek individu akan menyangkut kehidupan spiritual dan cultural manusia, sementara transformasi aspek sosial akan menyangkut perubahan struktur pada “habitat” tempat manusia berada dan hidup bermasyarakat. Lingkungan tersebut menyangkut lingkungan fisik, ekonomi, sosia dan politik serta hukum. 99 Dari uraian di atas, ada tiga perangkat struktur yang compatible untuk menampung gagasan masyarakat Islam, yaitu 1 peringkat spiritual, 2 peringkat kultural dan 3 peringkat struktural. Pada peringkat spiritual transformasi dilakukan 99 Ahmad Watik Pratiknya dalam M. Yunan Yusuf, Ed, Masyarakat Utama, Konsepsi dan Strategi, hal. 140 untuk meningkatkan intensitas kehidupan religious, kesadaran rohaniah. Pada peringkat kultural kecerahan kehidupan rohani akan ter-ekspresi pada makin mantapnya sistem nilai masyarakat yang pada gilirannya akan tercermin pada prilaku individu maupun masyarakat dalam realitas kehidupan. Pada peringkat structural, idealitas nilai-nilai tersebut akan terjabarkan secara konkrit atau terstruktur dalam berbagai tatanan dan sistem lingkungan kehidupan yang ada. Lingkungan fisik yaitu tatanan teknologi, lingkungan ekonomi dalam sistem ekonomi, lingkungan sosial dalam sistem sosial dan lingkungan politik dalam sistem politik serta lingkungan hukum dalam sistem hukum. Di samping adanya interaksi juga da klaster structural sebagaimana tersirat di atas, antar peringkat struktur juga ada interaksi, baik yang bersifat asenden maupun desenden. 100 Transformasi menuju masyarakat Islam dapat dilakukan melalui tiga model pendekatan. Ketiga model pendekatan transformasi masyarakat Islam dapat juga dianggap sebagai tahapan-tahapan proses transformasi masyarakat. Adapun empat model pendekatan tersebut adalah: Pertama, sejarah telah membuktikan bahwa perubahan transformatif membutuhkan suatu perubahan atau pergeseran paradigmatik. Hal ini berarti perlu mempertanyakan bagaimana paradigm masyarakat tentang masyarakat Islam? atau bahkan tentang Islam itu sendiri? Apakah sudah kuat untuk mendukung suatu proses transformasi? Apakah tidak diperlukan suatu paradigm dakwah “baru” untuk mendukung proses transformasi. Kedua, sejarah juga menunjukkan bahwa perubahan transformasi membutuhkan suatu “gerakan” sebagai katalisator. Para penggerak yang benar-benar menjiwai 100 Ahmad Watik Pratiknya dalam M. Yunan Yusuf, Ed, Masyarakat Utama, Konsepsi dan Strategi, hal. 141 gagasan tentang masyarakat Islam dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan. Mereka itulah yang menjadi motor penggerak perubahan sosial, dalam hal ini adalah da’i. Ketiga, kalau kita sepakat menggunakan model strukturasi masyarakat Islam di atas, maka proses transformasi harus berjalan Seimbang antara ketiga peringkat struktur yang ada, spiritual, kultural dan struktural. Keempat, kalua bicara tentang bagaimana dan dari mana kita mulai dan menggerakan proses trasformasi, biasanya terpoladua modelyang dikotomis, yaitu model atas-bawah dan model bawah-atas. Pendekatan atas-bawah top-down yang diasosiasikan dengan model pendekatan politis atau pendekatan power, sementara pendekatan bawah-atas button-up sering diasosiasikan dengan model pendekatan budaya, pendekatan dakwah, atau pendekatan ummatik. Pada hemat penulis ada pendekatan yang lain yang masih bisa ditawarkan selain model pendekatan tersebut, yaitu model pendekatan horizontal atau pendekatan sentrifugal. 101 Di antara metode trasformasi nilai-nilai ajaran islam dalam tatanan kehidupan sosial, sebagaimana dikemukakan kuntowijoyo, bahwa seluruh kandungan nilai islam bersifat normatif. Ada dua metode bagaimana mentrasformasikan nilai-nilai islam dalam kehidupan sosial, pertama nilai-nilai normatif islam tersebut diaktualisasikansecara langsung dalam bentuk prilaku, misalnya seruan-seruan moral praktis dalam al-Quran kedua, mentrasformasikan nilai-nilai normatif islam menjadi teori ilmu sebelum diaktualisasikan dalam prilaku praktismembutuhkan beberapa fase formalisir, teologi-filsafat sosial-teori sosial-perubahan sosial. 102 Sedangkan strategi pendekatan untuk mencapai masyarakat islamdiantaranya melalui gerakan 101 Ahmad Watik Pratiknya dalam M. Yunan Yusuf, ed, Masyarakat Utama, Konsepsi Dan Strategi, hal 141-142. 102 Kuntowijoyo, Paradigm Islam, Interpretasi Untuk Aksi, Jakarta: Mizan, 1996. Hal. 170 dakwah. Gerakan dakwah yang dimaksud asalah gerakan dakwah dan pendekatan yang berfariasi agar trasformasi menuju masyarakat islam dapat berlangsung dengan baik. Proses tranformasi masyarakat menuju masyarakat Islam menurut Ahmad Watik praktiknya paling tidak memerlukan pola pendekatan, yaitu: pertama, sejarah telah membuktikan bahwa perubahan transformatif membutuhkan suatu perubahan atau pergeseran paradigmatik. Hal ini berarti sebelum melakukan suatu perubahan atau pergeseran paradigmatik. Hal ini berarti sebelum melakukan perubahan pertama kali yang dipertanyakan adalah apakah paradigma tentang masyarakat Islam telah cukup kuat untuk mendukung proses transformasi. Kedua, sejarah juga telah membuktikan bahwa perubahan transformasi membutuhkan suatu “gerakan” al-harakah”. Dalam sejarah dapat ditelusuri peran Rasulullah beserta para sahabatnya yang benar-benar telah menjiwai ajaran Islam dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan prinsip- prinsip ajarannya. Mereka itulah yang merupakan penggerak perubahan yang dilakukan oleh Rasul Muhammad di Madinah yang kemudian makin meluas. Bagaimana formulasi dan model al-harakah dalam konteks kekinian. Ketiga,menggunakan model strukturasi masyarakat Islam, yaitu proses transformasi harus berjalan secara seimbang antara ketiga peringkat struktur yang ada, spiritual, cultural dan structural. Keempat, kalau bicara tentang bagaimana dan dari mana mulai menggerakkan proses transformasi, biasanya terpola dua pendekatan yang dikotomis, yaitu model atas-bawah atau model bawah-atas. Pendekatan atas-bawah top-down sering diasosiasikan dengan model pendekatan politis atau pendekatan power, sementara pendekatan bawah-atas buttom-up sering diasosikan dengan model pendekatan budaya, atau pendekatan ummatik. Ada pendekatan lain yang dapat digunakan yaitu pendekatan horizontal atau pendekatan sentrifugal. Institusi keluarga tidak lain merupakan “nucleus” masyarakat, dengan menganalogikan pada proses biologi sel, maka gagasan dan upaya transformasi menuju masyarakat Islam dapat dimulai dari keluarga sebagai basis inti-sel, kemudian menyebar ke masyarakat sekitar sebagai plasma-sel. Dari kacamata dakwah, lembaga keluarga menjadi amat penting sebagai target dan sekaligus basis gerakan dakwah, karena dalam tradisi modern lembaga keluarga ini telah mulai terancam eksistensinya. 103 Sedangkan menurut M. Wierdan ada tiga metode pendekatan yang dapat diterapkan dalam proses menuju masyarakat Islam, yaitu; pertama, metode pendekatan tipologik. Metode ini merujuk pada sistem masyarakat pada zaman Rasulullah 610-632 Mterutama periode Madinah 622-632 M dengan rujukan utama al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Metode ini sudah barang tentu harus dilaksanakan oleh para ulama yang benar-benar mempunyai kemampuan yang tangguh dan arif, berbagai keahlian perlu bekerjasama untuk mendapatkan perumusan yang tepat. Kedua metode pendekatan analogik, metode pendekatan analogik ini mendasari analisanya dengan rujukan Sunnatullah dengan pisau analisis ilmu pengetahuan dan penalaran. Ilmu pengetahuan dan penalaran dapat dirumuskan sebagai himpunan sebab akibat yang disusun secara sistematis dari pengamatan, percobaan dan penalaran. Dan ketiga metode gabungan dari dua metode pendekatan 103 Ahmad Watik Pratiknya dalam Masyarakat Utama, Konsepsi dan Strategi Ed, M. Yunan Yusuf, Yusron Razak dan Sudarmono Abdul Hakim, Jakarta: Kerjasama dengan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, 1995, hal. 142. sebelumnya, yaitu metode pendekatan tipologik dengan metode pendekatan analogik. 104 Transformasi masyarakat dapat juga diartikan sebagai ikhtiar pembangunan, dalam hal ini David C. Korten memberikan makna pembangunan sebagai upaya memberikan kontribusi pada aktualisasi potensi tertinggi kehidupan manusia. 105 Pembangunan selayaknya ditujukan untuk mencapai sebuah standar kehidupan ekonomi yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini merupakan sebuah tahapan yang esensial dan fundamental menuju tercapainya tujuan kesejahteraan manusia. Kebutuhan dasar tidak dilihat dalam batas-batas minimum manusia, tetapi juga sebagai kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, mendapatkan penghormatan dan kesempatan untuk bekerja secara fair serta aktualisasi spiritual. Berdasarkan pemahaman semacam ini pengembangan masyarakat dapat diajukan beberapa asumsi sebagai berikut: Pertama, pada intinya upaya-upaya pengembangan masyarakat dapat dilihat sebagai peletakan sebuah tatanan sosial, di mana manusia secara adil dan terbuka dapat melakukan usahanya sebagai perwujudan atas kemampuan dan potensi yang dimilikinya sehingga kebutuhan materiil maupun spiritualnya dapat dipenuhi. Pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah merencanakan dan penyiapan suatu perubahan sosial demi peningkatan kualitas hidup. Kedua, pengembangan masyarakat tidak dilihat sebagai suatu proses pemberian dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Ketiga, pengembangan masyarakat mesti dilihat sebagai sebuah proses pembelajaran kepada masyarakat 104 M. Wierdan, dalam Masyarakat Utama, Konsepsi dan strategi, Ed. M. Yunan Yususf, Yusron razak Suwito dan Sudarmono Abdul Hakim, Jakarta: Kerjasama dengan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, 1995, hal. 152-153 105 David C. Korten, Development as Human Enterprise “dalam David C. Korten ed Community Management Asian and Perspectif, Coneccicut Humanian Press, hal. 17 agar mereka dapat secara mandiri melakukan upaya-upaya perbaikan kualitas hidupnya. Karena itu pengembangan masyarakat sesungguhnya merupakan sebuah proses kolektif di mana kehidupan berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat dan bernegara tidak hanya sekedar menyiapkan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan sosial yang mereka lalui, tetapi secara aktif mengarah perubahan tersebut pada pemenuhan kebutuhan bersama. Keempat, pengembangan masyarakat tidak mungkin dilaksanakan tanpa keterlibatan secara penuh oleh masyarakat itu sendiri. Partisipasi bukan sekedar diartikan sebagai kehadiran mereka untuk mengikuti suatu kegiatan, melainkan difahami sebagai kontribusi mereka dalam setiap tahapan yang mesti dilalui oleh suatu program kerja pengembangan masyarakat, terutama dalam tahapan perumusan kebutuhan yang mesti dipenuhi. Kelima, pengembangan masyarakat selalu ditengarai dengan adanya pemberdayaan masyarakat, karena pembangunan tatkala masyarakat itu sendiri tidak memiliki daya yang cukup baik. 106 Pengembangan masyarakat Islam merupakan model empiris dan bentuk pemberdayaan dan pengembangan perilaku individu dan kolektif dengan titik tekan pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat, dalam kontek ini pengembangan diorentasikan kepada; 1 Pembentukan sumberdaya manusia secara individual yang memiliki komitmen keagamaan yang kuat, 2 membentuk keluarga sakinah sebagai realisasi dari individu-individu yang shaleh, 3 membentuk masyarakat religious yang mengaplikasikan nilai-nilai islam dalam kehidupan sehari- hari, 4 melalui wadah Negara dengan berbagai komponennya akan dapat 106 Donald W Litereel, the Theori and Practice of Community Development, terj M. Dauzi Muzdakir, Teori Dan Praktek Pengembangan Masyarakat, Surabaya: Usaha asional, 1986, hal. 12-15. membentuk peradaban yang Islami demi terwujudnya masyarakat madani yaitu tatanan masyarakat Islam yang universal. 107 Masyarakat Islam memiliki lima fondasi, yaitu: Pertama Tauhid, yakni “lailaha ilallah” sebagai kalimat pembebasan dari penghambaan diri kepada sesame hamba kepada penghambaan diri hanya kepada Allah swt semata. Aqidah ini sangat penting sekali karena masyarakat yang lemah aqidahnya akan rapuh dan tak bisa berumur panjang. Kedua adalah sistem nilai moral yang benar berdasarkan wahyu Alah swt Ketiga adalah amal shaleh yang didasarkan pada aqidah keyakinan serta nilai-nilai moral yang benar, sehingga amal tersebut tidak hampa, tujuan amal tersebut menjadi jelas. Keempat adalah keadilan, ini merupakan perintah yang pertama dalam al- Qur’an. Keadilan yang berkesinambungan secara simetris. Semua orang mendapatkan apa yang terjadi haknya dan bagi semua orang diminta melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Fondasi kelima memiliki kecenderungan yang kuat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 108 Proses transformasi menuju masyarakat Islam dimulai dari individu muslim, keluarga, masyarakat, Negarapemerintahan dan peradaban Islam. 109

a. Individu