kerugian atas aset-aset berisiko tersebut berdampak lebih besar terhadap debtholders, bukan pemegang saham. Underinvestment juga merupakan
perilaku yang mungkin timbul, dimana manajer akan melepaskan peluang-peluang investasi menguntungkan yang dimilikinya karena
keuntungan dari investasi tersebut dinikmati lebih besar oleh debtholders, sehingga mengakibatkan pengalihan kesejahteraan dari pemegang saham
kepada debtholders. Ketiga masalah ini menyebabkan biaya pendanaan yang lebih tinggi ketika perusahaan memiliki tingkat hutang yang terlalu
besar. Tingkat hutang yang optimal adalah ketika keuntungan dari hutang sebanding dengan biaya yang ditimbulkannya.
B. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI
KONDISI FINANCIAL DISTRESS
1. Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan pengelola perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar hutang
jangka pendeknya. Artinya, seberapa mampu perusahaan untuk membayar kewajiban atau hutangnya yang sudah jatuh tempo. Jika
perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang tidak likuid. Rasio yang mengukur likuiditas jangka pendek
perusahaan dengan melibatkan besarnya aktiva lancar relatif terhadap hutang lancarnya. Hanafi 2004.
Rasio ini menunjukkan jika rasio rendah maka mengakibatkan likuiditas jangka pendek yang rendah. Rasio lancar yang tinggi
menunjukkan kelebihan aktiva lancar likuiditas tinggi dan resiko rendah, tetapi mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap
profitabilitas perusahaan. Menurut Ahmad 2012, rasio likuiditas berhubungan negatif dengan financial distress. Adapun rasio likuiditas
dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan current ratio CR, yaitu total aktiva lancar dibagi dengan total kewajiban lancar yang
dimiliki perusahaan Almilia dan Kristijadi, 2003.
2. Leverage
Rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva yang dimiliki perusahaan berasal dari hutang atau
modal, sehingga dengan rasio ini dapat diketahui posisi perusahaan dan kewajibannya yang bersifat tetap kepada pihak lain serta keseimbangan
nilai aktiva tetap dengan modal yang ada. Sebaiknya komposisi modal harus lebih besar dari hutang. Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya Hanafi 2004. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya
lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio memfokuskan pada sisi kanan atau kewajiban perusahaan.
Rasio yang
tinggi berarti
perusahaan menggunakan
hutangfinancial laverage yang tinggi. Penggunaan hutang yang tinggi akan meningkatkan profitabilitas, dilain pihak hutang yang tinggi akan
meningkatkan resiko. Jika perusahaan tinggi maka perusahaan akan memperoleh keuntungan yang tinggi, karena hanya membayar bunga
yang sifatnya tetap.
3. Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu Hanafi
2004. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan. Dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya
baik dan sebaliknya. Rasio profitabilitas, digunakan untuk mengukur seberapa efektif pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan
keuntungan. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Al-Khatib dan Al-Horani 2012 di Jordan, dua proxy pengukuran profitabilitas yang
signifikan mempengaruhi kemungkinan financial distress adalah ROE dan ROA, dimana pengaruhnya tersebut adalah berhubungan negatif.
Dalam penelitian ini, adapun rasio profitabilitas diukur dengan menggunakan return on asset ROA, yaitu mengukur efektivitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya Ang, 1997 dalam Hanifah, 2013. Apabila return
on asset ROA meningkat, berarti tingkat penjualan perusahaan akan
meningkat dan akhirnya akan meningkatkan pula tingkat profitabilitas yang bisa dinikmati oleh pemegang saham. Ardiyanto, 2011.
C. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL DAN PENURUNAN HIPOTESIS
1. Pengaruh Likuiditas terhadap Kondisi Financial distress
Rasio likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan
perusahaan mendanai operasional perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang jangka pendek Sawir, 2005. Penggunaan hutang lancar relatif lebih
mudah dibanding hutang jangka panjang, sedangkan aktiva lancar bersifat kurang produktif dibanding aktiva tetap. Rasio lancar yang tinggi
menunjukkan kelebihan aktiva lancar atau bisa dibilang likuiditas tinggi dan resiko rendah, tetapi dalam hal ini mempunyai pengaruh yang tidak baik
terhadap profitabilitas perusahaan, dengan adanya pengaruh yang tidak baik, maka akan mempengaruhi kondisi keuangan yang akan mengarah kepada
kesulitan keuangan atau financial distress. Menurut teori keagenan, keputusan hutang pihutang perusahaan ada di
bawah kendali agent. Oleh sebab itu, adanya kewajiban keuangan yang jatuh tempo pada saat ini adalah akibat dari keputusan agent yang pada masa lalu
memutuskan untuk melakukan pinjaman atau kredit pada pihak luar perusahaan. Jika suatu perusahaan mempunyai total kewajiban yang jatuh
tempo terlalu banyak, maka perlu dilakukan penelusuran apakah ada kesalahan pada agent dalam mengelola perusahaan, karena jika keadaan
tersebut tidak cepat ditangani maka akan mendekatkan perusahaan pada kondisi financial distress.
Pada penelitian Lusiana Spica Almalia dan Kristanji, menghasilkan bahwa Rasio likuiditas CACL signifikan pada tingkat 10 ataupun 5.
Koefisien regresi untuk variabel CACL sebesar -2.4471 dan bertanda negatif, yang menunjukan bahwa rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap
financial distress suatu perusahaan. Disisi lain penelitian yang telah dilakukan oleh Almilia dan
Kristijadi 2003 menunjukkan bahwa liquidity ratio current assetscurrent liabilities signifikan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan terjadinya
financial distress di suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan dapat memenuhi kewajiban pendeknya, maka
semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Hipotesis pertama yang dikembangkan berdasarkan uraian di atas
adalah sebagai berikut: H1 : Likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial
distress perusahaan.
2. Pengaruh Leverage terhadap Kondisi Financial distress
Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Suatu perusahaan yang memiliki leverage keuangan yang tinggi berarti memiliki banyak hutang pada pihak luar. Ini berarti perusahaan tersebut
memiliki risiko keuangan yang tinggi. Bentuk resiko itu salah salah satunya adalah ketika perusahaan tidak mampu dalam membayar hutang, yang mana
disebabkan karena penjualan yang sedikit sehingga akan mengalami kesulitan keuangan financial distress. Menurut Yuvita 2010, risiko keuangan yang
tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan keuangan financial distress. Kesulitan keuangan merupakan berita buruk yang akan
mempengaruhi kondisi perusahaan di masyarakat.
Di samping itu, dalam teori keagenan kelangsungan hidup perusahaan berada di tangan agent. Apakah agent memutuskan untuk
melakukan pendanaan dari pihak ketiga atau tidak. Namun jika proporsi hutang yang dimiliki perusahaan terlalu besar, maka perlu dipertanyakan
apakah terjadi kesalahan pengambilan keputusan oleh agent dalam mengelola perusahaan atau agent memang sengaja bertindak sesuatu yang hanya
mementingkan dirinya sendiri. Oleh karena itu keputusan agent mengenai pendanaan aset perusahaan sangatlah penting, karena jika agent terlalu
banyak menggunakan dana pihak ketiga sebagai pendanaannya, maka akan timbul kewajiban yang lebih besar di masa mendatang, dan hal itu akan
mengakibatkan perusahaan akan rentan terhadap kesulitan keuangan atau financial distress.
Di sisi lain, hal ini sesuai pula dengan teori trade off yang menyatakan bahwa tingkat hutang yang terlalu tinggi menyebabkan
perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Karena tingginya suatu hutang perusahaan maka potensi kerugian yang dialami oleh pemegang
hutang akan meningkatkan dan peningkatan pengawasan terhadap
perusahaan juga diperlukan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga.
Penelitian Luciana dan Kristijadi 2003 yang bertujuan untuk membuktikan manfaat laporan keuangan dalam memprediksi kinerja
perusahaan seperti financial distress, penelitian ini membuat 12 persamaan regresi untuk menunjukkan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk
memprediksi financial distress. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio financial leverage yaitu variabel total hutang dibagi dengan total modal
DER dapat digunakan untuk memprediksikan financial distress suatu perusahaan. Karena semakin besar rasio financial leverage akan semakin
besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Koefisien dalam variabel ini bertanda positif, artinya variabel DER memiliki pengaruh
positif terhadap financial distress suatu perusahaan. Hipotesis yang kedua dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2 : Financial leverage berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan.
3. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kondisi Financial distress
Profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan, dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas
kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari setiap rupiah penjualan yang dihasilkan.
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa profitable perusahaan tersebut atau dengan kata lain seberapa besar persentase
pendapatan yang bisa dihasilkan oleh perusahaan. Profitabilitas adalah tingkat keberhasilan atau kegagalan perusahaan selama jangka waktu tertentu. Rasio
profitabilitas yang diproksikan dengan menggunakan ROA return on asset seberapa besar laba bersih yang diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai
aktiva, semakin besar laba yang didapat semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress perusahaan.
Di samping itu, menurut teori keagenan kegiatan operasi perusahaan adalah tugas agent. Oleh karena itu, jika suatu perusahaan
mempunyai laba yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa agent berhasil mengambil keputusan terbaik dalam pengelolaan perusahaan. Dengan laba
yang tinggi maka dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, sehingga peluang perusahaan mengalami financial
distress adalah semakin kecil. Penelitian yang dilakukan Arini 2010 menunjukkan bahwa
profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan artinya semakin besar profitabilitas suatu perusahaan
semakin mengurangi kondisi financial distress perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: H3 : Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi
financial distress perusahaan
D. Model Penelitian
Adapun model penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- +
-
Gambar 1. Kerangka Penelitian
LIKUIDITAS X
1
LEVERAGE X
2
PROFITABILITASX
3
KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAAAN
Y
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Obyeksubjek penelitian
Obyek dan subjek pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI dari tahun
2010-2014 yang diperoleh dari website http:www.idx.co.id, Indonesian Capital Market Directory ICMD.
B. Jenis Data
Penelitian ini mengambil data sekunder berupa laporan keuangan periode 2010-2014 yang dipublikasikan. Data laporan keuangan
diperoleh dari Publikasi BEI. Periodisasi data penelitian yang mencakup data periode tahun 2010 sampai 2014 dipandang cukup mewakili untuk
memprediksi financial distress.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu penentuan sampel
berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti. Adapun kriteria-kriteria yang dipilih dalam penentuan sampel
adalah: 1. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
BEI pada tahun 2010-2014
2. Perusahaan menyampaikan laporan keuangan 31 Desember secara rutin pada periode 2010-2014 terutama item
– item laporan keuangan yang di hitung menjadi rasio
– rasio keuangan dan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini.
3. Perusahaan yang mengalami financial distress adalah dengan menggunakan model Altman atau yang lebih dikenal dengan Z-
Score: Zi =1,2
+1,4 + 3,3
+ 1,0 + 0,6
Dimana : WC = Working Capital
RE = Retained Earning EBIT = Earning Before Interest Tax
S = Sales EQ = Equity
TA = Total Assets TL = Total Liabilities
Model ini menghasilkan 3 kategori,antara lain sebagai berikut : Z-score
≤ 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga
kemungkinan bangkrut pun sangat terbuka lebar. 1,81 Z-score 2,99 berada di daerah abu
– abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan
keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya, tergantung dari keputusan kebijaksanaan
manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan. Z-score
≥ 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis data yang diperlukan yaitu data sekunder, maka metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode studi kepustakaan dan studi observasi. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara diperoleh dan dicatat oleh pihak lain. Sedangkan metode studi observasi yaitu suatu cara
memperoleh data dengan menggunakan dokumentasi yang berdasarkan pada laporan keuangan yang telah dipublikasikan oleh BEI.
E. Difinisi Operasional Variabel Penelitian
1. Financial distress Zi
Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model ini perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui financial distress
perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah ke kebangkrutan.
Luciana 2006, Hofer 1980 dan Whitaker 1999 mengumpamakan
kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih net profit negatif selama beberapa tahun
tersebut. Pengukuran financial distress dalam penelitian ini menggunakan
model Altman yang dikenal dengan Z-score, yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah
–nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Jika
suatu perusahaan mempunyai skor di bawah 1,8, maka perusahaan tersebut mempunyai probabilitas yang tinggi untuk bangkrut. Z-score
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Zi =1,2
+1,4 + 3,3
+ 1,0 + 0,6
Dimana:
WC = Working Capital RE = Retained Earning
EBIT = Earning Before Interest Tax S = Sales
EQ = Equity TA = Total Assets
TL = Total Liabilities
Zi =1, jika perusahaan dikatagorikan kelompok perusahaan yang mengalami financial distress. Apabila nilai Z-score 1,8
Zi =0, jika perusahaan dikatagorikan kelompok perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Apabila nilai Z-score
1,81 dan Z-score 2,99
2. Likuiditas CR
Menurut Fred Weston dalam Kasmir 2010 menyatakan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban hutang jangka pendek. Rasio likuiditas menyatakan tingkat kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Tingginya rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, diharapkan ada hubungan negatif antara rasio
likuiditas dan financial distress.
Likuiditas dalam penelitian ini menggunakan rasio lancar Current ratio dengan rumus :
Current Ratio = aktiva lancar Kewajiban Lancar
3. Profitabilitas ROA Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan
ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan Kasmir, 2010. Tingginya profitabilitas suatu perusahaan akan menunjukkan
bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba yang tinggi, sehingga kenaikan aktiva juga akan terjadi dan akan menjauhkan perusahaan
dari ancaman financial distress. Oleh karena itu, diperkirakan ada hubungan negatif antara rasio profitabilitas dengan financial distress.
Profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan ROA Return on Asset dengan rumus:
ROA = Laba Bersih Total Aktiva
4. Financial Leverage DER
Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Analisis terhadap rasio ini diperlukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendek
dan jangka panjang apabila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan Sigit, 2008. Financial leverage diproxikan dengan
DER merupakan perbandingan antara total hutang dibagi dengan total modal. DER dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
DER = Total Hutang Total Ekuitas