Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan

(1)

TANGGUNG JAWAB PENERBIT BILYET GIRO KOSONG DI BANK SUMUT CABANG UTAMA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dalam Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

NIM : 070200296

GORDON DANIEL H MANURUNG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

2

TANGGUNG JAWAB PENERBIT BILYET GIRO KOSONG DI BANK SUMUT CABANG UTAMA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dalam Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

NIM : 070200296

GORDON DANIEL H MANURUNG

DEPARTEMEN: HUKUM KEPERDATAAN Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. Hasyim Purba, SH,M.Hum NIP.196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sinta Uli Pulungan,SH,M.Hum Mulhadi,SH,M.Hum NIP.195506261986012001 NIP.197308042002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I: PENDAHULUAN

A. LatarBelakang………..………..……1

B. Permasalahan………..…..11

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….………11

D. Metode Penelitian………..………...13

E. Keaslian Penulisan...17

F. Sistematika Penulisan………..……….…18

BAB II: TINJAUAN UMUM TERHADAP BILYET GIRO A. Bilyet Giro Sebagai Salah Satu Surat Berharga...20

B. Pengertian dan Pengaturan Bilyet Giro...23

C. Latar Belakang Digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran...25

D. Persyaratan Formal Bilyet Giro...26

E. Peralihan Bilyet Giro Dan Faktor Penyebabnya...28

BAB III: PENERBITAN BILYET GIRO DAN BILYET GIRO KOSONG A. Pengertian dan Perhitungan Bilyet Giro Kosong...33

B. Kedudukan Penerbit Bilyet Giro...36

C. Faktor Penyebab Penerbitan Bilyet Giro Kosong dan Hambatan-Hambatan dalam Penggunaan Bilyet Giro sebagai Alat Pembayaran...40

D. Sanksi Terhadap Penerbitan Bilyet Giro Kosong...46 BAB IV: TANGGUNG JAWAB PENERBIT BILYET GIRO KOSONG DI PT.


(4)

4

A. Prosedur Serta Syarat Umum dan Khusus Pembukaan Rekening Giro Pada PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan...52 B. Tanggung Jawab Nasabah PT. Bank Sumut dalam Hal Penerbitan Bilyet Giro

Kosong...73 C. Peranan PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam Hal Adanya Terjadi

Penerbitan Bilyet Giro Kosong...75 D. Upaya yang Dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan

Adanya Penerbitan Bilyet Giro Kosong...78

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan……….……….……….84

B. Saran……….…………86


(5)

ABSTRAKSI

Penggunaan bilyet giro sebagai salah satu alat pembayaran dalam praktek semula timbul atas kepercayaan untuk melayani amanat nasabahnya yang mempunyai simpanan giro pada bank tersebut, yang melakukan penarikan dengan bentuk yang tidak berdasarkan peraturan-peraturan tertentu.Sifatnya hanya merupakan perintah pemindahbukuan dari penerbit kepada bank untuk kepentingan penerima bilyet giro. Karena hanya dapat digunakan untuk pemindahbukuan saja dan tidak dapat diuangkan secara tunaimaka dirasa lebih aman, sehingga masyarakat cenderung untuk menyukainya, namun dalam kenyataannya bilyet giro yang diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai alat pembayaran giral yang praktis, efisien, dan aman belum dapat diwujudkan sepenuhnya. Hal ini disebabkan dengan adanya hambatan-hambatan didalam penggunaan bilyet giro, khususnya dalam kaitannya dengan tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkannya, seperti adanya penerbitan bilyet giro kosong, pembatalan bilyet giro dan kemungkinan dapat diperalihkannya bilyet giro. Berdasarkan hal tersebut dan didorong oleh rasa tertarik maka penulis mengangkat judul Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan untuk dituangkan dalam bentuk skripsi.

Penelitian mengenaiTanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan adalah bertujuan untuk melakukan suatu analisis terhadap tanggung jawab penerbit bilyet giro kosong yang ada di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan. Selanjutnya guna mendukung tulisan ini, maka penulis mengangkat beberapa tema untuk dijadikan sebagai permasalahan yang akan dikupas. Diantaranya adalah mengenai Bagaimanakah tanggung jawab nasabah PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong, peran PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong, serta upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal adanya penerbitan bilyet giro kosong. Guna membahas lebih lanjut mengenai permasalahan di atas, perlu diketahui penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris.Tentu saja yang berperan disini adalah keharusan penulis untuk mengolah data sekunder yang kemudian ditunjang oleh data penelitian lapangan guna melengkapi hal yang dikupas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat diambil beberapa hal sebagai kesimpulan dalam penulisan ini. Diantaranya adalah Bilyet giro kosong adalah bilyet giro yang pada saat ditunjukkan ternyata ditolak oleh bank selaku tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh penarik yaitu sejak tanggal efektif, karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup.. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan dalam Daftar Hitam Nasional (DHN). Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dengan cara meneliti laporan yang disampaikan oleh Bank. Pada akhir penulisan, penulis memberikan saran agar Peraturan dan sanksi tegas harus segera diatur dalam Undang-undang. Peraturan untuk bilyet giro kosong hanya sebatas penutupan rekening dan pelaporan kepada Bank Indonesia. Dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai larangan penarikan bilyet giro kosong yang meberikan hukuman yang berat diharapkan transaksi usaha tidak akan terganggu dan mengurangi penyelewengan yang selama ini terjadi dalam ranah bilyet giro kosong.


(6)

5

ABSTRAKSI

Penggunaan bilyet giro sebagai salah satu alat pembayaran dalam praktek semula timbul atas kepercayaan untuk melayani amanat nasabahnya yang mempunyai simpanan giro pada bank tersebut, yang melakukan penarikan dengan bentuk yang tidak berdasarkan peraturan-peraturan tertentu.Sifatnya hanya merupakan perintah pemindahbukuan dari penerbit kepada bank untuk kepentingan penerima bilyet giro. Karena hanya dapat digunakan untuk pemindahbukuan saja dan tidak dapat diuangkan secara tunaimaka dirasa lebih aman, sehingga masyarakat cenderung untuk menyukainya, namun dalam kenyataannya bilyet giro yang diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai alat pembayaran giral yang praktis, efisien, dan aman belum dapat diwujudkan sepenuhnya. Hal ini disebabkan dengan adanya hambatan-hambatan didalam penggunaan bilyet giro, khususnya dalam kaitannya dengan tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkannya, seperti adanya penerbitan bilyet giro kosong, pembatalan bilyet giro dan kemungkinan dapat diperalihkannya bilyet giro. Berdasarkan hal tersebut dan didorong oleh rasa tertarik maka penulis mengangkat judul Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan untuk dituangkan dalam bentuk skripsi.

Penelitian mengenaiTanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan adalah bertujuan untuk melakukan suatu analisis terhadap tanggung jawab penerbit bilyet giro kosong yang ada di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan. Selanjutnya guna mendukung tulisan ini, maka penulis mengangkat beberapa tema untuk dijadikan sebagai permasalahan yang akan dikupas. Diantaranya adalah mengenai Bagaimanakah tanggung jawab nasabah PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong, peran PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong, serta upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal adanya penerbitan bilyet giro kosong. Guna membahas lebih lanjut mengenai permasalahan di atas, perlu diketahui penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris.Tentu saja yang berperan disini adalah keharusan penulis untuk mengolah data sekunder yang kemudian ditunjang oleh data penelitian lapangan guna melengkapi hal yang dikupas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat diambil beberapa hal sebagai kesimpulan dalam penulisan ini. Diantaranya adalah Bilyet giro kosong adalah bilyet giro yang pada saat ditunjukkan ternyata ditolak oleh bank selaku tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh penarik yaitu sejak tanggal efektif, karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup.. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan dalam Daftar Hitam Nasional (DHN). Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dengan cara meneliti laporan yang disampaikan oleh Bank. Pada akhir penulisan, penulis memberikan saran agar Peraturan dan sanksi tegas harus segera diatur dalam Undang-undang. Peraturan untuk bilyet giro kosong hanya sebatas penutupan rekening dan pelaporan kepada Bank Indonesia. Dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai larangan penarikan bilyet giro kosong yang meberikan hukuman yang berat diharapkan transaksi usaha tidak akan terganggu dan mengurangi penyelewengan yang selama ini terjadi dalam ranah bilyet giro kosong.


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan informasi pada masa sekarang ini menyebabkan sebagian besar masyarakat lebih cenderung mengambil langkah-langkah yang bersifat praktis. Begitu juga dalam sistem pembayaran yang dewasa ini tidak hanya dilakukan dengan uang kartal saja (uang logam dan uang kertas), bahkan juga dilakukan dengan menggunakan uang giral berupa surat berharga. Pertimbangan penggunaan surat berharga dalam lalu lintas pembayaran dinilai lebih efisien dan aman. Alasan itu dapat dimengerti mengingat kondisi keamanan pada saat sekarang sangat rawan dan riskan dari tindakan pencurian, perampokan dan segala macam tindak kriminal apabila membawa uang tunai dalam jumlah besar1

Seperti kita ketahui dalam sektor hukum, khususnya hukum bisnis dewasa ini dimana sudah cukup berkembang, memang merupakan suatu fenomena dan fakta yang tidak terbantahkan, bahwa arus dan pengaruh globalisasi barat sudah masuk dalam kehidupan bisnis di Indonesia, demikian pula dengan banyaknya orang Indonesia memakai alat pembayaran produk barat tersebut.

.

Disadari atau tidak masyarakat Indonesia, telah mengikuti arus perkembangan bisnis secara umum, dengan memakai alat pembayaran-pembayaran modern tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,

1


(8)

7

kebutuhan akan hiburan dan kebutuhan yang terjadi karena suatu kegiatan bisnis. Namun para pihak yang terlibat dalam transaksi yang meakai alat pembayaran semacam ini, diperlukan pengetahuan yang cukup tentang keberadaan yang sah daripada fisik alat pembayaran tersebut, sebagai upaya pencegahan timbulnya kerugian yang diderita akibat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak tertentu. Tujuan para pihak memakai alat pembayaran tersebut adalah kepraktisan dan keamanan, namun semua itu haruslah dijaga oleh para pihak itu sendiri dengan mengenal macam-macam/jenis-jenis alat pembayaran tersebut, baik secara fisik dan teknis.

Pembahasan masalah penggunaan giral di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari kebijaksanaan Pemerintah terutama kebijaksanaan di bidang ekonomi serta perkembangan perekonomian baik nasional maupun internasional. Sebagaimana diketahui, untuk tetap menjaga laju pembangunan, Pemerintah mengharapkan lebih banyak peranan sektor swasta untuk dapat memobilisasi dana. Peranan sektor swasta itu antara lain dilaksanakan melalui penghimpunan dana oleh perbankan. Dalam pelaksanaannya, pembangunan di bidang keuangan telah diarahkan pada peningkatan kemandirian bangsa melalui peningkatan kemampuan keuangan yang makin andal, efisien dan mampu memenuhi tuntutan pembangunan, penciptaan suasana yang mendorong tumbuhnya inisiatif dan kreativitas masyarakat, meluasnya peran serta masyarakat dalam pembangunan serta melalui upaya untuk terus meningkatkan tabungan nasional sebagai sumber utama pembiayaan. Selanjutnya lembaga


(9)

keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank lebih ditingkatkan fungsi dan peranannya agar makin mampu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan.

Uang atau dana (funds) merupakan unsur utama dalam transaksi yang dilakukan oleh para pihak terkait. Pada suatu saat dan dalam situasi tertentu seseorang belum atau tidak memiliki uang atau dana untuk menutup kebutuhan atau kewajibannya. Sebaliknya seseorang lain memiliki kelebihan uang atau dana yang untuk sementara tidak ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan atau kewajibannya. Guna mempertemukan pihak-pihak yang membutuhkan dan kelebihan dana tersebut sistem keuangan berfungsi. Sistem keuangan pada dasarnya adalah kesatuan antara lembaga-lembaga, kaidah dan mekanisme, serta pasar dimana permintaan dan penawaran akan dana dipertemukan, tingkat bunga ditetapkan serta jasa-jasa keuangan lainnya disediakan.

Lembaga-lembaga di dalam sistem keuangan terdiri dari lembaga-lembaga dalam sistim moneter, yaitu otoritas moneter dan bank pencipta uang giral (BPUG) atau bank-bank Umum serta lembaga-lembaga di luar sistem moneter, yaitu antara lain Bank Perkreditan Rakyat (BPR), asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga penunjang Pasar Modal, pialang Pasar Uang, pegadaian dan Pedagang Valuta Asing (PVA). Meskipun masing-masing lembaga tersebut berdiri sendiri, bahkan dibina dan diawasi oleh otoritas pengawas yang berbeda, namun dalam pelaksanaan kegiatan usahanya lembaga-lembaga tersebut saling terkait dan


(10)

9

mempengaruhi baik langsung maupun idak langsung melalui instrumen yang diterbitkan atau yang diprosesnya. Apalagi banyak lembaga-lembaga tersebut yang saling terkait karena memiliki hubungan, baik keuangan, kepemilikan maupun kepengurusan.

Guna menunjang kelancaran transaksi keuangan dalam perekonomian nasional, pelaku ekonomi menggunakan sarana pembayaran, baik tunai dengan uang kartal maupun dengan menggunakan instrumen pembayaran giral atau non tunai. Masyarakat menginginkan agar transaksi-transaksi yang dilakukan dengan partner usahanya dapat dilakukan dengan efektif, efisien, aman dan praktis. Untuk transaksi-transaksi dalam jumlah besar, pelaku bisnis condong menggunakan instrumen pembayaran giral, karena lebih efektif, efisien, aman dan praktis.

Definisi surat berharga yang diberikan oleh Undang-undang Perbankan dan definisi efek yang diberikan oleh Keputusan Menteri Keuangan dan Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tersebut tampaknya sangat luas, karena mencantumkan segala bentuk derivatif (turunan) dari surat berharga dan efek itu sendiri. Bentuk turunan ini, yang dikenal dengan “derivative securities”, terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi. Dapat dikemukakan disini bahwa definisi surat berharga dalam peraturan perundang-undangan ini sangat penting, karena dapat menentukan ruang lingkup berlakunya suatu peraturan, mekanisme, pelaku dan cakupan kewenangan lembaga yang bertugas melaksanakan peraturan tersebut. Dengan demikian adalah suatu hal yang harus dijaga agar definisi dalam suatu peraturan


(11)

undangan yang satu selaras dengan definisi dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak ada lagi kesimpang-siuran yang dapat mengundang penafsiran yang berbeda dan ketidakpastian hukum.

Penerbitan surat berharga pada dasarnya adalah perjanjian, antara lain dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pembayaran dari suatu hutang atau kewajiban yang telah ada sebelumnya. Jadi sudah ada hubungan hukum sebelumnya yang biasa disebut “perikatan dasar” (underlying transaction, onderligende verhouding). Namun demikian tidak seperti halnya perjanjian tambahan (accesoir), perjanjian penerbitan atau penarikan surat berharga tidak berakhir atau hapus meskipun perikatan dasarnya telah hapus atau berakhir. Tujuan lain penggunaan surat-surat berharga adalah untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral dibandingkan dengan sarana lain, yaitu lalu lintas pembayaran dengan uang kartal atau tunai, sehingga dengan demikian dana-dana dapat dihimpun untuk disalurkan sebagai dana pembiayaan yang lebih produktif.

Dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi di era modern ini, kebutuhan akan alat pembayaran dalam hal ini uang atau bentuk lain daripada uang yang dapat dinilai sebagai uang atau yang bernilai atau yang dapat diganti dengan uang, bagi seseorang memang merupakan pemandangan sehari-hari. Baik dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari maupun untuk kesenangan dan hiburan apalagi dalam hal berusaha di berbagai bidang bisnis. Karena bagi orang bisnis tentunya mempunyai arti yang sangat penting, uang adalah raja. Namun dalam beberapa kesempatan misalnya dalam kesempatan melakukan perjalanan


(12)

11

bisnis dan atau perjalanan wisata baik dalam jarak dekat maupun jauh, keberadaan uang tidak lagi menjadi prioritas. Atas dasar praktis dan aman maka orang cenderung beralih kepada alat pembayaran lain diantaranya kartu kredit, cek, bilyet giro, maupun cek perjalanan2

Penggunaan bilyet giro sebagai salah satu alat pembayaran dalam praktek semula timbul atas kepercayaan untuk melayani amanat nasabahnya yang mempunyai simpanan giro pada bank tersebut, yang melakukan penarikan dengan bentuk yang tidak berdasarkan peraturan-peraturan tertentu.Sifatnya hanya merupakan perintah pemindahbukuan dari penerbit kepada bank untuk kepentingan penerima bilyet giro. Karena hanya dapat digunakan untuk pemindahbukuan saja dan tidak dapat diuangkan secara tunaimaka dirasa lebih aman, sehingga masyarakat cenderung untuk menyukainya, namun dalam kenyataannya bilyet giro yang diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai alat pembayaran giral yang praktis, efisien, dan aman belum dapat diwujudkan sepenuhnya. Hal ini disebabkan dengan adanya hambatan-hambatan didalam penggunaan bilyet giro, khususnya dalam kaitannya dengan tanggung jawab penerbit bilyet giro terhadap bilyet giro yang diterbitkannya, seperti adanya penerbitan bilyet giro kosong, pembatalan bilyet giro dan kemungkinan dapat diperalihkannya bilyet giro. Dengan adanya masalah-masalah tersebut, maka dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat maupun pihak bank sendiri, yang akibatnya dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bilyet giro khususnya dan terhadap bank pada umumnya.

.

2

Hermansyah. “Hukum Perbankan Nasional Indonesia”.(Jakarta: Kencana Prenada Media.2005). Hal 71


(13)

Sistem pembayaran yang dulu harus menggunakan uang kartal, kini dapat menggunakan uang giral yang tentunya lebih mudah, praktis dan aman. Pembayaran dengan uang kartal ini dapat disebut dengan pembayaran dengan surat berharga.

Bilyet giro sendiri adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebut namanya. Bilyet giro sendiri tidak diatur dalam KUHD, melainkan dalam SE BI no 28/332/UPG/1995.

Giro adalah suatu istilah perbankan untuk suatu cara pembayaran yang hampir merupakan kebalikan dari sistem cek. Suatu cek diberikan kepada pihak penerima pembayaran (payee) yang menyimpannya di bank mereka, sedangkan giro diberikan oleh pihak pembayar (payer) ke banknya, yang selanjutnya akan mentransfer dana kepada bank pihak penerima, langsung ke akun mereka.

Giro bilyet adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau sarana perintah pembayaran lainnya dengan cara transfer uang. Giro sangat bermanfaat bagi pengusaha, karena dengan giro berbagai pembayaran untuk berbagai transaksi dalam jumlah besar tidak perlu dilakukan dengan tunai. Cukup dengan menggunakan selembar kertas cek (untuk pembayaran tunai) atau bilyet giro (untuk pembayaran nontunai)3

3

.http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Instrumen+Pembayaran+Nont unai/Bilyet+Giro/ Terakhir kali diakses pada tanggal 26 Juli 2012


(14)

13

Penarikan bilyet giro dibebankan kepada rekening penarik, yaitu nasabah giro cabang bank yang bersangkutan yang ditunjuk pada bilyet giro tersebut. Sedangkan tujuan pembayaran diberikan kepada rekening yang disebutkan, baik rekening nasabah pada cabang bank itu sendiri, nasabah cabang lain dari bank yang sama atau nasabah bank lain diluar bank tertarik. Dalam praktik, apabila bilyet giro tersebut ditujukan kepada rekening pemegang yang bersangkutan kepada bank lain, maka pengiriman dana kepada rekening pemegang tersebut menggunakan sarana transfer.

Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana nasabah adalah saldo giro efektif dan atau saldo fasilitas kredit yang belum dipergunakan, atau fasilitas overdraft/cerukan yang diberikan oleh bank. Apabila nasabah menarik dana pada rekening giro tetapi dana tersebut tidak ada atau tidak mencukupi maka nasabah dianggap telah menarik cek/bilyet giro kosong.

Dalam lalu lintas perdagangan salah satu alat pembayaran adalah bilyet giro, tetapi di dalam mekanisme penggunaan bilyet giro tersebut sering kali timbul masalah yaitu, terbitnya bilyet giro kosong yang jika dibiarkan dapat menimbulkan adanya inflasi yang merugikan perekonomian negara dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga bilyet giro.Mengenai sebab-sebab adanya bilyet giro dan hal-hal yang dapat diklasifikasikan ke dalam bilyet giro kosong, peraturan perundangan tentang bilyet giro dan dampak bilyet giro kosong terhadap perbankan. Hal ini disebabkan karena masih terdapat kelemahan dari perundangan yang mengatur tentang bilyet giro, kurang waspadanya administrasi bank dan


(15)

dari hal tersebut mengakibatkan masyarakat menjadi kurang percaya pada lembaga cek/bilyet giro4

Perlu diketahui bahwa Jumlah penolakan cek dan bilyet giro (Cek/BG) kosong mengalami peningkatan pada Januari 2012 sebesar Rp140,86 miliar dengan jumlah warkat sebanyak 5.300 lembar. Total transaksi RTGS di Sumut pada Januari 2012 tercatat sebesar Rp53,11 triliun dengan volume transaksi sejumlah 67.749 transaksi. Transaksi transfer masuk dari luar Sumatera Utara tercatat sebesar Rp22,84 triliun, lebih besar daripada transfer keluar dari Sumatera Utara yang tercatat sebesar Rp20,21 triliun. Sementara transfer yang terjadi dalam wilayah Sumatera Utara sendiri tercatat sebesar Rp10,05 triliun. Porsi transaksi terbesar terjadi di Kota Medan dengan total nilai transaksi sebesar Rp50,66 triliun atau 95,40 persen dari total transaksi RTGS di Sumatera Utara. Di Medan, transaksi RTGS pada Januari 2012 untuk keluar Sumut mencapai Rp19,223 triliun, masuk ke Sumut 21,514 triliun dan transaksi dalam Sumut Rp9,927 triliun, menurun dibanding Desember 2011 sebesar Rp11,474 triliun

.

5

Perhitungan frekuensi penarikan cek/bilyet giro kosong adalah sebagai berikut :

.

a. Satu lembar cek/bilyet giro yang sama, tetapi diajukan berulang-ulang dan ditolak pembayarannya dihitung sebagai satu kali penarikan cek/bilyet giro kosong.

4

http://qiethink.blogspot.com/2012/05/1-cek-bilyet-giro.html 5

http://beritasore.com/2012/03/12/penolakan-cek-dan-bilyet-giro-kosong-meningkat-di-sumut/. Terakhir kali diakses pada tanggal 25 Juli 2012


(16)

15

b. Beberapa cek/bilyet giro kosong yang ditarik oleh seorang nasabah dan ditolak pembayarannya oleh satu bank pada hari yang sama dihitung sebagai satu kali penarikan cek/bilyet giro kosong.

c. Beberapa cek/bilyet giro yang ditarik satu nasabah dan ditolak pembayarannya oleh beberapa bank pada hari yang sama, maka frekuensi penarikan cek/bilyet giro kosong dihitung sama dengan jumlah bank yang menolaknya.

Pengaturan bilyet giro hanyalah suatu Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai syarat formil bilyet giro kosong yang melakukannya secara berulang-ulang tanpa adanya sanksi yang memberatkan penerbit. Sanksi bagi penerbit bilyet giro kosong tiga kali berturut-turut adalah dimasukannya nama penerbit ke dalam daftar hitam Bank Indonesia. Permasalahan lain yang dihadapi oleh penerima bilyet giro adalah adanya pembatalasan bilyet giro tanpa adanya alasan yang jelas dari tersangkut. Sebagai surat berharga bilyet giro tidak dapat diendosemenkan. Hal ini bertentangan dengan fungsi surat berharga sebagai suatu surat yang dapat diperjualbelikan dan dipindahtangankan dengan mudah. Di dalam bilyet giro tidak terdapat klausula yang menunjuk mengenai cara pemindahannya.

PT. Bank Sumut merupakan Bank Daerah Sumatera Utara yang telah melayani masyarakat Sumatera Utara sejak tahun 1961. PT Bank Sumut telah banyak memberikan kontribusi dalam pembangunan Daerah Sumatera Utara.PT. Bank Sumut memiliki visi yaitu Menjadi bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan


(17)

pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat.

Sebagai salah satu bagian dalam lalu lintas pembayaran, PT. Bank Sumut juga menyediakan pelayanan lalu lintas pembayaran dengan menggunakan bilyet giro. Berdasarkan hal tersebut di atas serta untuk lebih mengetahui penggunaan bilyet giro di dalam fungsinya sebagai alat pembayaran giral maka penulis tertarikuntuk meneliti lebih lanjut materi yang ada serta akan dituangkan dalam bentuk usulan penelitian dengan judul:“Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong Di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan.”

B. Permasalahan

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah tanggung jawab nasabah PT. Bank Sumut Cabang

Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong?

2. Bagaimanakah peranPT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal

penerbitan bilyet giro kosong?

3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang

Utama Medan dalam hal adanya penerbitan bilyet giro kosong?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun hal yang menjadi tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(18)

17

1. Untuk mengetahui tanggung jawab nasabah PT. Bank Sumut Cabang

Utama Medan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong

2. Untuk mengetahui peranPT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam

hal penerbitan bilyet giro kosong

3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang

Utama Medan dalam hal adanya penerbitan bilyet giro kosong

Sedangkan yang menjadi manfaat dari dilakukannya penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya yang berhubungan dengan Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan.

2. Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam upaya pembaharuan hukum ekonomi, khususnya dalam memberikan masukan bagi dunia perbankan berkaitan dengan penerbitan bilyet giro.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi dunia perbankan dalam membuat dan menjalankan kebijakan tentang upaya perbankan dalam hal penerbitan bilyet giro kosong.

c. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman bagi

masyarakat, khususnya bagi nasabah untuk lebih mengetahui tentang tanggung jawab penerbit bilyet giro kosong.


(19)

D. Metode Penelitian

1. Metode pendekatan

Di dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian yuridis normatif adalah pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Apabila seorang peneliti ilmu hukum normatif telah menemukan permasalahan yang akan ditelitinya, kegiatan berikutnya adalah mengumpulkan semua informasi yang ada kaitannya dengan permasalahan, kemudian dipilih informasi yang relevan dan essensial, baru ditentukan isu hukumnya (legal issues). Adakalanya untuk menentukan isu hukum tersebut diperlukan informasi yang bersifat umum, informasi ini dimaksudkan agar dapat membantu memberi orientasi terhadap masalah yang diteliti.Jika seorang peneliti menghadapi situasi yang demikian ini, jalan terbaik yang harus dilakukannya adalah diperlukan penelaahan terhadap bahan hukum sekunder, melalui bantuan bahan hukum sekunder tersebut isu hukum dapat dirumuskan dengan tajam.Di samping itu melalui penelaahan terhadap bahan-bahan hukum sekunder dapat diidentifikasi bahan hukum yang diperlukan6

Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian yuridis empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk

.

6

http://rulhome.blog.com/2010/04/11/contoh-metode-penelitian-normatif-dengan-penelitian-empiris/ . Terakhir kali diakses pada tanggal 21 Juli 2012


(20)

19

melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir. Cara kerja dari metode yuridis sosiologis dalam penelitian tesis ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi kepustakaan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian tesis ini, kemudian dilakukan pengujian secara induktif–verifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam masyarakat. Dengan demikian kebenaran dalam suatu penelitian telah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses rasionalisasi7

2. Sifat Penelitian .

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif.Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang permasalahan yang ada pada masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku, sehingga akhirnya dapat diperoleh simpulan8

3. Teknik Pengumpulan Data .

Dalam pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data yang diperoleh guna penyusunan penulisan hukum lebih lanjut yang meliputi :

7

Ibid 8


(21)

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara wawancara bebas terpimpin, yaitu dengan terlebih dahulu mempersiapkan pokok-pokok pertanyaan (guide interview) sebagai pedoman dan variasi-variasi dengan situasi ketika wawancara.

b. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoretis terhadap Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan. Disamping itu tidak menutup kemungkinan diperoleh bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut berupa:

1). Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri atas:

(a) Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(b) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (c) SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR (d) Surat Edaran No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 (e) Surat Edaran No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000

(f) Surat Edaran Bank Indonesia No. SE 12/8/UPPB tentang cek/bilyet giro kosong.


(22)

21

2). Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer antara lain buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri atas:

(a) Kamus Hukum

(b) Kamus Umum Bahasa Indonesia 4. Populasi dan Teknik Sampling

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah PT. Bank Sumut Cabang Utama yang berada di Medan . Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik non random sampling, karena tidak semua unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi wakil dari populasi. Jenis sampel yang digunakan adalah purposive sampling.Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti.

Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi.


(23)

Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik sampling yang digunakan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik purposive sampling adalah penelitian dengan menggunakan pertimbangan dalam menentukan sampel berdasarkan pengetahuan yang cukup serta ciri-ciri tertentu yang berhubungan dengan permasalahan penelitian9

5. Metode Analisis Data

.

Data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan akan dihubungkan dengan studi kepustakaan. Kemudian data tersebut dianalisis secara logis dan disusun dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu apa yang dinyatakan oleh informan secara tertulis maupun lisan diteliti dan dipelajari kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif yang tersusun dalam kalimat yang sistematis.

E. Keaslian Penulisan

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang judul: “Tanggung Jawab Penerbit Bilyet Giro Kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan”, dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan

9

http://teorionline.wordpress.com/2010/01/24/populasi-dan-sampel/. Terakhir kali diakses pada tanggal 21 Juli 2012


(24)

23

dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun di luar lingkungan Universitas Sumatera Utara (USU).

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang tiap-tiap babnya terdiri pula dari beberapa sub bab. Bab satu sebagai pendahuluan meliputi latar belakang yang berisi isu-isu yang mengantarkan sampai pada permasalahan, tentang keaslian penulisan, tujuan secara umum dan secara khusus dilakukannya penilisan dan manfaat penulisan.Selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian yang digunakan, sera sistematika penulisan.

Bab dua menjelaskan mengenai Tinjauan Umum Terhadap Bilyet Giro, pengertian bilyet giro, pengaturan bilyet giro, latar belakang digunakannya bilyet giro sebagai alat pembayaran, persyaratan formal bilyet giro, peralihan bilyet giro dan faktor penyebabnya

Bab tiga berisi penjelasan secara umum tentang Penerbitan Bilyet Giro Dan Bilyet Giro Kosong. Adapun sub bab yang dibahasa adalah tentang kedudukan penerbit bilyet giro, syarat-syarat subjektif penerbitan bilyet giro, faktor penyebab penerbitan bilyet giro kosong dan hambatan-hambatan dalam penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran10

Kemudian pada bab empat diuraikan tentang tanggung jawab penerbit bilyet giro kosong di PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan. Adapun sub bab yang dibahas adalah tentangmekanisme penerbitan bilyet

.

10

Fuady, Munir.Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek. PT.Citra Aditya Bakti.Bandung. 2002. Hal. 57


(25)

giro oleh nasabah PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan, tanggung jawab nasabah PT. Bank Sumut dalam hal penerbitan bilyet giro kosong, peranan PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam hal adanya terjadi penerbitan bilyet giro kosong, upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong

Bab lima berisi kesimpulan dan saran dari berbagai hal yang penting dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, serta menyampaikan saran sebagai wujud rekomendasi dari skripsi berdasarkan analisis yang dilakukan.


(26)

25

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP BILYET GIRO

A. Bilyet Giro Sebagai Salah Satu Surat Berharga

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran tersebut tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut11

Dengan diterbitkannya surat berharga tersebut, pemegang surat berharga tersebut memperoleh hak dengan jalan menunjukkan dan menyerahkan surat berharga tersebut kepada pihak ketiga yang berkewajiban memenuhi hak yang tertera atau termaksud pada surat berharga tersebut. Pihak ketiga tersebut tidak mempunyai kewajiban untuk menyelidiki apakah orang yang memegang surat berharga tersebut memang orang yang benar-benar berhak atau tidak. Surat berharga tersebut adalah sudah merupakan bukti atau dalam hukum bisnis disebut “surat Legitimasi”. Fungsi utama dari surat berharga adalah :

.

12

11

Zulkifli, Surat Berhaga Sebagai Alat Transaksi Dalam Penerbangan Internasional,

Makalah(Lecture Papers) Jurnal Ilmiah USU tentang Miscelineaous Letter

12 Ibid


(27)

1. sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)

2. sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan

mudah/sederhana)

3. sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)

Sebagai surat legitimasi, surat berharga adalah merupakan surat bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalam surat berharga tersebut tanpa ada halangan atau sangkaan dari pihak manapun13

Cara mengetahui bahwa surat berharga tersebut adalah surat legitimasi adalah dengan cara membaca klausul/ketentuan yang terdapat pada surat berharga tersebut. Klausul tersebut yang menentukan siapa yang berhak atas surat berharga tersebut, karena pada dasarnya siapapun yang menguasai surat berharga tersebut dialah yang mempunyai hak atas surat berharga tersebut

.

14

Tetapi tidak semua penyerahan atau peralihan surat berharga tersebut sah menurut hukum, karena penyerahan tersebut harus memenuhi syarat-syarat. Penyerahan harus berdasarkan suatu hak atas hak yang sudah dan dilakukan oleh orang yang berhak. Karena sifat surat berharga tersebut adalah legitimasi, maka bila kemungkinan debitur membayar kepada pemegang yang tidak berhak, dalam hal ini Undang-Undang tidak memberikan perlindungan. Undang-Undang hanya memberikan

.

13

Zulkifli. Op.Cit, hal. 4 14

Moch. Chidir Ali, Mashudi, Surat Berharga-Cek, Wesel dan GiroBilyet, CV Mandar Maju, Bandung.Hal. 49


(28)

27

perlindungan kepada orang yang jujur, baik orang tersebut debitur atau kreditur.

Bagaimana bila salah satu pihak beritikad tidak baik (buruk), misalkan pembayar mengetahui atau patut mengetahui bahwa surat berharga yang disodorkan kepadanya untuk memperoleh pembayaran itu ternyata berasal dari perbuatan yang tidak halal atau tidak sah. Maka sipembayar diharuskan meneliti perintah dalam surat berharga tersebut, apabila tidak maka dia dikatakan melakukan keteledoran yang besar dan hak tersebut merupakan tanggung jawab si pembayar dengan cara harus melakukan pembayaran (sekali lagi) kepada pihak yang benar-benar berhak15

Maka pemegang surat berharga secara formal adalah orang yang mempunyai hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya. Pihak debitur tidak diwajibkan meneliti status hukum dari pemegang surat berharga tersebut, tetapi wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran

.

16

Alat pembayaran tersebut biasa disebut dengan surat berharga. Surat berharga mempunyai sifat aman artinya tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika

.

15

Ibid 16

Iwan Bayu aji, Penggunaan Bilyet Giro dalam Lalulintas Pembayaran, Makalah disajikan dalam Seminar Kajian Konstruksi Hukum Instrumen Pembayaran Giral di Indonesia. Oleh Tim PSS/PSPN. Jakarta, Desember 2004


(29)

menggunakan mata uang dalam jumlah besar, banyak kemungkinannya timbul bahaya atau kerugian, misalnya pencurian, perampokan dan lain-lain.

Dikatakan surat berharga karena surat tersebut mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang atau apa yang tersebut dalam surat itu dapat dinilai atau dtukar dengan uang. Surat-surat itu berupa cek, wesel, bilyet giro, saham, obligasi, konosemen dan lain-lain. Pembahasan akan dibatasi pada surat berharga yang sering dipakai dalam melakukan transaksi dalam lingkup usaha jasa perhotelan, yaitu cek, travel cheque, kartukredit, voucher dan guarantee letter, maupun Bilyet Giro17

B. Pengertian dan Pengaturan Bilyet Giro

.

Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tahun 1995,yang dimaksud dengan bilyet giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandadisir/dibakukanbentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukansejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihakpenerima yang disebut namanya pada bank yang sama atauberlainan.

Dari definisi ini dapat diketahui unsur-unsur bilyet giro, yaitu:

1. Bahwa bentuk bilyet giro telah dibakukan/diseragamkan dengan

keluarnya SE BI No. 4/670 tahun 1972.

2. Pembayaran dengan Bilyet Giro merupakan pembayaran secara

pemindahbukuan dari bank penyimpan dana milik penerbit kepada bank

17

Imam Prayogo Suryohadi kusumo, Joko Prakoso, Surat Berharga Pembayaran dalam


(30)

29

penerima dana milik pihak lain yang namanya disebut dalam Bilyet Giro ini.

3. Bilyet Giro tidak dapat dibayar secara tunai dan hanya dapat dibayarkan kepada orang yang namanya sudah tercantum dalam Bilyet Giro tersebut, sekalipun bank penerima dana dapat bank yang sama maupun bank yang berbeda.

4. Pembayaran dengan Bilyet Giro, antara pihak pembayar sebagai

penerbit dan pihak penerima masing-masing harus sebagai nasabah suatu bank, baik bank sejenis maupun berbeda, Bilyet Giro juga dapat dialihkan kepada orang lain.

Para pihak yang terlibat dalam peredaran bilyet giro adalah:

1. Penerbit, yaitu pihak yang telah menerbitkan bilyet giro. Penerbit harus mempunyai rekening giro pada suatu bank (disebut bank tertarik).

2. Bank tertarik, yaitu bank yang mempunyai dana di bawah

pengawasannya guna kepentingan penarik.

3. Pemegang, yaitu pihak yang memegang bilyet giro pada saat

menawarkan di bank tertarik

Dasar hukum pengaturan Bilyet Giro adalah sebagai berikut:

1. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998:

“Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mengunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan”


(31)

2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670/UPPB/Pb tanggal 24 Januari 1972 yang disempurnakan dengan:

a. Surat Keputusan Direksi No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 b. Surat Edaran No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995

c. Surat Edaran No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000

d. Surat Edaran Bank Indonesia No. SE 12/8/UPPB tentang cek/bilyet giro kosong tanggal 9 Agustus 1979.

C. Latar Belakang Digunakannya Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran

Latar belakang digunakannya Bilyet giro sebagai alatpembayaran dalam praktek perdagangan adalah18

1. Lebih aman penggunaannya :

Bilyet giro yang telah diisi lengkap nama dan bank penerimadana tidak dapat digunakan oleh orang lain, seandainya hilang,dicuri, atau lepas dari kekuasaan pemiliknya. Selain itu, bilyet girotidak dapat dibayar dengan uang tunai, tidak dapatdipindahtangankan secara endosemen.

2. Pelaksanaan amanat sampai pada tujuan

Bilyet Giro yang telah diisi lengkap tidak dapat diedarkan danamanat pemindahbukuan itu hanya untuk orang yang dimaksudsehingga rekening yang dipindahkan hanya untuk orang tersebutsebagaimana yang dimaksudkan.

3. Amanat dapat dibatalkan

Penerbitan Bilyet Giro dapat dibatalkan setiap waktu apabilaamanat belum dilaksanakan oleh bank.Hal ini dipergunakan sebagaiupaya apabila pihak lawan tidak jujur.

4. Peran Pemerintah (Bank Indonesia)

Dorongan dan anjuran yang terus menerus untuk menggunakanBilyet Giro melalui peningkatan jasa-jasa perbankan/peningkatanpelayanan mengingat penggunaan Bilyet Giro sangatmempengaruhi peredaran uang kartal serta dapat digunakansebagai sarana pemupukan dana untuk biaya pembangunan.

18


(32)

31

D. Persyaratan Formal Bilyet Giro

Sama halnya dengan surat-surat berharga lainnya, maka bilyet girojuga harus ada syarat formalnya. Adapun syarat-syarat formal dalam bilyetgiro antara lain19

1. Nama dan Nomor Bilyet Giro

:

Nama dan nomor seri bilyet giro harus tercantum dalam bilyet giro. Nomor seri bilyet giro berguna untuk memudahkan kontrol bagi bank apakah bilyet giro yang diserahkan kepada pemilik dana sudah diterbitkan sebagai mestinya dan sudah diterima.

2. Nama Bank Tertarik

Nama bank tertarik harus tercantum dalam bilyet giro.Hal ini menunjukkan bahwa penerbit adalah tersebut di mana dana sudah tersedia paling lambat pada saat amanat itu berlaku.

3. Perintah Tanpa Syarat Pemindahbukuan

Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penerbit. Dana tersebut harus tersedia cukup pada saat berlakunya amanat yang terkandung dalam bilyet giro itu.Perintah pemindahbukan itu harus tanpa syarat, artinya perintah pemindahbukuan itu tidak boleh diikuti dengan syarat.

4. Nama dan Nomor Rekening Pemegang

Pemegang adalah pihak yang memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penerbit kepada bank tertarik.Agardana

19


(33)

dapat dipindahbukukan maka nomor dan nama rekening pemegang harus tertulis .

5. Nama Bank Penerima

Bank penerima adalah bank yang menatausahakan rekening pemegang. Bank penerima ini ada dua kemungkinannya, yaitu bank tertarik sendiri atau bank lain. Jika bank bank tertarik berarti pemindahbukuan itu hanya terjadi antar rekening nasabah pada bank yang sama. Tetapi apabila bank penerima itu bank lain, maka pemindahbukuan itu terjadi antar rekening dan antar bank, dan pemindahbukuannya melalui lembaga kliring.

6. Jumlah Dana yang Dipindahkan

Jumlah dana yang dipindahkan ditulis dalam bentuk angka maupun huruf selengkap-lengkapnya. Dalam hukum wesel dan cek ada ketentuan, jika terdapat seleisih antara yang ditulis dalam angka dan yang ditulis dalam huruf m, yang dipakai adalah yang ditulis dalam huruf. Demikian juga dalam bilyet giro ketentuan Pasal 8 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi bank Indonesia no. 28/32/Kep/Dir tahun1995 tentang Bilyet Giro.Alasannya adalah kemungkinan perubahan tulisan dalam huruf lebih sulit dibandingkan dengan perubahan angka.

7. Tempat dan Tanggal Penarikan

Tempat ini penting untuk mengetahui dimana perbuatan itu dilakukan.Tempat penarikan biasanya juga tempat dilakukan pembayaran, yaitu penyerahan bilyet giro kepada pemegang.Penyebutan tanggal penarikan juga penting sehubungan dengan tanggal efektif.Jika


(34)

33

tanggal efektif tidak disebutkan, maka tanggal efektif adalah tanggal penarikan.

8. Tanda Tangan Penerbit

Tanda tangan penerbit diikuti dengan nama jelas dan/atau dilengkapi dengan persyaratan pembukaan rekening. Tanda tangan penerbit adalah mutlak adanya guna menentukan bahwa penerbit terikat dengan perbuatan hukum pemindahbukuan dana sebagai pemenuhan perjanjian (perikatan dasar) antara penerbit dan pemegang bilyet giro.

9. Tanggal Efektif

Pencantuman tanggal efektif merupakan syarat alternatif, artinya boleh dicantumkan dan boleh tidak dicantumkan.Namun jika dicantumkan maka tanggal efektif harus dalam tenggang waktu penawaran.Jika tidak dicantumkan maka tanggal efektif sama dengan tanggal penarikan. Dalam angka IV Surat Edaran Bank Indonesia nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 menentukan bahwa bank tertarik wajib menolak apabila suatu bilyet giro tidak memenuhi persyaratan formal tersebut. E. Peralihan Bilyet Giro dan Penyebabnya

Ketentuan No. 1 SEBI No. 4/670/UPPB/PbB tahun 1972 mengenai pengertian bilyet giro telah memberikan gambaran bahwa bilyet giro tidak dapat dialihkan atau dipindahtangankan dari tangan ke tangan maupun melalui endosemen20

Ketentuan ini juga ditegaskan dengan pernyataan yang terdapat pada bagian belakang lembaran bilyet giro yang memuat kata-kata

.

20


(35)

“endosemen/penyerahan tidak diakui”, dengan demikian jelas bahwa bilyet giro tidak dapat dialihkan. Tentunya kita sudah mengetahui bahwa endosemen adalah suatu pernyataan memperalihkan suatu hak menagih atas surat piutang dari orang yang disebut dalam surat sebagai berhak menagih kepada penggantinya21

Apabila surat perniagaan tersebut mudah pengalihannya, yang mana cukup dilakukan dengan penyerahan fisik dari surat perniagaan atau dengan endorsement maka surat tersebut tergolong ke dalam surat berharga, sedangkan apabila sulit pengalihannya harus secara cessie, maka surat tersebut tergolong ke dalam surat yang berharga.Di samping itu, dari syarat formil bilyet giro tercermin bahwa pemindahbukuan pada bilyet giro dilakukan atas nama, hal ini tercantum dalam syarat formil yang mengharuskan agar dicantumkannya nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana dan jika perlu beserta alamatnya

.

22

Jadi jelas dari sini terlihat bahwa pembayaran bilyet giro dilakukan atas nama, bukan atas unjuk, artinya hanya yang namanya tercantum di dalam bilyet giro itu sebagai penerima yang berhak menerima pembayaran melalui pemindahbukuan.

.

Selain itu, pada syarat formil bilyet giro menyebutkan bahwa harus tercantum nama bank di mana penerima bilyet giro mempunyai rekening giro, sepanjang nama bank/penerima diketahui oleh penerbit. Jadi syarat ini

21

M. Bahsan, Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Hal. 39

22


(36)

35

boleh tidak dicantumkan dengan anggapan bahwa penerbit menyetujui dananya dipindahkan ke bank mana saja atas nama penerima23

Pada prakteknya, kedua ketentuan di atas telah memberikan celah bagi para pengguna bilyet giro untuk mengalihkan bilyet giro ini. Pengalihan bilyet giro ini hanya dimungkinkan apabila nama penerima dan namabank di mana pihak penerima mempunyai rekening belum dicantumkan dalam bilyet giro tersebut

.

24

Dalam praktek biasanya bilyet giro sengaja diterbitkan oleh penerbit dengan tidak mencantumkan nama penerima dan nama bank penerima memelihara rekening gironya. Apabila kondisi ini terjadi, maka ini memungkinkan pihak yang pertama menerima bilyet giro dari penerbit untuk mengalihkan bilyet giro ini kepada pihak lain dan biasanya pihak yang mengalihkan bilyet giro ini membubuhkan tandatangan dan cap/stempel pada bagian belakang bilyet giro tersebut yang membenarkan bahwa bilyet giro itu berasal dari dia dan dia akan bertanggung jawab terhadap pihak yang menerima pengalihan apabila terjadi sesuatu hal yang menghambat pembayaran terhadap bilyet giro tersebut misalnya terjadi bilyet giro kosong

.

25

Setelah terjadi pengalihan ini, pengalihan berikut masih dimungkinkan sepanjang nama penerima dan nama bank penerima pada bilyet giro tersebut belum terisi, namun biasanya pengalihan hanya terjadi sekali saja karena pada dasarnya pengalihan dalam bilyet giro adalah tidak

.

23

Ibid 24

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/hukum-surat-berharga/. Terakhir kali diakses pada tanggal 21 Juli 2012

25


(37)

diperkenankan dan biasanya pengalihan hanya terjadi di antara orang-orang yang sudah kenal dekat atau saling percaya26

Apabila penerima terakhir bilyet giro ini hendak menuntut pembayaran terhadap bilyet giro yang diterimanya, maka penerima ini baru mencantumkan namanya dan nama bank yang akan menerima dana pemindahbukuan dalam bilyet giro ini. Dalam hal ini, bank tertarik tidak perlu melakukan pengecekan apakah pengisian bilyet giro dilakukan oleh penerbit sendiri atau orang lain, karena telah ada ketentuan yang membenarkan pengisian bilyet giro oleh orang lain selain dari pada penerbit sendiri

.

27

Bilyet giro itu tetap sah adanya walaupun pengisiannya dilakukan oleh orang lain selain penerbit asalkan terdapat tandatangan yang sah dari penerbit dalam bilyet giro tersebut dan apabila terdapat pengisian yang sifatnya merupakan suatu perubahan amanat, maka perubahan itu haruslah disahkan oleh penerbit yang bersangkutan yang ditandai dengan adanya tanda tangan sah dari penerbit di dekat penulisan perubahan tersebut

.

28

Namun perlu diperhatikan bahwa terdapat kelemahan untuk mendeteksi kebenaran pihak yang melakukan pengalihan karena dalam pengalihan tidak ada keharusan untuk mencantumkan identitas dari pihak pengalih seperti Kartu Tanda Penduduk, sehingga tidak ada dasar specimen untuk pencocokan tanda tangan. Dan hal ini akan menyulitkan apabila timbul permasalahan di kemudian hari. Hal inilah yang menyebabkan

.

26

Ibid 27

ibid 28

Abdul Marhainis Hay. Hukum Perbankan Di Indonesia. Pradnya Pramita,Jakarta,1995, Hal. 18


(38)

37

pengalihan hanya sering terjadi diantara orang-orang yang telah saling percaya.


(39)

BAB III

PENERBITAN BILYET GIRO DAN BILYET GIRO KOSONG

A. Pengertian Bilyet Giro Kosong

Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana nasabah adalah saldo giro efektif dan atau saldo fasilitas kredit yang belum dipergunakan, atau fasilitas overdraft/cerukan yang diberikan oleh bank. Apabila nasabah menarik dana pada rekening giro tetapi dana tersebut tidak ada atau tidak mencukupi maka nasabah dianggap telah menarik cek/bilyet giro kosong29

Pengertian Cek/Bilyet Giro Kosong menurut Indra Bastian dan Suhardjono dalam bukunya ”Akuntansi Perbankan”, mengatakan bahwa cek/bilyet giro kosong adalah cek/bilyet giro yang ditolak pembayarannya oleh bank karena dana nasabah tidak mencukupi/ kosong untuk membayar atau memenuhi amanat pada cek/bilyet giro yang bersangkutan

.

30

Perhitungan frekuensi penarikan cek/bilyet giro kosong adalah sebagai berikut

.”

31

1. Satu lembar cek/bilyet giro yang sama, tetapi diajukan berulang-ulang dan ditolak pembayarannya dihitung sebagai satu kali penarikan cek/bilyet giro kosong.

:

2. Beberapa cek/bilyet giro kosong yang ditarik oleh seorang nasabah dan ditolak pembayarannya oleh satu bank pada hari yang sama dihitung sebagai satu kali penarikan cek/bilyet giro kosong.

3. Beberapa cek/bilyet giro yang ditarik satu nasabah dan ditolak

pembayarannya oleh beberapa bank pada hari yang sama, maka frekuensi penarikan cek/bilyet giro kosong dihitung sama dengan jumlah bank yang menolaknya.

29

Joni Emirson, Op.Cit, hal. 58 30

Indra Bastian, Suhardjono, Akuntansi Perbankan , Jilid 1, Salemba Empat. Jakarta. 2006. Hal. 38

31


(40)

39

Penutupan rekening nasabah oleh tertarik (bank) wajib dilakukan, apabila yang bersangkutan32

1. menarik biyet giro kosong sebanyak 3 kali atau lebih dalam waktu 6 (enam) bulan;

:

2. menarik 1 (satu) lembar bilyet giro kosong senilai Rp. 1000.000.000,- (satu miliar rupiah) atau lebih; atau

3. namanya tercantum dalam daftar hitam yang masih berlaku.

Kewajiban tertarik (bank) menutup rekening dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk rekening pinjaman, namun pemilik rekening yang bersangkutan tidak diperkenankan melakukan penarikan. Ketentuan tersebut tidak menjelaskan apakah terhadap penarikan rekening pinjaman/kredit yang ternyata dananya tidak cukup, termasuk cek/biyet giro kosong, terdapat pihak yang menafsirkan bahwa hal tersebut dikecualikan oleh penatacek/bilyet giro kosong, tetapi terdapat pihak lain yang menafsirkan bahwa keduanya merupakan perbuatan hukum yang berbeda33

Tidak termasuk bilyet giro kosong jika bilyet giro yang diunjukkan kepada bank ditolak dengan alasan:

.

1. persyaratan formal bilyet giro tidak terpenuhi; 2. tanggal efektif bilyet giro belum sampai;

3. bilyet giro dibatalkan oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran;

4. sudak kadaluarsa;

5. perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya. Syarat penolakan biyet giro kosong dicantumkan secara limitatif oleh undang-undang.Dananya tidak cukup tidak digolongkan sebagai penolakan bilyet giro kosong. Termasuk cek bilyet giro kosong jika bilyet

32

Ibid

33


(41)

giro kosong yang diunjukkan kepada bank ditolak dengan alasan lainya, yaitu34

a. Rekening telah di tutup; :

b. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh penarik; c. Bea materai belum lunas;

d. Tandatangan tidak cocok dengan specimen \; e. Stempel kliring tidak ada;

f. Stempel kliring tidak sesuai dengan bank penerima; g. Endosemen pada cek atas nama;

h. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan kepolisian terlampir); i. Rekening diblokir eleh instansi yang berwenang;

j. Warkat bukan untuk kami.

Namun, dananya tidak cukup kemudian digolongkan sebagai penolakan cek/bilyet giro kosong.Hal ini biasanya sudah diantisipasi dengan di cantumkan dalam perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah giro35

Bilyet giro kosong adalah bilyet giro yang diunjukkan dan ditolak tertarik dalam tenggang waktu dananya kewajiban penyediaan dana oleh penarik karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup. Sedangkan yang dimaksud dana nasabah yang dapat diperhitungkan sebagai dana yang tersedia pada bank adalah saldo giro yang efektif, saldo fasilitas krdit yang belum digunakan, fasilitas cerukan atau fasilitas cross clearing yang diberikan oleh bank sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku.

.

Sanksi tersebut diberikan kepada nasabah yang telah menarik cek/bilyet giro kosong selama 3 kali dalam waktu 6 bulan atau menarik 1

34

M. Bahsan, Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal. 35

35


(42)

41

(satu) lembar cek/bilyet giro dengan jumlah minimal Rp 500.000.000,- atau lebih.

Cara perhitungan frekuensi penarikan biyet giro kosong dimaksud adalah berdasarkan atas jumlah lembat yang ditolak berikut.

a. Satu lembar bilyet giro yang sama tetapi diajukan (dikliringkan)

berulang-ulang dan ditolak pembayarannya dihitung sebagai satu lembar penarikan bilyet giro kosong.

b. Beberapa bilyet giro yang ditarik oleh seorang nasabah dan ditolak pembayarannya oleh satu atau beberapa bank pada tanggal yang sama dihitung sebanyak jumlah lembar penarikan biyet giro kosong.

Saksi terhadap nasabah yang melakukan pelanggaran tersebut adalah dengan dimasukkanya nasabah tersebut dalam daftar hitam yang berlaku selama 1 tahun terhitung sejak diterbitkan bilyet giro kosong sebanyak 3 kali atau setelah surat peringatan yang ketiga. Dan apabila dalam tenggang waktu tersebut nasabah melakukan penarikan biyet giro kosong lagi maka akan langsung dimasukkan ke daftar hitam untuk tahun selanjutnya.

B. Kedudukan Penerbit Bilyet Giro

Digunakannya bilyet giro sebagai alat pembayaran, adalah timbul sebagai akibat dari adanya suatu perjanjian dasar atau pokok antara penerbit dengan penerima bilyet giro, misalnya jual beli, sewa-menyewa, hutang-piutang dan lain sebagainya. Dalam suatu perjanjian jual beli, antara penjual dan pembeli disepakati bahwa pembeli tidak membayar dengan uang tunai tetapi dengan menggunakan bilyet giro. Maka selanjutnya pembeli


(43)

menerbitkan sebuah giro sebagai alat pembayaran atas barang-barang yang telah dibelinya.Untuk itu kewajiban penerbit selanjutnya adalah menyediakan dana atas bilyet giro yang telah diterbitkannya. Pada saat penerbit menerbitkan bilyet giro tersebut, mungkian saja bahwa ia tidak mempunyai dana yang cukup pada rekeningnya untuk memenuhi bilyet giro tersebut. Penerbit mempunyai kewajiban untuk mencukupi dana sampai tiba saat amanat pemindahbukuan dalam bilyet giro itu berlaku efektif36

Pada saat penerima menerima pembayaran dalam bentuk bilyet giro, maka ia tidak dapat mengetahui apakah penerbit mempunyai dana yang cukup atau tidak dalam rekeningnya. Bahkan tidak ada jaminan bagi penerima bahwa pada saat berlakunya tanggal efektif pemindahbukuan, telah tersedia dana pada rekening penerbit untuk dipindahbukukan ke dalam rekening penerima. Penerbit juga tidak dapat meminta keterangan kepada bank penyimpan dana tentang keadaan dana nasabah. Karena hal ini bertentangan dengan Pasal 40 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Rahasia Bank.Oleh karena itu penerima bilyet giro menerima pembayaran dengan bilyet giro adalah atas dasar kepercayaan terhadap penerbit

.

37

Jika ternyata setelah sampai tanggal efektif bagi pemindahbukuan, dana penerbit tidak mencukupi atau tidak ada sama sekali, maka bilyet giro yang diajukan penerima kepada bank penyimpan dana akan ditolak dan disebut dengan bilyet hgiro kosong. Dalam hal ini penerima bilyet giro

.

36

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia,Ghalia Indonesia. Bogor hal. 86

37 Ibid


(44)

43

akanmenyelesaikannya dengan penerbit berdasarkan perjanjian pokok yang telah mereka buat. Dalam suatu perjanjian jual beli, maka penerima bukan mengajukan tuntutan atas bilyet giro kosong yang dikeluarkan penerbit, tetapi mengajukan tuntutan atas harga barang yang telah dibeli dan belum dibayar oleh pembeli/penerbit bilyet giro. Penerima bilyet giro dapat menuntut penerbit bilyet giro kosong berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karena penerbit menerbitkan bilyet giro kosong merupakan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi penerima, namun dalam penggunaan bilyet giro ini umumnya antara penerbit dan penerima telah saling percaya dan mengenal dengan baik satu sama lain. Adakalanya tidak terpenuhinya dana hingga sampai berlaku tanggal efektif bukan disebabkan oleh itikad tidak baik dari penerbit, tetapi memang karena kondisi keuangannya yang tidak memungkiankan untuk menyediakan dana. Oleh karena itu dalam praktek pada umumnya sebelum tiba atau begitu mendekati tanggal efektif, penerbit meminta kepada penerima untuk tikda mengajukan giro tersebut kepada bank.Masalah-masalah mengenai bilyet giro kosong ini umumnya diselesaikan secara damai antara kedua belah pihak38

Mengenai hilangnya Bilyet giro yang ada di tangan penerima bilyet giro maka penerima dapat meminta penerbit untuk memberitahukan kepada bank penerbit supaya bilyet giro yang hilang tersebut dibatalkan guna menghindari hal-hal yang dapat merugikan pihak penerima bilyet giro.Ini

.

38


(45)

merupakan salah satu perlindungan yang diberikan oleh pihak penerbit kepada pihak penerima bilyet giro39

Dalam penggunaan bilyet giro, dinyatakan bahwa endosemen tidak berlaku atau dengan kata lain bilyet giro tidak dapat dipindahtangankan. Namun dalam prakteknya, hal ini diabaikan oleh masyarakat. Suatu bilyet giro dapat dipindahtangankan dari satu penerima kepada penerima yang lain dengan jalan mengosongkan nama penerima, baru pada penerima terakhir yang akan melakukan pemindahbukuan, mengisi namanya. Hal yang menjadi persoalan di sini adalah jika ternyata bilyet giro tersebut adalah bilyet giro kosong, sedangkan penerima terakhir sama sekali tidak mengenal penerbit bilyet giro tersebut. Maka dalam hal ini antara penerbit dan penerima yang terakhir tersebut tidak ada hubungan hukum sama sekali. Hubungan hukum hanyalah antara penerima terakhir dengan pihak yang menyerahkan bilyet giro kosong tersebut sebagai alat pembayaran. Dengan demikian sama sekali tidak ada perlindungan yang diberikan oleh penerbit kepada penerima yang terakhir tadi.

.

Hal lain yang seringkali merugikan penerima adalah ketentuan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 yang memberikan kesempatan kepada penerbit untuk membatalkan bilyet giro yang telah diterbitkannya. Pada dasarnya ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi pihak penerbit dari pihak lain yang tidak jujur. Misalnya dalam suatu perjanjian jual beli, pembeli telah menyerahkan bilyet giro sebagai alat pembayaran dan disepakati bahwa barang

39


(46)

45

akandiserahkan bilyet giro sebagai alat pembayaran dan disepakati bahwa barang akan diserahkan dalam waktu yang telah ditentukan. Ternyata setelah sampai waktu yang telah ditentukan, penjual tidak memenuhi prestasinya untuk menyerahkan barang maka penerbit mangatasi hal ini dengan membatalkan bilyet giro yang telah dikeluarkannya.Namun oleh karena Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia di atas tidak menghiur secara tegas tentan alasan-alasan pembatalan ini maka kenyataannya bahwa pihak penerimalah yang banyak dirugi dengan ketentuan ini.Adakalanya penerbit hanya mencari-cari alasan membatalkan bilyet giro untuk menghindari atau menunda pembayaran40

Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 juga telah diatur tentang syarat-syarat formil suatu bilyet giro. Dalam prakteknya apabila syarat-syarat formal ini tidak dipenuhi maka bank akan menolak untuk melakukan pemindahbukuan. Dalam hal ini penerbit yang tidak jujur seringkali memanfaatkan kesempatan ini.Sebagai contoh syarat tentang tanda tangan penerbit. Sebelum melakukan pembayaran, maka bank akan meneliti apakah tanda tangan pada bilyet giro sesuai dengan specimen (contoh tanda tangan) yang ada pada bank. Jika tidak sesuai maka bank akan menolak untuk melakukan pembayaran.

.

C. Faktor Penyebab Penerbitan Bilyet Giro Kosong dan Hambatan-hambatan dalam Penggunaan Bilyet Giro sebagai Alat Pembayaran

1. Faktor Penyebab Penerbitan Bilyet Giro Kosong

40


(47)

Di dalam praktek perbankan, mengenai peraturan bilyetgiro kosong secara umum telah diatur dalam Surat EdaranBank Indonesia No.9/13/DASP,pada ketentuan angka 6 tentang Penyediaan Dana dan BilyetGiro Kosong, SK Dir 28/32/KEP/DIR 4 Juli 1995 tentangBilyet Giro, Surat Edaran 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, yangdiubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia no. 4/17/DASPtanggal 7 November 2002.Di dalam praktek perbankan ternyata masih banyakdijumpai penerbitan bilyet-bilyet giro kosong yang beredardalam masyarakat. Seperti yang telah penulis uraikan di atasbahwa pihak bank membantu dengan mengkonfirmasi danmenunggu dana disetor, tetapi penerbitan bilyet giro kosongtetap terjadi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkanterjadinya penerbitan bilyet giro kosong antara lain:41

a). Kelalaian Penerbit

Kewajiban penyediaan dana yang cukup itu timbul saat amanattermaktub dalam bilyet giro menjadi efektif untukdilaksanakan.Yang menjadi masalah adalah apabila pada saat amanattersebut menjadi efektif untuk dilaksanakan ternyata dananyatidak mencukupi atau bahkan tidak ada.Padahal sebenarnyadalam melakukan penerbitan seharusnya penerbit sudahmengetahui jumlah dananya di bank.Tetapi ada kalanya pihak penerbit tidak mengetahui atau tidakmemperhitungkan jumlah dananya yang ada di bank.

Dalam hal seperti ini apabila penerbit melakukan penerbitanbilyet giro yang ternyata dananya cukup atau bahkan tidak ada,maka bilyet giro

41

Hasil wawancara dengan Bagian Kliring PT.Bank Sumut Cabang Utama Medan yaituBapak Sahrial beserta Ibu Silvi (Bagian Pelayanan Nasabah)


(48)

47

tersebut akan ditolak oleh bank dandigolongkan sebagai bilyet giro kosong.Tetapi dapat juga penerbit menerbitkan bilyet giro dengantenggang waktu antara tanggal efektif dan tanggal penerbitanyang tercantum dalam bilyet giro cukup lama. Dalam hal inipenerbit dapat menyediakan dana yang cukup dalam waktutersebut.

Kenyataannya pada waktu pemegang bilyet giromengajukan bilyet giro pada bank sesuai dengan tanggalefektif yang disebut dalam bilyet giro tersebut ditolak olehbank karena dananya tidak mencukupi atau bahkan tidak ada.

b). Kesengajaan Penerbit

Dalam hal terjadinya penerbitan bilyet giro kosong karenadisengaja oleh penerbit, biasanya penerbit sejak semula sudahmengetahui bahwa dananya yang tersedia di bank tidak cukupatau tidak ada tetapi penerbit tetap menerbitkan bilyet giro. Halini dapat juga terjadi disebabkan oleh itikad tidak baik olehpenerbit, misalnya bertujuan untuk penipuan.Atau kasus lain, misalnya ketika perjanjian pokok timbulmasalah, dan pihak penerbit telah menerbitkan bilyet girodengan tenggang waktu tanggal efektif, ada kalanya penerbitsengaja menarik dananya di bank agar bilyet giro tersebut tidakdapat digunakan untuk menarik dananya.

Pada dasarnya penerbitan bilyet girokosong tidak diperbolehkan, karena dapat mengganggukepercayaan masyarakat pada dunia perbankan, dan tidaksesuai dengan fungsi bilyet giro sebagai surat berharga, yaitusebagai alat pembayaran (dengan cara pemindahbukuan).

2. Hambatan-hambatan dalam Penggunaan Bilyet Giro sebagai Alat


(49)

Pengaturan penggunaan bilyet giro dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 ternyata dirasakan masih kurang lengkap.Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ini hanya mengatur secara umum, sehingga menimbulkan keragu-raguan dalam penggunaannya.Di atas telah dikemukakan beberapa faktor yang merupakan pendorong bagi penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran yang semakin berkembang dewasa ini. Namun ternyata sebagian faktor-faktor pendorong itu disisi lain justru merupakan faktor penghambat dalam penggunaan bilyet giro. Faktor-faktor yang menghambat penggunaan bilyet giro dapat dikemukakan sebagai berikut

a) Alasan Pembatalan yang tidak jelas

Dalam penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran, sering timbul kesulitan dan hambatan yaitu dengan adanya pembatalan bilyet giro.Hal ini baru dapat diketahui pada saat penerima bilyet giro menyodorkan bilyet giro tersebut kepada bank.Ternyata bank menolak bilyet giro tersebut dengan alasan telah menerima nota pembatalan dari penerbit tanpa suatu alasan yang jelas.

Menghadapi keadaan yang demikian, penerima bilyet giro tentunya merasa kecewa dan akan timbul sikap kurang percaya terhadap bilyet giro sebagai alat pembayaran giral, sekaligus mempengaruhi kepercayaan terhadap bank yang dalam hal ini menghadapi dua pihak yang saling bertentangan.

Di satu pihak bank akan melindungi kepentingan nasabahnya, di lain pihak, bank juga menghadapi pihak penerima bilyet giro yang timbul


(50)

49

rasa kurang percaya terhadap bank. Untuk mengatasi kedudukan yang sulit itu, bank memberikan ketentuan bahwa suatu bilyet giro dapat dibatalkan oleh penerbitnya sepanjang pada waktu penerimaan pemberitaan tertulis oleh bank yang bersangkutan dan amanat dalam bilyet giro itu belum dilaksanakan.

Jadi pembatalan bilyet giro hanya berkekuatan jika pada waktu bank menerima pemberitahuan secara tertulis perintah pemindahbukuan belum dilaksanakan.Sedangkan jika pemberitahuan pembatalan, baru diketahui seteralh perintah pemindahbukuan sudah dilaksanakan maka pemindahbukuan tetap sah.

b) Tidak berlakunya endosemen

Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 bahwa bilyet giro tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen, karena di dalamnya tidak terdapat klausa yang Menunjukkan cara pemindahannya.

Sebagaimana telah diuraikan bahwa suatu bilyet giro memuat nama penerima kepada siapa dana tersebut akan dipindahbukukan. Dengan demikian maka apabila suatu bilyet giro telah diisi lengkap oleh penerbit, maka yang dapat menimbulkan dana tersebut hanyalah yang namanya tersebut di dalam bilyet giro. Untuk terjadinya pemindahbukuan maka penerima tersebut harus juga merupakan nasabah suatu bank yang mempunyai rekening giro42

42

Munir Fuady. Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek. Citra Aditya Bakti. Bandung. hal. 59


(51)

Hal ini merupakan faktor penghambat penggunaan bilyet giro karena walaupun bilyet giro ini dapat digolongkan sebagai surat berharga namun tidak dapat diperdagangkan. Namun kendala ini dalam prakteknya diatasi dengan mengosongkan nama penerima hingga pada penerima yang terakhir yang akan memindahbukukan dana ke dalam rekeningnya, menuliskan namanya, meskipun sebenarnya hal ini tidak sesuai dengan ketentuan di atas.

c) Waktu jatuh tempo yang sudah lama

Sebagaimana telah ditentukan di atas bahwa tenggang waktu antara tanggal penertiban dan tanggal efektif suatu bilyet giro merupakan faktor pendorong penggunaan bilyet giro. Namun timbul pertanyaan apakah waktu yang diberikan selama 70 hari itu tidak terlalu lama?Sebab dari awal penertibannya sebenarnya telah jelas bilyet giro diterbitkan adalah untuk mepentingan perhitungan dengan melalui pemindahbukuan, sehingga tenggang waktu tersebut dirasakan cukup lama. Tenggang waktu yang cukup lama ini merupakan faktor penghambat penggunaan bilyet giro karena secara ekonomis, dengan lamanya pembayaran ini pihak penjual akan dirugikan. Apalagi dengan kemungkinan timbulnya inflasi yang sering terjadi, maka nilai uang yang dicantumkan dalam bilyet giro pada saat penerbitannya, kemungkinan akan berkurang pada saat tiba tanggal efektif. Hal ini tentu saja merugikan si penjual, terutama para pedagang dengan modal yang terbatas


(52)

51

Pemberian sanksi terhadap penerbitan bilyet giro kosongbersifat administratif. Mengenai sanksi terhadap penerbitanbilyet giro kosong secara khusus telah diatur dalam SuratEdaran Bank Indonesia No.9/13/DASP pada ketentuan angka II tentang penutupan rekening danangka IV tentang daftar hitam, dan tata caranya diatur dalamSurat Edaran Bank Indonesia No.9/13/DASP tanggal 8 Juni2006 tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong43

1. Surat peringatan dan penutupan rekening .

Apabila penerbit mengajukan bilyet giro kosong kepada bank tertarik, bank ini wajib menolaknya dengan alasan dana yang tersedia tidak mencukupi (kosong) dan penolakan tersebut harus disertai dengan Surat Keterangan Penolakan (SKP). Jika seorang nasabah (penerbit) menerbitkan bilyet giro kosong pada bank tiga kali dalam waktu enam bulan, maka bank tertarik wajib menutup rekening nasabah (penerbit) tersebut. Untuk itu agar nasabah (penerbit) mengetahui atau menyadari akan hal ini, maka setiap kali terjadi penolakan bilye giro kosong, bank wajib memperingatkan nasabah yang bersangkutan dengan surat, yaitu: a. untuk pelanggaran penerbitan bilyet giro kosong pertama, diberikan

surat peringatan I (SP I) yang memuat pernyataan agar nasabah (penerbit) yang bersangkutan tidak menerbitkan bilyet giro kosong lagi.

b. Untuk pelanggaran penerbitan bilyet giro kosong kedua diberikan surat peringatan II (SP II) yang memuat ancaman penutupan

43

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia.Kencana Prenada Media. Jakarta. 2005. Hal. 59


(53)

rekening dan pencantuman namanya dalam daftar hitam jika terjadi pelanggaran untuk ketiga kalinya. Surat peringatan II bagi nasabah yang menerbitkan bilyet giro kososng tersebut dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

c. untuk pelanggaran penerbitan bilyet giro kosong yang ketiga kali, kepada nasabah (penerbit) tersebut langsung diberitahukan dengan surat bahwa rekeningnya telah ditutup. Dalam surat pemberitahuan penutupan rekening (SPR) dicantumkan pula syarat-syarat rehabilitasi yang harus dipenuhi.44

2. Pencantuman Nama nasabah (penerbit) dalam daftar hitam

Nama-nama nasabah yang telah dikenakan penutupan rekening oleh Bank Indonesia dimasukkan dalam daftar hitam penarik bilyet giro kosong. Nama-nama nasabah yang dimasukkan dalam daftar hitam adalah:

a. Nama perorangan, termasuk usaha-usaha seperti toko, bengkel,

restauran, warung dan kongsi.

b. Nama perusahaan yang berbentuk firma, CV, PT dan

koperasi/yayasan/perkumpulan berikut nama penarik (penandatangan) bilyet giro kosong yang bersangkutan (contoh: CV Makmur, Penarik: Hasan)

c. Badan usaha/yayasan yang dimiliki/didirikan oleh pemerintah d. bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank.

44

Abdulkadir Muhammad,,Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga. Citra Aditya Bakti, Bandung. 1993, hal. 186-187.


(54)

53

Khusus terhadap instansi pemerintah/lembaga negara yang menarik bilyet giro kosong tiga kali dalam enam bulan, namanya tidak dicantumkan dalam daftar hitam walaupun rekeningnya ditutup oleh bank. Apabila nama nasabah (penerbit) tercantum dalam daftar hitam, maka semua bank:

1. Segera menutup rekening nasabah (penerbit) tersebut dan melaporkan penutupan rekening tersebut kepada Bank Indonesia setempat

2. Dilarang mengadakan hubungan rekening dengan nasabah (penerbit)

tersebut kecuali dalam bentuk rekening khusus.

Rekening khusus adalah rekening tabungan atau rekening lain yang khusus disediakan oleh bank tertarik kepada pemilik rekening yang rekeningnya ditutup karena melakukan penarikan bilyet giro kosong yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam daftar hitam atau namanya tercantum dalam daftar hitam yang berlaku guna menampung pembayaran bilyet giro yang masih beredar.45

Daftar hitam yang dikeluarkan Bank Indonesia ini bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan intern bank-bank.Dengan demikian nama-nama yang tercantum dalam daftar hitam tidak diperkenankan untuk diumumkan kepada pihak ketiga bukan bank.

Nasabah yang telah melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong sebanyak tiga kali dalam jangka waktu enam bulan atau menarik satu lembar cek/bilyet giro kosong dengan nominal Rp 500.000.000,- atau lebih maka namanya akan dimasukan kedalam daftar hitam oleh Bank Indonesia. Apabila nama nasabah tercantum dalam daftar hitam, maka semua bank

45Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 tentang Tata Usaha Cara Penarikan cek/Bilyet Giro Kosong.


(55)

harus segera menutup rekening giro nasabah yang bersangkutan dan dilarang mengadakan hubungan rekening dengan nasabah yang bersangkutan, kecuali dalam bentuk rekening khusus (setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia).

Pengertian Daftar Hitam menurut Indra Bastian dan Suhardjono dalam bukunya ”Akuntansi Perbankan”, mengatakan bahwa :

”Daftar Hitam adalah daftar yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang berisi nama nasabah bank yang telah dikenakan sanksi penutupan rekening karena melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong sebanyak tiga kali dalam jangka waktu enam bulan atau menarik satu lembar cek/bilyet giro kosong dengan nominalRp 500.000.000,- atau lebih.”

Nama-nama nasabah bank yang dimasukan dalam daftar hitam dapat berupa nama perorangan, badan usaha maupun badan hukum, sedangkan instansi pemerintah/lembaga negara, bank umum, BPR, dan BUMN yang telah melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong tidak dicantumkan dalam daftar hitam.

Daftar hitam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia hanya berlaku untuk bank-bank di wilayah kerja Bank Indonesia yang mengeluarkan daftar hitam tersebut selama satu tahun sejak tanggal penerbitan.

Nama nasabah yang telah masuk kedalam daftar hitam dapat direhabilitasi oleh Bank Indonesia, tetapi nasabah tersebut harus mengikuti beberapa ketentuan yang berlaku.


(56)

55

Menurut Indra Bastian dan Suhardjono dalam bukunya ”Akuntansi Perbankan”, mengatakan bahwa46

”Nasabah yang namanya tercantum dalam daftar hitam yang dikeluarkan Bank Indonesia dapat direhabilitasi oleh Bank Indonesia setelah dipenuhi hal-hal sebagai berikut :

:

a. Tenggang waktu penutupan rekening telah melampaui jangka

waktu sebagai mana telah diatur sebagai berikut :

(1).Tenggang waktu penutupan rekening nasabah dan pencantuman namanya dalam daftar hitam adalah selama jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penutupan rekening.

(2).Apabila dalam tenggang waktu tersebut nasabah yang bersangkutan masih menarik cek/bilyet giro kosong, maka tenggang waktu diperpanjang 6 (enam) bulan lagi terhitung mulai tanggal penolakan cek/bilyet giro kosong yang terakhir. (3).Tenggang waktu bagi nasabah yang dimasukan dalam daftar

hitam untuk kedua kalinya, ditetapkan selama 12 (dua belas) bulan dan untuk pencantuman dalam daftar hitam ketiga kalinya dan seterusnya ditetapkan selama 24 (dua puluh empat) bulan. (4).Daftar hitam yang telah berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal

dikeluarkannya akan akan dihapus oleh Bank Indonesia.

b. Selama tenggang waktu tersebut yang bersangkutan tidak

melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong lagi.

c. Telah mengembalikan sisa buku cek/bilyet giro dan menyerahkan bukti penyelesaian cek/bilyet giro kosong yeng telah ditariknya atau bukti tembusan rekening koran yang memuat pembayaran cek/bilyet giro yang bersangkutan.

d. Menyerahkan surat pernyataan yang bermaterai cukup bahwa

yang bersangkutan telah menyelesaikan semua cek/bilyet giro kosong yang menyebabkan rekening ditutup dan tidak akan melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong lagi.”

Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa nasabah yang namanya masuk dalam daftar hitam dapat direhabilitasi oleh Bank Indonesia, yaitu setelah dipenuhinya beberapa hal seperti : tenggang waktu penutupan rekening telah melampaui jangka waktu yang telah diatur, selama tenggang waktu tersebut nasabah tidak melakukan penarikan cek/bilyet giro kosong,

46


(57)

menyerahkan bukti penyelesaian cek/bilyet giro kosong yeng telah ditariknya, dan juga menyerahkan surat pernyataan yang bermaterai cukup bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan semua cek/bilyet giro kosong47.

47


(1)

2. PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam adanya kasus bilyet giro kosong adalah pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dalam hal adanya pelaporan dari penarik kepada pihak kepolisian dapat menjadi saksi. Dan pihak PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan memberikan alasan penolakan pembayaran kepada penarik dan memberitahukan kepada pemegang rekening untuk membayar sisa kekurangan saldo. Penerbit harus membayar kekurangan saldo dalam rekening giro. Jika tidak dipenuhi dalam 7 hari kerja sejak tanggal penolakan, maka si penerbit akan diberikan SP1 (Surat Pemberitahuan Pertama). Pemberian Surat Peringatan (SP) sampai dengan ketiga kalinya maka pihak Bank dapat membekukan rekening dan si pemegang rekening akan masuk dalam DHN (Daftar Hitam Nasional).

3. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dengan adanya penerbitan bilyet giro kosong adalah dengan mengajukan kepada Bank Indonesia agar penerbit nasabah biro yang bersangkutan dimasukkan dalam Daftar Hitam Nasional (DHN). Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dengan cara meneliti laporan yang disampaikan oleh Bank. Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan langsung dengan cara melakukan pemeriksaan di Bank. Daftar hitam yang dikeluarkan Bank Indonesia ini bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan intern bank-bank. Dengan demikian nama-nama yang tercantum dalam daftar hitam tidak diperkenankan untuk diumumkan kepada pihak ketiga bukan bank.


(2)

B. Saran

Sehubungan dengan uraian dan analisis dalam bab sebelumnya penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Peraturan dan sanksi tegas harus segera diatur dalam Undang-undang. Peraturan untuk bilyet giro kosong hanya sebatas penutupan rekening dan pelaporan kepada Bank Indonesia. Dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai larangan penarikan bilyet giro kosong yang meberikan hukuman yang berat diharapkan transaksi usaha tidak akan terganggu dan mengurangi penyelewengan yang selama ini terjadi dalam ranah bilyet giro kosong. Negara Indonesia memerlukan peraturan yang tegas dan benar-benar dijalankan di lapangan untuk mencapai kesejahteraan dan keamanan berinvestasi dan berbisnis. Oleh karenanya untuk menjamin asas kepastian hukum, pihak Bank Indonesia kiranya sudah pantas menetapkan satu (1) jenis sanksi tegas bagi pengguna bilyet giro kosong yang telah ditetapkan ke dalam Daftar Hitam Nasional. Dalam hal ini perlu ditegakkan apakah jenis sanksi yang diberlakukan adalah sanksi administratif maupun sanksi pidana.

2. Daftar Hitam menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan aktivitas yang berkaitan dengan perbankan sampai tuntas masa


(3)

rehabilitasi dan kemudian dapat kembali mengulangi perbuatannya. Perlu diingat bahwa pemberlakuan sanksi yang tegas ini diharapkan dapat meminimalisasi angka kasus serupa yang kian marak terjadi dalam waktu beberapa belakangan ini, sekaligus memberikan rasa aman dan nyaman bagi para insan perbankan maupun pengguna layanan jasa seperti bilyet giro maupun cek.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Muhammad, Abdulkadir, SH. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Abdul Marhainis Hay. Hukum Perbankan Di Indonesia, Pradnya Pramita, Jakarta, 1995.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1982.

F.E. Perry, Sistem Perbankan Modern, Hanindita, Yogyakarta, 1984.

Fuady, Munir. Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori Dan Praktek, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta,2005.

Imam Prajogo Suryo Hadi Broto & Djoko Prakoso, Surat Berharga, PT Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Iwan Bayu aji, Penggunaan Bilyet Giro dalam Lalulintas Pembayaran, Makalah Imam Prayogo Suryohadi kusumo, Joko Prakoso, Surat Berharga Pembayaran dalam Masyarakat Modern, Bina Aksara, Jakarta, 2002.

Emirson, Joni. Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta, 2002

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002. Bahsan, M. Giro dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2005

Moch. Chidir Ali, Mashudi, Surat Berharga-Cek, Wesel dan GiroBilyet, CV Mandar Maju, 1994

Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 7 – Hukum Surat Berharga, Cetakan Ketiga, Djambatan, Jakarta, 1990.


(5)

Widiyono, Try. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006.

Zulkifli, MCO Surat Berhaga Sebagai Alat Transaksi Dalam Penerbangan Internasional, Makalah

Kitab Undang-undang Hukum Perdata PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR

SEBI No.8/7/1975;

SEBI No.9/72/1975;

SEBI No.9/16/1976;

SEBI No.5/85/1972;

Surat Edaran No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 Surat Edaran No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000

Surat Edaran Bank Indonesia No. SE 12/8/UPPB tanggal 9 Agustus 1979 tentang cek/bilyet giro kosong.

Peraturan Bank Indonesia No. 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong.


(6)

http://teorionline.wordpress.com/2010/01/24/populasi-dan-sampel/ SITUS WEBSITE

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/hukum-surat-berharga/ http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Sistem+Pembayaran/RTGS/.

http://rulhome.blog.com/2010/04/11/contoh-metode-penelitian-normatif-dengan-penelitian-empiris/