Kebijakan Non-Penal Faktor terjadinya tindak Pidana terorisme akibat paham radikalisme

110 terorisme sehingga proses peradilan menjadi terganggu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. 2. Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, dan mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan, atau melakukan penyerangan terhadap saksi, termasuk petugas pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. 3. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun. 4. Setiap saksi dan orang lain yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun.

4.1.2 Kebijakan Non-Penal

Penggunaan sarana nonpenal, dalam kaitannya dengan pemberantasan terorisme, adalah upaya penanggulangan tindak pidana terorisme dengan lebih menitikberatkan pada sifat “preventive” pencegahanpenangkalanpengendalian sebelum kejahatan terjadi. upaya-upaya yang dapat dilakukan meliputi bidang Universitas Sumatera Utara 111 yang sangat luas, misalnya dengan memahami dan mendalami akar persoalan root causes dari aksi terorisme yang umumnya menyimpulkan bahwa persoalan seperti kemiskinan poverty ketidakadilan injustice dan kesenjangan inequality baik pada level nasional begitu juga internasional merupakan persoalan paling mendasar dari fenomena terorisme. Lebih jauh, fenomena pemahaman yang dangkal dan parsial terhadap ajaran agama islam juga disebut sebagai faktor pemicu terorisme, khususnya di Indonesia. 107 Secara internasional masalah penanggulangan kejahatan terorisme sudah diatur setidaknya dalam tiga konvensi internasional 1937, 1997, dan 1999 dan termasuk juga 12 dua belas konvensi internasional yang berkaitan dengan terorisme. Selain konvensi internasional tersebut juga terdapat 4 empat resolusi Dewan Keamanan PBB, yaitu: resolusi DK PBB Nomor 1333 Tahun 2000 tanggal 19 desember 2000 yang ditujukan secara khusus untuk pencegahan suplai senjata atau kapal terbang atau kelengkapan militer ke daerah Afghanistan dan seruan kepada seluruh Negara anggota PBB untuk membekukan aset-aset Osama bin Laden; resolusi DK PBB Nomor 1368 Tahun 2000 tanggal 12 September 2001 tentang pernyataan simpati PBB terhadap korban tragedi 11 September 2001 dan seruan kepada seluruh Negara anggota PBB untuk melakukan langkah-langkah untuk merespon serangan teroris tersebut; resolusi DK PBB Nomor 1373 Tahun 2001; dan resolusi DK PBB Nomor 1438 tanggal 15 Oktober 2002 yang menyatakan belasungkawa dan simpati PBB kepada pemerintah dan rakyat Indonesia , terhadap korban dan keluarganya dan menegaskan kembali langkah- 107 Mardenis, Op.cit halaman 77 Universitas Sumatera Utara 112 langkah untuk memberantas terorisme serta menyerukan kepada seluruh bangsa- bangsa untuk bekerja sama membantu Indonesia dalam menemukan dan membawa pelakunya ke pengadilan the Council urged all nations to “work together urgently” and to cooperate and provide assistance to Indonesia in finding and bringing the perpetrators of the bombings to justice. 108 Profesor Jamal Wiwoho dalam seminar Degradasi Moral, Gaya Terorisme Muda dan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia, mengatakan bahwa Upaya Penanggulangan Dan Pencegahan Terorisme dapat dilakukan antaralain: 109 a. Melalui strategi supremasi hukum, upaya penegakan hukum dalam memerangi terorisme dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tidak pandang bulu dan tidak mengarah pada penciptaan citra negatif pada kelompok komunitas tertentu. b. Prinsip indepedensi juga di laksanakan untuk menegakkan ketertiban dan melindungi masyarakat dari pengaruh tekanan negara asing atau kelompok tertentu. c. Melakukan koordinasi antara instansi terkait dengan komunitas intelijen dalam penyaluran informasi dan analisa serta partisipasi aktif dari komponen masyarakat 108 Ibid halaman 82 109 Bahan Terorisme dalam Negara Hukum Pancasila, disampaikan dalam seminar Degradasi Moral, Gaya Terorisme Muda dan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia, yang diselenggarakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Surya Buana Karanganyar di Pendopo BupatiGedung Paripurna DPRD Karanganyar, Rabu 30 Januari 2013 oleh Prof.Dr.Jamal Wiwoho,S.H.,M.Hum. Dosen S1,S2 dan S3 Fakultas Hukum UNS, dan Pembantu Rektor II Universitas UNS Universitas Sumatera Utara 113 d. Strategi demokrasi di terapkan dengan memberikan peluang kepada masyarakat sebagai saluran aspirasinya dalam meredam potensi gejolak radikalisme dan terorieme e. Melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat serta memberikan kepahaman dan membentuk pola pikir yang benar f. Memberikan andil kepada masyarakat untuk ikut serta dalam usaha-usaha menaggulangi terorisme g. Menggunakan 4 empat pilar yang ada dalam negeri kita untuk mencegah terorisme, yaitu: 1 Pancasila 2 UUD 1945 3 Bhinneka Tunggal Ika; dan 4 NKRI. Di samping itu pemerintah harus serius menjamin kesejahteraan rakyat dengan menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan SDM rakyat Indonesia melalui pendidikan dan menjamin keamanan masyarakat secara sistematis agar kepercayaan terengkuh kembali. Komisaris Jenderal Suhardi Alius yang sekarang menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menggantikan Tito Karnavian, mengatakan komitmen untuk mengimplementasikan semangat baru dalam Universitas Sumatera Utara 114 menanggulangi tindak pidana terorisme dapat juga diperkuat dengan program deradikalisasi dan antiradikalisasi. 110 Melalui keberhasilan program deradikalisasi, mereka berubah dari sosok teroris berdarah dingin menjadi figur yang membantu aparat kepolisian menyadarkan kalangan teroris untuk kembali ke ajaran yang benar dan meninggalkan paham serta aksi kekerasan. Benar bahwa program deradikalisasi Deradikalisasi merupakan upaya untuk mentransformasi keyakinan atau ideologi radikal menjadi tidak radikal melalui pendekatan interdisipliner, termasuk agama, sosial, dan budaya. Dengan deradikalisasi, kita berharap keyakinan yang keliru yang tersebar melalui narasi-narasi kekerasan dan telanjur diyakini para teroris dapat diubah, jika program deradikalisasi itu dijalankan secara substantif dan paripurna, teroris dan mantan teroris akan berubah menjadi yang jauh lebih baik. Para teroris dan mantan teroris yang berhasil mengikuti program deradikalisasi tidak saja akan meninggalkan paham dan aksi kekerasan yang pernah dianut, mereka tidak jarang menjadi aktor yang membantu aparat keamanan dalam menyadarkan kalangan yang telanjur terlibat aksi dan teperdaya oleh narasi-narasi kekerasan yang mengatasnamakan agama. Keberhasilan program deradikalisasi, misalnya, dapat kita lihat pada sosok Abdurrahman Ayyub, Abu Dujana, Ali Imron, dan Ali Fauzi Manzi. 110 http:news.metrotvnews.comeditorial-media-indonesiaaNrLZggk-deradikalisasi-yang-radikal diakses pada hari rabu tanggal 3 agustus 2016 pukul 16.50 WIB Universitas Sumatera Utara 115 tidak selamanya berhasil mengubah teroris meninggalkan keyakinan dan praktik kekerasan mereka. Santoso, misalnya, meskipun pernah mengikuti program deradikalisasi, tidak meninggalkan aksi terorisme bahkan menjadi dedengkot teroris di Poso hingga akhir hayatnya. Namun, harus dicatat, program deradikalisasi atas Santoso baru separuh jalan karena ia terlanjur kabur dari tahanan. Deradikalisasi harus radikal, dalam arti program tersebut harus dilaksanakan secara sistematis, tuntas, komprehensif, dan menyentuh akar persoalan dalam bingkai kemajemukan dan kebangsaan. Akar persoalan terorisme bukanlah kemiskinan harta atau pendidikan, melainkan kemiskinan atau kedangkalan pemahaman ajaran agama. Akar persoalan itulah yang terutama harus disentuh supaya deradikalisasi sukses. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme dengan sarana non penal juga dilakukan dengan cara melaksanakan kerja sama internasional dengan negara lain di bidang intelijen, kepolisian dan kerjasama teknis lainnya yang berkaitan dengan tindakan melawan terorisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku . 111 111 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pasal 43 Universitas Sumatera Utara 116 4.2.Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Wewenang yang Dilakukan Densus 88 dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Dalam lingkup kejahatan Internasional yang berkaitan dengan kejahatan terorisme, tiap Negara wajib melakukan penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan, dan penghukuman terhadap tindak pidana terorisme di manapun locus delicti terorisme dilakukan. Pemberantasan terorisme harus tetap dilandaskan pada koridor hukum dengan berkiblat kepada paradigma Tritunggal, yaitu: a. melindungi kedaulatan wilayah Negara Kesatuan RI dari ancaman dan agresi kegiatan terorisme, baik yang bersifat domestik maupun internasional. b. melindungi korban kegiatan terorisme, dan c. saksi-saksi dilindungi secara optimal. Selain itu, para pelaku tindak pidana terorisme tetap mendapat perlindungan hukum sesuai dengan prinsip universal perlindungan hak tersangka. 112 Densus 88 sebagai satuan tugas dari Kepolisian Republik Indonesia untuk memberantas tindak pidana terorisme memiliki kewenangan atau fungsi yang sama dengan polisi. Kewenangan atau fungsi polisi itu mengenal 2 azas: pertama asas legalitas yang berarti bahwa semua tindakan Polisi harus berdasarkan pada aturan-aturan atau perundang-undangan yang berlaku. Setiap tindakan yang setelah dikaji tidak berdasarkan peraturan adalah tindakan yang tidak sah dan karenanya Polisinya dapat ditindak. Kedua asas Opurtunitas atau asas Utilitas, 112 Abdul Wahid, dkk, Op.cit Halaman 103 Universitas Sumatera Utara 117 yang berarti setiap tindakan Polisi yang selaras dengan kewajiban dan tanggung jawabnya maka semua dapat dianggap sah. 113 Untuk melaksanakan tugas tindakan Polisi harus diarahkan pada kegiatan: 114 a. Mengawasi dan mengarahkan agar kewajiban masyarakat untuk kepentingan umum terlaksana dengan baik. b. Bertindak aktif untuk mencari penyebab mengapa kewajiban rakyat untuk kepentingan umum tidak terlaksana dan sekaligus mencari pemecahan yang tepat c. Melakukan upaya paksa apabila perlu dengan menggunakan sarana Peradilan agar kewajiban rakyat itu dapat terlaksana. Dalam banyak hal usaha memaksa itu dapat dilakukan tanpa menggunakan sarana Peradilan. d. Mempertanggungjawabkan semua tindakan yang telah dilakukan maupun yang tidak dilakukan. Eksistensi Densus 88 mulai dipertanyakan mengingat akses negatif yang ditimbulkan dari tindakan-tindakan represif yang dilakukan sudah diluar batas kewajaran. Namun disisi lain peran vital Densus 88 sebagai aparat penegak hukum dianggap masih relevan dengan kebutuhan penanggulangan dan pemberantasan terorisme sebagai bentuk kebijakan strategi keamanan nasional. Tentu diperlukan suatu solusi yang dapat menjembatani problem berkaitan dengan eksistensi Densus 88 tersebut Problem Solution yang bisa menjadi titik 113 Kunarto, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997, Halaman 79 114 Ibid Halaman 80 Universitas Sumatera Utara 118 keseimbangan antara kebutuhan untuk menciptakan keamanan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia secara proporsional. Pada Tahun 2016 upaya pemberantasan terorisme yang dilakukan oleh densus 88 menjadi sorotan pasca meninggalnya Siyono terduga teroris akibat tindakan yang dilakukan oleh dua personil densus 88 yang ditugaskan mengawasi siyono pada tanggal 8 Maret 2016. Kematian Siyono menyisakan sejumlah pertanyaan besar bagi keluarga dan masyarakat. Analisis Kebijakan Madya Divisi Humas Polri, Kombes Pol Rikwanto, membeberkan secara detail perkelahian antara anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror dengan terduga teroris asal Klaten , Siyono yang menyebabkannya tewas. Ilustrasi tersebut diketahui setelah dilakukannya rekontruksi kejadian tersebut. Rikwanto mengatakan, saat melewati jalur Klaten-Yogyakarta, Siyono meminta petugas membukakan borgolnya, karena dianggap kooperatif, borgol di pergelangan tangan Siyono pun dilepas. Lewat daerah itu. Disanalah Siyono mulai menyikut petugas. Maka terjadilah perkelahian. Siyono sempat mencakar dan mencekik anggota Densus 88 di sampingnya. Gerakan Siyono tanpa arah sehingga juga menendang kepala anggota lain yang mengendarai mobil di depan dan menyebabkan mobil oleng menabrak trotoar. Bahkan dalam pergulatan itu, Siyono mencoba meraih senjata anggota tersebut. Anggota Densus 88 pun langsung memojokkan Siyono dan memposisikannya di bawah tubuhnya. Saat itu, Siyono berusaha melawan dengan terus mencakar anggota Densus 88 di atasnya. Di satu sisi dengkul anggota Universitas Sumatera Utara 119 Densus menekan dadanya Siyono. Di satu sisi angota membenturkan Siyono ke pintu. Itulah yang menyebabkan rusuknya patah. Saat itu Siyono belum meninggal dan langsung di bawa ke RS Bhayangkara. Namun, nyawa Siyono tidak tertolong. 115 Berdasarkan hasil otopsi yang dilakukan Sembilan dokter forensik dari Muhammadiyah dan dihadiri oleh dokter forensik dari Polda Jawa Tengah, setidaknya ditemukan beberapa temuan. Pertama, otopsi mayat baru dilakukan oleh tim Muhammadiyah. Artinya temuan itu membantah pernyataan Polri yang menyatakan telah melakukan otopsi sebelumnya. Kedua terdapat tanda-tanda kekerasan dan patah tulang rusuk di kanan dan kiri. Ketiga, kematian korban Berdasarkan hasil otopsi Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kapusdokkes, pada tanggal 11 Maret 2016 ditemukan pendarahan di belakang kepala yang menyebabkan tewasnya Siyono. Sementara itu Berdasarkan hasil otopsi melalui tim forensik Muhamadiyah pada tanggal 14 Maret 2016, diketahui bahwa kematian Siyono diakibatkan benda tumpul yang dibenturkan ke bagian rongga dada. Tulang iga Siyono di sisi kiri dan kanan patah, kemudian tulang dada juga patah kearah jantung. Luka itu yang dianggap fatal dan disebut sebagai titik kematian Siyono. 115 http:nasional.kompas.comread2016042020154211ini.gambaran.polri.terkait.perkela hian.siyono.dengan.anggota.densus.88?utm_source=RDutm_medium=inartutm_campaign=khi prd diakses pada hari jumat 22 Juli 2016 pukul 18.30 wib Universitas Sumatera Utara 120 akibat rasa sakit yang sangat besar. Keempat tidak ada luka di tangan sebagai upaya tangkisan tangan melawan aparat. 116 Pada Jumat 11 Maret 2016 Pukul 15.00 WIB istri dan kakak siyono serta perangkat desa diajak ke Jakarta oleh Densus 88 untuk membesuk Siyono ke Jakarta dengan menggunakan 2 mobil. Pada sabtu 12 Maret 2016 Pukul 10.00 WIB baru diberitahukan resmi bahwa Siyono telah wafat. Istri dan kakak korban Kematian Siyono, terduga teroris asal Klaten, Jawa tengah ini diduga ada unsur pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pada tanggal 15 Maret 2016 Komnas HAM menerima pengaduan dari kuasa hukum Suratmi istri Siyono terkait peristiwa kematian Siyono dalam kondisi ditangkap dan ditahan. Ketua Komnas HAM M Imdadun Rahmat mengatakan bahwa materi pengaduan tersebut berisi infomasi bahwa pada Selasa 8 Maret 2016 telah terjadi penangkapan terhadap Siyono di Klaten, Jawa Tengah. Pelaku penangkapan adalah 3 orang berpakaian sipil tanpa surat penangkapan dan membawa Siyono pergi menggunakan mobil. Menurut keluarga, Siyono sehat. Selama dua hari tidak ada info tentang Siyono hingga pada Kamis 10 Maret 2016 terjadi penggeledahan rumah Siyono oleh Densus 88 dan ada aksi penodongan senjata laras panjang oleh Densus 88 ke anak-anak yang sedang belajar. Dalam penggeledahan itu tidak ada suratnya. Densus 88 tidak temukan kotak yang dicari hingga saat itu disita 1 sepeda motor dan beberapa lembar kertas. Keluarga tidak ada tanda tangan berita acara penyitaan. Kemudian sepeda motor telah dikembalikan. 116 http:www.hukumonline.comberitabacalt570ced437c5f0terkait-kasus-siyono-kinerja- densus-anti-teror-perlu-diaudit diakses pada hari senin 11 Juli 2016 pukul 14.30WIB Universitas Sumatera Utara 121 kemudian diberi uang dalam amplop besar, masing-masing di kamar terpisah. Pada Suratmi uang tersebut dikatakan untuk anak-anaknya, pada kakaknya dikatakan untuk mengurus jenazah. Uang tersebut diberikan tanpa ada tanda terima. Lalu pukul 11.00 wib keluarga melihat jenazah di RS Bhayangkara, usai lihat jenazah korban, jenazah pun dipulangkan ke Klaten dengan didampingi polisi. Setelah pemakaman, keluarga didatangi aparat desa dan Densus 88 agar mau menandatangani surat ikhlaskan kematian dan tidak akan menuntut secara hukum serta tidak bersedia diautopsi. Ayah Siyono terpaksa tanda tangan, tetapi Suratmi tidak mau tanda tangan karena menganggap Siyono mati tidak wajar. Karena itu pada tangggal 14 Maret 2016 keluarga korban menunjuk kuasa hukum. 117 Pengaduan istri Siyono membuahkan hasil dengan digelarnya Sidang Kode Etik oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri terhadap 2 anggota Densus 88 AT terkait tewasnya terduga teroris Siyono. Sidang etik digelar untuk mencari tahu penyebab tewasnya Siyono ketika dijemput dua anggota Densus 88. Sebanyak 10 saksi dihadirkan dalam sidang perdana. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Polisi Agus Rianto mengungkapkan 10 saksi yang dihadirkan antara lain orangtua Siyono.ada juga sejumlah anggota Densus 88 yang bertugas saat penangkapan Siyono, dokter dari Polda Jateng, dan Kapolres Klaten. 117 http:news.liputan6.comread2481892kronologi-kasus-kematian-siyono-versi-komnas- ham diakses pada hari jumat 22 Juli Pukul 18.35 wib Universitas Sumatera Utara 122 Proses persidangan etik dilakukan secara tertutup dan tidak dapat diakses oleh publik. Sebenarnya sidang kode etik profesi berlangsung terbuka untuk umum. Hal ini tertuang dalam pasal 51 ayat 1 peraturan Kapolri Perkap Nomor 19 tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Profesi Polri. Hanya saja dengan pertimbangan adanya angota Densus 88 yang turut menjadi saksi, maka sidang digelar secara tertutup. Sebab dalam menjalankan tugasnya, seluruh anggota Densus 88 selalu dirahasiakan identitasnya. 118 Keputusan diambil setelah menggelar sidang secara berturut-turut pada senin dan selasa 9-10 Mei 2016. Keduanya dianggap lalai dalam mengawal Siyono. Pelanggaran pertama yang mereka lakukan ialah kurangnya anggota Densus 88 yang mengawal Siyono. Saat di dalam mobil, Siyono hanya didampingi dua anggota, satu sopir dan satu orang duduk di sampingnya. Kelalaian kedua ialah karena Siyono tidak diborgol. Keadaan ini membuat Siyono dengan leluasa melawan petugas. Oleh karena itu, keduanya dikenakan sanksi berupa kewajiban meminta maaf kepada atasan satuan mereka. Keduanya juga didemosi tidak percaya. Artinya, keduanya dipindahkan dari satuan tugas Densus Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI, Brigadir Jendral Boy Rafli Amar mengatakan Majelis Etik Divisi Profesi dan Pengamanan Propam Kepolisian RI telah memutuskan sanksi terhadap dua anggota Detasemen Khusus 88 yaitu Ajun Komisaris Besar AKB T dan Inspektur Dua Ipda H yang mengawal Siyono. 118 http:news.liputan6.comread2487318propam-hadirkan-10-saksi-tewasnya-siyono-di- sidang-etik-densus diakses pada hari jumat 22 Juli Pukul 18.38 wib Universitas Sumatera Utara 123 88 ke satuan tugas lain. AKBP T dipindahkan ke satgas lain selama empat tahun. Sementara Ipda H selama tiga tahun. 119 Seperti yang kita ketahui bahwa Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme haruslah tetap menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP kecuali diatur lain dalam undang-undang itu. Penangkapan atas tuduhan apa pun, apalagi atas sangkaan terorisme seharusnya menggunakan hukum acara dalam KUHAP. Penangkapan harus sesuai dengan prosedur dalam KUHAP atau Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Soal penangkapan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 dapat dilakukan berdasarkan pasal 26 ayat 2. Yaitu soal informasi intelijen sebagai bukti permulaan. Pelaksanaan Pasal 62 ayat 2 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juga harus mengacu pada pasal 112 KUHAP tentang apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup. Harus ada dua bukti. Jika hanya ada satu bukti Berdasarkan kronologi kasus diatas terdapat kesalahan oleh Densus 88 dalam hal penangkapan karena tidak memiliki surat perintah penangkapan. Surat Perintah Penangkapan diatur dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP yang berbunyi: “pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa” 119 http:nasional.kompas.comread2016051615354981sanksi.dua.anggota.densus.88.din ilai.tak.penuhi.rasa.keadilan.keluarga.siyono diakses pada hari rabu tanggal 3 Agustus 2016 Pukul 11.36 wib Universitas Sumatera Utara 124 berupa laporan intelijen maka pennyelidikan baru bisa dilakukan apabila sudah ada ada penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri. 120 Setiap Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum seperti halnya warga sipil pada umumnya Kasus Siyono ini menjadi momentum bagi kepolisian untuk mengevaluasi apa yang dilakukan Densus 88 dalam proses penangkapan pelaku tindak pidana terorisme karena Densus 88 sebenarnya juga aparat penegak hukum yang tunduk pada prinsip-prinsip yang ada pada Undang-Undang maupun Hukum Acara Pidana. Tidak ada jaminan legal khusus yang memberikan privilege kepada Densus 88 untuk menggunakan tindakan hukum diluar yang diatur di dalam Undang-Undang. Jika Anggota Densus 88 Terbukti melakukan suatu tindak pidana, maka harus tetap ditindak sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Berikut kebijakan Hukum Pidana terhadap penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Densus 88 dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

4.2.1 Kebijakan Penal