Kebijakan Penal Faktor terjadinya tindak Pidana terorisme akibat paham radikalisme

97 BAB IV KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN WEWENANG YANG DILAKUKAN DENSUS 88 DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME 4.1.Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

4.1.1 Kebijakan Penal

101 Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang “kebijakan kriminal” criminal policy. Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu “kebijakan sosial” sosial policy yang terdiri dari “kebijakanupaya-upaya untuk kesejahteraan sosial” sosial welfare policy dan “kebijakanupaya-upaya untuk perlindungan masyarakat” social defence policy. Dengan demikian, sekiranya kebijakan penanggulangan kejahatan politik kriminal dilakukan dengan menggunakan sarana “penal” hukum pidana, maka “kebijakan hukum pidana” penal policy, khususnya pada tahap kebijakan yudikatifaplikatif penegakan hukum pidana in concreto harus memperhatikan dan mengarah pada terciptanya tujuan dari kebijakan sosial itu, berupa “social welfare” dan “social defence”. 101 Barda Nawawi Arief, Op.cit , halaman 77-79 Universitas Sumatera Utara 98 PENAL -formulasi -aplikasi -eksekusi NONPENAL Bertolak dari skema tersebut , dapat diidentifikasikan hal-hal pokok sebagai berikut: a. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus menunjang tujuan goal, “kesejahteraan masyarakatsocial welfare” SW dan perlindungan masyarakatsocial defence” SD Aspek SW dan SD yang sangat penting adalah aspek kesejahteraanperlindungan masyarakat yang bersifat immaterial terutama nilai kepercayaan, kebenarankejujurankeadilan. b. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan “pendekatan integral”, ada keseimbangan sarana “penal” dan “nonpenal” . Dilihat dari sudut politik kriminal kebijakan paling strategis adalah melalui sarana “nonpenal” karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan penal mempunyai keterbatasankelemahan, yaitu bersifat fragmentarissimpilistik tidak struktural fungsional, simpromatiktidak Social- welfare policy GOAL SWSD Social policy Social defence policy Criminal policy Universitas Sumatera Utara 99 kausatiftidak eliminatif, individualistic atau “offender-oriented tidak victim oriented”, lebih bersifat represif tidak preventif, harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi. c. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana “penal” merupakan “penal policy” atau “penal law enforcement policy” yang fungsionalisasi operasionalisasinya melalui beberapa tahap: 1. Tahap formulasi kebijakan legislatif 2. Tahap aplikasi kebijakan yudikatifyudisial 3. Tahap eksekusi kebijakan eksekutifadministratif Dengan adanya tahap “formulasi”, maka upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparat penegakpenerap hukum, tetapi juga tugas aparat pembuat hukum aparat legislatif; bahkan kebijakan legislatif merupakan tahap paling strategis dari “penal policy”, karena itu kesalahankelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. Dilihat dari sudut kebijakan kriminal, upaya penanggulangan kejahatan politik dengan menggunakan sarana “penal” bukan merupakan kebijakan yang strategis. Menurut kesepakatan internasional antaralain dalam Kongres PBB mengenai The prevention of Crime and the treatment of offenders, strategi dasarpokok pencegahan kejahatan the basic crime prevention strategy harus difokuskan pada upaya menghilangkan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang Universitas Sumatera Utara 100 menimbulkan terjadinya kejahatan termasuk kejahatan politik terletak pada kebijakan yang integral, preventif, dan eliminatif dalam menanggulangi faktor- faktor penyebab. Dengan kata lain, kebijakan strategis terletak pada kebijakan penangulangan kausatif. Inilah yang tidak dipenuhi oleh kebijakan “penal” dalam menanggulangi kejahatan, karena kebijakan penal lebih merupakan kebijakan parsial, represif, dan simptomatik. 102 Walaupun kebijakan penal bersifat represif, namun sebenarnya juga mengandung unsur preventif, karena dengan adanya ancaman dan penjatuhan pidana terhadap delikkejahatan politik diharapkan ada efekpencegahanpenangkal deterrent effect nya. Disamping itu kebijakan penal tetap diperlukan dalam penanggulangan kejahatan, karena hukum pidana merupakan salah satu sarana kebijakan sosial untuk menyalurkan “ketidaksukaan masyarakat” sosial dislike atau “pencelaankebencian sosial” social disapprovalsocial abhorrence yang sekaligus juga diharapkan menjadi sarana “perlindungan sosial” social defence. Oleh karena itulah sering dikatakan, bahwa “penal policy” merupakan bagian integral dari “social defence policy”. 103 Upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan melalui sarana penal merupakan suatu usaha yang memuat suatu peraturan yang mencantumkan pemidanaan. Hukum sebagaimana ini dikatakan perlu karena: 104 1. Sanksi pidana merupakan sanksi yang dibutuhkan 102 Ibid 174 103 Ibid hal 176 104 M. Hamdan, opcit, Halaman 21-22 Universitas Sumatera Utara 101 2. Sanksi pidana merupakan sarana yang terbaik atau merupakan alat yang terbaik dalam menghadapi kejahatan ultimum remedium 3. Walaupun di suatu sisi sanksi pidana merupakan penjamin yang terbaik, di sisi lain merupakan pengancam utama kebebasan manusia. Dalam Pasal 10 KUHP telah menentukan jenis-jenis pidana terdiri dari: 1. Pidana pokok: a. Pidana mati, b. Pidana penjara, c. Kurungan, d. Denda, e. Tutupan 2. Pidana tambahan: a. Pencabutan hak-hak tertentu, b. Perampasan barang-barang tertentu, c. Pengumuman putusan Hakim. Sejalan dengan ketentuan Pasal 10 KUHP, maka jenis-jenis pidana dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang dirumuskan adalah 3 tiga jenis pidana pokok, yaitu 1. Pidana mati, 2. Pidana penjara, serta 3. Denda apabila yang melakukannya adalah koorporasi. Sehingga sepanjang tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka aturan pemidanaan pidana mati, pidana penjara, serta denda berlaku aturan pemidanaan dalam KUHP, sebaliknya apabila ditentukan tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, maka diberlakukan aturan pemidanaan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Universitas Sumatera Utara 102 Kebijakan melalui jalur penal dalam tindak pidana terorisme diatur dalam pasal-pasal yang tertuang mulai dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 19, sebagai berikut 105 1. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun. : 2. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup. 3. Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana mati 105 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Universitas Sumatera Utara 103 atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun., setiap orang yang: a. menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan tersebut; b. menyebabkan hancurnya, tidak dapat dipakainya atau rusaknya bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara, atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut; c. dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru; d. karena kealpaannya menyebabkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang keliru; e. dengan sengaja atau melawan hukum, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; f. dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara; g. karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara celaka, hancur, tidak dapat dipakai, atau rusak; Universitas Sumatera Utara 104 h. dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, atas penanggung asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan kehancuran, kerusakan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya atau yang dipertanggungkan muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya, ataupun untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan; i. dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam penerbangan; j. dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan; k. melakukan bersama-sama sebagai kelanjutan permufakatan jahat, dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkan luka berat seseorang, mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara sehingga dapat membahayakan penerbangannya, dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas kemerdekaan seseorang; l. dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut; Universitas Sumatera Utara 105 m. dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan penerbangan; n. dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dalam pesawat udara dalam dinas, dengan cara apapun, alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan pesawat udara tersebut yang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan; o. melakukan secara bersama-sama 2 dua orang atau lebih, sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat, melakukan dengan direncanakan lebih dahulu, dan mengakibatkan luka berat bagi seseorang dari perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf l, huruf m, dan huruf n; p. memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu dan karena perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan; q. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan; r. di dalam pesawat udara melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban dan tata tertib di dalam pesawat udara dalam penerbangan 4. Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba Universitas Sumatera Utara 106 menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke danatau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun. 5. Dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya, sehingga menimbulkan suasana teror, atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, membahayakan terhadap kesehatan, terjadi kekacauan terhadap kehidupan, keamanan, dan hak-hak orang, atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional. 6. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk Universitas Sumatera Utara 107 melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10. 7. Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan: a. tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, menggunakan, menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kematian atau luka berat atau menimbulkan kerusakan harta benda; b. mencuri atau merampas bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya ; c. penggelapan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya; d. meminta bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya secara paksa atau ancaman kekerasan atau dengan segala bentuk intimidasi; e. mengancam : 1 menggunakan bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya untuk Universitas Sumatera Utara 108 menimbulkan kematian atau luka berat atau kerusakan harta benda; atau 2 melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan tujuan untuk memaksa orang lain, organisasi internasional, atau negara lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. f. mencoba melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c; dan g. ikut serta dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f. 8. Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan : a. memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme; b. menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme; atau c. menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. 9. Setiap orang yang merencanakan danatau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. 10. Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana Universitas Sumatera Utara 109 dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidananya. 11. Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. 12. Dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi danatau pengurusnya. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000.000,- satu triliun rupiah. Dan Korporasi yang terlibat tindak pidana terorisme dapat dibekukan atau dicabut izinnya dan dinyatakan sebagai korporasi yang terlarang. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juga mengatur kebijakan pidana terhadap tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana terorisme, diatur dalam pasal-pasal yang tertuang mulai dari Pasal 20 sampai dengan Pasal 23, sebagai berikut 106 1. Setiap orang yang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum, penasihat hukum, danatau hakim yang menangani tindak pidana : 106 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Universitas Sumatera Utara 110 terorisme sehingga proses peradilan menjadi terganggu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. 2. Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, dan mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan, atau melakukan penyerangan terhadap saksi, termasuk petugas pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. 3. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun. 4. Setiap saksi dan orang lain yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun.

4.1.2 Kebijakan Non-Penal