Universitas Sumatera Utara
menanggapinya.
Kesan-kesan yang didapat dirinya dari interaksi di lingkungan :
Kak Dewi memiliki banyak kesan buruk terhadap interaksi di lingkungannya. Kak Dewi selalu tidak suka berada di
lingkungan kampus karena banyak yang membicarakan jelek pernikahannya.
Secara umum dirinya disukai lingkungan :
Secara umum Kak Dewi tidak disukai karena banyak membicarakan buruk dia dari belakang.
Sumber: Hasil Pengamatan dan Wawancara
4.2 Pembahasan
Berdasarkan analisis hasil dan pengamatan peneliti, maka peneliti membuat pembahasan adalah sebagai berikut:
Peneliti telah mengambil kelima informan utama penelitian ini untuk memaparkan penjelasan yang mampu menjawab tujuan penelitian ini yakni untuk
mengetahui karakteristik mahasiswi yang menikah di usia muda di kota medan, mengetahui proses pembentukan konsep diri dengan komunikasi antarpribadi
pada mahasiswi yang menikah di usia muda di kota Medan, dan mengetahui bentuk konsep diri mahasiswi yang menikah di usia muda di kota Medan.
1. Komunikasi
Seperti yang telah yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan manusia. Sebagai
sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. Manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Jika manusia normal merupakan makhluk sosial yang selalu
membangun interaksi antar sesamanya, maka komunikasi adalah sarananya. Banyak alasan kenapa manusia berkomunikasi. Thomas M. Scheidel mengatakan,
orang berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan mendukung identitas diri,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dan untuk membangun kontak sosial dengan orang disekitarnya, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku sebagaimana
yang diinginkan. Namun tujuan utama komunikasi sejatinya adalah untuk mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis. Mulyana dalam Harapan, 2003:
3 Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda ini, komunikasi
sangat dibutuhkan untuk membangun interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kampusnya. Banyak hal yang harus di komunikasikan sehingga
lingkungan bisa mengerti alasan mereka menikah di usia muda. Dengan demikian mahasiswi yang menikah di usia muda harus selalu membangun interaksi dengan
lingkungan tempat tinggal dan kampusnya agar mereka memahami betul mengenai pernikahan tersebut. Dalam hal ini Komunikasi juga diperlukan agar
tidak terjadi kesalahpahaman antara mahasiswi yang menikah di usia muda dengan lingkungannya yang memiliki banyak persepsi. Komunikasi yang
dilakukan mahasiswi yang menikah di usia muda kepada lingkungan juga bisa bermanfaat untuk mendukung identitas baik diri mereka yang menikah karena
alasan baik dan positif. Mahasiswi yang menikah di usia muda juga memerlukan komunikasi
untuk membangun kontak sosial dengan lingkungan sekitarnya agar terjalin hubungan yang dekat dan harmonis. Bagi mahasiswi yang menikah di usia muda,
komunikasi bermanfaat juga untuk mempengaruhi lingkungan untuk memiliki persepsi, perasaan, dan sikap yang ssesuai dengan keinginan mereka. Berdasarkan
pengamatan dan hasil penelitian, ketika mahasiswi yang menikah di usia muda menginginkan lingkungan berpesepsi baik, berperasaan senang, dan bersikap baik
maka mereka harus berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada lingkungan tersebut dengan baik maka hal itu akan terwujudkan.
Tetapi sebaliknya, jika mahasiswi yang menikah di usia muda tidak mau mencoba untuk berkomunikasi dan mendekatkan diri dengan lingkungan, maka
hasilnya mereka akan dipersepsikan sesuai dengan persepsi lingkungannya tersebut. Lingkungan akan mengikuti persepsi umum dan perbincangan umum
mengenai pernikahannya tersebut karena tidak ada penjelasan dari pihak yang terkait. Karena tujuan utama komunikasi sejatinya adalah untuk mengendalikan
lingkungan fisik dan psikologis. Mahasiswi yang berkomunikasi dengan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya akan mampu mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis mereka. Mereka akan bisa mengendalikan dan memberi pemahaman kepada
lingkungan mengenai pernikahan di usia muda sesuai dengan keinginan mereka.
2. Komunikasi antarpribadi
Operrario dan Fiske dalam Liliweri, 2015: 26, untuk membedakannya dengan jenis konteks, level komunikasi yang lain maka kita berpatokan pada
beberapa aspek antara lain, jumlah komunikator dan komunikan, kedekatan fisik, sifat kegeseran umpan balik, jumlah saluran sensoris yang digunakan, deraajat
formalitas, dan hakikat tujuan komunikasi. Miller dalam Liliweri, 2015: 26 Komunikasi antar pribadi telah didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi
pada basis tertentu denga sejumlah partisipan tertentu. Komunikasi antar pribadi terjadi antara dua orang ketika mereka mempunyai hubungan yang dekat sehingga
mereka bisa segera menyampaikan umpan balik segera dengan banyak cara Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda komunikasi
antarpribadi sangat dibutuhkan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan lingkungan agar mereka bisa memahami dan mengerti pernikahannya tersebut.
Joseph A.Devito dalam Liliweri, 2015: 26 dalam bukunya interpersonal communication; komunikasi antar pribadi adalah :
d. Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di
antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Dalam hal ini mahasiswi yang menikah di usia
muda harus sering memberikan pesan mengenai alasan menikah di usia muda dengan cara berinteraksi tatap muka dengan teman di kampusnya
dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya sehingga mereka memahami dan menyukai pernikahan yang telah mereka lakukan.
e. Komunikasi yang menghubungkan antara para mitra yang romantik, para
pelaku bisnis, dokter, pasien, dan lain-lain yang meliputi seluruh kehidupan manusia sehingga komunikasi antarpribadi terjadi karena
interaksi antar pribadi yang mempengaruhi individu lain dalam berbagai cara tertentu. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda,
komunikasi antarpribadi sangat dibutuhkan agar mahasiswi bisa mempengaruhi persepsi seseorang mengenai pernikahan di usia muda.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Ketika persepsi seseorang tersebut sudah dipengaruhi maka seseorang tersebut otomatis akan satu pemahaman dan mendukung pernikahannya
tersebut. f.
Interaksi verbal dan nonverbal antara dua atau lebih orang yang saling bergantung satu sama lain, interdependent people, dimana yang
dimaksudkan dengan “interdependent individuals” adalah komunikasi antar pribadi yang terjadi antara orang-orang yang saling terkait dimana di
antara mereka saling mempengaruhi satu sama lain Liliweri, 2015: 26. Mengenai hal ini, mahasiswi yang menikah di usia muda saling terkait
dengan lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kampusnya dimana mereka saling mempengaruhi satu sama lainnya. Mahasiswi tersebut
memperngaruhi lingkungan
agar satu
pemahaman dengannya
bahwasannya menikah di usia muda tersebut adalah hal yang baik. Sama halnya dengan lingkungan, lingkungan juga mempengaruhi kondisi fisik
dan psikologis mahasiswi tersebut dengan respon dan tanggapan terhadap pernikahannya. Ketika Mahasiswi bisa menjelaskan dengan baik mengenai
pernikahan di usia muda mereka maka lingkungan akan merespon dan bertanggapan baik sehingga kondisi fisik aka baik dan psikologis mereka
akan nyama berada di lingkungan tersebut. Tetapi sebaliknya, ketika mahasiswi tidak dapat mempengaruhi lingkungannya maka dia akan
mendapatkan respon yang sesuai dengan keinginan lingkungannya tersebut. Jika respon lingkungannya buruk maka hal itu akan membuat
kondisi fisik dan psikologisnya juga buruk.
Menurut definisinya, fungsi adalah sebagai tujuan dimana komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi utama komunikasi ialah
mengendalikan lingkungan guna memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi, dan sosial. Sebagaimana komunikasi insani human
communication baik yang non-antarpribadi maupun yang antarpribadi semuanya mengenai pengedalian lingkungan guna mendapatkan imbalan seperti dalam
bentuk fisik, ekonomi, dan sosial yang dinilai positif Miller dan Steinberg dalam Budyatna Ganiem, 2011: 27. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia
muda, mahasiswi yang menikah di usia muda melakukan komunikasi dengan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya bertujuan untuk bisa mengendalikan persepsi lingkungannya agar menddapatkan pemahaman yang positif terhadap pernikahan di usia mudanya.
Keberhasilan yang relative dalam melakukan pengendalian lingkungan melalui komunikasi menambah kemungkinan menjadi bahagia, kehidupan pribadi
yang produktif. Kegagalan relatif mengarah kepada ketidakbahagiaan akhirnya bisa terjadi krisis identitas diri Budyatna Ganiem, 2011: 27. Berdasarkan hasil
pengamatan dan penelitian, mahasiswi yang bisa mengendalikan lingkungannya akan mendapatkan kebahagian karena lingkungannya menyukai pernikahannya.
Tetapi sebaliknya, jika mahasiswi gagal dan tidak bisa mengendalikan lingkungannya maka akan terjadi krisis identitas diri. Mahasiswi yang menikah di
usia muda yang mengalami krisis identitas diri akan selalu dipandang buruk dan jelek oleh lingkungannya karena gagal mengendalikan persepsi dan pemahaman
lingkungan mengenai pernikahannya.
Griffin, 2010; Allan, 1984; Robbins, 2009; Spitzberg, 1984 dalam Liliweri, 2015: 88 komunikasi antar pribadi mengisyaratkan empat tujuan
sebagai berikut; agar, 1 saya ingin dimengerti orang lain to be understood, 2 saya dapat mengerti orang lain to understand others, 3 saya ingin diterima
orang lain to be accepted, dan 4 agar saya dan orang lain bersama-sama memperoleh sesuatu yang harus dikerjakan bersama-sama memperoleh sesuatu
yang harus dikerjakan bersama to get something done. Dalam konteks
mahasiswi yang menikah di usia muda, hal ini terjadi ketika mahasiswi melakukan komunikasi antarpribadi karena ingin dimengerti oleh lingkungannya.
Melalui komunikasi antarpribadi dengan lingkungannya, mahasiswi juga mengerti bagaimana persepsi lingkungannya mengenai pernikahan di usia muda serta
mengetahui kondisi dan budaya di lingkungannya. Mahasiswi melakukan komunikasi antarpribadi di lingkungan tempat tinggal dan kampusnya agar dirinya
bisa diterima baik oleh mereka. Secara umum, komunikasi antar pribadi juga membuat mahasiswi semakin dekat dengan lingkungannya sehingga terciptanya
kebahagiaan dan kebersamaan.
3. Teori Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhui individu dalam
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan orang lain Stuart dan Sundeen dalam Harapan, 2014: 87. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda, konsep diri mereka
terbentuk dari berbagai banyak proses. Mahasiswi yang menikah di usia muda memiliki ide pikiran, kepercayaan, dan pendirian mengenai pernikahan di usia
muda yang mereka ketahui. Mahasiswi yang menikah di usia muda memiliki pikiran bahwasannya menikah di usia muda itu baik dan banyak memberi manfaat
kepada dirinya. Mereka juga sangat percaya bahwa nikahnya tersebut memberi dampak positif kepada dirinya. Mahasiswi yang menikah di usia muda juga
memiliki pendirian yang kuat untuk mempertahankan pernikahannya tersebut dengan berbagai cara. Setiap Mahasiswi yang menikah di usia muda memiliki
pendirian yang berbeda-beda untuk mempertahankan pernikahannya. Mahasiswi yang menikah di usia muda karena faktor dan alasan serta tujuan yang baik maka
dirinya akan berani berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan mahasiswi yang menikah di usia muda karena karena faktor dan alasan
serta tujuan yang buruk maka dirinya tidak berani dan tidak mau berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Hal ini termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan. Dalam hal ini persepsi mahasiswi yang menikah di usia muda akan sifatnya dan kemampuannya yang semakin
berubah menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian, mahasiswi yang telah menikah di usia muda memiliki sifat yang baik dan
memiliki banyak kemampuan dalam berumah tangga. Mahasiswi yang menikah di usia muda juga mendapatkan pengalaman baru sebagai seorang istri dan ibu
rumah tangga sehingga hal itu bisa berpengaruh kepada konsep dirinya. Ketika mahasiswi tersebut mendapatkan pengalaman yang baik maka otomastis konsep
dirinya akan semakin baik, tetapi sebaliknya jika mahasiswi tersebut mendapatkan pengalaman buruk dari hal tersebut, maka bisa berakibat pada memburuknya
konsep dirinya. Hal lain menunjukan bahwasannya konsep diri juga bisa dilihat dari persespi individu terhadap interaksi dengan orang lain dan lingkungannya.
Berdasarkan hasil pengamawan dan hasil wawancara mahasiswi yang menikah di usia muda memiliki persepsi baik terhadap interaksi interaksi yang dilakukannya
maka konsep diri mereka akan semakin baik, tetapi sebaliknya jika mahasiswi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
yang menikah di usia muda berpesepsi buruk terhadap interaksi di lingkungannya maka akan berpengaruh kepada konsep dirinya yang bisa semakin buruk.
William D. Brooks dalam Harapan, 2014: 87, konsep diri merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan dalam komunikasi antar pribadi.
Kunci keberhasilan hidup seseorang guru adalah konsep diri positif. Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan hidup
seseorang, karena konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu operating system dalam menjalankan komputer. Tingkah laku individu sangat bergantung pada
kualitas konsep dirinya, yaitu konsep diri positif ataupun konsep diri negatif. Konsep diri terbentuk bisa dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Dalam hal ini tingkah laku mahasiswi yang menikah di usia muda sangat bergantung kepada konsep dirinya. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil
wawancara, mahasiswi yang bertingkah laku baik di lingkungan akan memiliki konsep diri yang positif dan sebaliknya mahasiswi yang bertingkah laku buruk di
lingkungan akan memiliki konsep diri yang buruk.
a. Konsep Diri Positif Brooks dan Emmart dalam Harapan, 2014: 89, orang yang memiliki
konsep diri positif menunjukkan karakteristik sebagai berikut : -
Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subjektif untuk mengatasi persoalan-persoalan objekfif
yang dihadapi. Dalam hal ini, Mahasisiwi berkonsep diri positif akan bisa menyelesaikan berbagai permasalahannya. Berdasarkan hasil
pengamatan dan hasil wawancara, Informan 1-4 mampu mengatasi masalah terbukti dengan mereka berusaha mencoba mencari solusi dan
cara agar segala permasalahan bisa terselesaikan dengan baik. -
Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan.
Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak
merasa lebih atau kurang dibandingkan dengan orang lain. Dalam hal ini, Mahasiswi yang berkonsep diri positif akan merasa setara dengan
orang lain. Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Informan1-4 merasa setara dan tidak ada perbedaan dengan wanita lain yang belum menikah. Informan1-4 sama mengatakan bahwasannya
mereka dan wanita lain yang belum menikah hanya sekedar perbedaan persepsi dan alasan mengenai hal itu, tidak ada perbedaan yang berarti.
Mahasiswi yang menikah di usia muda berani menikah karena telah mengetahui manfaatnya melalui proses pembelajaran.
- Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau
penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakannya sebelumnya. Dalam konteks ini,
mahasiswi yang menikah di usia muda selalu merasa senang karena mendapat pujian dari lingkungannya dan mereka tidak merasa malu
karena pernikahan yang dilakukannya emang didasarkan oleh alasan yang baik.
- Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan
proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang. Dalam hal ini mahasiswi yang menikah di usia muda yang memiliki
konsep diri positif akan mampu memperbaiki dirinya. -
b. Konsep Diri Negatif Sedangkan orang yang memiliki konsep diri negatif menunjukkan
karakteristik sebagai berikut: -
Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain sebagai proses refleksi diri. Dalam hal ini, mahasiswi
yang menikah di usia muda yang tidak mau menerima kritik akan berkonsep diri negatif. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara,
Informan ke 5 tidak bisa menerima kritik dari lingkungannya sehingga dirinya selalu merasa risih dan selalu menganggap kritikan tersebut
sebagai sesuatu hal yang buruk. Informan ke 5 tidak bisa menjadikan kritik tersebut sebagai masukan dan proses refleksi diri karena infoman
ke 5 sudah merasa tidak disukai oleh lingkungannya sehingga dia selalu memandang kritikan sebagai ejekan dan celaan untuk dirinya.
- Bersikap responsive terhadap pujian. Bersikap berlebihan terhadap
tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakkannya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
perlu mendapat penghargaan. Mahasiswi yang bersikap responsive terhadap pujian akan mengalami konsep diri yang negative karena
merasa dirinya tindakannya perlu mendapatkan penghargaan. Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian, Informan ke 5 ini
merasa sangat ingin dihargai karena dirinya sudah mau berani menikah.
- Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subjektif bahwa
setiap orang disekitarnya memandang dirinya negative. Hal ini juga terjadi pada Informan ke 5, dirinya merasa selalu tidak disukai oleh
lingkungan kampusnya karena banyak yang membicarakannya dari belakang. Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian, Informan ke 5
ini merasa tidak disukai di lingkunga kampusnya padahal dirinya jarang berinteraksi dengan lingkungannya. Dirinya sudah merasa
dirinya tidak
disukai sebelu
melakukan interaksi
kepada lingkungannya. Setidaknya ketika melakukan interaksi di lingkungan,
dirinya akan mengetahui hal apa yang sebenarnya terjadi. Bisa saja tidak semuanya yang membicarakan buruk dirinya. Interaksi juga bisa
mengubah persepsi buruk lingkungan menjadi lebih baik. -
Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif berlebihan terhadap orang lain. Kalau hal ini tidak ada terjadi pada
informan1-5. Informan ke 5 yang merasa tidak disukai lebih memilih diam dan tidak berkritik sama sekali.
- Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya.
Merasa kurang mampu dalam berintekrasi dengan orang-orang lain di sekitarnya Harapan, 2014: 89.
Dalam konteks ini juga terjadi pada Informan ke 5 yang mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungannya. Informan sudah merasa tidak
disukai terlebih dahulu sehingga dirinya tidak mau berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksinya terhambat karena perasaanya sudah tidak baik
kepada lingkungannya. Faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah orang lain, significant others, reference group William D.Brooks dalam Harapan 2014: 90.
Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda, lingkungan atau orang lain sangat mempengaruhi konsep diri mereka. Ketika persepsi lingkungan baik maka
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
konsep diri mahasiswi tersebut akan semakin baik. Tetapi sebaliknya, jika lingkungan berpesepsi buruk terhadap pernikahannya maka akan berpengaruh
kepada konsep dirinya yang akan semakin buruk. Struart dan Sudeen dalam Harapan 2014: 90.ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, significant other, dan self perception.
a. Teori Perkembangan Konsep diri belum ada sewaktu seseorang dilahirkan. Konsep diri
berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri
yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman, atau pengenalan tubuh, nama panggilan,
pengalaman budaya dan hubungan antarpribadi, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata. Harapan, 2014: 90. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda, hal ini terjadi pada mereka ketika mereka
mendapatkan pengalama baru sebagai seorang istri dan seorang ibu. Mereka akan mengalami perkembangan melalui pengalaman yang dirasakannya menjadi
seseorang yang baru. Pengalaman tersebut yang membentuk konsep dirinya, jika pengalaman yang didapatnya baik maka konsep dirinya juga akan baik. Tetapi
ketika pengalaman buruk yang didapatnya, maka konsep dirinya juga akan buruk Lingkungan juga bisa menilai dirinya melalui interaksi yang dilakukannya. Ketika
lingkungan beranggapan baik terhadap dirinya maka hal baik pula yang berkembang dalam dirinya. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara,
hubungan antarpribadi dengan masyarakat dilingkungannya juga berpengaruh kepada konsep dirinya, ketika mereka dekat dengan masyarakat maka otomatis
masyarakat di lingkungannya akan mengenal dan berpandangan baik terhadap dirinya. Tetapi sebaliknya, jika mahasiswi tersebut memiliki hubungan
antarpribadi yang baik denga lingkungannya, maka lingkungan juga akan berpesepsi sesuai dengan keinginan mereka, bahkan kebanyakan persepsi buruk
yang didapatkannya. b. Significant Other
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Significant Other adalah istilah lain untuk orang yang terpenting atau yang terdekat. Dalam hal ini konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman
dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandang diri merupakan interpretasi diri dari pandangan lain terhadap dirinya.
Seorang anak sangat dipengaruhi orang yang ada di dekatnya. Seorang remaja dipengaruhui oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat
atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi sangat penting dalam membentuk konsep diri Harapan, 2014: 90. Dalam hal ini,
kebanyakan dari mereka setelah menikah di usia muda memiliki kedekatan yang lebih kepada suaminya. Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian, suami
mereka sangat membantu dan mengubah kepribadian mereka menjadi lebih baik. c. Self Perception
Merupakan persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta perspsi individu terhadap pengalamannya pada situasi tertentu. Konsep diri dapat
dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman positif. Sehingga konsep merupakan aspek kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan
konsep diri positif dapat berfungsi lebih efektif bila dilihat dari kemampuan antarpribadi, kemampuan intelektual, dan penguasaan lingkungan. Sedangkan
konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan social yang terganggu. Pada tahap ini mahasiswi yang menikah di usia muda akan menilai
dirinya sendiri dan memiliki persepsi terhadap dirinya sendiri. Persepsi mengenai hal apa saja yang dirinya dapat dan hal apa saja yang berubah dari dirinya setelah
menikah di usia muda. Harapan, 2014: 90. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara seseorang yang berpesepsi baik terhadap dirinya setelah menikah di
usia muda maka dia akan lebih memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungan barunya. Dirinya juga akan memiliki kemampuan intelektual yang
baik untuk menjalani dan mempertahankan pernikahannya serta menghadapi berbagai masalah yang dihadapinya. Seseorang yang memiliki persepsi baik
terhadap dirinya sendiri juga dapat menguasa lingkungannya seperti mengubah dan mempengaruhi persepsi lingkungan mengenai dirinya dan pernikahan di usia
muda.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LaRossan dan Reitzes dalam West Turner, 2009: 101, menggambarkan individu dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial
dengan orang lainnya dan cara orang mengembangkan konsep diri, yaitu : a Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang
lain. Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri tidak
selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri, mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Menurut SI
Symbolic Interaction Theory, bayi tidak mempunyai perasaan mengenai dirinya sebagai individu. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak mulai untuk
membedakan dirinya dari alam sekitanya. Ini merupakan perkembangan paling awal dari konsep diri. Proses ini terus berlanjut melalui proses anak mempelajari
bahasa dan kemampuan untuk memberikan respons kepada orang lain serta menginternalisasi umpan balik yang dia terima. Dalam konteks mahasiswi yang
menikah di usia muda, mereka mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan lingkungannya. Ketika mereka sering berinteraksi dengan lingkungannya,
maka lingkungannya akan semakin dekat dengan mereka. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, kebanyakan informan awalnya dipandang
buruk oleh lingkungannya. Tetapi setelah mereka melakukan interaksi dengan lingkungannya, pandangan lingkungannya berubah menjadi baik melalui
penjelasan mereka mengenai pernikahannya. Dengan demikian, konsep diri mereka akan baik karena pengaruh persepsi lingkungan yang baik terhadap
dirinya sehingga mereka merasa nyaman berada di lingkungan tersebut. Tetapi sebaliknya, Jika mahasiswi yang menikah di usia muda tidak mau berinteraksi
dengan lingkungannya, maka lingkungan berpesepsi sesuai dengan keinginan mereka. Ketika lingkungan berpesepsi buruk terhadap dirinya maka akan
berpengaruh kepada konsep diri mereka juga. b. Konsep diri memberikan motif yang penting untuk perilaku.
Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip pentimg pada SI Symbolic
Interaction Theory. Mead berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya sendiri.
Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Mead melihat diri
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
sebagai proses, bukan struktur. Memiliki diri memaksa orang untuk mengontruksi tindakan dan responsnya, daripada sekedar mengeksperisikannya. Proses ini
sering kali. Proses ini sering kali dikatakan sebagai prediksi pemenuhan diri self- fulfilling prophecy, atau pengharapan akan diri yang menyebabkan seseorang
untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud West Turner, 2009: 102. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda, hal ini
bisa terlihat pada seseorang yang memiliki keyakinan kuat akan pernikahannya, memiliki perasaan yang baik, dan menilai dirinya sendiri baik akan memili
perilaku yang baik juga. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, mahasiswi yang menikah di usia muda dan memiliki semua aspek tersebut akan
memiliki perilaku baik di lingkungannya sehingga mereka disukai oleh siapaun. Dengan demikian, semua aspek tersebut yaitu keyakinan, perasaan dan penilaian
baik akan menuntun perilaku mahasiswi yang menikah di usia muda menjadi lebih baik.
4. Human Relation
Human relation adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam segala situasi dan dalam
semua bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak Effendy, 2009: 48. Ada dua faktor yang menentukan
sifat tabeat manusia yakni pembawaan sejak lahir heredity dan lingkungan hidupnya environment. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda,
komunikasi persuasif
dilakukan ketika
mereka berinteraksi
dengan lingkungannya. Hal ini sangat diperlukan untuk mempengaruhi dan mengajak
lingkungannya agar mau mengerti dan menganggap dirinya dan pernikahan tersebut baik. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, komunikasi
persuasif sering dilakukan oleh mahasiswi yang menikah di usia muda untuk mempengaruhi lingkungan tempat tinggalnya untuk mengerti alasan baik dirinya
menikah. Komunikasi persuasif juga dilakukan oleh mahasiswi yang menikah di usia muda untuk mengajak dan memotivasi teman-teman kampusnya supaya mau
menikah di usia muda juga. Hal ini terbukti banyak teman-teman kampusnya yang ingin lebih banyak memngetahui mengenai pernikahannya dan termotivasi oleh
pernikahannya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dalam perjalanan hidupnya, dalam beritnteraksi dengan lingkungannya, seseorang menangkap kesan-kesan dari luar dirinya melalui panca inderanya.
Yang ia lihat, yang ia dengar, dan sebagainya masuk di alam sadarnya dan berhimpun di alam bawah sadarnya, berpadu dengan kesan-kesan pengalaman
warisan nenek moyangnya yang ada sejak ia lahir. Dalam hal ini, mahasiswa yang menikah di usia muda menagkap kesan-kesan dari interaksinya dengan
lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kampusnya. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara mereka yang sering berinteraksi dan sering bergaul dengan
lingkungan maka mereka akan menangkap kesan baik dari lingkungan tersebut. Tetapi sebaliknya jika mereka tidak mau berinteraksi dan mencoba bergaul
dengan lingkungannya maka dia selalu menangkap kesan buruk dengan lingkungannya karena dirinya belum mengenal lingkungannya.
5. Teori Penilaian Sosial
Teori ini dikembangkan oleh Muzafer Sheriff, dkk, dan membahas mengenai bagaimana orang memberi penilaian terhadap pesan-pesan yang ada.
Penelitian menunjukkan bahwa orang membuat penilaian berdasarkan jangkar atau poin-poin referensi. Pada persepsi sosial, jangkar merupakan sesuatu yang
internal dan berdasarkan pengalaman. Hutagalung, 2015: 68. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda, lingkungan memberi penilaian terhadap
diri mereka melalui interaksi yang dilakukan. Melalui interaksi lingkungan bisa menilai baik atau buruknya seseorang tersebut setelah menikah di usia muda.
Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara bahwasannya Informan 1-4 sering melakukan interaksi dengan lingkungannya sehingga lingkungan bisa menilai
mereka. Dalam hal ini, Informan 1-4 selalu menjelaskan alasan mereka menikah di usia muda karena hal yang baik sehingga lingkungan mengerti dan memberi
penilaian baik terhadap dirinya dan pernikahannya. Teori penilaian sosial membuat prediksi mengenai perubahan sikap
sebagai berikut : e.
Suatu pesan yang berada dalam ruangan penerimaan cenderung mendukung adanya perubahan sikap. Dalam hal ini, mahasiswi yang
menikah di usia muda yang diterima oleh lingkungan karena sering menjelaskan pernikahannya melalui interaksi tatap muka cenderung
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
mengalami perubahan sikap menjadi lebih baik dan lebih dekat dengan lingkungannya. Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian, informan 1-
4 cenderung mengalami perubahan menjadi dekat dengan lingkungannya karena alasan menikahnya diterima dan dipahami.
f. Pada saat seseorang menilai sebuah pesan yang berada dalam ruang
penolakan, perubahan sikap akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Dalam konteks mahasiswi yang menikah di usia muda, hal ini tidak
pernah terjadi pada informan1-5. g.
Diantara ruang penerimaan dan ruang tanpa komitmen semakin dekat pesan dilihat dari sudut pandang pribadi, maka semakin mungkin
terjadinya perubahan sikap Hutagalung, 2015: 68. Dalam hal ini, ketika mahasiswi yang menikah di usia muda memandang pernikahannya sendiri
adalah baik maka dirinya akan semakin yakin dan percaya sehingga terjadi perubahan sikap menjadi lebih baik karena sudah memiliki keyakinan kuat
terhadap pernikahannya sendiri. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara, hal ini terjadi pada informan1-4 karena memandang dan
berpesepsi baik terhadap dirinya dan pernikahannya sehingga membuat diri mereka merasa lebih yakin dan lebih baik setelah menikah di usia
muda.
Universitas Sumatera Utara
161
Universitas Sumatera Utara BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang konsep diri mahasiswi yang menikah di usia muda di kota Medan, akhirnya peneliti dapat menyimpulkan tentang
beberapa hal, yakni: 1. Karakteristik mahasiswi setelah melakukan pernikahan di usia muda di
Kota Medan adalah mereka menikah di usia muda karena memiliki alasan dan tujuan baik melakukannya. Mereka memiliki berbagai macam
alasan baik untuk menikah di usia muda, seperti dorongan dan motivasi orang tua agar lebih sukses, calon suami yang sudah memiliki pekerjaan
dan penghasilan, dan ingin menjalani hidup berkeluarga. Mereka juga menikah karena memiliki tujuan yang baik, seperti agar cepat memiliki
keturunan, terhindar dari dosa pacaran, menjaga diri, dan menjalani hubungan serius kedepannya. Rata-rata usia mahasiswi yang menikah di
usia muda ketika mereka berumur 18 sampai 20 tahun. Rata-rata mereka juga sudah dikaruniai seorang anak dan mereka tetap menjalani
perkuliahannya setelah menikah di usia muda tersebut. 2. Proses pembentukan konsep diri dengan komunikasi antarpribadi pada
mahasiswi setelah melakukan pernikahan di usia muda di Kota Medan dipengaruhi oleh persepsi diri sendiri terhadap dirinya dan
pernikahannya serta persepsi masyarakat terhadap dirinya dan pernikahannya. Persepsi masyarakat timbul dari interaksi yang kita
lakukan sehari-hari. Ketika ingin mendapatkan persepsi yang baik dari lingkungan, maka mahasiswi yang menikah di usia muda harus mau
berinteraksi dan menjelaskan alasan dirinya menikah di usia muda. Melalui penjelasan tersebut, lingkungan bisa mengerti dan memahami
bahwasannya pernikahan di usia muda yang dilakukan karena alasan yang baik. Tetapi sebaliknya, mahasiswi yang tidak mau berinteraksi dan
menjelaskan pernikahannya kepada lingkungan. Maka dirinya akan dipersepsikan sesuai dengan keinginan lingkungan bahkan lebih sering
persepsi lingkungan buruk kepadanya karena mereka belum mengetahui
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bagaimana seseorang tersebut. Persespi baik dirinya terhadap dirinya sendiri dan pernikahannya akan membuat mahasiswi yang menikah di usia
muda tambah yakin akan pernikahannya. Persespi baik dari lingkungan terhadap dirinya dan pernikahannya membuat mahasiswi yang menikah
di usia muda merasa nyaman berada di lingkungan tersebut. Tetapi sebaliknya, jika lingkungan memandang dirinya dan pernikahannya
buruk maka mahasiswi yang menikah di usia muda tersebut akan merasa risih dan tidak nyaman berada dilingkungan tersebut. Pertamanya emang
sulit mendapatkan pemahaman positif dari lingkungan tempat tinggal mereka, tetapi karena sering melakukan interaksi maka mereka menjadi
mengerti dan berpahaman positif terhadap pernikahannya. Interaksi yang paling berhasil agar lingkungan memiliki persepsi baik adalah melalui
interaksi tatap muka. Ketika mahasiswi yang menikah di usia muda sering berinteraksi tatap muka ke rumah-rumah tetangganya maka
mereka akan semakin dekat dan semakin berpesepsi baik terhadapnya karena telah mendengarkan secara langsung alasan dirinya menikah
sehinnga lebih mengerti dan memahami. 3. Bentuk konsep diri mahasiswi setelah melakukan pernikahan di usia
muda di Kota Medan ada yang positif dan ada yang negatif. Bentuk konsep diri tergantung kepada proses pembentukan yang mereka jalani.
Ketika proses pembentukan konsep diri mereka berjalan dengan baik maka konsep diri mereka akan baik juga. Tetapi jika proses
pembentukan konsep diri mereka berjalan dengan buruk maka konsep diri mereka akan menjadi buruk juga. Mahasiswi yang menikah di usia
muda akan memiliki konsep diri positif apabila dirinya memiliki persepsi dan pandangan baik terhadap dirinya sendiri setelah
pernikahannya. Konsep diri positif juga tergantung kepada segala proses pembentukan konsep diri dilingkungan tempat tinggal dan lingkungan
kampusnya. Konsep diri negatif akan timbul ketika mahasiswi yang menikah di usia muda sering dipandang buruk dan cenderung tidak
disukai oleh limngkungannya. Hal itu bisa terjadi karena mahasiswi tersebut tidak mau berinteraksi baik dengan lingkungannya. Interaksi di
lingkungan akan membentuk kesan-kesan yang juga berpengaruh kepada
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bentuk konsep diri. Ketika mahasiswi yang menikah di usia muda mendapatkan kesan baik dari interaksinya di lingkungan maka konsep
dirinya semakin baik karena merasa disukai oleh lingkungannya. Tetapi sebaliknya, jika mahasiswi yang menikah di usia muda mendapatkan
kesan buruk dari lingkungannya maka konsep dirinya akan menjadi tambah buruk dan dan akan berakibat kepada kondisi dan perasaanya.
5.2 Saran