sifatnya telah universal, kewajiban tersebut tidak berarti mengikat mutlak terhadap negara. Negara ialah satu-satunya subjek hukum Internasional yang
memiliki kedaulatan penuh par excellence. Suatu negara meskipun tunduk pada kewajiban penyelesaian sengketa
secara damai, tetap memiliki kewenangan penuh untuk menentukan metode atau cara-cara penyelesaian sengketanya. Kewajiban tersebut tetap tunduk kepada
kesepakatan konsensus negara yang bersangkutan. Seiring dengan semakin berkembangnya hukum Internasional maka jalur atau skema-skema penyelesaian
sengketa Internasional turut mengalami peningkatan, namun penggunaan skema mana yang digunakan untuk penyelesaian suatu sengketa, sepenuhnya merupakan
pilihan dari negara-negara yang terlibat sengketa.
F. Kedudukan Hukum Lembaga Permanent Court of Arbitration dalam
Penyelesaian Sengketa
Permanent Court of Arbitration PCA atau Mahkamah Arbitrase PCA ini bukan peradilan pada umumnya melainkan sebuah pelayanan jasa dengan jasa
sidang arbitrase untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa antar anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB dan atau negara yang menjadi member dalam
ratifikasi Mahkamah Arbitrase ini.
35
Permanent Court of Arbitration PCA dibentuk melalui Konvensi Den Haaq 1899 dan 1907 yang mengatur proses beracara di PCA. Kompetensi PCA
35
https:en.wikipedia.orgwikiPermanent_Court_of_Arbitration diakses pada tanggal 15 November 2016.
juga meliputi sengketa yang terjadi antara negara dengan subjek internasional non negara yang mana tidak dapat ditangani oleh Mahkamah Internasional.
Dasar hukum dari Permanent Court of Arbitration adalah Convention for the Pasific Settlement of International Dispute tanggal 29 Juli 1899 dan tanggal
18 Oktober 1907. Fungsi dari PCA ini adalah sebagai media pelayanan arbitrase Internasional, adapun pelayanan dari PCA ini meliputi 5 hal, yaitu :
a Jasa Arbitrase;
b Penunjukan Otoritas;
c MediasiKonsiliasi;
d Pencarian Fakta
e Pengadilan Tamu.
36
Struktur organisasi Permanent Court of Arbitration PCA terdiri dari biro-biro Internasional dan administrative council. Biro-biro Internasional ini
terdiri dari Sekjen dan staffnya yang pada praktiknya harus berkewarganegaraan Belanda. Sekjen dipilih administrative council. administrative council ini berisi
perwakilan diplomatik dari negara-negara yang menandatangani kedua konvensi diatas dengan Menteri luar negeri Belanda sebagai presiden administrative
council. Tugas dari administrative council adalah memberi arahan dan pengawasan terhadap biro Internasional dan juga memperbaiki kualitas kerjasama
biro Internasional dan setiap tahun mengirimkan laporan kerjanya kepada negara-
36
https:pca-cpa.orgenservices diakses pada tanggal 15 November 2016.
negara anggota Permanent Court of Abitration PCA ini.
37
PCA memiliki suatu panel yang disebut dengan Member of the Court. Badan ini terdiri dari 260
arbitrator. Mereka adalah para ahli hukum terkemuka yang berasal dari negara- negara anggota PCA.
Adapun kewenangan hukum dari Permanent Court of Arbitration adalah sebagai berikut :
1. Memeriksa perkara penerapan putusan award antar negara yang
menandatangani konvensi, jika permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan melalui cara diplomasi.
2. Menyelesaikan sengketa antar negara anggota PCA atau sengketa antar
negara anggota PCA dengan anggota non PCA. Kasus yang pertama kali ditangani oleh PCA adalah The Pious Fund Arbitration pada tahun1907.
Prosedur penanganan perkara di PCA dilakukan dengan cara melalui hal- hal berikut, yaitu :
Pengajuan gugatan secara tertulis. Pada tahap dengar pendapat, Hakim pengadilan PCA dapat menyatakan
sidang terbuka untuk umum tergantung kesepakatan para pihak yang bersengketa. Pada tahap ini Hakim pengadilan PCA dapat menunda
37
https:Khafidsociality.blogspot.co.id201103Permanent-court-of-arbitration.html diakses pada tanggal 16 November 2016.
persidangan jika para pihak tidak hadir di muka pengadilan ataupun tidak menunjuk perwakilannya.
Pelaksanaan putusan dari PCA terhadap sengketa yang diperiksa harus segera dilaksanakan mengikat dengan menghormati hukum nasional
negara anggota.
BAB I PENDAHULUAN