74 memberikan nilai positif. Karena beberapa masyarakat dapat memanfaatkan
peralatan yang telah disediakan. Warga meminta Pemko Binjai melakukan pengawasan tegas. Kalau tidak, warga menilai hal tersebut dapat mencoreng
wajah kota Binjai yang selama ini dipandang sebagai kota yang madani.
Gawat kali anak-anak jaman sekarang, nggak kenal tempat lagi. Seperti kambing yang keluar dari
kandang tak perduli dengan keadaan sekitar,” Pak Wijan, 45 tahun
Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya transaksi seks yang bersifat komersil saja yang terjadi di ruang terbuka hijau di Kota Binjai tetapi juga
transaksi seks yang dilakukan oleh para pelajar dan pengguna ruang terbuka hijau di Kota Binjai.
5.4 Ruang
Terbuka Hijau
Sebagai Tempat
Tidur Gelandangan
Gelandangan dan pengemis merupakan masalah yang terus menjadi perhatian pemerintah. Sesuai dengan Undang-Undang UU, Kementerian
Sosial Kemensos menjadi leading sektor dalam penangangannya. Tentu saja, dalam penanganannya Kemensos tidak bekerja sendirian. Tetapi
menggandeng berbagai pihak terkait, baik lintas sektor dan pemerintah daerah pemda. Kemensos melakukan penanganan melalui sistem panti dan
non panti. Panti merupakan bentuk penanganan dengan menyediakan sarana
Universitas Sumatera Utara
75 tempat tinggal dalam satu atap yang dihuni oleh beberapa keluarga. Liposos
adalah Lingkungan Pondok Sosial, merupakan bentuk penanganan yang lebih mengedepankan sistim hidup bersama di dalam lingkungan sosial
sebagaimana layaknya kehidupan masyarakat pada umumnya. Gelandangan adalah seorang yang hidup dalam keadaan yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengembara ditempat umum sehingga hidup tidak sesuai dengan norma
kehidupan yang layak dalam masyarakat. Sedangkan, pengemis adalah seorang yang mendapat penghasilan dengan meminta minta di tempat umum
dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang lain.
12
Gepeng gelandangan dan pengemis adalah seorang yang hidup mengelandag dan sekaligus mengemis. Oleh karna tidak mempunyai tempat
tinggal tetap dan berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau
berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari- hari. Karakteristik dari gelandangan dan pengemis yaitu :
1. Tidak memiliki tempat tinggal Kebanyakan dari gepeng dan
pengemis ini mereka tidak memiliki tempat hunian atau tempat tinggal mereka ini biasa mengembara di tempat umum.
https:aliseptiansyah.wordpress.com20130124sekilas-tentang-gelandangan- pengemis-gepeng diakses pada tangga 01 Agustus 2016, pada pukul 10.10 wib
Universitas Sumatera Utara
76 2.
Hidup di bawah garis kemiskinan, para gepeng tidak memiliki pengahsialan tetap yang bis amenjamin untuk kehidupan mereka
kedepan bahkan untuk sehari hari saja mereka harus mengemis atau memulung untuk membeli makanan untuk kehidupannya.
3. Hidup
dengan penuh
ketidakpastian, para
gepeng hidup
mengelandang dan mengemis di setiap harinya menreka ini sangat memprihatikan karna jika mereka sakit mereka tidak bisa mendapat
jaminan sosial seperti yang dimiliki oleh pegawai negeri yaitu ASKES untuk berobat dan lain lain.
4. Memakai baju yang compang camping, gepeng bisanya tidak pernah
mengunakan baju yang rapi atau berdasi melaikan baju yang kumal dan dekil.
Masalah sosial tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan adalah masalah
gelandangan dan pengemis. Permasalahan sosial gelandanagan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal
– hal kemiskinan, pendidikan rendak, minimnya keterampilan kerja yang di
miliki, lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Faktor –
faktor penyebab masalah sosial gelandangan dan pengemis adalah sebagai berikut :
1. Masalah kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
77 Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat Mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak.
2. Masalah Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperleh pekerjaan yang layak.
3. Masalah keterampilan kerja
Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
4. Masalah sosial budaya
Ada beberapa faktor sosial budaya yang menagkibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis. Rendahnya harga diri kepada
sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimiliki rasa bamu untk minta minta. Sikap pasrah pada nasib yang manggap bahwa kemiskinan adalah
kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan. Kebebasan dan kesenangan
hidup mengelandang merupakan kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup mengelandang
Dengan adanya para gelandangan dan pengemis yang berda di tempat - tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah
kehidupan bermasyarakat di antaranya :
Universitas Sumatera Utara
78 1.
Masalah lingkungan tata ruang Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat
tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah jembatan dan pingiran kali. Oleh karna
itu mereka di kota besar sangat mengangu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.
2. Masalah kependudukan
Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran di jalan jalan dan tempat umum, kebnayakan tidak memiliki kartu identitas KTPKK
yang tercatat di kelurahan RTRW setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.
3. Masalah keaman dan ketertiban
Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial mengagu keamanan dan ketertiban di
wilayah tersebut. 4.
Masalah kriminal litas Memang tak dapat kita sangal banyak sekali faktor penyebab dari
kriminal litas ini di lakuakan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian kekerasan hingga samapi pelecehan seksual
ini kerap sekali terjadi.
Universitas Sumatera Utara
79 Ternyata tidak hanya di kota
– kota besar saja seperti Jakarta dan Medan yang bermasalah dengan gelandangan. Meski telah banyak upaya
– upaya yang dilakukan untuk menanggulangi para gelandangan dan pengemis
tetap saja keberadaan gelandangan dan pengemis terus bertambah bahkan kota satelit seperti Kota Binjai tidak lepas dari keberadaan gelandangan dan
pengemis. Mereka menempati area – area ruang terbuka hijau di Kota Binjai,
khususnya di Lapangan Merdeka dan taman – taman kota. Lapangan
Merdeka Binjai bagaikan rumah bagi para gelandangan. Ruang yang tidak tertutup ini dijadikan tempat beristirahat bagi para gelandangan pada malam
hari. Kedatangan para gelandangan ini tidak tentu. Terkadang mereka terlihat diatas pukul 00.00 wib, tetapi terkadang mereka sudah mulai beristirahat
pada pukul 23.00 wib. Para gelandangan ini akan meninggalkan lapangan sekitar pukul 07.00 wib. Hal ini dikarenakan kedatangan petugas kebersihan
yang akan membersihkan lapangan. Para gelandangan yang memanfaatkan lapangan sebagai tempat istirahat ternyata tidak menetap dan berganti.
Gambar 12: Gelandangan yang sedang tidur di Lapangan Merdeka Binjai
Universitas Sumatera Utara
80 “kita tidak perlu mengusir para gelandangan untuk
tidak ada di sini. Dimaklumi saja, mereka tidak punya tempat tinggal. Sedangkan di emperan toko dan rumah
orang saja kadang tidak ada yang mengusik apalagi ruang terbuka seperti ini. Selama mereka tidak
merusak fasilitas dan pergi pada waktunya tidak masalah menurut saya.”
Tommy, 32 tahun
Menurut Parsudi Suparlan 1986 pemukiman liar dan gelandangan merupakan konsekuensi logis yang muncul akibat gangguan dan
pengembangan perkotaan. Timbulnya gelandangan di perkotaan terjadi karena adanya tekanan
– tekanan ekonomi dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian terpaksa mencari tempat yang diduga dapat
member kesempatan yang lebih baik di kota.
13
“saya yakin sebenarnya pemerintah telah menyiapkan strategi
– strategi dalam penertiban penyalahgunaan ruang terbuka hijau di Kota Binjai, tetapi pada
kenyataanya oknum – oknum yang ditugaskan ikut
campur tangan terhadap ketidaklancaran strategi tersebut. Saya rasa hal
– hal seperti keberadaan gelandangan di taman
– taman kota merupakan wabah yang secara merata didapatkan seluruh kota di
Indonesia.” Leonardo,ST, 42 Tahun
Parsudi Suparlan, Gelandangan: Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota, dalam Gelandangan: Pandangan Ilmuan Sosial LP3ES, Jakarta, 1986.
Universitas Sumatera Utara
81
BAB VI PRILAKU PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU
SEBAGAI URBANISME DI KOTA BINJAI
6.1 Fungsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Binjai