29
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Dunia Pendidikan
Para penyandang tunanetra usia dewasa, umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Dari lima orang yang penulis jadikan subjek penelitian, 3
orang diantaranya adalah luluan perguruan tinggi, 1 orang tidak lulus perguruan tinggi, dan 1 orang lagi tidak lulus SLTA.
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan dengan melakukan wawancara terhadap para informan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
informan adalah berpendidikan perguruan tinggi, meskipun satu orang di antaranya ARK tidak menyelesaikan pendidikannya. Sedangkan satu informan
lainnya AS karena keadaan ekonomi, hanya sampai pada tingkat pendidikan menengah atas, meskipun tidak sampai lulus.
Tingkat pendidikan informan yang terbilang tinggi, menurut pengamatan penulis, hal ini dikarenakan para informan adalah mereka yang mengalami
ketunanetraan pada saat mereka berusia dewasa. Tingkat pendidikan yang dicapai oleh para informan, umumnya ditempuh saat mereka masih dalam kondisi bisa
melihat, belum mengalami ketunanetraan. Selain karena faktor tersebut, penulis juga menyimpulkan bahwa kondisi
ekonomi para informan terbilang cukup, sehingga mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain karena faktor kondisi ekonomi
yang cukup, faktor tingginya tingkat pendidikan informan adalah karena mereka mengalami ketunanetraan saat beranjak dewasa. Informan yang tidak melanjutkan
ke perguruan tinggi AS, dikarenakan keterbatasan ekonomi keluarganya. Berikut ini adalah tabel tingkat pendidikan para penyandang tunetra usia dewasa, di mana
data yang penulis peroleh berasal dari hasil wawancara.
Tabel 1 Tingkat pendidikan para informan
No Inisial Informan
Usia Status
Pendidikan Terakhir Usia saat Mengalami
Tunanetra 1
2 3
4 NS
ARK EM
AS 27
25 40
37 Belum menikah
Belum menikah Menikah
Belum menikah S 1
S 1 Tidak Lulus S 1
SLTA Tidak lulus 23
21 35
31
B. Perilaku Keberagamaan
Mengenai keberagamaan para penyandang tunanetra usia dewasa yang menjadi subjek penelitian dalam skripsi ini, para informan umumnya mengaku
bahwa saat belum menyandang tunanetra, mereka masih awam dalam hal agama. Ini artinya, bahwa para informan mengaku sebelum menyandang tunanetra,
pemahaman agama mereka kurang mendalam. Begitu juga dengan ritual ibadah sehari-hari, terkadang dari 5 waktu shalat wajib ada yang tidak mereka kerjakan
karena kesibukan saat itu.
1
Saat menyandang tunanetra, para informan mengaku bahwa mereka lebih banyak punya waktu untuk beribadah, sehingga dari segi frekuensi mereka
mengalami peningkatan. Di samping hal ini disebabkan oleh maraknya syiar Islam melalui tayangan audio visual, juga disebabkan banyaknya kegiatan keagamaan
1
Data penulis peroleh dari wawancara pribadi dengan para informan.
dalam bentuk pengajian, peringatan hari besar, Maulid dan sebagainya yang bisa diikuti oleh kalangan tunanetra. Banyaknya syiar dan kegiatan keagamaan itu
sangat mungkin karena mayoritas penduduk Tangerang Selatan adalah muslim. Berdasarkan komposisi penduduk menurut agama, pemeluk agama Islam
yaitu sebanyak 90,98. Penduduk selebihnya memeluk agama Protestan 4,07, Kristen 3,14, Budha 1,21 dan Hindu 0,60. Komposisi penduduk
berdasarkan agama ini diolah dari Kompilasi Data untuk Penyusunan RTRW Kota Tangerang Selatan. Karena ada ketidakcocokan antara jumlah total
penduduk yang ada dalam Kabupaten Tangerang Dalam Angka Tahun 20072008 yang digunakan sebagai acuan, angka yang digunakan adalah angka persentase
dan bukan angka absolut dengan asumsi bias tersebar ke dalam semua kelompok data.
Sarana peribadatan yang tersedia untuk para pemeluk agama adalah mesjid sebanyak 436 buah, langgarmushola 1.268 buah, gereja 42 buah, viharakuil 7
buah. Pondok pesantren berjumlah 24 buah dengan 66 orang kiai dan 295 orang ustadz serta 4.405 orang santri.
2
C. Status Sosial Ekonomi