Efektivitas Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012

(1)

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK

PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012

TESIS

Oleh

RISNAH AFRI YANTI 107032235/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE EFFECTIVENESS OF COMMUNICATION, INFORMATION, EDUCATION ON THE KNOWLEDGE OF MOTHERS ABOUT

THE ADMINISTRATION OF MEASLES IMMUNIZATION IN THE BABIES IN ACEH BESAR DISTRICT,

PROVINCE OF ACEH IN 2012

THESIS By

RISNAH AFRI YANTI 107032235/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK

PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RISNAH AFRI YANTI 107032235/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Risnah Afri Yanti Nomor Induk Mahasiswa : 107032235

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K)) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 25 Oktober 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

2. Namora Lummongga Lubis, MSc. Ph.D 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI (KIE) TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK

PADA BAYI DI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Nopember 2012

Risnah Afri Yanti 107032235/IKM


(7)

ABSTRAK

Imunisasi campak merupakan salah satu cara pencegahan terhadap penyakit campak yang diberikan sejak usia bayi 9 bulan dan pada anak yang berusia 6-7 tahun. Perolehan imunisasi campak dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dari masyarakat.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Quasi experiment. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 orang ibu yang hadir di 3 posyandu yaitu posyandu seulanga (Kelompok I), cempaka (Kelompok II) dan putri beugak (Kelompok III). Data diperoleh dengan dua cara yaitu tes dan observasi. Tes dilakukan dua kali yaitu dalam bentuk pretest dan posttest dengan menggunakan kuesioner yang sama. Uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Wilcoxon, Uji Kruskall-Wallis dan Uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukan beda mean nilai pengetahuan dari kelompok I, II dan III sebagai berikut 2,81, 0,8 dan 2,2. Nilai pengukuran KIE dari kelompok I, II, dan III sebagai berikut 41,63, 34,69 dan 38,97. Hasil uji dengan Kruskall-Wallis diperoleh nilai p = 0.001, maka dapat diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat satu kelompok yang mempunyai nilai pengetahuan berbeda dari yang lain. Hasil uji Mann-Whitney dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna pada perubahan pengetahuan ibu adalah antara kelompok 1 dengan kelompok 2 (p = 0,0001) dan kelompok 2 dengan kelompok 3 (p = 0,009). Sedangkan antara kelompok 1 dan kelompok 3 tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,185).

Kesimpulan KIE merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan Ada hubungan antara pelaksanaan KIE dengan peningkatan pengetahuan. Disarankan kepada pimpinan puskesmas untuk mengoptimalkan setiap pelaksanaan KIE dan selalu memperbaruhi materi kesehatan serta meningkatkan kemampuan komunikator dalam penyampaian materi kesehatan.


(8)

ABSTRACT

Measles immunization which was given to the babies in 9 months old and to the children of 6-7 years old is one of the ways to prevent measles. The acquisition of measles immunization is influenced by the factor of knowledge of the community members.

This study was done with quasi-experiment. The population of this study was the 96 mothers attending the CIE activity at 3 (three) Posyandu (Integrated Health Post), namely, Posyandu Seulanga (Group I), Cempaka (Group II), and Putri Beugak (Group III). The data for this study were obtained through test and observation. The test was done twice in the forms of pretest and posttest using the same questionnaire. The tests used were Wilcoxon Test, Kruskall-Wallis Test, and Mann-Whitney Test.

The result of this study showed that the mean difference of the value of the knowledge of Group I, II and III were 2.81, 0.8, and 2.2. The value of CIE measurement of Group I, II and III was 41.63, 34.69, and 38.97. The result of Kruskall-Wallis showed that p = 0.001 which means that at least there was one group with the value which is different from the other groups. The result of Mann-Whitney showed that there was a significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group II (p = 0.001) and between that in Group II and that in Group III (p = 0.009). There was no significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group III (p = 0.185).

The conclusion drawn is that CIE is the effective way to improve the knowledge because there is a relationship between the CIE implementation and the improvement of knowledge. The management of Health Center is suggested to improve the ability of communicator in delivering health materials, optimizing each CIE implementation, and always update the available health materials.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Efektivitas Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012” dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan penyelesaian studi pada Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat pada Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis banyak mendapatkan masukan, saran, kritik, motivasi, dorongan, bantuan, bimbingan, fasilitas dan kesempatan dari berbagai pihak dan keluarga. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM), SpA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) selaku Ketua Komisi Pembimbing dalam penulisan tesis ini

4. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing dalam

penulisan Tesis ini


(10)

6. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Pembanding

7. dr. Iman Murahman selaku Staf P2P di Dinas Kesehatan Aceh yang telah banyak memberikan masukan pada judul tesis ini

8. dr. Syamsuddin selaku Pimpinan Puskesmas Seulimum 9. dr. Zuheri selaku Pimpinan Puskesmas Indrapuri

10.dr. Niki Wulandari selaku Pimpinan Puskesmas Kuta Chot Glie 11.dr. H.T. Fadly selaku Pimpinan Puskesmas Ingin Jaya

12.Kedua orang tua tercinta dan tersayang Ir. H. Muhammad Rusli Busar, Bcm dan Hj. Nurdjanah yang telah membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan yang terbaik bagi penulis sehingga penulis berhasil sampai saat ini.

13.Teristimewa suami tercinta Mayor Czi Hartanto Dwi Priono ST dan anak-anak yang senantiasa memberikan dukungan, motivasi dan doa dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

14.Adikku tercinta drg. Muhammad Fauzan Busar yang telah membantu secara

moral dan materil.

15.dr. Yusnidar M.Kes(Epid) selaku Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Banda Aceh.

16.Teman-teman sekerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Banda Aceh. 17.Teman-teman yang ada di Program studi S2 IKM Universitas Sumatera Utara dan


(11)

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa maupun isinya, untuk itu mohon masukan dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.

Medan, Nopember 2012

Risnah Afri Yanti 107032235/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Risnah Afri Yanti, lahir di Palembang pada tanggal 07 April 1976, beragama Islam, anak kedua dari 4 bersaudara, dari pasangan Ir. H. Rusli Busar Bcm dan Hj. Nurdjanah yang saat ini bertempat tinggal di jalan Sentosa Sri Raya 9 No 01 RT 42 RW 15 Plaju Ulu Palembang.

Pendidikan formal penulis yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SD Nasional 1 Plaju selesai tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama di SMP Yaktapena 2 Plaju selesai pada tahun 1991, sekolah Menengah Atas di SMA Yaktapena 1 Plaju selesai pada tahun 1994. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sriwijaya Palembang selesai pada tahun 2002. Penulis berdomisilir di Jln Jendral Sudirman Keutapang Dua No 01 Desa Geuceu Meunara Kecamatan Jaya Baru Kota Banda Aceh.

Bekerja di RSUP Moehammad Hoesin Palembang sebagai Dokter PTT Brigade Siaga Bencana pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. Pada tahun 2003 sampai dengan Bulan Mei 2009 penulis sebagai dokter part time di UGD Rumkit AK Gani Palembang. Pada tahun 2007 menjadi staf di Departemen Cardiologi di RSUP Moehammad Hoesin Palembang sampai dengan bulan Mei tahun 2009. Dari bulan Mei tahun 2009 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staff di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Banda Aceh.

Penulis telah menikah dengan Mayor Czi Hartanto Dwi Priono ST anak dari Mayor (purnawirawan) H. Eddy Sarbu dan Hj. Supinah pada tahun 24 Mei 2003 dan sudah di karunia satu orang putra yang bernama Muhammad Ilyas Agustono yang


(13)

berusia delapan tahun. Sekolah kelas tiga SD di SD Negeri 2 Banda Aceh dan dua orang putri yang bernama Balqis Nurul Ramadhini yang berusia enam tahun, sekolah kelas satu di SD Garot Banda Aceh serta Khairunissa Al thaf yang berusia 3 tahun


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Efektivitas KIE ... 9

2.1.1 Efektivitas ... 9

2.1.1.1 Pengertian Efektivitas ... 9

2.1.1.2 Cara Pengukuran Efektivitas ... 10

2.1.1.3 Pendekatan Efektivitas ... 11

2.1.1.4 Masalah dalam Pengukuran Efektivitas ... 12

2.1.2 KIE ... 14

2.2 Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak ... 19

2.2.1 Penyakit Campak ... 19

2.2.1.1 Definisi Penyakit Campak ... 19

2.2.1.2 Penyebab Penyakit Campak ... 20

2.2.1.3 Gejala Klinis Penyakit Campak ... 20

2.2.1.4 Cara Penularan Penyakit Campak ... 21

2.2.1.5 Komplikasi Penyakit Campak ... 21

2.2.2 Imunisasi Campak ... 22

2.2.2.1 Manfaat Imunisasi ... 22

2.2.2.2 Usia Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi 23 2.2.2.3 Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi Campak 23 2.2.2.4 Berapa Kali Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi ... 24 2.2.2.5 Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi Campak 24


(15)

2.2.2.6 Efek Samping Pemberian Imunisasi Campak 24 2.2.2.7 Tempat Untuk Mendapatkan Imunisasi Campak 24

2.3 Landasan Teori ... 25

2.4 Kerangka Konsep ... 29

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2 Waktu Penelitian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel ... 32

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.4.1 Data Primer ... 33

3.4.2 Data Sekunder ... 33

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 34

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 36

3.5.1 Variabel Independen ... 36

3.5.2 Variabel Dependen ... 36

3.6 Metode Pengukuran ... 37

3.6.1 Pengukuran Variabel KIE ... 37

3.6.2 Pengukuran Variabel Pengetahuan Ibu ... 38

3.7 Metode Analisis Data ... 38

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40

4.1Gambaran Umum Kabupaten Aceh Besar ... 40

4.2Karakeristik Responden ... 43

4.3Desa Meure Lam Glumpang ... 47

4.3.1 Pengukuran KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 47

4.3.2 Persentase Responden Menjawab Pertanyaan dengan Benar Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 47

4.3.3 Perbedaan Pengetahuan Responden Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 48

4.4Desa Uloe Glong ... 50

4.4.1 Pengukuran KIE di Desa Uloe Glong ... 50

4.4.2 Persentase Responden Menjawab Pertanyaan dengan Benar Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Uloe Glong ... 50

4.4.3 Perbedaan Pengetahuan Responden Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Uloe Glong ... 51


(16)

4.5Desa Lambeugak ... 53

4.5.1 Pengukuran KIE di Desa Lambeugak ... 53

4.5.2 Persentase Responden Menjawab Pertanyaan dengan Benar Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Desa Lambeugak ... 53

4.5.3 Perbedaan Pengetahuan Responden Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE di Lambeugak ... 54

4.6Hasil Uji Kruskall-Wallis ... 56

4.7Hasil Uji Mann Whitney ... 57

BAB 5. PEMBAHASAN ... 59

5.1 Efektivitas KIE Terhadap Pengetahuan Responden di Kabupaten Aceh Besar ... 59

5.1.1 Situasi Pelaksanaan KIE ... 59

5.1.2 Analisa Pertanyaan ... 61

5.2 Perbedaan Rerata Nilai Pengetahuan Responden Antara Sebelum Memperoleh KIE dan Sesudah Memperoleh KIE ... 63

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 66

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(17)

DAFTAR TABEL No. 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 Judul

Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... Metode Pengukuran Variabel KIE ... Karakteristik Responden di Desa MeureLamGlumpang ... Karakteristik Responden di Desa Uloe Glong ... Karakteristik Responden di Desa Lambeugak ... Pengetahuan Responden tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Desa Meure Lam Glumpang Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE ... Pengetahuan Responden tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Desa Uloe Glong Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE ... Pengetahuan Responden tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi di Desa Lambeugak Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE ... Beda Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE tentang Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi Di 3 Puskesmas Kabupaten Aceh Besar ... Rata-rata Ranking Nilai Beda Pengetahuan (Sebelum dan Sesudah Memperoleh KIE) Kelompok I, II dan III ... Rata-rata Ranking Antara Kelompok I dan Kelompok II ... Rata-rata Ranking Antara Kelompok I dan Kelompok III ... Rata-rata Ranking Antara Kelompok II dan Kelompok III ....

Halaman 35 37 43 45 46 48 51 54 56 57 57 57 57


(18)

DAFTAR GAMBAR No

2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1

4.2

4.3

Judul Landasan Teori

Kerangka Konsep Penelitian Disain Penelitian

Lokasi Penelitian Rumus Besar Sampel

Persentase Responden Menjawab Pertanyaan Pretest dan Posttest dengan Benar di Desa Meure Lam Glumpang Persentase Responden Menjawab Pertanyaan Pretest dan Posttest dengan Benar di Desa Uloe Glong

Persentase Responden Menjawab Pertanyaan Pretest dan Posttest dengan Benar di Desa Lambeugak

Halaman 29 29 30 32 33 47

50

53


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 74

2. Skala Pengukuran KIE Imunisasi... 73

3. Kuesioner Penelitian ... 81

4. Skala Pengukuran KIE di Desa Meure Lam Glumpang ... 85

5. Skala Pengukuran KIE di Desa Uloe Glong ... 88

6. Skala Pengukuran KIE di Desa Lambeugak ... 92

7. Pertanyaan di Desa Meure Lam Glumpang ... 96

8. Pertanyaan di Desa Uloe Glong ... 98

9. Pertanyaan di Desa Lambeugak ... 100

10. Nilai Pretest dan Posttest, Nilai Subjektif Responden serta Karakteristik Responden di Desa Meure Lam Glumpang, Uloe Glong dan Lambeugak ... 101

11. Hasil Uji Wilcoxon ... 110

12. Hasil Uji Kruskall-Wallis ... 112

13. Hasil Uji Mann-Whitney ... 113

14. Uji Reliabilitas ... 115

18. Master Data Penelitian ... 117

19. Hasil Persentase Jumlah Responden Menjawab Benar di Prestest dan Post- Test ... 121

20. Master Data Analisa Persentase Jumlah Responden Menjawab Benar di Pre- Test dan Posttest ... 149

21. Foto-foto Kegiatan Penelitian ... 156


(20)

23. Surat Keterangan Ijin Uji Kuesioner ... 159

24. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Kuesioner ... 161

25. Surat Keterangan Mohon Ijin Melaksanakan Penelitian ... 162

26. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas Indrapuri ... 164

27. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas Seulimum ... 165

28. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Puskesmas Kuta Chot- Glie ... 166

29. Absensi Responden di Desa Meure Lam Glumpang ... 167

30. Absensi Responden di Desa Uloe Glong ... 168

31. Absensi Responden di Desa Lambeugak ... 170


(21)

ABSTRAK

Imunisasi campak merupakan salah satu cara pencegahan terhadap penyakit campak yang diberikan sejak usia bayi 9 bulan dan pada anak yang berusia 6-7 tahun. Perolehan imunisasi campak dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dari masyarakat.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Quasi experiment. Penelitian ini dilakukan terhadap 96 orang ibu yang hadir di 3 posyandu yaitu posyandu seulanga (Kelompok I), cempaka (Kelompok II) dan putri beugak (Kelompok III). Data diperoleh dengan dua cara yaitu tes dan observasi. Tes dilakukan dua kali yaitu dalam bentuk pretest dan posttest dengan menggunakan kuesioner yang sama. Uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Uji Wilcoxon, Uji Kruskall-Wallis dan Uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukan beda mean nilai pengetahuan dari kelompok I, II dan III sebagai berikut 2,81, 0,8 dan 2,2. Nilai pengukuran KIE dari kelompok I, II, dan III sebagai berikut 41,63, 34,69 dan 38,97. Hasil uji dengan Kruskall-Wallis diperoleh nilai p = 0.001, maka dapat diambil kesimpulan bahwa paling tidak terdapat satu kelompok yang mempunyai nilai pengetahuan berbeda dari yang lain. Hasil uji Mann-Whitney dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan bermakna pada perubahan pengetahuan ibu adalah antara kelompok 1 dengan kelompok 2 (p = 0,0001) dan kelompok 2 dengan kelompok 3 (p = 0,009). Sedangkan antara kelompok 1 dan kelompok 3 tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,185).

Kesimpulan KIE merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan Ada hubungan antara pelaksanaan KIE dengan peningkatan pengetahuan. Disarankan kepada pimpinan puskesmas untuk mengoptimalkan setiap pelaksanaan KIE dan selalu memperbaruhi materi kesehatan serta meningkatkan kemampuan komunikator dalam penyampaian materi kesehatan.


(22)

ABSTRACT

Measles immunization which was given to the babies in 9 months old and to the children of 6-7 years old is one of the ways to prevent measles. The acquisition of measles immunization is influenced by the factor of knowledge of the community members.

This study was done with quasi-experiment. The population of this study was the 96 mothers attending the CIE activity at 3 (three) Posyandu (Integrated Health Post), namely, Posyandu Seulanga (Group I), Cempaka (Group II), and Putri Beugak (Group III). The data for this study were obtained through test and observation. The test was done twice in the forms of pretest and posttest using the same questionnaire. The tests used were Wilcoxon Test, Kruskall-Wallis Test, and Mann-Whitney Test.

The result of this study showed that the mean difference of the value of the knowledge of Group I, II and III were 2.81, 0.8, and 2.2. The value of CIE measurement of Group I, II and III was 41.63, 34.69, and 38.97. The result of Kruskall-Wallis showed that p = 0.001 which means that at least there was one group with the value which is different from the other groups. The result of Mann-Whitney showed that there was a significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group II (p = 0.001) and between that in Group II and that in Group III (p = 0.009). There was no significant difference between the knowledge of mothers in Group I and that in Group III (p = 0.185).

The conclusion drawn is that CIE is the effective way to improve the knowledge because there is a relationship between the CIE implementation and the improvement of knowledge. The management of Health Center is suggested to improve the ability of communicator in delivering health materials, optimizing each CIE implementation, and always update the available health materials.


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan (Elfindri, 2011). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar adalah: a). Pendidikan kesehatan, b). Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi, c). Penyediaan air minum dan sanitasi dasar, d). Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana, e). Imunisasi, dan f). Pengobatan dan pengadaan obat (Hasanah, 2010).

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa imunisasi merupakan salah satu pelayanan kesehatan dasar. Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Campak, Polio, dan Hepatitis B. Selain itu pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan infeksi yang paling effektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati


(24)

seseorang apabila jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Imunisasi disebut sebagai pencegahan primer (Lisnawati, 2011) dan (Ranuh, 2011).

Vaksinasi merupakan teknologi yang sangat berhasil di dunia Kedokteran yang oleh Katz (1999) dikatakan sebagai “Sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah diberikan para ilmuwan di dunia ini”, satu upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya (Ranuh, 2011).

Tanpa imunisasi kira-kira 3 dari 100 anak akan meninggal karena campak. Sebanyak 2 dari 100 anak akan meninggal karena batuk rejan. Satu dari 100 anak akan meninggal karena penyakit tetanus. Dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio. Imunisasi yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit-penyakit tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah tersedia di masyarakat, tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk mendapatkan imunisasi lengkap (Proverawati dan Andhini, 2010). Hal ini ditandai dengan masih banyaknya negara berkembang yang masih belum dapat mencapai Universal Child Immunization (UCI) karena cakupan imunisasi yang rendah. Sebenarnya apabila UCI dapat dicapai maka kita dapat menyelamatkan tiga juta anak yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi setiap tahun (Ranuh, 2011).

Oleh karena itu untuk meningkatkan cakupan imunisasi pada anak-anak di seluruh belahan dunia, sejak tahun 1974 Badan kesehatan Dunia (World Health Organization) mencanangkan Expanded Program on Immunization (EPI), yang diresolusikan oleh World Health Assembly (WHA). Setelah dilaksanakannya EPI


(25)

cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal 3 juta anak terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan. Pada sidang WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan effikasi vaksin 85%. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka ditetapkan kesepakatan global untuk me-Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Tahap eradikasi diperkirakan akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi (Ranuh, 2011) dan (Lisnawati, 2011).

Tahun 2000 pada sidang persatuan Perserikatan Bangsa–bangsa dibuatlah kesepakatan deklarasi milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan perwakilan dari 189 negara untuk bersinergi dalam mencapai tujuan pembangunan

milenium (Millennium Development Goals–MDGs) pada tahun 2015. MDGs

menetapkan delapan tujuan pembangunan milenium, tujuan ke-4 nya adalah menurunkan angka kematian anak, dengan target menurunkan angka kematian balita menjadi dua pertiga antara 1990 ke tahun 2015 (Ranuh, 2011).

Kebijakan Nasional Imunisasi, menurut Renstra Kemenkes tahun 2011, target cakupan imunisasi yang harus dicapai pada tahun 2011 yaitu cakupan pemberian imunisasi pada bayi 0-11 bulan 82%, persentase anak SD yang mendapatkan imunisasi 80%, persentase desa yang mencapai UCI 85%. Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, target cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi 0-11 bulan 90% dan tercapainya UCI di seluruh desa dan kelurahan. Kebijakan pemerintah terhadap cakupan nasional anak


(26)

dibawah satu tahun yang diimunisasi campak adalah 92% (Dinas Kesehatan Aceh, 2011).

Upaya imunisasi di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 70-an pada bayi dan anak, sedangkan program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi (PPI). Tahun 1990 Indonesia

sudah mencapai Universal Child Immunization (UCI) Nasional. UCI adalah

tercapainya cakupan minimal 80 persen imunisasi dasar lengkap bayi sebelum usia 1 tahun. Program imunisasi dasar lengkap (LIL/ Lima Imunisasi dasar Lengkap) pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, dan 1 dosis campak (Lisnawati, 2011).

Cakupan imunisasi campak nasional dari tahun 2007 sampai tahun 2010 berturut-turut adalah 81,6% (Bappenas, 2010), 83,0% (Ranuh, 2011), 92,09% (Profil Kesehatan Indonesia, 2009), dan 74,5% (Bappenas, 2010). Berdasarkan data ini dapat dilihat pencapaian cakupan imunisasi campak nasional mengalami penurunan yang bermakna dari tahun 2009 ke tahun 2010. Pencapaian UCI nasional di Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2009 berturut-turut adalah 73,26%, 71,18%, 74,02%, dan 69,76% (Profil Kesehatan Indonesia, 2009). Penurunan pencapaian UCI nasional di Indonesia terjadi pada tahun 2008 ke tahun 2009.

Kebalikan dari cakupan imunisasi campak nasional dan pencapaian UCI di Indonesia, pencapaian cakupan imunisasi campak dan UCI di Provinsi Aceh meningkat dalam dua tahun terakhir yaitu dari tahun 2010 ke tahun 2011. Pencapaian UCI di Provinsi Aceh pada tahun 2010 adalah 51,3% dan pada tahun 2011 adalah


(27)

65,9%. Cakupan imunisasi campak di Provinsi Aceh dari tahun 2008 sampai tahun 2011 berturut-turut adalah 70%, 92,3% 81,2% dan 86,4% (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2010 dan 2011).

Peningkatan cakupan imunisasi campak ini tidak merata disetiap kabupaten/kota di Provinsi Aceh, contohnya di Kabupaten Aceh Besar cakupan imunisasi campak dalam dua tahun terakhir justru menurun 83,7% pada tahun 2010 dan 78,9% pada tahun 2011 (Profil Kesehatan Aceh Besar, 2010 dan 2011). Dari 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Besar hanya 5 puskesmas yang menunjukkan peningkatan dalam cakupan imunisasi campak, 19 puskesmas menunjukkan penurunan cakupan imunisasi campak dan satu puskesmas tidak mempunyai data. Kabupaten Aceh Besar menempati posisi 5 terendah dalam cakupan imunisasi campak di Provinsi Aceh pada tahun 2011. Cakupan imunisasi campak yang terendah di Kabupaten Aceh Besar adalah pada Puskesmas Seulimum yaitu 57,6% (Profil Kesehatan Provinsi Aceh, 2010 dan 2011) .

Upaya Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar untuk menanggulangi permasalahan tersebut dengan menerapkan kebijakan bahwa penyelenggaraan imunisasi dasar dapat dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan prinsip keterpaduan; mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan; mengupayakan kualitas pelayanan; mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu. Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit dan daerah-daerah sulit secara geografis (Dinas Kesehatan Aceh, 2011).


(28)

Salah satu hambatan program imunisasi adalah isu-isu negatif tentang imunisasi dan persepsi negatif terhadap imunisasi serta mitos–mitos mengenai imunisasi itu sendiri. Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja dikemukan oleh masyarakat awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan. Masyarakat awam lebih khawatir terhadap efek samping dari imunisasi daripada penyakitnya sendiri dan komplikasi penyakit tersebut yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian, (Ranuh, 2010). Isu dan mitos negatif mengenai imunisasi dapat mempengaruhi pengetahuan, pemahaman dan akhirnya berpengaruh pada tindakan ibu untuk mengimunisasikan anaknya. Hambatan ini juga terjadi pada Provinsi Aceh khususnya pada daerah Kabupaten Aceh Besar. Hal ini dinyatakan oleh tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan di Puskesmas Kabupaten Aceh Besar, serta ibu yang menjadi responden pada survei pendahuluan.

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Pengetahuan, kepercayaan dan perilaku kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi campak pada bayi, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasi bayi. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan (Ali M, 2002).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan April tahun 2012 di tiga tempat di daerah Kabupaten Aceh Besar yaitu Puskesmas Indrapuri, Puskesmas Kota Chot Glie dan Puskesmas Seulimum terhadap 39 orang ibu yang


(29)

mempunyai Balita didapatkan hasil bahwa hanya 12 (30,8%) orang ibu yang mempunyai pengetahuan yang benar mengenai imunisasi campak.

Pemberian informasi yang benar dan adekuat mengenai pemberian imunisasi campak melalui komunikasi dan edukasi sangat lah diperlukan oleh ibu untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pemberian imunisasi campak. Tenaga kesehatan merupakan sumber informasi yang dapat digunakan ibu untuk mengetahui imunisasi campak, maka diperlukan interaksi komunikasi dengan kualitas yang baik antara tenaga kesehatan dan ibu yang mempunyai bayi. Strategi komunikasi dan edukasi yang baik dan adekuat dapat membangun kepercayaan terhadap imunisasi campak tersebut serta mendapat dukungan penuh dari lingkungan sekitar sehingga dapat mencapai populasi yang tinggi pada pemberian imunisasi campak (Waisbord dan Carson, 2005).

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang dikemukan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Rendahnya pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana efektivitas KIE yang dilakukan petugas puskesmas terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.


(30)

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh KIE terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi Dinas Kesehatan Provinsi Aceh dan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar mengenai sejauh mana effektivitas KIE terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi. Sehingga dapat diambil suatu kebijakan dengan membuat program KIE yang sesuai untuk meningkatkan cakupan imunisasi campak dan menurunkan jumlah kasus campak.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana efektivitas KIE yang dilakukan petugas puskesmas terhadap pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi, maka dalam tinjauan pustaka ini mengkaji mengenai efektivitas KIE dan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi.

2.1. Efektivitas KIE

Untuk memahami efektivitas KIE terlebih dahulu dipahami arti efektivitas dan arti dari KIE.

2.1.1. Efektivitas

Pemahaman terhadap efektivitas ini meliputi pengertian efektivitas, cara pengukuran efektivitas, pendekatan efektivitas, dan masalah dalam pengukuran efektivitas.

2.1.1.1. Pengertian Efektivitas

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau


(32)

disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji, 2009).

Penjelasan di dalam Ensiklopedia Agama dan Filsafat yang disalin dari Starawaji (2009) bahwa efektivitas adalah menunjukkan taraf tercapainya tujuan. Suatu program atau usaha dikatakan efektif kalau usaha mencapai tujuannya. Secara ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang dapat dihitung seperti dalam persentase.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian efektivitas adalah keberhasilan suatu aktifitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan dan target, sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dan apabila tujuan dan target dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya, dikatakan efektif dan sebaliknya apabila tujuan dan target tidak dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya maka aktifitas itu dikatakan tidak efektif.

2.1.1.2. Cara Pengukuran Efektivitas

Menurut Starawaji (2009) yang mengutip pendapat Campbell (1989), terdapat cara pengukuran terhadap efektivitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah sebagai berikut:

1. Keberhasilan program 2. Keberhasilan sasaran

3. Kepuasan terhadap program 4. Tingkat input dan output


(33)

5. Pencapaian tujuan menyeluruh 2.1.1.3. Pendekatan Efektivitas

Pendekatan efektivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektivitas yaitu:

a. Pendekatan Sasaran

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Selain tercapainya tujuan, efektivitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektivitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif (Starawaji, 2009).

b. Pendekatan Sumber

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan


(34)

out put yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya (Starawaji, 2009).

c. Pendekatan Proses

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.

2.1.1.4. Masalah dalam Pengukuran Efektivitas

Efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan sasaran yang sebenarnya dan memberikan hasil pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkan oleh beberapa hal berikut:

a. Adanya macam-macam output

Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan. Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas yang rendah pada sasaran lainnya. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran


(35)

efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas pada setiap sasaran yang dimilikinya.

Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekuensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh Steers (1985) yang dikutip oleh Starawaji (2009) yaitu bahwa kriteria tersebut dalam pengukuran efektivitas adalah: Adaptabilitas dan fleksibilitas, Produktivitas, keberhasilan memperoleh sumber, keterbukaan dalam komunikasi, Keberhasilan pencapaian program, Pengembangan program.

b. Subjektivitas dalam penilaian

Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Untuk itu ada baiknya bila meninjau bahwa perlu masuk kedalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, seringkali dipengaruhi oleh subjektifitas. Untuk sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kualitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektifitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya.

Hal ini didukung oleh pendapat Steers (1985) yang dikutip oleh starawaji (2009) yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontekstual berpengaruh terhadap informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran


(36)

yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktor-faktor kontekstual ini perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektifivas program yang terdapat pada lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektif apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai dengan kebutuhan.

2.1.2. KIE

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) berasal dari bahasa Inggris yang telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, yaitu dari kata Communication Information, Education, (CIE). Istilah KIE mempunyai pengertian yang komplek karena dalam proses komunikasi terkandung unsur informasi dan informasi itu sendiri mempunyai unsur edukasi, yang mempunyai sifat dapat menggerakkan seseorang atau kelompok untuk melakukan sesuatu (Depkes RI, 1993). Tujuan KIE adalah peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku individu maupun kelompok (Depkes RI, 2002). Secara rinci pengertian KIE dapat diformulasikan sebagai berikut:

a) Komunikasi

Diartikan sebagai proses penyampaian berbagai informasi antara petugas KIE dengan masyarakat sehingga pada akhirnya tercapai suatu persepsi (pandangan) yang sama antara petugas dengan masyarakat.


(37)

Diartikan sebagai semua data, fakta, rumusan serta acuan yang perlu diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh petugas dan masyarakat dalam rangka melaksanakan suatu kegiatan.

c) Edukasi

Diartikan sebagai proses kegiatan yang teratur yang mendorong terjadinya proses perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang suatu kegiatan tersebut secara wajar, sehingga masyarakat melaksanakan kegiatan tersebut dan bertanggung jawab atas keberhasilannya (Depkes RI, 1993).

Agar berjalan dengan efektif sebaiknya topik KIE berdasarkan kebutuhan dan kondisinya. Mengingat ruang lingkup penyampaian KIE adalah perilaku dengan berbagai variabelnya, maka KIE ini juga mempergunakan prinsip dan metoda dari berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, antropologi medis, psikologi sosial dan pemasaran sosial.

Pengelolaan KIE dibagi dalam 3 tahap pokok, yaitu: 1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini, kegiatan pokoknya yang dilakukan adalah: Mengumpulkan data, Mengembangkan strategi, Mengembangkan, menguji coba dan memproduksi bahan-bahan komunikasi, Membuat rencana pelaksanaan, Menyiapkan pelaksanaan (Triamanah, 2004).

2. Tahap Intervensi (Pelaksanaan)

Tahap intervensi ini dibagi kedalam siklus-siklus pesan yang terpisah. Setiap siklus pesan mencakup informasi yang serupa dengan pendekatan yang sedikit


(38)

berbeda disesuaikan dengan perubahan kebutuhan sasaran. Perubahan-perubahan ini dilakukan secara periodik, dapat mengurangi kejenuhan sasaran dan memungkinkan keterlibatan sasaran secara berkesinambungan. Cara ini memungkinkan perencana program untuk memasukkan hasil-hasil tahap sebelumnya ke dalam perencanaan tahap-tahap berikutnya. Cara ini memungkinkan perencana membuat beberapa kali perubahan-perubahan penting dalam strategi yang ditempuh. Perubahan-perubahan ini harus dilakukan sebagai jawaban terhadap informasi-informasi tentang penerimaan sasaran terhadap program dan efektifitas kegiatan yang dilaksanakan (Triamanah, 2004).

3. Tahap Monitoring dan Evaluasi (Pemantauan dan Penilaian)

Tahap monitoring memberikan informasi kepada perencana mengenai pelaksanaan program, secara teratur dan pada waktu yang tepat, hingga perbaikan yang diperlukan dapat segera dilaksanakan (Triamanah, 2004). Aspek-aspek yang dipantau meliputi input, proses, dan output dari suatu kegiatan KIE. Aspek-aspek tersebut meliputi: sasaran, media, jalur, isi pesan, hasil-hasil kegiatan, permasalahan yang dihadapi, kegiatan pemantauan oleh instansi di atasnya, tindak lanjut kegiatan dan kemandirian (Depkes RI, 1993). Tahap Evaluasi dilakukan terhadap keluaran (output) program, dampak

primer, perubahan perilaku dan perubahan status dari sasaran yang perinciannya antara lain sebagai berikut:


(39)

Tahapan Indikator Keberhasilan

Keluaran (output) Frekuensi kegiatan KIE kelompok

Frekuensi kegiatan KIE perorangan

Frekuensi kegiatan KIE massa

Efek Primer Tingkat pengetahuan

Perubahan Perilaku Tingkat partisipasi dalam program

Tingkat kelestarian partisipasi

Perubahan Status Tingkat kesadaran

Kegiatan KIE dapat dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan pokok yakni: Kegiatan KIE kesepakatan dan Kegiatan KIE Perubahan Perilaku (Depkes RI, 1993)

1. Kegiatan KIE Kesepakatan

Seperti diketahui bahwa program KIE mengandung unsur inti yaitu proses peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku. Sebagai proses perubahan sikap, kita perlu menyiapkan terlebih dahulu lingkungan yang mendukung. Hal ini dapat berarti kesiapan, baik para pengelola program maupun masyarakat sasaran. Dapat dikatakan bahwa KIE-Kesepakatan adalah kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan serta kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat, baik politis maupun operasional dalam melaksanakan program tersebut.

2. Kegiatan KIE Perubahan Perilaku

Kegiatan KIE yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku dilaksanakan melalui 3 (tiga) bentuk kegiatan KIE yaitu:


(40)

a). KIE massa: Kegiatan KIE yang dilaksanakan melalui media elektronik dan cetak. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menyiapkan kondisi sebelum kegiatan KIE yang lain dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multimedia khususnya pada waktu melaksanakan kampanye program yang sifatnya masih inovatif/baru. Ide penggunaan pendekatan Multi media ini dimaksudkan agar penyampaian pesan dapat secara intensif dan sekaligus menghilangkan terjadinya distorsi informasi yang disampaikan oleh salah satu media.

b). KIE Wawan Muka (Interpersonal): kegiatan KIE yang dilaksanakan secara perorangan melalui kunjungan rumah. Kegiatan ini dilaksanakan secara kontinyu dan berkesinambungan baik oleh para petugas KIE maupun kader. Petugas KIE harus dengan sabar dan tekun mengadakan kunjungan ulang pada setiap sasaran, hingga akhirnya sasaran mau melakukan apa yang disarankan oleh petugas KIE maupun kader.

c). KIE Kelompok: Kegiatan KIE dilaksanakan secara berkelompok, untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan KIE. KIE kelompok dapat dilaksanakan dengan menggunakan forum komunikasi yang sudah melembaga (musyawarah desa), maupun forum komunikasi yang telah terbentuk seperti klompencapir.

Ketiga bentuk kegiatan dapat dilaksanakan sendiri-sendiri, tetapi terkoordinasi, khususnya dalam isi pesan yang mau di sampaikan pada sasaran (Depkes RI, 1993).


(41)

2.2. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Campak

Pengetahuan yang diperlukan seorang ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi meliputi pengetahuan mengenai penyakit campak dan imunisasinya. Pengetahuan mengenai penyakit campak meliputi pengertian penyakit campak, penyebab penyakit campak, gejala klinis penyakit campak, cara penularan penyakit campak, komplikasi penyakit campak.

Pengetahuan mengenai imunisasi campak meliputi pengertian imunisasi, manfaat imunisasi, usia pemberian imunisasi campak pada bayi, dosis dan cara pemberian imunisasi campak, berapa kali pemberian imunisasi campak pada bayi, kontra indikasi pemberian imunisasi campak pada bayi, efek samping imunisasi campak dan tempat atau fasilitas yang dapat memberikan pelayanan imunisasi campak.

2.2.1.Penyakit Campak

Pengetahuan yang sebaiknya seorang ibu ketahui tentang penyakit campak meliputi definisi penyakit campak, penyebab penyakit campak, gejala klinis penyakit campak, cara penularan penyakit campak, dan komplikasi penyakit campak.

2.2.1.1. Definisi Penyakit Campak

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles dengan gejala bercak merah menyeluruh dengan panas dan disertai dengan salah satu gejala atau lebih dari gejala batuk, pilek dan kemerahan pada mata. Pada mukosa mulut ada bercak koplik. Setelah gejala mereda warna kulit menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) yang menetap 7-10 hari.


(42)

Menurut Septenia (2010) yang mengutip Maldorado (1996) Campak merupakan suatu penyakit akut menular yang ditandai oleh 3 stadium: (1). Stadium inkubasi sekitar 10-12 hari. Disertai dengan sedikit tanda-tanda atau gejala-gejala: (2). Stadium prodromal ditandai dengan bercak koplik pada mukosa bukal dan faring, demam ringan sampai dengan sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk yang semakin berat: (3). Stadium akhir dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh, lengan dan kaki disertai demam yang tinggi.

2.2.1.2. Penyebab Penyakit Campak

Penyebab penyakit campak adalah virus RNA dari Famili Paramixoviridae, genus Morbili virus. Hanya satu tipe antigen yang diketahui. Selama masa prodromal dan selama masa waktu singkat sesudah ruam campak, Virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar ini berdasarkan Septenia (2010) yang mengutip dari Maldorado (1996).

2.2.1.3. Gejala Klinis Penyakit Campak

a) Panas badan biasanya ≥ 38 derajat celcius selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair.

b) Khas (Patognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (Mucosa Basal).

c) Bercak kemerahan rash yang dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo papular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari (4-7 hari) ke seluruh tubuh. Ruam ini tidak memucat dengan penekanan karena perdarahan kapiler.


(43)

d) Bercak kemerahan makulo papular setelah 1 minggu sampai 1 bulan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Kasus yang telah menunjukkan hiperpigmentasi (kehitaman) perlu dilakukan anamnesis dengan teliti, dan apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala tersebut di atas maka kasus tersebut termasuk kasus campak (Depkes RI. 2008).

2.2.1.4. Cara Penularan Penyakit Campak

a) Penularan dari orang ke orang melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama batuk, bersin atau sekresi hidung.

b) Masa penularan 4 hari sebelum rash sampai 4 hari setelah timbul rash, puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit (Depkes RI, 2008).

2.2.1.5. Komplikasi Penyakit Campak

Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Penyakit campak dapat menjadi lebih berat atau fatal pada penderita malnutrisi dan defisiensi Vitamin A serta Human Immuno deficiency Virus (HIV). Komplikasi yang sering terjadi yaitu: a). Diare b). Bronchopneumonia, c). Malnutrisi, d). Otitis Media, e). Kebutaan, f). Encephalittis, g). Measles encephalittis, hanya 1/1.000 penderita campak, h). Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), hanya 1/100.000 penderita campak dan, i). Ulkus mukosa mulut (Depkes RI, 2008).


(44)

2.2.2. Imunisasi Campak

Imunisasi berasal dari bahasa latin “ Immun” yang berarti kebal. Dalam istilah kedokteran dikenal dengan istilah imunitas yaitu suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan benda asing, sehingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut.

Menurut Mansjoer (2000) yang dikutip oleh Lisnawati (2011) imunisasi adalah suatu cara untuk memberikan kekebalan kepada seseorang secara aktif terhadap penyakit menular. Berdasarkan Ranuh (2001) yang dikutip oleh Lisnawati (2011) imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpapar antigen yang serupa tidak pernah terjadi penyakit.

Dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut (Purnamaningrum, 2010).

2.2.2.1. Manfaat Imunisasi

1. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan

kemungkinan cacat atau kematian.

2. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak–kanak yang nyaman.


(45)

3. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berpendidikan untuk melanjutkan pembangunan (Proverawati dan Andhini, 2010).

2.2.2.2. Usia Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi

Bayi terlindung dari campak karena ada antibodi dari ibunya yang masuk kedalam darah bayi melalui plasenta. Lama perlindungan bayi dari penyakit campak tergantung pada jumlah antibodi yang disalurkan lewat plasenta, faktor genetik, faktor lingkungan, perbedaan cepat lambatnya kehilangan antibodi pasif yaitu infeksi kuman lain, katabolisme Ig G yang meningkat. Kekebalan maternal yang dibawa berangsur-angsur menurun sampai pada usia 9 bulan. Keadaan ini dipakai alasan program imunisasi pemberian imunisasi segera setelah anak berusia 9 bulan (Wisnuwijoyo, 2004).

2.2.2.3. Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi Campak

Dosis vaksin campak sebanyak 0,5 ml. Sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Vaksin diberikan secara intramuskular.

Cara pemberian:

a. Atur bayi dengan posisi miring diatas pangkuan ibu dengan bahu lengan telanjang.

b. Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi, dan gunakan jari-jari tangan untuk menekan ke atas lengan bayi.


(46)

c. Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 45 derajat.

d. Usahakan kestabilan posisi jarum (Proverawati dan Andhini, 2010). 2.2.2.4. Berapa Kali Pemberian Imunisasi Campak pada Bayi

Di Indonesia, sejak tahun 2004 imunisasi campak diberikan dua kali, yang pertama pada umur 9-11 bulan dan yang kedua pada program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pada umur 6–7 tahun (Hartati, 2008).

2.2.2.5. Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi Campak Kontra indikasi pemberian vaksin campak:

1. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38° Celcius 2. Gangguan sistem kekebalan

3. Pemakaian obat imunosupresan 4. Alergi terhadap protein telur

5. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin 6. Wanita hamil (Lisnawati, 2011)

2.2.2.6. Efek Samping Imunisasi Campak

Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Proverawati dan Andhini, 2010). 2.2.2.7. Tempat untuk Mendapatkan Imunisasi Campak

Untuk memaksimalkan pelayanan imunisasi, dan mengoptimalkan keberhasilan program imunisasi, telah disediakan tempat-tempat khusus yang bisa digunakan untuk pemberian imunisasi. Imunisasi dapat dilakukan di posyandu,


(47)

puskesmas, polindes, rumah sakit, bidan desa, praktek dokter, dan tempat lain yang telah disediakan (Proverawati dan Andhini, 2010).

2.3. Landasan Teori

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi sikap dan sebagainya.

Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan.


(48)

2.3.1. Landasan Teori Perubahan Pengetahuan

Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri manusia). Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan faktor psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi 4 menurut Teori Blum yang dikutip dari Notoatmodjo (2003) yaitu 1). Lingkungan, 2). Perilaku, 3). Pelayanan kesehatan, 4). Hereditas (keturunan).

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya juga dialamatkan kepada empat faktor tersebut. Dengan kata lain intervensi atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni intervensi terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas.

Dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku ini secara garis besar dapat dilakukan melalui upaya yaitu dengan tekanan (enforcement), hukum (Regulation), dan edukasi (Education) (Notoatmodjo, 2010).

Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap


(49)

perubahan perilaku masyarakat akan memakan waktu yang lama, namun demikian bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.

Perubahan atau adopsi perilaku merupakan suatu proses yang komplek dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahapan yaitu: pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan (practice).

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Seperti telah diartikan diatas bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu. Untuk mendapatkan tahu itu seorang dapat melalui proses belajar. Seorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu.

Belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri. Dari pernyataan tersebut tampak jelas bahwa sifat khas dari proses belajar ialah memperoleh sesuatu yang baru, yang dahulu belum ada, sekarang menjadi ada, yang sebelum diketahui, sekarang diketahui, yang dahulu belum mengerti sekarang dimengerti.


(50)

Kegiatan belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja dan kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri: a). Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. b). Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. c). Perubahan-perubahan itu terjadi karena usaha. Bukan karena proses kematangan (Notoatmodjo, 2003).

Telah disebutkan diatas salah satu cara untuk merubah perilaku adalah dengan pendidikan. Menurut Craven dan Hirnle 1996 pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan untuk mengingat fakta/kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), dan aktif memberikan informasi-informasi. Tujuan umum dari pendidikan kesehatan adalah bertujuan meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan (Ali, 2010). Pendidikan sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku (Notoatmodjo, 1981).

Penyuluhan kesehatan menurut Azrul Azwar dalam Ali (2010) adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti tapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.


(51)

Gambar 2.1. Kerangka Teori

2.4. Kerangka Konsep

Keterangan:

: tidak diteliti : diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Penyuluhan

Proses belajar dan mengajar

Pengetahuan sebelum proses belajar mengajar

Pengetahuan sesudah proses belajar mengajar

Tindakan Tindakan

KIE Imunisasi campak

Pengetahuan ibu tentang pemberian

imunisasi campak pada bayi sesudah

KIE Pengetahuan ibu

tentang pemberian imunisasi campak pada bayi sebelum

KIE

Tindakan Imunisasi campak

Tindakan Imunisasi campak


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen semu (Quasi

experiment). Penelitian eksperimen ialah adanya perlakuan terhadap subyek penelitian, kemudian efek perlakuan di observasi. Disain yang digunakan adalah The One Group Pretest-Posttest Design ialah rancangan penelitian yang hanya menggunakan satu kelompok subyek serta melakukan pengukuran sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada subyek (Cook and Campbell, 1979). Secara skematis dapat dilukiskan sebagai berikut:

Pretest Perlakuan Posttest

Gambar 3.1. Disain Penelitian 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh yaitu di wilayah kerja Puskesmas Seulimum, Puskesmas Indrapuri dan Puskesmas Kuta Chot Glie. Puskesmas ini dipilih dikarenakan Puskesmas Seulimum mempunyai cakupan imunisasi campak yang terendah di Kabupaten Aceh Besar yaitu 57,6% dan dari 34 desa yang ada diwilayah kerja Puskesmas Seulimum 26 desa masih dalam kondisi


(53)

non UCI sisanya 8 desa sudah UCI. Ini merupakan Puskesmas yang mempunyai jumlah desa non UCI yang terbesar di Kabupaten Aceh Besar.

Oleh karena penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa KIE mempunyai pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi, maka penelitian dilakukan bukan hanya pada satu puskesmas, tetapi pada 3 puskesmas. Puskesmas yang dipilih adalah yang letaknya berdekatan agar mendapatkan karakteristik ibu yang sama. Maka dipilihlah Puskesmas Kuta Chot Glie dan Puskesmas Indrapuri yang berdekatan dengan Puskesmas Seulimum.

Penelitian KIE di Puskemas Indrapuri di laksanakan di Desa Meure Lam Glumpang yang merupakan binaan posyandu Seulanga. Penelitian KIE di Puskemas Seulimum di laksanakan di Desa Uloe Glong yang merupakan binaan posyandu Cempaka dan Penelitian KIE di Puskemas Kuta Chot Glie di laksanakan di Desa Lambeugak yang merupakan binaan posyandu Putri Beugak.


(54)

Gambar 3.2. Lokasi Penelitian 3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian direncanakan dilakukan selama 6 bulan, dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua ibu yang hadir di posyandu pada saat acara KIE tentang pemberian imunisasi campak pada bayi. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi.

Rumus besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus besar sampel analitis numerik berpasangan (Dahlan, 2010), yaitu:


(55)

Keterangan:

n = Besar sampel penelitian

Zα = 5% = 1,64

Zβ = 10% = 1,28

S = 3,813 (dari Tesis Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Ibu Balita Gizi Buruk Di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010).

X1 – X2 =3 (selisih minimal yang dianggap bermakna)

n = (1,64 + 1,28) 3,813 3

2

n = 13,7 ≈ 14

Besar sampel minimum pada setiap puskesmas pada saat pelaksanaan KIE adalah 14 orang ibu.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan dua cara yaitu tes dan observasi. Tes dilakukan pada ibu yang hadir pada saat KIE dilaksanakan, untuk mengukur pengetahuan ibu dengan menggunakan kuesioner. Agar kuesioner lebih dimengerti oleh responden maka istilah penyakit campak juga menggunakan bahasa setempat. Pengukuran pengetahuan ibu dilakukan dua kali yaitu sebelum mendapat KIE tentang pemberian

n = (Zα+Zβ)S2 X1 – X2


(56)

imunisasi campak dari petugas puskesmas dalam bentuk pretest dan setelah mendapatkan KIE tentang pemberian imunisasi campak dari petugas puskesmas dalam bentuk posttest dengan menggunakan kuesioner yang sama.

Pengukuran KIE dilakukan dengan observasi menggunakan skala pengukuran KIE yang telah ditetapkan, observasi dilakukan terhadap para pelaku KIE dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai monitoring KIE tersebut.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari posyandu di Puskesmas Seulimum, Puskesmas Indrapuri, dan Puskesmas Kuta Chot Glie serta sumber lainnya.

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan pada 30 orang ibu di Puskesmas Ingin Jaya. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasiitem dengan skor total item menggunakan corrected item total correlation, dengan ketentuan jika nilai r corrected item total correlation > ˝r˝ di tabel Pearson Product Moment maka dinyatakan valid dan sebaliknya, nilai ˝r˝ dicari pada tabel r Pearson Product Moment disignifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan jumlah data n = 30. Didapat dari tabel r Pearson Product Moment adalah 0,361 (Priyatno, 2010). Ketentuan kuesioner dikatakan valid pada penelitian ini, jika:

1.Nilai r Corrected Item Total Correlation≥ 0,361 dikatakan valid 2.Nilai r Corrected Item Total Correlation˂ 0,361 dikatakan tidak valid


(57)

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai koefisien reliabilitas yang terukur dalam interval 0,70 sampai dengan 0,95, maka dinyatakan reliabel.

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Item Corrected Item Hasil Cronbach’sAlpha Hasil Total Correlation

1 0,584 Valid Reliabel

2 0,517 Valid Reliabel

3 0,450 Valid Reliabel

4 0,718 Valid Reliabel

5 0,620 Valid Reliabel

6 0,509 Valid Reliabel

7 0,577 Valid Reliabel

8 0,676 Valid Reliabel

9 0,464 Valid Reliabel

10 0,507 Valid 0,877 Reliabel

11 0,652 Valid Reliabel

12 0,633 Valid Reliabel

13 0,530 Valid Reliabel

14 0,711 Valid Reliabel

15 0,446 Valid Reliabel

16 0,511 Valid Reliabel

17 0,572 Valid Reliabel

18 0,572 Valid Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.1. r hasil pertanyaan 1 sampai dengan pertanyaan 18 diperoleh dari nilai corrected item total correlation, semua nilainya lebih dari 0,361 dengan demikian pertanyaan 1 sampai dengan 18 valid. Untuk uji realibilitas, nilai Cronbach’s Alpha berdasarkan tabel 3.1. adalah 0,877. Nilai tersebut masih dalam interval yang dinyatakan reliabel yaitu 0,70 sampai dengan 0,95.


(58)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

Komunikasi, Informasi, dan Edukasi imunisasi campak.

Definisi Operasional KIE imunisasi campak adalah pelaksanaan KIE yang dilakukan oleh petugas puskesmas yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring.

3.5.2. Variabel Dependen

Pengetahuan Ibu tentang pemberian Imunisasi Campak pada bayi.

Definisi Operasional dari Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak adalah segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang penyakit campak dan pemberian imunisasi campak pada bayi.

Pengetahuan ibu mengenai penyakit campak meliputi definisi penyakit campak, penyebab penyakit campak, manifestasi klinik penyakit campak, cara penularan penyakit campak, dan komplikasi penyakit campak.

Pengetahuan ibu mengenai imunisasi campak meliputi pengertian imunisasi, manfaat imunisasi campak, usia pemberian imunisasi campak pada bayi, dosis dan cara pemberian imunisasi campak, berapa kali pemberian imunisasi campak pada bayi, kontra indikasi pemberian imunisasi campak, efek samping imunisasi campak dan tempat untuk mendapatkan imunisasi campak.


(59)

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel KIE

Tabel 3.2. Metode Pengukuran Variabel KIE

No. Variabel Jumlah Pelaksanaan Bobot Nilai Skala Ukur Observasi

1. Perencanaan 8 a. tidak dilaksanakan 0 nominal b. dilaksanakan 1

2. Pelaksanaan

a. materi 16 a. tidak dilaksanakan 0 nominal b. dilaksanakan 1

b. peserta ngobrol 1 ≥ 75% s/d 100% 0 ordinal

≥ 50% s/d 75% 1

≥ 25% s/d 50% 2

˂ 25% 3

0 4

c. peserta pulang 1 ≥ 75% s/d 100% 0

≥ 50% s/d 75% 1 ordinal

≥ 25% s/d 50% 2

˂ 25% 3

0 4

d. peserta hadir 1 ˂25% 0 ordinal

≥ 25% s/d 50% 1

≥ 50% s/d 75% 2

≥ 75% s/d 100% 3

≥ 100% 4

e. menjawab 1 tidak menjawab 0 ordinal ˂ 25% menjawab 1

≥ 25% s/d 50% menjawab 2 ≥ 50 s/d 75% menjawab 3

≥ 75% menjawab 4

f. Tepat waktu 1 a. tidak tepat waktu 0 nominal b. tepat waktu 1

g. kelengkapan 1 a. tidak lengkap 0 nominal b. lengkap 1

h. kesempatan 1 a. tidak diberikan 0 nominal bertanya b. diberikan 1


(60)

i. ada yg bertanya 1 a. tidak ada bertanya 0 nominal b. ada bertanya 1

Tabel 3.2 Lanjutan

j. partisipasi peserta 1 a. > 50% 3 ordinal

b. 25-50% 2

c. 25% 1

d. 0 0

k. pengulangan materi 1 1 kali 1 ordinal

2 kali 2

≥ 3 kali 3

3. Monitoring 1 a. tidak baik 0 ordinal

b. kurang 1

c. cukup 2

d. baik 3

e. sangat baik 4

3.6.2. Pengukuran Variabel Pengetahuan Ibu

Variabel dependennya adalah pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi. Pengukuran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi menggunakan kuesioner yang berisikan 18 pertanyaan. Bila jawaban benar diberi nilai 1 dan jika jawaban salah diberi nilai 0.

3.7. Metode Analisis Data

Data primer dan sekunder yang telah diperoleh dianalisis melalui proses pengolahan data yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Editing, penyuntingan data yang dilakukan untuk menghindari kesalahan atau kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi.

2. Coding, pemberian kode dan skorsing pada tiap jawaban untuk memudahkan proses entri data.


(61)

3. Entri data, memasukan data ke komputer.

Untuk melihat pengaruh KIE terhadap pengetahuan di masing-masing desa digunakan uji t. Syarat untuk melakukan uji t data harus berdistribusi normal. Jika tidak terpenuhi maka dilakukan uji Wilcoxon.

Untuk melihat pengaruh KIE terhadap pengetahuan di ketiga desa digunakan Uji Anova. Anova merupakan suatu model analisis komparatif yang berfungsi untuk menguji signifikasi perbedaan mean atau nilai rata-rata antara dua kelompok atau lebih atau untuk menguji signifikasi perbedaan mean atau nilai rata-rata dua pengamatan ulang atau lebih. Dalam penelitian ini digunakan Uji One Way Anova karena variabel independen hanya satu.

Syarat untuk melakukan uji ANOVA adalah distribusi data harus normal dan varians data harus sama. Jika tidak terpenuhi maka dilakukan uji Kruskal Wallis. Jika hasil uji Kruskal Wallis terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan melakukan uji Mann Whitney untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda.


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Besar 4.1.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam wilayah Propinsi Aceh. Kedudukannya berada pada meredian bumi antara 5,2°-5,8° Lintang Utara dan 95,0°-95,8° Bujur Timur. Topografi wilayahnya terdiri dari perbukitan, dataran rendah dan garis pantai dengan ketinggian antara 0-1500 mdpl. Oleh karena kedudukannya di jalur khatulistiwa, curah hujan di kabupaten ini tergolong tinggi yaitu antara 11-304 mm pertahun dengan suhu udara berkisar 21-33°C.

Luas wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah 2.974,12 km2 yang terbagi atas 23 kecamatan, 68 Mukim dan 604 Gampong. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Seulimum dengan luas wilayah 487,04 km2 atau sekitar 16% dari luas wilayah Kabupaten Aceh Besar sedangkan kecamatan yang paling kecil adalah Kecamatan Kreung Barona Jaya seluas 9,06 km2

• Sebelah utara berbatasan dengan Kota Banda Aceh/Selat Malaka

atau 0,3% dari luas wilayah Kabupaten Aceh Besar. Sekitar 10% gampong di kabupaten ini berada di daerah pesisir. Adapun batas-batas Kabupaten Aceh Besar sebagai berikut:

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya • Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie


(63)

• Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia

4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2010 adalah 359.225 jiwa. Jumlah laki-laki sebanyak 175,616 dan perempuan 166,921 jiwa dengan perbandingan jenis kelamin (sex ratio) 105,21 sedangkan rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4,26. Tingkat kelahiran kasar (CBR) pada tahun 2010 masih sama dengan tahun 2009 yakni sebesar 19. Tingkat dependency ratio tahun 2009 sebesar 54,5% yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia produktif harus menanggung 54 jiwa penduduk tidak produktif.

4.1.3 Situasi Derajat Kependidikan dan Ekonomi

Tingkat pendidikan rata-rata penduduk usia 10 tahun ke atas di Kabupaten Aceh Besar tergolong rendah oleh karena 22,43% penduduk hanya menyelesaikan Sekolah Dasar sedangkan yang mencapai Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) sebesar 28,67% dan mencapai perguruan tinggi hanya 9,2%. Pada tahun 2010 persentase penduduk yang melek huruf sudah setara dengan 98,0%.

Oleh karena tingkat pendidikan rata-rata penduduk yang rendah, maka tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki juga rendah sehingga kebanyakan penduduk hanya mendapatkan pekerjaan di sektor pertanian tradisional. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani (penggarap) dan pedagang, situasi ini menyebabkan jumlah penduduk miskin di kabupaten ini tetap tinggi. Pada tahun 2008


(64)

jumlah penduduk miskin menurut proyeksi BPS sebanyak 21,52%, menurun jadi 20,09% pada 2009 sedangkan pada 2010 sebesar 18,8% atau 65.842 jiwa.

4.1.4 Situasi Kesehatan

Situasi derajat kesehatan Kabupaten Aceh Besar, antara lain angka kematian bayi sebesar 1 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Angka kematian Ibu di Kabupaten Aceh Besar mencapai 87/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.

Indek Pembangunan Manusia (IPM) dapat diukur dari 3 variabel yakni rata-rata usia harapan hidup, proporsi penduduk melek huruf dan standar hidup (purchasing power parity). Menurut laporan UNDP (2009), IPM Propinsi Aceh berada pada peringkat 17 nasional. Tingkat konsumsi kalori dan protein masyarakat rata-rata perkapita berada di bawah angka kecukupan nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa ada permasalahan serius dengan status gizi masyarakat di kawasan ini. Dari laporan Riskesdas (2007) diketahui jumlah kasus stunting 32%. Pada tahun 2010 jumlah kasus BBLR sebanyak 13 dari 6.899 kelahiran hidup.

Pada tahun 2010 dari 31.735 jumlah balita hanya 58,79% yang timbang dengan jumlah balita dengan gizi buruk sebanyak 423 kasus atau 2,27%, lebih rendah dari rata-rata nasional.

4.1.5 Situasi Unit Pelayanan Kesehatan

Kabupaten Aceh Besar memiliki 25 unit puskesmas induk dan 71 unit puskesmas pembantu milik pemerintah tersebar di 23 kecamatan. Kecamatan Peukan Bada dan Kecamatan Seulimum mendapatkan 2 unit puskesmas induk sementara


(65)

kecamatan lainnya hanya memiliki 1 unit. Dilain sisi jumlah layanan kesehatan yang dimiliki swasta adalah 119 praktek dokter, 13 praktek bidan dan 8 praktek perawat. 4.1.5.1 Puskesmas Indrapuri

Wilayah kerja Puskesmas Indrapuri seluas 285.25 km2

4.1.5.2 Puskesmas Seulimum

, ada 51 desa dan satu kelurahan dibawah binaan Puskesmas Indrapuri dengan jumlah penduduk 19.663 jiwa dengan jumlah rumah tangga 4.595. Jumlah posyandu di wilayah kerja Puskesmas Indrapuri ada 52 posyandu.

Wilayah kerja Puskesmas Seulimum seluas 487.26 km2

4.1.5.3 Puskesmas Kuta Chot Glie

, ada 34 desa dan satu kelurahan dibawah binaan Puskesmas Seulimum dengan jumlah penduduk 21.638 jiwa dengan jumlah rumah tangga 4.954. Jumlah posyandu di wilayah kerja Puskesmas Seulimum ada 36 posyandu.

Wilayah kerja Puskesmas Kuta Chot Glie seluas 230.25 km2, ada 32 desa dibawah binaan Puskesmas Kuta Chot Glie dengan jumlah penduduk 12.317 jiwa dengan jumlah rumah tangga 2.963. Jumlah posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kuta Chot Glie ada 34 posyandu.

4.2 Karakteristik Responden

Tabel 4.1. Karakteristik Responden di Desa Meure Lam Glumpang

No Karakteristik Responden Frekuensi (%)

1. Tingkat Pendidikan


(1)

Membuang Lembah Medis Padat Di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010. Pada keimpulan penelitian ini terdapat perbedaan rerata nilai pengetahuan perawat sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah dalam membuang limbah medis padat yaitu p < 0,001. Dan juga sesuai dengan Penelitian Jayanti yang berjudul Efektivitas Penyuluhan dan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010. Pada kesimpulan dinyatakan ada perubahan pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk sebelum dan sesudah diberi penyuluhan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 (p < 0,0001).

5.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan yang tidak dapat dihindari. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah pada saat pelaksanaan pretest dan posttest peneliti tidak dapat menjarangkan tempat duduk responden karena kondisi tempat dan fasilitas yang tidak memungkinkan sehingga antara responden dapat saling bertukar pikiran dalam menjawab pertanyaan.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. KIE yang dilakukan oleh petugas puskesmas merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi.

2. Ada hubungan antara mutu pelaksanaan KIE dengan peningkatan pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi campak pada bayi.

6.2 Saran

1. Disarankan kepada pimpinan puskesmas pelaksanaan KIE hendaklah dilakukan oleh aparat puskesmas terhadap sasaran yang ada di wilayah kerja puskesmas untuk melaksanakan KIE diperlukan SDM komunikator terampil dalam penyampaian materi kesehatan sehingga dapat tampil percaya diri, tidak monoton dan selalu berusaha tampil dengan penguasaan materi yang baik sehingga peserta tertarik dan tidak bosan pada materi dan materi mengenai kesehatan terus diperbaruhi.

2. Bagi komunikator di puskesmas

• Selalu berusaha mengikutkan partisipasi peserta dalam setiap acara KIE dengan cara memberi kesempatan peserta untuk bertanya, hal ini untuk menghidupkan suasana agar tidak membosankan, dengan


(3)

memberi kesempatan bertanya pada peserta kita dapat mengetahui peserta itu tertarik atau tidak terhadap acara KIE hal ini berpengaruh pada perubahan pengetahuan.

• Dalam memberikan materi, bahan materi jangan terlalu banyak agar mudah di mengerti peserta jika perlu penyampaian materi dilakukan berulang kali agar peserta mengerti, ini karena peserta KIE dapat berasal dari berbagai tingkat pendidikan atau berbagai karakteristik peserta yang belum tentu dapat mengerti dalam satu kali penyampaian. • Dalam penyampaian materi menggunakan bahasa sehari-hari dan

sederhana bahkan kalau perlu menggunakan bahasa daerah agar mudah dipahami oleh peserta.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., 2002. Pengetahuan Sikap dan perilaku Ibu bekerja dan tidak bekerja tentang immunisasi, Medan. http//Library.USU. ac.id.modules.php.op = Modload. Diakses 16 Januari 2009.

Ali, Z., 2010. Dasar-Dasar Pendidikan Kesehatan Masyarakat dan Promosi Kesehatan. Trans Info Media, Jakarta.

Bappenas RI, 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Bappenas, Jakarta.

Cook, DT., Campbell, TD., 1979. Quasi Experimentation Design and Analysis Issues For Field Setting. Houghton Mifflin Company, Boston.

Dahlan, MS,. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Salemba Medika. Jakarta.

Depkes RI, 1993. Pedoman KIE Usaha Perbaikan Gizi Keluarga, Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta.

, 2002. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi. Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

, 2008. Pelatihan Imunisasi Dasar Bagi Pelaksana Imunisasi/Bidan,Jakarta. Dinas Kesehatan Aceh, 2011. Advokasi Lintas Sektor Program Imunisasi Kabupaten

Aceh Utara, Banda Aceh.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2011. Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, Aceh.

Elfindri, Machmud, Rizanda, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan, Baduose Media, Jakarta.

Hanim, Diffah, Sumardiyono, Indrayanto, Yoseph. Wicaksono, Bagus. Hermawansyah, Teguh, 2011. Komunikasi Informasi Edukasi PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Solo. (Online). ( . di akses 07 Maret 2012).


(5)

Harahap, Y., 2010. Efektivitas Metode Diskusi dan Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Membuang Lembah Medis Padat di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hartati, E., 2008. Pengaruh Faktor Perilaku Masyarakat Terhadap Perolehan Imunisasi Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hasanah, Z., 2010. Perubahan Perilaku Sebagai Dampak Adanya Promosi Kesehatan. Surabaya. FK UNAIR. http://zumrohhasanah. wordpress. com/2010/07/06/ makalah-perubahan-perilaku-sebagai-dampak-adanya-promosi-kesehatan/ Jayanti, C.,2010. Efektivitas Penyuluhan dan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan

dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

.

Kemenkes RI., 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Pusat Data Surveilans Epidemiologi Dan Detjen Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Lisnawati, L., 2011. Generasi Sehat Melalui Imunisasi, Trans Info Media, Jakarta.

Maldorado, Yvonne, 1996. Campak (Rubeola).Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15, Vol. 2. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Maryanti, H., Suhaimi., Yusuf., Zulfian., Emiralda., Sulasmi., Yessi, S., Irvan, M., Fatah, A., Safrida, E., Yani, M., 2010. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2010, Dinas Kesehatan Aceh, Aceh.

Notoatmodjo, S., 1981. Komponen Pendidikan pada Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. , S., 2007.Kesehatan Masyarakat dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta. , S., 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Priyatno. D., 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS, Media Kom, Yogyakarta.


(6)

Proverawati, A., Andhini, DS., 2010. Imunisasi dan Vaksinasi, Numed, Yogyakarta. Purnamaningrum, EY., 2010. Buku Saku Penuntun Imunisasi Dasar, Fitramaya,

Yogyakarta.

Ranuh, Suyitno, Hadinegoro, Kartasasmita dkk, 2011. Pedoman Imunisasi Di Indonesia Edisi Keempat. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,

Jakarta.

Ratnawati, 1990. Analisis Varians ( ANOVA ) Untuk Masalah – Masalah Politik dan Pemerintahan. Liberty, Yogyakarta.

Rosita, R., Soepardi, J., Hasnawati, dkk, Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Jakarta. diakses 17 April 2012, hal 98.

Setiana, L., 2005. Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia Indonesia, Bogor.

Septenia, S., 2010. Pengaruh Pengetahuan dan Sosial Ekonomi Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi Campak pada Balita Di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjungpura Kabupaten Langkat 2010. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Starawaji, 2009. http://wordpress.com/2009/05/01/pengertian-efektivitas/. Diakses pada tanggal 10 November 2009, jam 18.00 WIB).

Trimanah, 2004. Strategi Komunikasi Informasi dan Edukasi Program Pencegahan Penularan HIV Melalui Narkoba Jenis IDU, Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

Waisbord, S., Carson, H.J., 2005. Why Invest in Communication For Immunization Evidence and Lessons Learned. US AID. Amerika. (Communication For Immunization,pdf) (diakses tanggal 14 Februari 2012).

Wisnuwijoyo, Prihatmo, A., 2004. Pengelolaan Vaksin, Penatalaksanaan Imunisasi Campak dan Efikasi Vaksin Campak di Kabupaten Sukoharjo,(online), Februari 2012).