6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Untuk mendapatkan kesempurnaan dalam perencanaan pekerjaan diperlukan suatu tinjauan pustaka. Dengan tinjauan pustaka diharapkan mampu
memberi kontribusi yang besar terhadap sebuah perancangan suatu pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin banyak tinjauan pustaka yang
dibutuhkan semakin mendekati sempurna pula sebuah perencanaan pekerjaan. Analisis tinggi muka air dan daerah genangan banjir sungai Krueng Pase
Kabupaten Aceh Utara menggunakan software HEC-RAS, memerlukan tinjauan pustaka untuk mengetahui dasar-dasar teori dalam berbagai analisa yang
diperlukan. Dasar-dasar teori ini nantinya akan menjadi acuan dalam analisis muka air banjir.
2.2 Analisa Hidrologi
Untuk menyelesaikan permasalahan banjir pada pada saluran-saluran drainase dibutuhkan analisa hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber
air yang akan dialirkan pada sistem saluran dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya saluran menampung air hujan tersebut. Desain hidrologi sangat
diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran.
2.2.1 Siklus Hidrologi
Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi. Suripin, 2004. Pemanasan air samudera oleh sinar
Universitas Sumatera Utara
7
matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk
hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju sleet, hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas
atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu
dalam tiga cara yang berbeda: •
Evaporasi transpirasi; Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya kemudian akan menguap ke angkasa atmosfer dan
kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air awan itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun precipitation dalam
bentuk hujan, salju dan es. •
Infiltrasi perkolasi ke dalam tanah; Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat
bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali
sistem air permukaan. •
Air Permukaan; Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau, makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka
aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir
maupun yang tergenang danau, waduk, rawa, dan sebagian air bawah
Universitas Sumatera Utara
8
permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen
siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai DAS.
2.2.2 Analisa Curah Hujan Rencana
Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis,
Gambar 2.4 Siklus Hidrologi
Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 20 dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama
satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung
intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit rencana.
Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi juga distribusi jam jaman
Universitas Sumatera Utara
9
atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuen dalam pemilihan data, dan dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur
otomatis.
2.2.3 Analisa Frekuensi Curah Hujan
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi. Berikut ini empat jenis
distribusi frekuensi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi: -
Distribusi Normal -
Distribusi Log Normal -
Distribusi Log Person III -
Distribusi Gumbel.
2.2.3.1 Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Perhitungan curah hujan rencana menurut metode distribusi normal, mempunyai
persamaan sebagai berikut: X = X + K S
2.1 Dimana :
S X
X K
T T
− =
2.2 Dimana :
X
T
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan.
X = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai variat,
Universitas Sumatera Utara
10
K
T
= faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang
digunakan untuk analisis peluang. Untuk mempermudah perhitungan, nilai faktor frekuensi K
T
umumya sudah tersedia dalam tabel, disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss
Variable reduced Gauss, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Nilai Variabel Reduksi Gauss
No. Periode ulang,T
tahun Peluang
K
T
1 1,001
0,999 -3,05
2 1,005
0,995 -2,58
3 1,010
0,990 -2,33
4 1,050
0,950 -1,64
5 1,110
0,900 -1,28
6 1,250
0,800 -0,84
7 1,330
0,750 -0,67
8 1,430
0,700 -0,52
9 1,670
0,600 -0,25
10 2,000
0,500 11
2,500 0,400
0,25 12
3,330 0,300
0,52 13
4,000 0,250
0,67 14
5,000 0,200
0,84 15
10,000 0,100
1,28 16
20,000 0,050
1,64 17
50,000 0,020
2,05 18
100,000 0,010
2,33 19
200,000 0,005
2,58 20
500,000 0,002
2,88 21
1000,000 0,001
3,09 Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 37
2.2.3.2 Distribusi Log Normal
Dalam distribusi Log Normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik Y = log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X
Universitas Sumatera Utara
11
dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Untuk distribusi Log Normal perhitungan curah hujan rencana menggunakan persamaan berikut ini:
S K
Y Y
T T
+ =
2.3
S Y
Y K
T T
− =
2.4 Dimana:
Y
T
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan, Y = nilai rata-rata hitung variat,
S = deviasi standar nilai vatiat,dan
K
T
= Faktor Frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik disrtibusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang.
2.2.3.3 Distribusi Log Pearson III
Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Log Pearson III, mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut:
- Ubah data dalam bentuk logaritmis, X = Log X
- Hitung harga rata-rata:
n logX
X log
n 1
i i
∑
=
= 2.5
- Hitung harga simpangan baku :
5 .
n 1
i 2
i
1 n
X log
logX s
− −
=
∑
=
2.6
Universitas Sumatera Utara
12
- Hitung koefisien kemencengan :
3 n
1 i
3 i
s 2
n 1
n X
log logX
G −
− −
=
∑
=
2.7 -
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :
K.s X
log logX
T
+ =
2.8 Dimana K adalah variabel standar standardized variable untuk X yang
besarnya tergantung koefisien kemencengan G. tabel 2.2 memperlihatkan harga k untuk berbagai nilai kemencengan G.
Universitas Sumatera Utara
13
Interval kejadian Recurrence interval, tahun periode ulang 1,0101
1,2500 2
5 10
25 50
100 Koef,G
Persentase peluang terlampaui Percent chance of being exceeded 99
80 50
20 10
4 2
1 3,0
2,8 2,6
2,4 2,2
-0,667 -0,714
-0,769 -0,832
-0,905 -0,636
-0,666 -0,696
-0,725 -0,752
-0,396 -0,384
-0,368 -0,351
-0,330 0,420
0,460 0,499
0,537 0,574
1,180 1,210
1,238 1,262
1,284 2,278
2,275 2,267
2,256 2,240
3,152 3,114
3,071 3,023
2,970 4,051
3,973 2,889
3,800 3,705
2,0 1,8
1,6 1,4
1,2 -0,990
-1,087 -1,197
-1,318 -1,449
-0,777 -0,799
-0,817 -0,832
-0,844 -0,307
-0,282 -0,254
-0,225 -0,195
0,609 0,643
0,675 0,705
0,732 1,302
1,318 1,329
1,337 1,340
2,219 2,193
2,163 2,128
2,087 2,192
2,848 2,780
2,706 2,626
3,605 3,499
3,388 3,271
3,149
1,0 0,8
0,6 0,4
0,2 -1,588
-1,733 -1,880
-2,029 -2,178
-0,852 -0,856
-0,857 -0,855
-0,850 -0,164
-0,132 -0,099
-0,066 -0,033
0,758 0,780
0,800 0,816
0,830 1,340
1,336 1,328
1,317 1,301
2,043 1,993
1,939 1,880
1,818 2,542
2,453 2,359
2,261 2,159
3,022 2,891
2,755 2,615
2,472
0,0 -0,2
-0,4 -0,6
-0,8 -2,326
-2,472 -2,615
-2,755 -2,891
-0,842 -0,830
-0,816 -0,800
-0,780 0,000
0,033 0,066
0,099 0,132
0,842 0,850
0,855 0,857
0,856 1,282
1,258 1,231
1,200
1,166 1,751
1,680 1,606
1,528
1,448 2,051
1,945 1,834
1,720
1,606 2,326
2,178 2,029
1,880
1,733 -1,0
-1,2 -1,4
-1,6 -1,8
-3,022 -2,149
-2,271 -2,388
-3,499 -0,758
-0,732 -0,705
-0,675 -0,643
0,164 0,195
0,225 0,254
0,282 0,852
0,844 0,832
0,817 0,799
1,128 1,086
1,041 0,994
0,945 1,366
1,282 1,198
1,116
1,035 1,492
1,379 1,270
1,166
1,069 1,588
1,449 1,318
1,197
1,087 -2,0
-2,2 -2,4
-2,6 -2,8
-3,0 -3,605
-3,705 -3,800
-3,889 -3,973
-7,051 -0,609
-0,574 -0,537
-0,490 -0,469
-0,420 0,307
0,330 0,351
0,368 0,384
0,396 0,777
0,752 0,725
0,696 0,666
0,636 0,895
0,844 0,795
0,747 0,702
0,660 0,959
0,888 0,823
0,764 0,712
0,666 0,980
0,900 0,830
0,768 0,714
0,666 0,990
0,905 0,832
0,769 0,714
0,667
Tabel 2.2 Nilai K untuk distribusi Log-Person III
Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 43
Universitas Sumatera Utara
14
2.2.3.4 Distribusi Gumbel
Perhitungan curah
hujan rencana
menurut Metode
Gumbel, mempunyai perumusan sebagai berikut:
S.K X
X +
=
2.9 Dimana :
X = harga rata-rata sampel, S
= standar deviasi simpangan baku sampel. Nilai K faktor probabilitas untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat
dinyatakan dalam persamaan:
n n
Tr
S Y
Y K
− =
2.10
Dimana : Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sample data n Tabel 2.3
Sn = reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sample data n Tabel 2.4
Y
Tr
= reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini.
− −
− =
r r
Tr
T 1
T ln
ln Y
2.11
Tabel 2.5 memperlihatkan hubungan antara reduced variate dengan periode ulang.
Universitas Sumatera Utara
15
Tabel 2.3 Reduced Mean, Yn
Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 51
Tabel 2.4 Reduced Standard Deviation, Sn
Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52
Tabel 2.5 Reduced variate, Y
Tr
sebagai fungsi periode ulang Periode Ulang, Tr
tahun Reduced variate
Y
Tr
Periode ulang, Tr tahun
Reduced variate Y
tr
2 0,3668
100 4,6012
5 1,5004
200 5,2969
10 2,2510
250 5,5206
20 2,9709
500 6,2149
25 3,1993
1000 6,9087
50 3,9028
5000 8,5188
75 4,3117
10000 9,2121
Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan: 52 N
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 0,495
2 0,499
6 0,503
5 0,507
0,510 0,512
8 0,515
7 0,518
1 0,520
2 0,522
20 0,523 6
0,525 2
0,526 8
0,528 3
0,529 6
0,530 9
0,532 0,533
2 0,534
3 0,535
3 30 0,536
2 0,537
1 0,538
0,538 8
0,839 6
0,540 3
0,541 0,541
8 0,542
4 0,543
6 40 0,543
6 0,544
2 0,544
8 0,545
3 0,545
8 0,546
3 0,546
8 0,547
3 0,547
7 0,548
1 50 0,548
5 0,548
9 0,549
3 0,549
7 0,550
1 0,550
4 0,550
8 0,551
1 0,551
5 0,551
8 60 0,552
1 0,552
4 0,552
7 0,553
0,553 3
0,553 5
0,553 8
0,554 0,554
3 0,554
5 70 0,554
8 0,555
0,555 2
0,555 5
0,555 7
0,555 9
0,556 1
0,556 3
0,556 5
0,556 7
80 0,556 9
0,557 0,557
2 0,557
4 0,557
6 0,557
8 0,558
0,558 1
0,558 3
0,558 5
90 0,558 6
0,558 7
0,558 9
0,559 1
0,559 2
0,559 3
0,559 5
0,559 6
0,559 8
0,559 9
10 0,560
0,560 2
0,560 3
0,560 4
0,560 6
0,560 7
0,560 8
0,560 9
0,561 0,561
1
N 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 0,949 6
0,967 6
0,983 3
0,997 1
1,009 5
1,020 6
1,031 6
1,041 1
1,049 3
1,056 5
20 1,062 8
1,069 6
1,075 4
1,081 1
1,086 4
1,091 5
1,096 1
1,100 4
1,104 7
1,108 30 1,112
4 1,115
9 1,119
3 1,122
6 1,125
5 1,128
5 1,131
3 1,133
9 1,136
3 1,138
8 40 1,141
3 1,143
6 1,145
8 1,148
1,149 9
1,151 9
1,153 8
1,155 7
1,157 4
1,159 50 1,160
7 1,162
3 1,163
8 1,165
8 1,166
7 1,168
1 1,169
6 1,170
8 1,172
1 1,173
4 60 1,174
7 1,175
9 1,177
1,178 2
1,179 3
1,180 3
1,181 4
1,182 4
1,183 4
1,184 4
70 1,185 4
1,186 3
1,187 3
1,188 1
1,189 1,189
8 1,190
6 1,191
5 1,192
3 1,193
80 1,193 8
1,194 5
1,195 3
1,195 9
1,196 7
1,197 3
1,198 1,198
7 1,199
4 1,200
1 90 1,200
7 1,201
3 1,202
1,202 6
1,203 2
1,203 8
1,204 4
1,204 9
1,205 5
1,206 10
1,206 5
1,206 9
1,207 3
1,207 7
1,208 1
1,208 4
1,208 7
1,209 1,209
3 1,209
6
Universitas Sumatera Utara
16
2.2.4 Uji Distribusi Probabilitas
Uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik
sampel data yang dianalisis.I.M.Kamiana, 2011
2.2.4.1 Metode Chi-Kuadrat
Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan metode uji chi-kuadrat adalah sebagai berikut :
∑
=
− =
n 1
i f
2 f
f 2
E E
O χ
2.12
Dimana : χ
2
= Parameter chi-kuadrat terhitung. E
f
= Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya. O
f
= Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama. n
= jumlah sub kelompok. Derajat nyata atau derajat kepercayaan α tertentu yang sering diambil adalah
5. Derajat kebebasan Dk dihitung dengan rumus : Dk = K – p+1
2.13 K = 1 + 3,3 log n
2.14
Universitas Sumatera Utara
17
Dimana : Dk
= derajat kebebasan. P
= banyaknya parameter, untuk uji chi-kuadrat adalah 2 K
= jumlah kelas distribusi n
= banyaknya data Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipaki untuk menentukan curah
hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan maksimumterkecil dan lebih kecildari simpangan kritis atau dirumuskan sebagai
berikut : χ
2
χ
2 cr
2.15 Dimana :
χ
2
= parameter chi-kuadrat terhitung. χ
2 cr
= parameter chi-kuadrat kritis tabel 2.6 Prosedur perhitungan dengan menggunakan dengan metode chi-kuadrat adalah
sebagai berikut : •
Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya. •
Menghitung jumlah kelas. •
Menghitung derajat kebebasan Dk dan χ
2 cr
• Menghitung kelas distribusi.
• Menghitung interval kelas.
• Perhitungan nilai χ
2
. •
Bandingkan nilai χ
2
terhadap χ
2 cr
.
Universitas Sumatera Utara
18
Tabel 2.6 tabel nilai parameter Chi-Kuadrat Kritis, χ
2 cr
Dk α Derajat Kepercayaan
0,995 0,99
0,975 0,95
0,05 0,025
0,01 0,005
1 0,0000393
0,000157 0,000982
0,00393 3,841
5,024 6,635
7,879 2
0,0100 0,0201
0,0506 0,103
5,991 7,378
9,210 10,597
3 0,0717
0,115 0,216
0,352 7,815
9.,48 11,345
12,838 4
0,207 0,297
0,484 0,711
9,488 11,143
13,277 14,860
5 0,412
0,554 0,831
1,145 11,070
12,832 15,086
16,750 6
0,676 0,872
1,237 1,635
12,592 14,449
16,812 18,548
7 0,989
1,239 1,69
2,167 14,067
16,013 18,475
20,278 8
1,344 1,646
2,18 2,733
15,507 17,535
20,09 21,955
9 1,735
2,088 2,7
3,325 16,919
19,023 21,666
23,589 10
2,156 2,558
3,247 3,940
18,307 20,483
23,209 25,188
11 2,603
3,053 3,816
4,575 19,675
21,492 24,725
26,757 12
3,074 3,571
4,404 5,226
21,026 23,337
26,217 28,300
13 3,565
4,107 5,009
5,892 22,362
24,736 27,688
29,819 14
4,075 4,660
5,629 6,571
23,685 26,119
29,141 31,319
15 4,601
5,229 6,161
7,261 24,996
27,488 30,578
32,801 16
5,142 5,812
6,908 7,962
26,296 28,845
32,000 34,267
17 5,697
6,408 7,564
8,672 27,587
30,191 33,409
35,718 18
6,265 7,015
8,231 9.,90
28,869 31,526
34,805 37,156
19 6,844
7,633 8,907
10,117 30,144
32,852 36,191
38,582 20
7,434 8,260
9,591 10,851
31,410 34,17
37,566 39,997
21 8,034
8,897 10,283
11,591 32,671
35,479 38,932
41,401 22
8,643 9,542
10,982 12,338
33,924 36,781
40,289 42,796
23 9,260
10,196 11,689
13,091 36,172
38,076 41,638
44,181 24
9,886 10,856
12,401 13,848
36,415 39,364
42,980 45,558
25 10,52
11,524 13,120
14,611 37,652
40,646 44,314
46,928 26
11,16 12,198
13,844 15,379
38,885 41,923
45,642 48,290
27 11,808
12,879 14,573
16,151 40,113
43,194 46,963
49,645 28
12,461 13,565
15,308 16,928
41,337 44,461
48,278 50,993
29 13,121
14,256 16,047
17,708 42,557
45,722 49,588
52,336 30
13,787 14,953
16,791 18,493
43,773 46,979
50,892 53,672
Sumber : Soewarno 1995
Universitas Sumatera Utara
19
2.2.4.2 Metode Smirnov-Kolmogorof
Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-Kolmogorof dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
• Urutkan data X
i
dari besar ke kecil atau sebaliknya. •
Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut PX
i
dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya :
1 n
i PX
i
+ =
2.16
Dimana : n = jumlah data.
i = nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya. •
Tentukan peluang teoritis masing – masing data yang sudah di urut tersebut P’ X
i
berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang diplih Gumbel, Normal, dan sebagainya.
• Hitung selisih ∆P
i
antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang sudah diurut :
∆P
i
= PX
i
–P’ X
i
2.17 5. Tentukan apakah ∆P
i
∆P kritis, jika “tidak” artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
6. ∆P kritis lihat tabel 2.7
Universitas Sumatera Utara
20
n α Derajat Kepercayaan
0,2 0,1
0,05 0.01
5 0,45
0,51 0,56
0,67 10
0,32 0,37
0,41 0,49
15 0,27
0,30 0,34
0,40 20
0,23 0,26
0,29 0,36
25 0,21
0,24 0,27
0,32 30
0,19 0,22
0,24 0,29
35 0,18
0,20 0,23
0,27 40
0,17 0,19
0,21 0,25
45 0,16
0,18 0,20
0,24 50
0,15 0,17
0,19 0,23
n50 1,07n
1,22n 1,36n
1,693n
Sumber : Soewarno 1995
2.3 Intensitas Hujan Rencana
Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Wesli, 2008. Sifat umum hujan adalah
makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.Suripin, 2004.
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan
dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam- jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan
menggunakan alat pencatat hujan otomatis. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat
dihitung dengan rumus Mononobe.
23 24
t 24
24 R
I
=
2.18
Tabel 2.7 tabel nilai Δ P kritis Smirnov-Kolgomorof
Universitas Sumatera Utara
21
Dimana: I
= Intensitas hujan mmjam t
= Lamanya hujan jam R
24
= Curah hujan maksimum dalam 24 jam mm.
2.5.4 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS
Titik Kontrol setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi t
c
adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich 1940, yang ditulis sebagai berikut.
t
c
= 0,87 x L 21000 x S x 0,385 2.19
dimana: L: Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras km.
S: Kemiringan rata-rata saluran utama dalam mm. Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua
komponen yaitu: 1.
Inlet time t
yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat.
2. Conduit time
t
d
yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik keluaran.
t
c
= t + t
d
2.20
Universitas Sumatera Utara
22
dimana: t
: 23 x 3,28 x L x nS menit t
d
: L
s
60 V menit, n
: Angka kekasaranManning, L
s
: Panjang lintasan aliran di dalam salurasungai m.
2.5.5 Koefisien Aliran Pengaliran
Koefisien pengaliran C didefinisikan sebagai nisbah antara aliran permukaan terhadap intensitas hujan Suripin, 2004. Faktor ini merupakan
variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas. Berikut disajikan
koefisien pengaliran C pada tabel 2.8.
Tabel 2.8 Koefisien Pengaliran, C
Diskripsi lahankarakter permukaan Koefisien aliran, C
Business
perkotaan 0,70 - 0,95
pinggiran 0,50 - 0,70
Perumahan
rumah tunggal 0,30 - 0,50
multiunit, terpisah 0,40 - 0,60
multiunit, tergabung 0,60 - 0,75
perkampungan 0,25 - 0,40
apartemen 0,50 - 0,70
Industri
ringan 0,50 - 0,80
berat 0,60 - 0,90
Perkerasan
aspal dan beton 0,70 - 0,95
batu bata, paving 0,50 - 0,70
Atap 0,75 - 0,95
Halaman, tanah berpasir
datar, 2 0,05 - 0,10
rata-rata, 2 - 7 0,10 - 0,15
curam, 7 0,15 - 0,20
Halaman, tanah berat
Universitas Sumatera Utara
23
datar, 2 0,13 - 0,17
rata-rata, 2 - 7 0,18 - 0,22
curam, 7 0,25 - 0,35
Halaman kereta api
0,10 - 0,35
Taman tempat bermain 0,20 - 0,35
Taman, perkuburan
0,10 - 0,25
Hutan
datar, 0 - 5 0,10 - 0,40
bergelombang, 5 - 10 0,25 - 0,50
berbukit, 10 - 30 0,30 - 0,60
Sumber : Suripin 2004
2.6 Perhitungan Debit Banjir Hidrograf Satuan Sintesis Nakayasu
Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai stasiun hidrometri pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh
pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya
pemasangannya juga tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri.
Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data.
Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.
Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak digunakan cara cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas
persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan.Namun dari penelitian terbukti bahwa cara cara seperti Melchior, Der
Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2 - 80, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89, 85 dan 56.
Universitas Sumatera Utara
24
Selain itu tercatat pula bahwa 77 dari kasus yang ditinjau menunjukkan perkiraan lebih overestimated. Cara - cara rasional untuk memperkirakan banjir
yang mendapatkan kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan runoff coefficient
mengundang subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah satu faktor penyebab penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien
reduksi reduction coefficient. Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil, kurang dari 80 hektar, atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun
yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak
akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan
dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai.
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut.Cara ini dapat digunakan disembarang
lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan
hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan
data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 2.4 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Nakayasu 1950 telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan
sebagai berikut: 1.
Waktu kelambatan t
g
, rumusnya: untuk L 15
: = 0,4 + 0, 058
2.22 untuk L 15
: = 0,21
,
2.23 2.
Waktu pucak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
= + 0,8
2.24 3.
Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:
,
= 2.25
4. Waktu puncak
= + 0,8
2.26
Lengkung Turun Lengkung Naik
0.8 Tr Tg
t Q
t Qp
0.3 Qp 0.3
Tp T
0.3
1.5T
0.3
Universitas Sumatera Utara
26
5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
=
, ,
,
2.27
6. Bagian lengkung naik 0 t tp
=
,
2.28
7. Bagian lengkung turun
• Jika
,
= 0,3
,
2.29 •
Jika
,
= 0,3
, ,
, ,
2.30 •
Jika 1,5
,
= 0,3
, ,
,
2.31
2.7 Prediksi Tinggi Muka Air Banjir Rencana Manual