Agen Sosialisasi dan Pengetahuan Agama Penyandang Tunanetra

38

BAB IV AGEN SOSIOALISASI DAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN

PENYANDANG TUNANETRA DEWASA

A. Agen Sosialisasi dan Pengetahuan Agama Penyandang Tunanetra

Dewasa Dalam bab sebelumnya telah penulis jelaskan mengenai agen-agen sosialisasi yang terdiri dari keluarga, teman sebaya, dunia pendidikan dan media massa. Dalam bab ini, penulis berusaha untuk menggali lebih dalam bagaimana pengetahuan keagamaan para penyandang tunanetra usia dewasa. Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, penulis mendapatkan bahwa peran keluarga dalam memberikan pengetahuan keagamaan kepada para penyandang tunanetra usia dewasa dirasakan oleh sebagian para informan hanya saat mereka masih usia anak-anak. Setelah usia itu, para informan mengaku bahwa mereka kurang mendapat pengetahuan keagamaan dari keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh informan EM berikut: “Kalau saya pribadi, merasa bahwa pengetahuan keagamaan yang saya dapat dari orang tua itu, itu hanya saat saya masih kecil. Sedangkan saat saya mengalami tunanetra, kedua orang tua saya sudah meninggal. Hal ini membuat pengetahuan keagamaan yang saya dapat lebih banyak berasal dari media massa” 1 Hal senada juga diungkapkan oleh informan AS. Menurutnya, pengetahuan keagamaan yang ia peroleh lebih banyak berasal dari media massa, terutama media elektronik yang diwakili radio. Sedangkan dari keluarga, menurut informan AS tidak banyak memberikan pengetahuan keagamaan. Meskipun 1 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan tanggal 14 April 2010 informan AS masih dekat dengan keluarga, tapi masalah pengetahuan keagamaan ia jarang mendapatkannya dari keluarga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan AS: “Kalau saya pribadi merasakan bahwa pengetahuan keagamaan lebih banyak saya peroleh dari radio. Dulu waktu sebelum menjadi tunanetra saya memang sempat mengaji, biasalah orang Betawi tempatnya di musholla. Tapi setelah beranjak dewasa, dan saya mengalami ketunanetraan, saya lebih banyak mendengarkan ceraman-ceramah keagamaan dari para ustadz maupun mubaligh yang berasal dari radio.” 2 Saat penulis menanyakan lebih jauh sumber pengetahuan keagamaan yang diperoleh informan AS, ia menjawab bahwa sesekali ia mendengarkan ceramah yang berasal dari televisi. Ia mencontohkan bahwa ia sering mendengarkan ceramah tentang kajian tafsir yang disampaikan oleh M. Quraish Shihab di Metro TV saat bulan puasa. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh informan AS: “Kalau ditanya selain radio, dari mana saya mendapatkan pengetahuan keagamaan, saya bisa mengatakan bahwa hal tersebut saya dapatkan dari televisi. Kan waktu bulan puasa di Metro TV ada ceramah tentang kajian tafsir. Kalau nggak salah disampaikan oleh M. Quraish Shihab. Menurut saya itu acara yang bagus sekali.” 3 Pendapat yang berbeda disampaikan oleh informan ARK. Ia mengaku bahwa ia banyak mendapat pengetahuan keagamaan dari keluarga, terutama orang tua. Menurut pernyataan yang disampaikan oleh informan ARK, ia sering memperoleh pengetahuan keagamaan tersebut dari orang tua karena pada saat kuliah ia tinggal dengan orang tua. Setelah mengelami ketunanetraan pun informan ARK mengaku masih mendapatkan pengetahuan keagamaan dari orang tua. Sebagaimana yang disampaikan kepada penulis: “Waktu kuliah kebetulan saya tidak indekos, saya tinggal dengan orang tua. Hal ini membawa pengaruh yang baik buat saya, karena tinggal 2 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010 3 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010 dengan orang tua, saya banyak berbicara mengenai pengetahuan keagamaan dengan mereka. Mungkin berbeda kalau seandainya saya tidak tinggal dengan orang tua, tapi indekos di sekitar kampus.” 4 Senada dengan apa yang disampaikan oleh informan ARK, informan NS pun mengaku bahwa pengetahuan agama banyak ia peroleh dari keluarga. Menurut pengakuannya, keluarga informan NS berasal dari keluarga yang Islami, bahkan kakek informan NS adalah ketua NU Nahdlatul Ulama tingkat Kecamatan, yang sering memberinya nasihat untuk tidak melupakan shalat. Seperti yang diungkapkan oleh informan NS: “Pengetahuan keagamaan banyak saya peroleh dari keluarga. Maklum saja, keluarga saya termasuk keluarga islamis, bahkan kakek saya adalah ketua NU tingkat kecamatan, yang sering menasehati saya untuk tidak melupakan shalat.” 5 Saat penulis menanyakan lebih jauh tentang peran teman sebaya informan NS dalam memberikan pengetahuan keagamaan maupun nasihat-nasihat keagamaan, informan NS mengaku bahwa dirinya memang lebih cocok untuk mendengarkannya dari teman sebaya dibandingkan dengan nasihat yang berasal dari keluarga. Hal ini menurut informan NS dikarenakan terlalu seringnya anggota keluarga memberikan nasihat maupun pengetahuan keagamaan. Seperti yang diungkapkan informan NS kepada penulis: “Kalau ditanya tentang mana yang lebih cocok dalam memberikan nasihat maupun pengetahuan keagamaan, saya merasa teman sebayalah yang lebih cocok. Kan tau sendiri, kita terlalu sering mendengarkan nasihat dan pengetahuan keagamaan pihak keluarga. Jadi kalau ada teman sebaya yang memberikan nasihat atau pengetahuan tersebut, perasaan lebih cepat diserap aja.” 6 Namun demikian, berdasarkan pengakuan informan NS, tetap saja 4 Wawancara pribadi dengan informan ARK, Yayaan Mitra Netra Lebak Bulus, tanggal 28 Desember 2009 5 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan, tanggal 15 April 2010 6 Wawancara pribadi dengan informan NS, Tangerang Selatan, tanggal 15 April 2010 keluarga memiliki peran dalam memberikan nasihat keagamaan maupun pengetahuan keagamaan kepada dirinya. Adapun frekuensi keikutsertaan para informan mengikuti pengajian yang diselenggarakan di majlis-majlis taklim, mereka mengaku bahwa keinginan mereka untuk hadir dalam pengajian tersebut terkendala dengan kondisi fisik mereka yang belum stabil. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan ARK, yang mengaku bahwa tumor otak yang dideritanya sering kali membuat kondisi tubuhnya labil, sehingga ia mengurungkan niatya untuk mengikuti pengajian di majlis taklim. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan ARK kepada penulis: “Sebenarnya, saya ingin mengikuti pengajian yang diadakan di majlis- majlis taklim. Tapi berhubung kondisi badan saya yang belum stabil, saya tidak bisa melakukannya. Kalau lagi badan ngedrop, saya kehilangan keseimbangan, sehingga untuk jalan pun sempoyongan. Kalau udah begitu, paling saya tiduran aja.” 7 Kemudian penulis menanyakan tentang bagaimana keberadaan komunitas tunanetra dalam menambah pengetahuan keagamaan para informan. Dari hasil wawancara, penulis memperoleh informasi, bahwa komunitas tunanetra yang berbentuk yayasan banyak memberikan peningkatan pemahaman keagamaan bagi para informan. Beberapa informan menyatakan bahwa keberadaan komunitas tersebut sangat membantu mereka dalam menambah pengetahuan keagamaan. Seperti yang diutarakan oleh informan AS, informan EM, dan informan ARK yang mengaku bahwa keberadaan yayasan Raudlatul Mahfufin sangat membantu dalam peningkatan pemahaman keagamaan mereka. Informan AS menyatakan bahwa dengan berkumpul di Raudlatul 7 Wawancara pribadi dengan informan ARK, Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus, tanggal 28 Desember 2009 Mahfufin, ia banyak mendapatkan pengetahuan yang berkenaan dengan baca tulis al-Qur’an braille, dan pemahaman keagamaan lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh informan AS: “Sejak saya aktif di pengajian yang diadakan di Raudlatul Mahfufin, saya mendapat banyak pengetahuan keagamaan di sana. Salah satunya adalah baca tulis al-Qur’an braille. Selain juga saya banyak belajar tentang pemahaman keagamaan yang lain seperti fiki, tafsir, dan lain sebagainya.” 8 Senada dengan informan AS, informan EM juga mengaku bahwa dengan berada di komunitas tunanetra, yaitu di Yayasan Raudlatul Mahfufin, di mana awal-awal informan EM mengalami ketunanetraan, ia tinggal di asrama dan mendapatkan banyak pengetahuan keagamaan di sana. Seperti yang diungkapkan oleh informan EM kepada penulis: “Dulu awal-awal saya mengalami ketunanetraan, saya tinggal di asrama Yayasan Raudlatul Mahfufin. Di sana saya diajarkan pengetahuan keagamaan yang berlangsung pada malam hari. Dari situ saya merasa pengetahuan keagamaan saya semakin meningkat.” 9 Selain di Yayasan Raudlatul Makhfufin, informan EM juga aktif di yayasan Khazanah Kebajikan. Di yayasan ini, informan EM sering mengikuti pelaksanaan shalat sunnah malam dan kajian al-Qur’an. Seperti yang diungkapkan informan EM kepada penulis, “Selain itu saya juga aktif di Yayasan Khazanah Kebajikan. Di yayasan ini, saya sering ikut shalat malam berjamaah, dan kajian al-Qur’an.” 10 Dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh para informan kepada penulis, dapat diambil kesimpulan bahwa peran agen-agen sosialisasi dalam memberikan nasihat keagamaan maupun pengetahuan keagamaan dirasakan 8 Wawancara pribadi dengan informan AS, Tangerang Kota, tanggal 19 April 2010. 9 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan, tanggal 14 April 2010 10 Wawancara pribadi dengan informan EM, Tangerang Selatan, tanggal 14 April 2010 sangat besar oleh para informan. Mereka umumnya mengakui bahwa peran keluarga, teman sebaya, maupun media massa, terutama media elektronik yang berbentuk radio, memiliki peran dalam meningkatkan pengetahuan keagamaan mereka. Secara teoritis bisa dijelaskan bahwa di antara agen sosialisasi yang ada, lembaga pendidikan dan keluargalah yang yang paling berperan dalam membentuk perilaku keagamaan. Dalam konteks penelitian ini, diskusi dan peran-peran keagamaan itu terwujud dalam kajian al-Qur’an dan shalat berjamaah yang dilakukan di Yayasan Raudlatul Makhfufin. Di Yayasan ini berlangsung berbagai kajian keagamaan, antara lain: baca tulis al-Qur’an Braille, tafsir, fikih, sejarah Islam dan tauhid. Selain lembaga pendidikan, agen sosialisasi lain yang mempengaruhi keberagamaan penyandang tunanetra usia dewasa adalah keluarga, terutama orang tua. Pengaruh orang tua meskipun ada, tapi tidak serta merta diterima sebagai bentuk pemberontakan seorang dewasa yang sedang mencari jati diri terhadap peran dominan orang tua. Adapun peran media massa masih dianggap sebagai media hiburan, meskipun tidak bisa dipungkiri media massa menjadi salah satu pilihan untuk mendapatkan pengetahuan keagamaan.

B. Praktek Keagamaan Penyandang Tunanetra Dewasa