Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi hanafi,
2004: a. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu
investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunganya.
b. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan
perusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang
dan menilai stabilitas perusahaan. c. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi
pemerintah dalam menetapkan kebijakan. d. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang
berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
e. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung free akuntan dan
pengacara dan biaya tidak langsung kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan. Sehingga dengan adanya model
financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari biaya langsung dan biaya tidak langsung dari kebangkrutan.
Dari uraian pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa financial distress merupakan kondisi dimana keuangan
perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Berbagai penelitian terdahulu pun telah dilakukan untuk menguji efektivitas financial ratios
dalam memprediksi financial distress di suatu perusahaan, antara lain adalah penelitian dilakukan oleh Altman 1968 merupakan penelitian
awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman ini dikenal
dengan Z-score yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah
– nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Dengan menggunakan analisis diskriminan,
fungsi diskriminan akhir yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan memasukkan rasio-rasio keuangan berikut:
working capitaltotal assets, retained earningstotal assets, earnings before interest and taxestotal assets, market value equitybook value of
total debt, salestotal assets. Secara umum disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan tersebut bisa digunakan untuk memprediksi kebangkrutan
perusahaan. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Teori Keagenan
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 dalam teori keagenan Agency Theory
mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak kerja sama nexus of contract yang mana satu atau lebih principal menggunakan
orang lain atau agent untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Principal adalah pemegang saham pemilik investor, sedangkan agent adalah
manajer atau manajemen yang mengelola perusahaan. Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan,
sedangkan agent berkewajiban mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan kemakmuran pemilik atau laba perusahaan.
Teori agency menurut
Handono Mardiyanto
2009 ketidakselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan kreditor.
Teori agensi Home 1995 dalam Hasa Nurrohim Kp, 2008 adalah suatu teori yang menjelaskan adanya pertentangan posisi antara manajemen
sebagai agen dengan pemegang saham sebagai pemilik. Para pemegang saham berharap agar agen akan bertindak atas kepentingan
mereka sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilainya, sekaligus memberikan keuntungan kepada pemegang saham. Untuk melakukan
fungsinya dengan baik, maka manajemen harus diberikan insentif yang memadai, dan juga sekaligus pengawasan yang baik.
Tujuan dari teori agensi adalah pertama, untuk meningkatkan kemampuan individu baik prinsipal maupun agen dalam mengevaluasi
lingkungan dimana keputusan harus diambil The belief revision role. Kedua, untuk mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna
mempermudah pengalokasian hasil antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja The performance evaluation role. Secara garis
besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua Eisenhardt,1989, yaitu
positive agency research dan principal agent research. Positve agent research memfokuskan pada identifikasi situasi dimana agen dan
prinsipal mempunyai tujuan yang bertentangan dan mekanisme pengendalian yang terbatas hanya menjaga perilaku self serving agen.
Secara ekslusif, kelompok ini hanya memperhatikan konflik tujuan antara pemilik stockholder dengan manajer. Sementara itu principal agent
research memfokuskan pada kontrak optimal antara perilaku dan hasilnya, secara garis besar penekanan pada hubungan principal dan
agent. Principal-agent research mengungkapkan bahwa hubungan agent- principal dapat diaplikasikan secara lebih luas, misalnya untuk
menggambarkan hubungan pekerja dan pemberi kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan auditee.
Teori agensi tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak diatas, baik prinsipal maupun agen merupakan pelaku utama dan keduanya
mempunyai bargaining position masing-masing dalam menempatkan posisi, peran dan kedudukannya. Prinsipal sebagai pemilik modal
memiliki akses pada informasi internal perusahaan sedangkan agen sebagai pelaku dalam praktek operasional perusahaan mempunyai
informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Posisi, fungsi, situasi, tujuan, kepentingan dan latar belakang
prinsipal dan agen yang berbeda dan saling bertolak belakang tersebut akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan
conflict of interest dan pengaruh antara satu sama lain. Berkaitan dengan
auditing, baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang yang memiliki rasionalitas ekonomi, dimana setiap tindakan yang dilakukan
termotivasi oleh
kepentingan pribadi
atau akan
memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang
lain. Teori keagenan mengatakan sulit untuk mempercayai bahwa
manajemen agent akan selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham principal, sehingga diperlukan monitoring dari
pemegang saham Copeland dan Weston,1992. Shareholder atau prinsipal mempekerjakan agen untuk melaksanakan tugas termasuk
pengambilan keputusan ekonomik, dalam lingkungan yang tidak pasti seperti perusahaan dalam kondisi financial distress. Agen sebagai seorang
manajer akan mengambil keputusan untuk melakukan berbagai strategi guna mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan. Disisi lain agen
merupakan pihak yang diberikan kewenangan oleh prinsipal berkewajiban mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan kepadanya.
Teori keagenan juga menyatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaa selalu ada konflik kepentingan Brigham dan Gapenski,1996
antara 1 manajer dan pemilik perusahaan 2 Manajer dan bawahannya, 3 Pemilik perusahaan dan kreditor. Kepentingan principal dalam
memperoleh laba terus bertambah sedangkan agen tertarik untuk menerima kepuasan yang terus bertambah berupa kompensasi keuangan
sehingga agen sering mengambil keputusan tidak dalam kepentingan
terbaik principal, khususnya bila orang yang oportunis terlibat didalamnya Jensen dan Meckling, 1976. Menurut Fama dan Jensen
1983 tidak adanya prosedur pengawasan yang efektif, manajemen kemungkinan akan melakukan penyimpangan yang merugikan pemegang
saham. Misalnya dengan memperlihatkan beberapa kondisi perusahaan seolah-olah target tercapai. Sehingga pemegang saham merasa
manajemen melakukan kegiatan dengan baik dan menghasilkan laba. Namun karena tidak adanya pengawasan efektif dari pemegang saham
sehingga manajemen terus-menerus memberikan keterangan palsu pada pemegang saham yang akhirnya dapat muncul permasalahan pada
perusahaan seperti financial distress. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses
pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas pihak-pihak tersebut, dinilai lewat
kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan keuangan. Lebih lanjut dalam agency theory, pemilik perusahaan membutuhkan auditor
untuk memverifikasi informasi yang diberikan manajemen kepada pihak perusahaan. Sebaliknya, manajemen memerlukan auditor untuk
memberikan legitimasi atas kinerja yang mereka lakukan dalam bentuk laporan keuangan, sehingga mereka layak mendapatkan insentif atas
kinerja tersebut. Disisi lain, kreditor membutuhkan auditor untuk memastikan bahwa uang yang mereka kucurkan untuk membiayai
kegiatan perusahaan, benar-benar digunakan sesuai dengan persetujuan
yang ada, sehingga kreditor bisa menerima bunga atas pinjaman yang diberikan.
Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya atau monitoring cost dalam bentuk biaya
audit, yang merupakan salah satu dari agency cost Jensen dan Meckling,
1976. Biaya pengawasan monitoring cost merupakan biaya untuk
mengawasi perilaku agent apakah agent telah bertindak sesuai kepentingan principal dengan melaporkan secara akurat semua aktivitas
yang telah ditugaskan kepada manajer. Uraian tersebut diatas memberi makna bahwa auditor merupakan pihak yang dianggap dapat
menjembatani kepentingan pihak pemegang saham principal dengan pihak manajer agent dalam mengelola keuangan perusahaan Setiawan,
2006 termasuk menilai kelayakan strategi manajemen dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan perusahaan.
Auditor independen
melakukan fungsi
pengawasan atau
monitoring atas pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan, sehingga auditor akan melakukan proses audit terhadap
kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas termasuk catatan atas
laporan keuangan yang kemudian akan memberikan pendapat atas pekerjaan auditnya dalam bentuk opini audit. Auditor independen
melakukan pengawasan atau monitoring karena manajer berkeinginan untuk menyajikan laporan keuangan agar tampak lebih baik dari kondisi
senyatanya Cosserat, 1999. Sejalan dengan pendekatan audit topdown holistic, auditor berkewajiban untuk mengevaluasi resiko bisnis klien
Boynton, 2002. Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki resiko bisnis yang lebih besar. Oleh karena itu, auditor akan
mempertimbangkan rencana dan tindakan stratejik yang dilakukan manajemen, khususnya rencana manajemen yang terlalu optimistik
Hackenbrack dan Nelson, 1996. Pengguna laporan keuangan akan mengambil keputusan ekonomi
atas dasar laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, opini tentang kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya merupakan
informasi penting bagi pengguna laporan keuangan. Opini going concern, yang secara jelas menyebutkan adanya keraguan auditor akan kemampuan
perusahaan untuk melanjutkan usahanya merupakan signal bahwa perusahaan sedang menghadapi masalah going concern, seperti masalah
kesulitan keuangan.
b. Teori Trade off
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963 oleh Modigliani dan Miller dalam sebuah artikel American Economic Review
53 1963, June yang berjudul Corporate Income Taxes on the Cost of Capital: A Correction. Artikel ini merupakan perbaikan model awal
mereka yang sebelumnya memperhitungkan adanya pajak perseroan akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan. Selanjutnya model
tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2 atau model MM dengan
pajak perseroan Brigham, and Ehrhardt, 2005. Dalam teori ini menjelaskan ide bahwa berapa banyak hutang perusahaan dan berapa
banyak ekuitas perusahaan sehingga terjadinya keseimbangan antara biaya dan keuntungan.
Teori ini menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat hutang
aktualnya ke arah titik optimal, ketika perusahaan tersebut berada pada tingkat hutang yang terlalu tinggi overlevered atau terlalu rendah
underlevered. Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka
panjang.
Ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan
semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya tersebut terdiri dari 2 dua hal Brigham dan
Houstan,2001, yaitu biaya langsung, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis. Biaya
Tidak Langsung yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan
dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak akan
membayar. Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya
biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang
akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring dan bisa dalam bentuk
kenaikan tingkat bunga.
Setiap perusahaan memiliki tingkat hutang yang berbeda-beda, tergantung pada jenis industrinya. Perusahaan perangkat lunak software
memiliki target leverage yang berbeda dengan perusahaan manufaktur karena karakteristik aset kedua perusahaan ini berbeda. Perusahaan
perangkat lunak memiliki proporsi aset tak berwujud yang lebih besar dibandingkan perusahaan manufaktur dalam bentuk lisensi atau paten,
sehingga penilaian asetnya menjadi lebih sulit. Karena itu, umumnya perusahaan manufaktur memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi
daripada perusahaan perangkat lunak. Pada kasus lain, banyak perusahaan yang dibatasi oleh regulasi pemerintah dalam menentukan
tingkat hutangnya. Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan dibatasi oleh regulasi dalam menentukan tingkat hutangnya melalui
penentuan CAR capital adequacy ratio oleh bank sentral.
Di sisi lain, tingkat hutang yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Permasalahan
lain yang dapat timbul adalah perilaku substitusi aset berisiko lebih rendah kepada aset-aset berisiko tinggi. Perilaku ini timbul karena
kerugian atas aset-aset berisiko tersebut berdampak lebih besar terhadap debtholders, bukan pemegang saham. Underinvestment juga merupakan
perilaku yang mungkin timbul, dimana manajer akan melepaskan peluang-peluang investasi menguntungkan yang dimilikinya karena
keuntungan dari investasi tersebut dinikmati lebih besar oleh debtholders, sehingga mengakibatkan pengalihan kesejahteraan dari pemegang saham
kepada debtholders. Ketiga masalah ini menyebabkan biaya pendanaan yang lebih tinggi ketika perusahaan memiliki tingkat hutang yang terlalu
besar. Tingkat hutang yang optimal adalah ketika keuntungan dari hutang sebanding dengan biaya yang ditimbulkannya.
B. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI
KONDISI FINANCIAL DISTRESS
1. Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan pengelola perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar hutang
jangka pendeknya. Artinya, seberapa mampu perusahaan untuk membayar kewajiban atau hutangnya yang sudah jatuh tempo. Jika
perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang tidak likuid. Rasio yang mengukur likuiditas jangka pendek