Dakwah Kultural, Struktural dan dakwah Integratif

Islam dengan negara. Negara sebagai instrumen pengalaman ajaran agama. Dakwah politik adalah gerakan dakwah yang ada dalam kekuasaan. Aktivitas dakwah politik bergerak mendakwahkan ajaran agama guna menjadikan Islam sebagai ideology negara, nilai-nilai Islam melekat pada kehidupan politik bangsa, negara dipandang sebagai alatsarana dakwah yang paling strategis. Identifikasi dakwah dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan sosial, dakwah ekonomi adalah upaya mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam yang dapat berfungsi meningkatkan sosial ekonomi umat. Ajaran-ajaran Islam dalam kategori itu antara lain: jual beli, musaqah, muzara’ah, zakat, infaq, sadaqah, wakaf, qurban, aqiqah, dam, kafarat dan sebagainya. Ajaran-ajaran tersebut dapat ditemukan relevansinya dengan proses produksi, distribusi dan pemanfataan barang dan saja. Dengan demikian dakwah ekonomi berdasarkan isi pesan dan tujuannya dapat dirumuskan sebagai kegiatan dakwah yang berusaha mengimplesmentasikan ajaran Islam yang berhubungan dengan proses ekonomi guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. 62

5. Dakwah Kultural, Struktural dan dakwah Integratif

Masyarakat Islam pada masa Nabi merupakan hasil konkrit bagi gerakan dakwah. Tugas pokok kenabian dan kerasulan Muhammad adalah menyampaikan risalah Tuhan kepada umat manusia. Dalam konteks ini kegiatan dakwah dapat mengambil tiga bentuk pendekatan dakwah integratif. Dakwah kultural adalah aktivitas dakwah yang menekankan pendekatan Islam kultural. Islam kultural adalah salah satu pendekatan yang berusaha meninjau kembali kaitan 62 Muhammad Sulthon, Menjawab Tantangan Zaman, Desain Ilmu Dakwah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, hal. 13. doctrinal yang formal antara Islam dan politik atau Islam dan negara. Hubungan antara Islam dan politik atau Islam dan negara termasuk wilayah pemikiran ijtihadiyah, hal ini tidak menjadi persoalan serius ketika sistem kekhalifahan masih bertahan di dunia Islam, namun setelah peradaban Barat menguasai dunia Islam dan sistem kekhalifahan diganti dengan nilai-nilai kebangsaan sebagai dasar negara maka hubungan Islam dan negara menjadi bagian persoalan serius. Sebagian kaum muslimin berpendapat bahwa sistem kekhalifahan itu merupakan bagian dari ajaran Islam yang diwariskan oleh Rasulullah saw, karena itu hubungan doctrinal secara formal. Tujuan final gerakan dakwah adalah memperjuangkan tegaknya negara bangsa berdasarkan Syari’at agama. Dakwah struktural adalah gerakan dakwah yang berada dalam kekuasaan. Aktivitas dakwah struktural bergerak mendakwahkan ajaran Islam dengan memanfaatkan struktur sosial, politik maupun ekonomi yang ada guna menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Nilai-nilai Islam terintegrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara dipandang sebagai alat dakwah yang paling strategis. Dalam prespektif dakwah structural, negara merupakan instrument paling strategis dan menentukan dalam kegiatan dakwah. Adanya interaksi peradaban Barat dan peradaban Islam, setelah dakwah menemukan kembali pengertian keagamaan secara kultural. Dakwah memasukkan aktivitas penyiaran tabligh, pendidikan dan pengembangan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Islam, baik untuk mad’u muslim maupun non muslim. Untuk masyarakat muslim, dakwah berfungsi sebagai proses peningkatan kualitas penerapan ajaran agama, sedangkan untuk non muslim fungsi dakwah mengajak dan mengenalkan Islam agar mereka mau masuk Islam dengan sukarela. Penerimaan secara sukarela bagi mad’u non muslim menjadi prioritas serius sebagaimana ditunjukan oleh Rasulullah SAW. Dakwah dilaksanakan semacam seminar akademis dalam skala luas, siapapun dalam mengikuti dan bebas menentukan pilihan sesuai dengan keyakinan mereka. 63 Dalam pengertian pengembangan masyarakat muslim, dakwah antara lain berbentuk peningkatan kesejahteraan sosial. Bagi kaum muslim ide pengembangan masyarakat sebagai bagian dari cakupan dakwah bukanlah ide lain yang dimasukkan dalam dakwah. Penalaran semacam ini telah muncul sejak awal gerakan dakwah, namun pernah tertutup oleh dominasi aktivitas dakwah struktural. Hal ini sangat berbeda dengan pendapat Dale F. Eickelman dan James Piscatori yang mengatakan bahwa redifinisi dakwah telah memasukkan ide-ide lain tentang kesejahteraan sosial. 64 Dakwah kultural memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi ke atas dan fungsi ke bawah. Fungsi dakwah kultural ke lapisan atas antara lain tindakan dakwah yang diarahkan sebagai jembatan fasilitator dalam mengartikulasikan aspirasi masyarakat terhadap penguasa. Fungsi ini dijalankan bardasarkan anggapan bahwa masyarakat kurang mampu mengekspresikan aspirasi mereka serta ketidakmampuan anggota parlemen dengan sepenuhnya mengartikulasikan aspirasi rakyat. Fungsi ini berbeda dengan pola dakwah struktural, karena menekankan pada tersalurnya aspirasi masyarakat bawah ke kelangan penentu kebijakan. Dakwah kultural semacam ini tetap menekankan posisinya di luar kekuasaan dan tidak bermaksud mendirikan negara Islam dan tidak menekankan pada Islamisasi negara dan birokrasi pemerintah. Termasuk fungsi dakwah kultural ke lapisan atas ini, adalah mempelajari berbagai kecenderungan masyarakat yang sedang berubah ke arah 63 Isma’il al-Faruqi, Sifat Dasar Dakwah Islamiyah, dalam Ahmad Von Deffer an Emilio Castro, ed, Dakwah Islam dan Misi Kristen, Sebuah Dialog Internasional, terj. Achmad Noer. Z., Bandung: Risalah, 1984, hal. 39-40. 64 Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Ekspresi Politik Muslim, Risalah Cendikiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1998, hal. 48-49. modernisasi sebagai langkah strategis mengantisipasi perubahan sosial yang ada, karena dalam proses perubahan dikhawatirkan akan memisahkan individu dalam keluarga, komunitas dan lembaga, keagamaan yang akan mengakibatkan proses keterasingan dan kehilangan pegangan. Sekalipun di satu pihak terlihat kemajuan dalam kehidupan keagamaan, namun di sisi lain masih terlihat proses sekulerisasi di berbagai sektor yang membutuhkan perhatian dakwah Islam. 65 Fungsi dakwah kultural yang bersifat ke bawah berarti penyelenggaraan dalam dakwah bentuk penterjemahan ide-ide intelektual tingakat atas bagi umat Islam serta rakyat pada umumnya untuk membawakan transformasi sosial, dengan mentransformasikan ide-ide tersebut ke dalam konsep-konsep operasional yang dapat dikerjakan masyarakat. Termasuk fungsi utma pola dakwah ini adalah penerjemahan sumber-sumber agama al-qur’an dan hadist sebagai way of life. Transformasi ini bukan hanya dalam istilah teologi, tetapi juga dalam konsep sosial yang lebih operasional. Secara esensial, dakwah berkaitan dengan bagaimana membangun dan membentuk masyarakat yang baik. Berpijak pada nilai-nilai kebenaran dan hak-hak asasi manusia. Dalam pengertian non konvensional istilah dakwah dapat berhubungan secara kultural- fungsional dengan penyelesaian problem-problem kemanusiaan, termasuk problem sosial. Beberapa strategi di bawah ini dapat dijadikan alternatif bagi pengembangan dakwah kultural agar dapat menyelesaikan beberapa problem yang ada: a. dakwah harus dimulai dengan mencari “kebutuhan masyarakat”. Kebutuhan yang dimaksud bukan hanya kebutuhan yang secara obyektif memang memelukan 65 Dawam Raharjo, Intelektual, Intelegensia, Cendikiawan Muslim, Risalah Cendikiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1998, hal. 48-49. pemenuhan.tetapi juga kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat yang perlu mendapat perhatian. b. Dakwah dilakukan secara terpadu, dengan pengertian bahwa berbagai aspek kebutuhan amsyarakat dapat djangkau oleh program dakwah. Apat melibatkan berbagai unsur yang ada dalam masyarakat. c. Dakwah dilakukan dengan pendekatan partisipatoris, dalam pengertan ide yang ditawarkan mendapat kesepakatan masyarakat dan atau ide masyarakat itu sendiri. Memberi peluang bagi keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan dan keterlibatan mereka dalam pelaksanaan rogram dakwah. d. Dakwah dilaksanakan melalui proses sistematis pemecahan masalah. Program dakwah yang dilakukan masyarakat sejauh mungkin diproses menurut langkah pemecahan masalah, dengan demikian masyarakat dididik untuk bekerja secara berencana, efisien dan mempunyai tujuan yang jelas. e. Dakwah memanfaatkan teknologi yang sesuai dan tepat guna. f. Program dakwah dilaksanakan melalui tenaga da’i yang bertindak sebagai motivator, baik dilakukan oleh tenaga terlatih dari lembaga atau organisasi masyarakat ang berpartisipasi maupun dari luar daerah setempat yang adaptif. g. Program dakwah didasarkan atas asas swadaya dan kerjasama masyarakat. Pelaksanaan program dakwah harus berangkat dari kemampuan diri sendiri dan merupakan kerjasama dari potensi yang ada. 66 Beberapa strategi tersebut pada dasarnya suatu ihtiar kultural agar fungsi dakwah bercorak fungsional. Paling tidak ada tiga faktor yang memungkinkan dakwah dapat 66 Muhammad Sulthon, Menjawab Tantangan Zaman, Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta: pustaka Pelajar, 2003 h. 36 menampilkan Islam secara kultural, yaitu: watak keuniversalan, kerahmatan dan kemudahan Islam. Dakwah kultural melibatkan kajian antar disiplin ilmu dalam rangka meningkatkan serta memberdayakan masyarakat. Aktifitas dakwah kultural meliputi seluruh aspek kehidupan, baik aspek sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, kesehatan maupun alam sekitar. Keberhasilan dakwah kultural ditandai dengan teraktualisasikan dan terfungsikannya nilai- nilai Islam dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, kelompok sosial dan masyarakat. Dakwah integratif, dua konsep pendekatan dakwah baik pendekatan dakwah struktural maupun pendekatan dakwah kultural. Jika dilakukan secara ekstrim justru Dakwah Integratif, dua konsep pendekatan dakwah baik pendekatan dakwah structural maupun dakwah cultural jika dilakukan secara ekstrim justru akan menimbulkan dua kelompok masyarakat yang memiliki karakter berbeda. Secara internal kemungkinan terjadinya disintegrasi umat semakin besar. Karena itu pendekatan integratif dakwah dalam rangka menciptakan, menjaga dan mempertahankan kesatuan dan persatuan umat sangat diperlukan. Pendekatan dakwah integratif secara substansial adalah perpaduan antara dua pendekatan dakwah baik structural maupun cultural, karena kedua pendekatan tersebut bukanlah suatu yang bersifat dikotomik-kontradiktif. Dalam praktek kedua pendekatan dapat saling melengkapi, bahkan secara ideal keduanya terintegrasi dalam satu pendekatan yang terpadu. Keterpaduan ini diperlukan agar konsep yang dihasilkan mempunyai relevansi idealis normatif dan sekaligus relevansi empiric. Relevansi iseadlis diperlukan agar konsep tidak hanyut dalam arus dinamika peruahan masyarakat, sedangkan relevansi empiric diperlukan agar konsep tidak merupakan suatu utopia yang mengawang. Pendekatan integratif mempunyai pemaknaan lain, yaitu usaha mengidentifikasi maslah dakwah kontemporer hanyalah langkah awal, langkah selanjutnya adalah bagaimana membawa masyarakat yang ada ke bawah naungan wahyu, karena itu pendekatan integratif dakwah meliputi seluruh aspek dakwah, seperti; da’i, materi, metode, media dan sebagainya. Dengan ungkapan lain pendekatan dakwah integratif adalah suatu pendekatan transformatif. Pendekatan transformatif dakwah dapat dilakukan dengan melihat model apa yang diberikan al-Qur’an dan dakwah Rasulullah. Biografi atau sirah rasul menunjukkan bahwa kepekaan dan apresiasi Muhammad SAW terhadap isu dan masalah komunitas di sekelilingnya sangat tinggi. Nabi menunjukkan keteladanan pendekatan kedua-duanya di atas, akan tetapi Nabi juga dibekali dengan visi tentang what is to be done dan itu diperoleh dari ajaran tauhid. Gabungan antara visi dan kepekaan itu menghasilkan gagasan tentang dakwah yang bersumber dari wahyu dan di lain memiliki nilai transformasional. Bangunan konsep dakwah integratif diambil dari sikap Rasulullah dalam menghadapi tantangan dakwah pada saat Rasulullah ditawari tiga alternatif oleh tokoh-tokoh kafir Quraisy Makkah untuk menghentikan dakwahnya: apakah Rasul pilih jadi penguasa raja, kekayaan harta, atau wanita. 67 Semua itu ditolak. Orientasi gerakan dakwah Rasul bukan Negara dan kekuasaan, walaupun Negara dan kekuasaan pada akhirnya ada padanya, dan bukan harta, walaupun akhirnya ia menyertainya. Dan bukan pula kehormatan.

6. Tugas Pokok Dan Fungsi Kenabian