ANALISIS PENGARUH PROFITABILITAS, LIKUIDITAS, DAN LEVERAGE DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2010-2014)

(1)

ANALYZES THE EFFECT OF PROFITABILITY LIQUIDITY AND LEVERAGE IN PREDICTING FINANCIAL DISTRESS

(A Study on the Manufacturing Companies Listed BEI during the Period of 2010- 2014)

Oleh:

IRIANTI AYU INDAH PERMATASARI 20120410288

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

ix

kondisi financial distress perusahaan. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2010-2014. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dan model analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa rasio likuiditas dan rasio profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan, sedangkan rasio leverage berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan.


(17)

ix

Erningtyas Sumintari

Ir. Titiek Widyastuti, M.S./Ir. Mulyono, M.P. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UMY

ABSTRACT

This research titled Application Compost Of Coffee Rind Waste As A Substitute Manure On The Cultivation Of Strawberry ( Fragaria x ananassa ) has done in the Ngargosari village, district Samigaluh, Kulon Progo in December 2015 until May 2016. The purpose of this research is to determine the application of coffee rind compost as a substitute manure and get a dose of the right to cultivation of strawberry.

The research was conducted with experimental methods in a polybag. By using the design of single factor treatment and arranged in the completely randomized design (CRD). The Treatment being tested is manure 20 ton/h (control), compost coffee rind 14,5 ton/h, compost coffee rind 16,5 ton/h, compost coffee rind 18,5 ton/h, compost coffee rind 20,5 ton/h. Each treatment was repeated 3 times so that there are 15 experimental units consisting of three plant samples that contained 45 plants. Observation parameters which is plant height, leaf number, root length, fresh weight of plants, plant dry weight, fresh weight of root, root dry weight, cob length, diameter cobs and cobs fresh weight. Parameters measured were plant height, number of leaf, number of tillers, fresh shoot weight, dry shoot weight, wet root weight, root length, dry root weight, the number of fruits per plant, fruit diameter and the weight of fruits per plant

The results showed that the application of composted coffee rind and manure had the same effect on the cultivation of strawberry. Thus, composted coffee rind can be used as a substitute of manure on the cultivation of strawberry. Application of compost coffee rind 14.5 ton/h has been able to substitute the use of manure by 20 ton/h. However , increasing doses up to 20.5 ton/h was not followed by an increase in growth and yield


(18)

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Perkembangan ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan yang sangat pesat ini disebabkan oleh semakin kuat dan meluasnya globalisasi di seluruh dunia. Bisnis yang kuat dan berpengalaman akan semakin mendapat keuntungan. Akan tetapi di sisi lain, sebagai bisnis yang baru tumbuh ataupun bisnis yang berskala nasional akan sulit untuk bersaing dengan perusahaan asing, sehingga dampaknya adalah perusahaan yang berskala kecil akan mengalami krisis keuangan dalam perusahaan mereka.

Dalam perkembangan globalisasi, krisis ekonomi global berdampak besar hampir pada setiap sektor. Salah satu nya adalah global financial crisis pada tahun 2008 yang berakibat pada melemahnya aktivitas bisnis secara umum. Sebagian besar negara di seluruh dunia mengalami kemunduran dan bencana keuangan karena pecahnya krisis keuangan tersebut. Krisis keuangan tersebut telah menyebabkan kebangkrutan beberapa perusahaan publik di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan negara-negara lainnya. Di samping itu, di lingkungan dalam negeri, ada beberapa dampak atas terjadinya krisis keuangan tersebut, salah satunya adalah terdapat beberapa perusahaan yang menjadi de-listing akibat dari krisis tersebut. Perusahaan bisa dide-listing dari


(20)

Bursa Efek Indonesia (BEI) disebabkan karena perusahaan tersebut berada pada kondisi financial distress atau sedang mengalami kesulitan keuangan (Pranowo, 2010).

Kondisi ekonomi yang selalu mengalami perubahan ini terkadang mempengaruhi kegiatan dan kinerja perusahaan, baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar, sehingga banyak perusahaan yang bangkrut terutama beberapa perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI (Bursa Efek Indonesia).

Perusahaan merupakan suatu badan yang didirikan oleh perorangan atau lembaga dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan sehingga mampu bertahan atau berkembang dalam jangka panjang dan tidak mengalami likuidasi. Namun pada kenyataannya perkembangan ekonomi yang selalu mengalami perubahan telah mempengaruhi kegiatan, kinerja, dan kondisi perusahaan, baik perusahaan kecil maupun besar. Ketidakmampuan mengatasi kondisi ini yang pada akhirnya membuat perusahaan yang telah beroperasi dalam jangka waktu tertentu terpaksa bubar atau di likuidasi karena mengalami financial distress yang berujung pada kebangkrutan.

Penyebab umum terjadinya kebangkrutan pada perusahaan manufaktur adalah turunnya tingkat penjualan. Penurunan penjualan itu sendiri bisa menyebabkan terjadinya penurunan pendapatan perusahaan dan berdampak pada turunnya laba. Apabila perusahaan tidak mampu mendeteksi hal tersebut maka lama – kelamaan perusahaan akan merugi dan akhirnya bisa bangkrut.


(21)

Kebangkrutan perusahaan sebenarnya dapat di prediksi sebelumnya melalui laporan keuangan, dengan cara menganalisis laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang penting untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan serta hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah diterapkan. Dengan melakukan analisis laporan keuangan perusahaan, maka dapat diketahui kondisi dan perkembangan financial perusahaan. Selain itu, juga dapat diketahui kelemahan serta hasil yang dianggap cukup baik dan potensi kebangkrutan perusahaan tersebut.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan pada perusahaan. Kebangkrutan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu untuk menjalankan operasi perusahaan dengan baik. Sedangkan kesulitan keuangan (financial distress) adalah kesulitan keuangan atau likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan atau kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Menurut Platt dan Platt (2002), menyatakan bahwa financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum kebangkrutan ataupun likuidasi. Financial distress merupakan situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadahi untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang dagang atau beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan.


(22)

Menurut Brahmana (2007), financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan kinerja keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam mempromosikan produknya yang berakibat pada turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun berjalan. Lebih lanjut lagi, dari kerugian yang terjadi tersebut akan mengakibatkan defisiensi modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan pembayaran dividen kepada para pemegang saham, sehingga total ekuitas secara keseluruhan pun akan mengalami defisiensi. Apabila hal tersebut terus terjadi secara berkelanjutan, maka tidak menutupi kemungkinan bahwa suatu saat total kewajiban perusahaan akan melebihi total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Kondisi yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya apabila perusahaan tidak mampu keluar dari kondisi seperti yang telah dijelaskan di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami kapailitan atau kebangkrutan. Oleh karena itu model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan perusahaan mampu melakukan tindakan-tindakan perbaikan guna mengantisipasi kondisi perusahaan yang mengarah pada kebangkrutan.

Financial distress dapat diukur melalui laporan keuangan perusahaan dengan cara menganalisis laporan keuangan. Laporan keuangan yang


(23)

diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan, dimana informasi tersebut sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat oleh manajer perusahaan (Almilia, 2006). Agar informasi yang tersaji menjadi lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan, data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang ekonomis. Hal ini ditempuh dengan cara melakukan analisis laporan keuangan. Model yang sering digunakan dalam melakukan analisis tersebut adalah dalam bentuk rasio-rasio keuangan.

Peneliti lain juga berpendapat bahwa kebangkrutan dapat dihindari. Sebelum terjadinya kebangkrutan maka akan terjadi financial distress. Seperti yang dikemukakan Altman (1968) dalam penelitiannya membuktikan bahwa 90% kasus kebangkrutan perusahaan dapat diprediksi secara tepat pada satu tahun sebelum kebangkrutan itu terjadi dengan tingkat ketepatan prediksi kebangkrutan sebesar 94% dan 95% benar dalam penelitiannya. Oleh karena itu, peneliti berusaha mempelajari adanya financial distress yang terjadi dalam perusahaan-perusahaan yang masih aktif. Model Altman ini dikenal dengan Z-Score, yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan.

Analisis rasio merupakan analisis tradisional yang sering digunakan dalam menilai kinerja keuangan suatu perusahaan, dengan melihat laporan keuangannya sebagai salah satu sumber utamanya. Analisis rasio ini berfokus


(24)

pada profitabilitas, likuiditas, dan leverage. Rasio-rasio tersebut memiliki kegunaan yang berbeda-beda dan memberikan indikasi yang berbeda mengenai kesehatan keuangan perusahaan.

Rasio likuiditas menunjukan kemampuan perusahaan dalam mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya yang jika perusahaan semakin likuid maka financial distress akan semakin kecil terjadi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.

Rasio financial leverage menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman (bank). Rasio leverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang (Elfianto Nugroho, 2011).

Rasio profitabilitas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan, jika tingkat profitabilitas perusahaan semakin tinggi maka akan kecil kemungkinannya perusahaan mengalami financial distress. Perkembangan perusahaan akan terwujud dengan adanya


(25)

persaingan, semakin tinggi persaingan antar perusahaan maka akan mengakibatkan semakin tinggi pula biaya yang dikeluarkan perusahaan tersebut, dan selanjutnya akan berpengaruh pada profitabilitas perusahaan. Apabila usaha tersebut gagal maka perusahaan tersebut akan mengalami kerugian, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keuangan perusahaan yang akan menyebabkan perusahaan tersebut mengalami financial distress.

Penelitian dilakukan Platt dan Platt (2002) menunjukkan rasio likuiditas memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Luciana dan Emanuel (2003) yang menggunakan rasio-rasio keuangan yang digunakan oleh Platt dan Platt (2002) yaitu rasio keuangan yang berasal dari informasi di dalam neraca dan laporan rugi laba.

Penelitian yang dilakukan oleh Zu’amroh (2005) mengutip hasil penelitian Avianti menggunakan model prediksi kepailitan yang dibangun dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang dimaksudkan sebagai representasi kondisi keuangan perusahaan, dan selanjutnya dapat digunakan untuk mengurangi ketidakpastian di masa depan yaitu memprediksi kepailitan suatu perusahaan.

Penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali beberapa faktor dalam penelitian terdahulu yang mempengaruhi kondisi financial distress perusahan karena dalam penelitian terdahulu yang hasilnya diperoleh ada yang berbeda, seperti dalam penelitian Andreev (2006) menunjukkan variabel profitabilitas berpengaruh signifikan dalam prediksi financial distress. Karena semakin


(26)

besar nilai profitabilitas (ROA) maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Fenomena ini adalah fenomena dimana kondisi perekonomian sedang labil. Sebaliknya penelitian Arini, Diah (2010) profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap financial distress perusahaan artinya semakin besar profitabilitas semakin mengurangi kondisi financial distress perusahaan. Kondisi demikian menunjukkan kondisi perekonomian sedang stabil.

Beberapa teknik yang biasa digunakan untuk menganalisis kebangkrutan adalah model logit, MDA (multivariate discrimant analysis), Z-score, model trait recognition dan artificial neural network (ANN). Munculnya berbagai model prediksi kebangkrutan merupakan antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress karena model tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Altman (1968) merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman ini dikenal dengan Z-score yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah–nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.

B. Batasan Masalah Penelitian

Dalam penelitian ini penulis membatasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2010-2014 serta masuk


(27)

pada kategori financial distress dan kategori sehat atau non-financial distress berdasarkan model Altman atau yang dikenal dengan Z-Score. Karakteristik rasio keuangan perusahaan yang diambil adalah: likuiditas perusahaan, financial leverage perusahaan, dan profitabilitas perusahaan.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?

2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?

3. Apakah financial leverage berpengaruh terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membuktikan:

1. Pengaruh likuiditas terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.

2. Pengaruh profitabilitas terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.


(28)

3. Pengaruh financial leverage terhadap kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.

E. Manfaat Penelitian

Dari tujuan diatas, maka penelitian ini bermanfaat: 1. Manfaat Teoritis

Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh likuiditas, financial leverage, dan profitabilitas terhadap financial distress perusahaan dan dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian berikutnya dengan tema yang relevan.

Bagi peneliti, penelitian ini sebagai sarana pengaplikasian ilmu manajemen keuangan selama perkuliahan dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang financial kondisi distress perusahaan. 2. Manfaat Praktik

Bagi perusahaan manufaktur, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi alat pendeteksi peusahaan agar saat terjadinya financial distress maka perusahaan dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan. Dan juga sebagai masukan dan pertimbangan untuk pengambilan keputusan jangka pendek dan mempertahankan likuiditas perusahaan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI 1. Financial distress

Financial Distress merupakan faktor yang penting harus diwaspadai setiap saat, karena uang atau modal merupakan suatu penggerak kegiatan suatu bisnis usaha. Untuk menghadapi kesulitan yang berkepanjangan yang bisa berpengaruh buruk pada kinerja perusahaan atau bahkan sampai kegagalan usaha yang dapat mengakibatkan kebangkrutan dimasa yang akan datang, maka financial distress dapat segera dideteksi sedini mungkin. Untuk dapat menditeksi dengan baik, harus menggunakan berbagai alat analisis sesuai dengan kebutuhan.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri biasanya diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban–kewajiban debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidak cukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya, sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi perusahaan dan kewajiban–kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.


(30)

Kondisi financial distress perusahaan juga didefinisikan sebagai kondisi di mana hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan (Insolvency). Financial distress, berarti kesulitan dana untuk menutup kewajiban perusahaan atau kesulitan likuiditas yang diawali dengan kesulitan ringan sampai pada kesulitan yang lebih serius, yaitu jika hutang lebih besar dibandingkan dengan aset. Luciana (2006), Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mengumpamakan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun tersebut. Menurut Fachrudin (2008), ada beberapa definisi kesulitan keuangan menurut tipenya, antara lain sebagai berikut :

a. Economic Failure

Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak cukup untuk menutupi total biaya, termasuk cost of capital. Bisnis ini masih dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur bersedia menerima tingkat pengembalian (rate of return) yang di bawah pasar.

b. Business Failure

Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan alasan mengalami kerugian.

c. Technical Insolvency

Adapun sebuah perusahaan bisa dikatakan dalam keadaan technical insolvency apabila suatu perusahaan tidak dapat


(31)

memenuhi kewajiban lancarnya ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan bahwa perusahaan sedang mengalami kekurangan likuiditas yang bersifat sementara, dimana jika diberikan beberapa waktu, maka kemungkinan perusahaan bisa membayar hutang dan bunganya tersebut. Di sisi lain, apabila technical insolvency merupakan gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin bisa menjadi sebuah tanda perhentian pertama menuju bankruptcy.

d. Insolvency in Bankruptcy

Insolvency in bankruptcy bisa terjadi di suatu perusahaan apabila nilai buku hutang perusahaan tersebut melebihi nilai pasar asset saat ini. Kondisi tersebut bisa dianggap lebih serius jika dibandingkan dengan technical insolvency, karena pada umumnya hal tersebut merupakan tanda kegagalan ekonomi, bahkan mengarah pada likuidasi bisnis. Perusahaan yang sedang mengalami keadaan seperti ini tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum.

e. Legal Banckruptcy

Perusahaan dapat dikatakan mengalami kebangkrutan secara hukum apabila perusahaan tersebut mengajukan tuntutan secara resmi sesuai dengan undang-undang yang berlaku (Brigham dan Gapenski, 1997).


(32)

Financial distress terjadi ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial difficult) yang dapat diakibatkan oleh bermacam-macam akibat. Salah satu penyebab kesulitan keuangan menurut Brigham dan Daves (2003) adalah adanya serangkaian kesalahan yang terjadi di dalam perusahaan, pengambilan keputusan yang kurang tepat oleh manajer, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap manajemen perusahaan, serta penyebab yang lain adalah kurangnya upaya pengawasan terhadap kondisi keuangan sehingga penggunaan dana perusahaan kurang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa tidak ada jaminan perusahaan besar dapat terhindar dari masalah ini, alasannya adalah karena financial distress berkaitan dengan kondisi keuangan perusahaan dimana setiap perusahaan pasti akan berurusan dengan keuangan untuk mencapai target laba dan kelangsungan hidup perusahaan.

Financial distress menurut Supardi (2003) mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagi an asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distress. Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut.


(33)

Prediksi financial distress perusahaan menjadi perhatian dari banyak pihak. Pihak-pihak yang menggunakan model tersebut meliputi (hanafi, 2004):

a. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunganya.

b. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu, hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.

c. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan.

d. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.

e. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (free akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari biaya langsung dan biaya tidak langsung dari kebangkrutan.


(34)

Dari uraian pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Berbagai penelitian terdahulu pun telah dilakukan untuk menguji efektivitas financial ratios dalam memprediksi financial distress di suatu perusahaan, antara lain adalah penelitian dilakukan oleh Altman (1968) merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Model Altman ini dikenal dengan Z-score yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah– nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Dengan menggunakan analisis diskriminan, fungsi diskriminan akhir yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan memasukkan rasio-rasio keuangan berikut: working capital/total assets, retained earnings/total assets, earnings before interest and taxes/total assets, market value equity/book value of total debt, sales/total assets. Secara umum disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan tersebut bisa digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Teori Keagenan

Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 dalam teori keagenan (Agency Theory) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak kerja sama (nexus of contract) yang mana satu atau lebih principal menggunakan


(35)

orang lain atau agent untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Principal adalah pemegang saham/ pemilik/ investor, sedangkan agent adalah manajer atau manajemen yang mengelola perusahaan. Principal menyediakan fasilitas dan dana untuk kebutuhan operasi perusahaan, sedangkan agent berkewajiban mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan kemakmuran pemilik atau laba perusahaan.

Teori agency menurut Handono Mardiyanto (2009) ketidakselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan kreditor. Teori agensi (Home 1995 dalam Hasa Nurrohim Kp, 2008) adalah suatu teori yang menjelaskan adanya pertentangan posisi antara manajemen (sebagai agen) dengan pemegang saham (sebagai pemilik). Para pemegang saham berharap agar agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilainya, sekaligus memberikan keuntungan kepada pemegang saham. Untuk melakukan fungsinya dengan baik, maka manajemen harus diberikan insentif yang memadai, dan juga sekaligus pengawasan yang baik.

Tujuan dari teori agensi adalah pertama, untuk meningkatkan kemampuan individu (baik prinsipal maupun agen) dalam mengevaluasi lingkungan dimana keputusan harus diambil (The belief revision role). Kedua, untuk mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna mempermudah pengalokasian hasil antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja (The performance evaluation role). Secara garis besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua (Eisenhardt,1989), yaitu


(36)

positive agency research dan principal agent research. Positve agent research memfokuskan pada identifikasi situasi dimana agen dan prinsipal mempunyai tujuan yang bertentangan dan mekanisme pengendalian yang terbatas hanya menjaga perilaku self serving agen. Secara ekslusif, kelompok ini hanya memperhatikan konflik tujuan antara pemilik (stockholder) dengan manajer. Sementara itu principal agent research memfokuskan pada kontrak optimal antara perilaku dan hasilnya, secara garis besar penekanan pada hubungan principal dan agent. Principal-agent research mengungkapkan bahwa hubungan agent-principal dapat diaplikasikan secara lebih luas, misalnya untuk menggambarkan hubungan pekerja dan pemberi kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan auditee.

Teori agensi tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak diatas, baik prinsipal maupun agen merupakan pelaku utama dan keduanya mempunyai bargaining position masing-masing dalam menempatkan posisi, peran dan kedudukannya. Prinsipal sebagai pemilik modal memiliki akses pada informasi internal perusahaan sedangkan agen sebagai pelaku dalam praktek operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Posisi, fungsi, situasi, tujuan, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda dan saling bertolak belakang tersebut akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan (conflict of interest) dan pengaruh antara satu sama lain. Berkaitan dengan


(37)

auditing, baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang yang memiliki rasionalitas ekonomi, dimana setiap tindakan yang dilakukan termotivasi oleh kepentingan pribadi atau akan memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang lain.

Teori keagenan mengatakan sulit untuk mempercayai bahwa manajemen (agent) akan selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham (principal), sehingga diperlukan monitoring dari pemegang saham (Copeland dan Weston,1992). Shareholder atau prinsipal mempekerjakan agen untuk melaksanakan tugas termasuk pengambilan keputusan ekonomik, dalam lingkungan yang tidak pasti seperti perusahaan dalam kondisi financial distress. Agen sebagai seorang manajer akan mengambil keputusan untuk melakukan berbagai strategi guna mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan. Disisi lain agen merupakan pihak yang diberikan kewenangan oleh prinsipal berkewajiban mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan kepadanya.

Teori keagenan juga menyatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaa selalu ada konflik kepentingan (Brigham dan Gapenski,1996) antara (1) manajer dan pemilik perusahaan (2) Manajer dan bawahannya, (3) Pemilik perusahaan dan kreditor. Kepentingan principal dalam memperoleh laba terus bertambah sedangkan agen tertarik untuk menerima kepuasan yang terus bertambah berupa kompensasi keuangan sehingga agen sering mengambil keputusan tidak dalam kepentingan


(38)

terbaik principal, khususnya bila orang yang oportunis terlibat didalamnya (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut Fama dan Jensen (1983) tidak adanya prosedur pengawasan yang efektif, manajemen kemungkinan akan melakukan penyimpangan yang merugikan pemegang saham. Misalnya dengan memperlihatkan beberapa kondisi perusahaan seolah-olah target tercapai. Sehingga pemegang saham merasa manajemen melakukan kegiatan dengan baik dan menghasilkan laba. Namun karena tidak adanya pengawasan efektif dari pemegang saham sehingga manajemen terus-menerus memberikan keterangan palsu pada pemegang saham yang akhirnya dapat muncul permasalahan pada perusahaan seperti financial distress.

Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas pihak-pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan keuangan. Lebih lanjut dalam agency theory, pemilik perusahaan membutuhkan auditor untuk memverifikasi informasi yang diberikan manajemen kepada pihak perusahaan. Sebaliknya, manajemen memerlukan auditor untuk memberikan legitimasi atas kinerja yang mereka lakukan (dalam bentuk laporan keuangan), sehingga mereka layak mendapatkan insentif atas kinerja tersebut. Disisi lain, kreditor membutuhkan auditor untuk memastikan bahwa uang yang mereka kucurkan untuk membiayai kegiatan perusahaan, benar-benar digunakan sesuai dengan persetujuan


(39)

yang ada, sehingga kreditor bisa menerima bunga atas pinjaman yang diberikan.

Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya atau monitoring cost dalam bentuk biaya audit, yang merupakan salah satu dari agency cost (Jensen dan Meckling, 1976). Biaya pengawasan (monitoring cost) merupakan biaya untuk mengawasi perilaku agent apakah agent telah bertindak sesuai kepentingan principal dengan melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada manajer. Uraian tersebut diatas memberi makna bahwa auditor merupakan pihak yang dianggap dapat menjembatani kepentingan pihak pemegang saham (principal) dengan pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006) termasuk menilai kelayakan strategi manajemen dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan perusahaan.

Auditor independen melakukan fungsi pengawasan atau monitoring atas pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan, sehingga auditor akan melakukan proses audit terhadap kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas termasuk catatan atas laporan keuangan yang kemudian akan memberikan pendapat atas pekerjaan auditnya dalam bentuk opini audit. Auditor independen melakukan pengawasan atau monitoring karena manajer berkeinginan untuk menyajikan laporan keuangan agar tampak lebih baik dari kondisi


(40)

senyatanya (Cosserat, 1999). Sejalan dengan pendekatan audit topdown holistic, auditor berkewajiban untuk mengevaluasi resiko bisnis klien (Boynton, 2002). Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki resiko bisnis yang lebih besar. Oleh karena itu, auditor akan mempertimbangkan rencana dan tindakan stratejik yang dilakukan manajemen, khususnya rencana manajemen yang terlalu optimistik (Hackenbrack dan Nelson, 1996).

Pengguna laporan keuangan akan mengambil keputusan ekonomi atas dasar laporan keuangan auditan. Oleh karena itu, opini tentang kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan. Opini going concern, yang secara jelas menyebutkan adanya keraguan auditor akan kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya merupakan signal bahwa perusahaan sedang menghadapi masalah going concern, seperti masalah kesulitan keuangan.

b. Teori Trade off

Teori ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963 oleh Modigliani dan Miller dalam sebuah artikel American Economic Review 53 (1963, June) yang berjudul Corporate Income Taxes on the Cost of Capital: A Correction. Artikel ini merupakan perbaikan model awal mereka yang sebelumnya memperhitungkan adanya pajak perseroan (akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan). Selanjutnya model tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2 atau model MM dengan


(41)

pajak perseroan (Brigham, and Ehrhardt, 2005). Dalam teori ini menjelaskan ide bahwa berapa banyak hutang perusahaan dan berapa banyak ekuitas perusahaan sehingga terjadinya keseimbangan antara biaya dan keuntungan.

Teori ini menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki tingkat hutang yang optimal dan berusaha untuk menyesuaikan tingkat hutang aktualnya ke arah titik optimal, ketika perusahaan tersebut berada pada tingkat hutang yang terlalu tinggi (overlevered) atau terlalu rendah (underlevered). Pada kondisi yang stabil, perusahaan akan menyesuaikan tingkat hutangnya kepada tingkat rata-rata hutangnya dalam jangka panjang.

Ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal (Brigham dan Houstan,2001), yaitu biaya langsung, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis. Biaya Tidak Langsung yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak akan membayar. Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya


(42)

biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga.

Setiap perusahaan memiliki tingkat hutang yang berbeda-beda, tergantung pada jenis industrinya. Perusahaan perangkat lunak (software) memiliki target leverage yang berbeda dengan perusahaan manufaktur karena karakteristik aset kedua perusahaan ini berbeda. Perusahaan perangkat lunak memiliki proporsi aset tak berwujud yang lebih besar dibandingkan perusahaan manufaktur dalam bentuk lisensi atau paten, sehingga penilaian asetnya menjadi lebih sulit. Karena itu, umumnya perusahaan manufaktur memiliki tingkat hutang yang lebih tinggi daripada perusahaan perangkat lunak. Pada kasus lain, banyak perusahaan yang dibatasi oleh regulasi pemerintah dalam menentukan tingkat hutangnya. Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan dibatasi oleh regulasi dalam menentukan tingkat hutangnya melalui penentuan CAR (capital adequacy ratio) oleh bank sentral.

Di sisi lain, tingkat hutang yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Permasalahan lain yang dapat timbul adalah perilaku substitusi aset berisiko lebih rendah kepada aset-aset berisiko tinggi. Perilaku ini timbul karena


(43)

kerugian atas aset-aset berisiko tersebut berdampak lebih besar terhadap debtholders, bukan pemegang saham. Underinvestment juga merupakan perilaku yang mungkin timbul, dimana manajer akan melepaskan peluang-peluang investasi menguntungkan yang dimilikinya karena keuntungan dari investasi tersebut dinikmati lebih besar oleh debtholders, sehingga mengakibatkan pengalihan kesejahteraan dari pemegang saham kepada debtholders. Ketiga masalah ini menyebabkan biaya pendanaan yang lebih tinggi ketika perusahaan memiliki tingkat hutang yang terlalu besar. Tingkat hutang yang optimal adalah ketika keuntungan dari hutang sebanding dengan biaya yang ditimbulkannya.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI

FINANCIAL DISTRESS

1. Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan pengelola perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar hutang jangka pendeknya. Artinya, seberapa mampu perusahaan untuk membayar kewajiban atau hutangnya yang sudah jatuh tempo. Jika perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang tidak likuid. Rasio yang mengukur likuiditas jangka pendek


(44)

perusahaan dengan melibatkan besarnya aktiva lancar relatif terhadap hutang lancarnya. (Hanafi 2004).

Rasio ini menunjukkan jika rasio rendah maka mengakibatkan likuiditas jangka pendek yang rendah. Rasio lancar yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar (likuiditas tinggi dan resiko rendah), tetapi mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan. Menurut Ahmad (2012), rasio likuiditas berhubungan negatif dengan financial distress. Adapun rasio likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan current ratio (CR), yaitu total aktiva lancar dibagi dengan total kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan (Almilia dan Kristijadi, 2003).

2. Leverage

Rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva yang dimiliki perusahaan berasal dari hutang atau modal, sehingga dengan rasio ini dapat diketahui posisi perusahaan dan kewajibannya yang bersifat tetap kepada pihak lain serta keseimbangan nilai aktiva tetap dengan modal yang ada. Sebaiknya komposisi modal harus lebih besar dari hutang. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya (Hanafi 2004). Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio memfokuskan pada sisi kanan atau kewajiban perusahaan.


(45)

Rasio yang tinggi berarti perusahaan menggunakan hutang/financial laverage yang tinggi. Penggunaan hutang yang tinggi akan meningkatkan profitabilitas, dilain pihak hutang yang tinggi akan meningkatkan resiko. Jika perusahaan tinggi maka perusahaan akan memperoleh keuntungan yang tinggi, karena hanya membayar bunga yang sifatnya tetap.

3. Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu (Hanafi 2004). Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan. Dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Rasio profitabilitas, digunakan untuk mengukur seberapa efektif pengelolaan perusahaan sehingga menghasilkan keuntungan. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Al-Khatib dan Al-Horani (2012) di Jordan, dua proxy pengukuran profitabilitas yang signifikan mempengaruhi kemungkinan financial distress adalah ROE dan ROA, dimana pengaruhnya tersebut adalah berhubungan negatif. Dalam penelitian ini, adapun rasio profitabilitas diukur dengan menggunakan return on asset (ROA), yaitu mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aset yang dimilikinya (Ang, 1997 dalam Hanifah, 2013). Apabila return on asset (ROA) meningkat, berarti tingkat penjualan perusahaan akan


(46)

meningkat dan akhirnya akan meningkatkan pula tingkat profitabilitas yang bisa dinikmati oleh pemegang saham. (Ardiyanto, 2011).

C. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL DAN PENURUNAN HIPOTESIS 1. Pengaruh Likuiditas terhadap Kondisi Financial distress

Rasio likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas perusahaan. Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai operasional perusahaan dalam memenuhi kewajiban (hutang) jangka pendek (Sawir, 2005). Penggunaan hutang lancar relatif lebih mudah dibanding hutang jangka panjang, sedangkan aktiva lancar bersifat kurang produktif dibanding aktiva tetap. Rasio lancar yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar atau bisa dibilang likuiditas tinggi dan resiko rendah, tetapi dalam hal ini mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan, dengan adanya pengaruh yang tidak baik, maka akan mempengaruhi kondisi keuangan yang akan mengarah kepada kesulitan keuangan atau financial distress.

Menurut teori keagenan, keputusan hutang pihutang perusahaan ada di bawah kendali agent. Oleh sebab itu, adanya kewajiban keuangan yang jatuh tempo pada saat ini adalah akibat dari keputusan agent yang pada masa lalu memutuskan untuk melakukan pinjaman atau kredit pada pihak luar perusahaan. Jika suatu perusahaan mempunyai total kewajiban yang jatuh tempo terlalu banyak, maka perlu dilakukan penelusuran apakah ada kesalahan pada agent dalam mengelola perusahaan, karena jika keadaan


(47)

tersebut tidak cepat ditangani maka akan mendekatkan perusahaan pada kondisi financial distress.

Pada penelitian Lusiana Spica Almalia dan Kristanji, menghasilkan bahwa Rasio likuiditas (CA/CL) signifikan pada tingkat 10% ataupun 5%. Koefisien regresi untuk variabel CA/CL sebesar -2.4471 dan bertanda negatif, yang menunjukan bahwa rasio likuiditas berpengaruh negatif terhadap financial distress suatu perusahaan.

Disisi lain penelitian yang telah dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi (2003) menunjukkan bahwa liquidity ratio (current assets/current liabilities) signifikan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan dapat memenuhi kewajiban pendeknya, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.

Hipotesis pertama yang dikembangkan berdasarkan uraian di atas adalah sebagai berikut:

H1 : Likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan.

2. Pengaruh Leverage terhadap Kondisi Financial distress

Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Suatu perusahaan yang memiliki leverage keuangan yang tinggi berarti memiliki banyak hutang pada pihak luar. Ini berarti perusahaan tersebut


(48)

memiliki risiko keuangan yang tinggi. Bentuk resiko itu salah salah satunya adalah ketika perusahaan tidak mampu dalam membayar hutang, yang mana disebabkan karena penjualan yang sedikit sehingga akan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Menurut Yuvita (2010), risiko keuangan yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Kesulitan keuangan merupakan berita buruk yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan di masyarakat.

Di samping itu, dalam teori keagenan kelangsungan hidup perusahaan berada di tangan agent. Apakah agent memutuskan untuk melakukan pendanaan dari pihak ketiga atau tidak. Namun jika proporsi hutang yang dimiliki perusahaan terlalu besar, maka perlu dipertanyakan apakah terjadi kesalahan pengambilan keputusan oleh agent dalam mengelola perusahaan atau agent memang sengaja bertindak sesuatu yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Oleh karena itu keputusan agent mengenai pendanaan aset perusahaan sangatlah penting, karena jika agent terlalu banyak menggunakan dana pihak ketiga sebagai pendanaannya, maka akan timbul kewajiban yang lebih besar di masa mendatang, dan hal itu akan mengakibatkan perusahaan akan rentan terhadap kesulitan keuangan atau financial distress. Di sisi lain, hal ini sesuai pula dengan teori trade off yang menyatakan bahwa tingkat hutang yang terlalu tinggi menyebabkan perusahaan memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Karena tingginya suatu hutang perusahaan maka potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan dan peningkatan pengawasan terhadap


(49)

perusahaan juga diperlukan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga.

Penelitian Luciana dan Kristijadi (2003) yang bertujuan untuk membuktikan manfaat laporan keuangan dalam memprediksi kinerja perusahaan seperti financial distress, penelitian ini membuat 12 persamaan regresi untuk menunjukkan bahwa rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi financial distress. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio financial leverage yaitu variabel total hutang dibagi dengan total modal (DER) dapat digunakan untuk memprediksikan financial distress suatu perusahaan. Karena semakin besar rasio financial leverage akan semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Koefisien dalam variabel ini bertanda positif, artinya variabel DER memiliki pengaruh positif terhadap financial distress suatu perusahaan. Hipotesis yang kedua dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H2 : Financial leverage berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan.

3. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kondisi Financial distress

Profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan, dimana rasio ini digunakan sebagai alat pengukur atas kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari setiap rupiah penjualan yang dihasilkan.


(50)

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa profitable perusahaan tersebut atau dengan kata lain seberapa besar persentase pendapatan yang bisa dihasilkan oleh perusahaan. Profitabilitas adalah tingkat keberhasilan atau kegagalan perusahaan selama jangka waktu tertentu. Rasio profitabilitas yang diproksikan dengan menggunakan ROA (return on asset) seberapa besar laba bersih yang diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai aktiva, semakin besar laba yang didapat semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress perusahaan.

Di samping itu, menurut teori keagenan kegiatan operasi perusahaan adalah tugas agent. Oleh karena itu, jika suatu perusahaan mempunyai laba yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa agent berhasil mengambil keputusan terbaik dalam pengelolaan perusahaan. Dengan laba yang tinggi maka dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, sehingga peluang perusahaan mengalami financial distress adalah semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan Arini (2010) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan artinya semakin besar profitabilitas suatu perusahaan semakin mengurangi kondisi financial distress perusahaan tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H3 : Profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress perusahaan


(51)

D. Model Penelitian

Adapun model penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(-) (+) (-)

Gambar 1. Kerangka Penelitian

LIKUIDITAS (X

1

)

LEVERAGE

(X

2

)

PROFITABILITAS(X

3

)

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAAAN


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek/subjek penelitian

Obyek dan subjek pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2010-2014 yang diperoleh dari website http://www.idx.co.id, Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

B. Jenis Data

Penelitian ini mengambil data sekunder berupa laporan keuangan periode 2010-2014 yang dipublikasikan. Data laporan keuangan diperoleh dari Publikasi BEI. Periodisasi data penelitian yang mencakup data periode tahun 2010 sampai 2014 dipandang cukup mewakili untuk memprediksi financial distress.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah metode purposive sampling, yaitu penentuan sampel berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti. Adapun kriteria-kriteria yang dipilih dalam penentuan sampel adalah:

1. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2014


(53)

2. Perusahaan menyampaikan laporan keuangan 31 Desember secara rutin pada periode 2010-2014 (terutama item – item laporan keuangan yang di hitung menjadi rasio – rasio keuangan dan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini). 3. Perusahaan yang mengalami financial distress adalah dengan

menggunakan model Altman atau yang lebih dikenal dengan Z-Score:

Zi =1,2 ( ) +1,4 ( ) + 3,3 ( ) + 1,0 ( ) + 0,6

Dimana :

WC = Working Capital

RE = Retained Earning

EBIT = Earning Before Interest & Tax

S = Sales

EQ = Equity

TA = Total Assets

TL = Total Liabilities

Model ini menghasilkan 3 kategori,antara lain sebagai berikut :

Z-score ≤ 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrut pun sangat terbuka lebar.

 1,81 < Z-score < 2,99 berada di daerah abu – abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan


(54)

keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya, tergantung dari keputusan/ kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan.

Z-score ≥ 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis data yang diperlukan yaitu data sekunder, maka metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode studi kepustakaan dan studi observasi. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Sedangkan metode studi observasi yaitu suatu cara memperoleh data dengan menggunakan dokumentasi yang berdasarkan pada laporan keuangan yang telah dipublikasikan oleh BEI.

E. Difinisi Operasional Variabel Penelitian 1. Financial distress (Zi)

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model ini perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah ke kebangkrutan. Luciana (2006), Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mengumpamakan


(55)

kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun tersebut.

Pengukuran financial distress dalam penelitian ini menggunakan model Altman yang dikenal dengan Z-score, yaitu score yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah–nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Jika suatu perusahaan mempunyai skor di bawah 1,8, maka perusahaan tersebut mempunyai probabilitas yang tinggi untuk bangkrut. Z-score dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Zi =1,2 (

) +1,4 (

) + 3,3 (

) + 1,0 ( ) + 0,6

Dimana:

WC = Working Capital

RE = Retained Earning

EBIT = Earning Before Interest & Tax

S = Sales

EQ = Equity

TA = Total Assets

TL = Total Liabilities

Zi =1, jika perusahaan dikatagorikan kelompok perusahaan yang mengalami financial distress. (Apabila nilai Z-score < 1,8)


(56)

Zi =0, jika perusahaan dikatagorikan kelompok perusahaan yang tidak mengalami financial distress. (Apabila nilai Z-score > 1,81 dan Z-score < 2,99)

2. Likuiditas ( CR )

Menurut Fred Weston dalam Kasmir (2010) menyatakan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (hutang) jangka pendek. Rasio likuiditas menyatakan tingkat kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Tingginya rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo. Oleh karena itu, diharapkan ada hubungan negatif antara rasio likuiditas dan financial distress.

Likuiditas dalam penelitian ini menggunakan rasio lancar (Current ratio) dengan rumus :

Current Ratio = aktiva lancar Kewajiban Lancar

3. Profitabilitas (ROA)

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan


(57)

ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan (Kasmir, 2010). Tingginya profitabilitas suatu perusahaan akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba yang tinggi, sehingga kenaikan aktiva juga akan terjadi dan akan menjauhkan perusahaan dari ancaman financial distress. Oleh karena itu, diperkirakan ada hubungan negatif antara rasio profitabilitas dengan financial distress. Profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan ROA (Return on Asset) dengan rumus:

ROA = Laba Bersih Total Aktiva

4. Financial Leverage (DER)

Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Analisis terhadap rasio ini diperlukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang (jangka pendek dan jangka panjang) apabila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan (Sigit, 2008). Financial leverage diproxikan dengan DER merupakan perbandingan antara total hutang dibagi dengan total modal. DER dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : DER = Total Hutang


(58)

F. Uji Analisis Data 1. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen yang dimasukkan dalam model terhadap variabel dependen. Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah regresi logistik (logistic regression), dimana variabel bebasnya merupakan kombinasi antara matrix dan non matrix (nominal). Dalam penggunaannya, regresi logistik tidak memerlukan distribusi yang normal pada variabel bebasnya (variabel independen). Pada prinsipnya, regresi logistik mempunyai tujuan untuk memperkirakan besarnya probabilitas kejadian tertentu di dalam suatu populasi sebagai suatu fungsi eksplanatori. Ghozali (2009) menjelaskan bahwa logistic regression sebetulnya mirip dengan analisis diskriminan yaitu untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Namun, dalam hal ini di analisis dengan logistic regression karena tidak perlu asumsi normalitas data pada variabel bebasnya. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel dependen/terikat dapat diprediksi oleh variabel bebasnya (variabel independen). Dalam penggunaannya, regresi logistik tidak memerlukan distribusi yang normal pada variabel bebasnya (variabel independen).

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan variabel binary/dummy, yaitu apakah perusahaan tersebut mengalami kondisi


(59)

financial distress atau tidak. Variabel independen yang digunakan dalam model adalah financial ratios. Adapun financial ratios yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio leverage, rasio likuiditas, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka teoritis yang telah disajikan sebelumnya, maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Imam Ghozali, 2001):

Zi = α + βitCRit+ βitROAit + βitDERit + e Dimana :

Zi = variabel kondisi financial distress perusahaan CRit = variabel rasio likuiditas.

DERit = variabel rasio leverage. ROAit = variabel rasio profitabilitas. α = konstanta

β1...β3 = koefisien regresi e = error term (2,7182)

2. Uji Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif merupakan metode-metode statistik yang berfungsi untuk menggambarkan data yang telah dikumpulkan. Suatu data dapat dideskripsikan melalui mean, standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, skewness, dan kurtosis (Ghozali, 2011). Mean menunjukkan nilai rata-rata dari sampel. Maksimum dan minimum menunjukan nilai terbesar dan terkecil dari sampel tersebut. Selanjutnya


(60)

adalah Range, yang mana menunjukkan selisih antara nilai maksimum dan minimum. Adapun skewness berfungsi untuk mengukur kemiringan distribusi data, sedangkan kurtosis 53 digunakan untuk mengukur puncak distribusi data. Keduanya merupakan ukuran untuk melihat apakah data terdistribusi secara normal ataukah tidak.

a. Hosmer and Lemeshow Test

Hosmer dan Lemeshow,s Goodness of Fit Test menguji hipotesis bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model ( tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit test statistic sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis ditolak yang berarti ada perbedaan signifikan anatara model dengan nilai observasinya sehingga Goodnes of Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistic Hosmer aand Lemeshow Goodnes of Fit lebih besar dari 0,05 maka hipotesis tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya.

b. Nagelkerke R2 (Koefisien Determinasi Majemuk)

Koefisien ini digunakan untuk mengukur seberapa besar variasi dari variabel dependennya dapat dijelaskan oleh variasi nilai dari variabel – variabel bebasnya. Dengan kata lain nilai – nilai statistik tersebut mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang kita gunakan dalam memprediksi nilai variabel dependen atau mengetahui kecocokan


(61)

(goodness of fit) dari model tersebut. Nilai Nagelkerke R-square memiliki rentang nilai antara nol dan satu (0 < R2 < 1). Semakin mendekati nilai satu maka hampir semua variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen dan model tersebut dapat dikatakan semakin baik. Nilai R-square pada model logit akan menghasilkan nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai R2 pada regresi OLS biasa. Oleh karena itu nilai R-square tidak terlalu dipermasalahkan.


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2010-2014 yang diperoleh dari website http://www.idx.co.id, Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui laporan tertulis berupa laporan keuangan perusahaan

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling, yaitu penentuan sampel berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti. Adapun kriteria-kriteria yang dipilih dalam penentuan sampel adalah:

1. Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2014

2. Perusahaan menyampaikan laporan keuangan 31 Desember secara rutin pada periode 2010-2014 (terutama item – item laporan keuangan yang di hitung menjadi rasio – rasio keuangan dan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini).


(63)

3. Perusahaan yang mengalami financial distress adalah dengan menggunakan model Altman atau yang lebih dikenal dengan Z-Score:

Zi =1,2 (

) +1,4 (

) + 3,3 (

) + 1,0 ( ) + 0,6

Dimana :

WC = Working Capital RE = Retained Earning

EBIT = Earning Before Interest & Tax S = Sales

EQ = Equity TA = Total Assets TL = Total Liabilities

Model ini menghasilkan 3 kategori,antara lain sebagai berikut :

Z-score ≤ 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrut pun sangat terbuka lebar.

 1,81 < Z-score < 2,99 berada di daerah abu – abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya, tergantung dari keputusan/ kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan.


(64)

Z-score ≥ 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.

Setelah melakukan perhitungan rasio-rasio Altman untuk memprediksi kondisi financial distress, maka di dapat perincian sebagai berikut:

Tabel 4.1

Gambaran Tingkat Kesehatan Perusahaan di Indonesia

Tahun Sehat Sakit

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

2010 54 21,86 % 12 11,88

2011 56 22,67 % 16 15,84

2012 46 18,62 % 18 17,82

2013 49 19,84 % 27 26,73

2014 42 17 % 28 27,72

Total 247 100 % 101 100 %

Sumber: Lampiran 1

Berdasarkan penghitungan besarnya Z-score dari perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel untuk tahun 2010 – 2014, maka didapat 101 sampel yang mengalami financial distress dan 247 sampel tidak mengalami financial distress. Sedangkan 132 sampel lainnya berada pada area abu-abu, bisa saja mengalami financial distress atau malah


(65)

perusahaan berkembang sehat tergantung dari kebijakan manajemen perusahaan.

B. Uji Analisis Data

1. Uji Statistik Deskriptif

Deskriptif statistik menjelaskan besarnya nilai rata-rata, deviasi standar, nilai minimum, dan nilai maksimum untuk variabel-variabel kecuali variabel dummy. Hasil statistik deskriptif disajikan pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Sumber : Lampiran 3 Hasil Output SPSS

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan deskriptif statistik masing-masing variabel penelitian. Nilai rata-rata likuiditas sebesar 2,493562. Nilai minimum likuiditas sebesar 0,157449 dan nilai maksimum likuiditas sebesar 13,872114. Standar deviasi sebesar 2,337316113. Nilai rata-rata dari hasil uji statistik deskritif untuk variabel profitabilitas adalah sebesar 0,0546098. Nilai terendah variabel profitabilitas bernilai negatif sebesar 0,755758 dan nilai tertinggi sebesar 0, 748437. Nilai

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

Zi 348 0 1 0.29 0.455

CR 348 0.157449 13.872114 2.493562 2.337316113 DER 348 -31.7814 70.831585 1.648008 5.91589908

ROA 348

-0.755758 0.748437 0.0546098 0.119986269 Valid N


(1)

NO KODE TAHUN

Total Aktiva

Aktiva Lancar

Kewajiban

Lancar CR

Total Hutang

Total

Ekuitas DER

Laba

Bersih ROA 187 KDSI 2011 587,567 382,030 281,285 1.358160 308,398 279,169 1.104700 23,629 0.040215 188 KDSI 2012 570,564 369,492 232,231 1.591054 254,558 316,006 0.805548 36,837 0.064562 189 KDSI 2014 952,177 556,325 406,689 1.367937 555,679 396,498 1.401467 44,489 0.046723 190 KIAS 2011 2,049,633 570,329 882,988 0.645908 979,649 1,069,984 0.915574 -20,240 -0.009875 191 KIAS 2012 2,143,815 636,294 108,571 5.860626 168,492 1,975,323 0.085298 71,039 0.033137 192 KIAS 2013 2,270,905 740,676 140,476 5.272616 223,804 2,047,101 0.109327 75,360 0.033185 193 KIAS 2014 2,352,543 793,535 141,425 5.610995 235,746 2,116,797 0.111369 92,239 0.039208 194 KRAS 2010 17,584,059 12,287,724 6,930,713 1.772938 8,158,514 9,293,915 0.877834 1,060,867 0.060331 195 KRAS 2014 32,313,988 13,165,036 17,575,737 0.749046 21,222,718 11,091,270 1.913461 -1,951,109 -0.060380 196 LION 2010 303,900 271,268 28,733 9.440991 43,971 259,929 0.169165 38,631 0.127117 197 LION 2011 365,816 327,815 46,153 7.102789 63,755 302,060 0.211067 52,535 0.143610 198 LION 2012 433,497 394,803 42,249 9.344671 61,668 371,829 0.165850 85,374 0.196943 199 LION 2013 498,568 428,821 63,729 6.728820 82,784 415,784 0.199103 64,761 0.129894 200 LION 2014 600,103 488,269 132,155 3.694669 156,124 443,979 0.351647 49,002 0.081656 201 LMPI 2010 608,920 302,898 171,870 1.762367 207,224 401,696 0.515873 2,794 0.004588 202 LMPI 2011 685,896 323,063 218,702 1.477184 278,776 407,120 0.684751 5,424 0.007908 203 LMSH 2010 78,200 52,938 21,656 2.444496 31,415 46,785 0.671476 7,351 0.094003 204 LMSH 2011 98,019 74,304 31,552 2.354970 40,816 57,203 0.713529 10,897 0.111172 205 LMSH 2012 128,548 101,833 25,036 4.067463 31,023 97,525 0.318103 41,283 0.321149 206 LMSH 2013 141,698 115,485 27,519 4.196555 31,230 110,468 0.282706 14,383 0.101505 207 LMSH 2014 139,916 107,780 19,357 5.568012 23,964 115,951 0.206674 7,403 0.052910 208 LPIN 2012 172,269 95,789 32,995 2.903137 37,413 134,856 0.277429 16,600 0.096361 209 MAIN 2010 966,319 507,412 356,573 1.423024 710,475 258,046 2.753288 179,906 0.186177 210 MAIN 2011 1,327,801 720,454 515,044 1.398820 905,977 421,825 2.147756 204,966 0.154365 211 MAIN 2012 1,799,882 894,204 852,741 1.048623 1,118,011 681,871 1.639622 302,421 0.168023 212 MAIN 2013 2,214,399 996,981 986,471 1.010654 1,351,916 862,483 1.567470 241,633 0.109119 213 MAIN 2014 3,531,220 1,875,171 1,742,384 1.076210 2,453,335 1,077,885 2.276064 -84,778 -0.024008 214 MASA 2011 4,736,349 1,261,845 2,619,116 0.481783 2,969,322 1,767,027 1.680406 142,739 0.030137 215 MERK 2010 434,768 398,187 52,579 7.573119 71,752 363,017 0.197655 118,794 0.273235 216 MERK 2011 584,389 491,726 65,431 7.515184 90,207 494,182 0.182538 231,159 0.395557 217 MERK 2012 569,431 463,883 119,828 3.871240 152,689 416,742 0.366387 107,808 0.189326 218 MERK 2013 696,946 588,238 147,818 3.979475 184,728 512,219 0.360643 175,445 0.251734 219 MERK 2014 716,600 595,339 129,820 4.585880 162,909 553,691 0.294224 181,472 0.253240 220 MLIA 2010 4,532,300 1,181,447 756,066 1.562624 5,017,521 -485,222 -10.340671 290,879 0.064179 221 MLIA 2011 6,119,186 1,342,734 869,331 1.544560 5,246,610 872,576 6.012783 -38,125 -0.006230 222 MLIA 2012 6,558,955 1,418,657 967,054 1.466988 5,321,387 1,237,568 4.299874 -30,364 -0.004629 223 MLIA 2013 7,189,899 1,504,651 1,332,135 1.129503 5,999,787 1,190,112 5.041363 -474,046 -0.065932 224 MLIA 2014 7,215,152 1,628,326 1,462,013 1.113756 5,893,580 1,321,572 4.459522 125,013 0.017326 225 NIKL 2010 917,662 801,272 390,661 2.051067 430,239 487,423 0.882681 74,576 0.081267 226 NIKL 2011 921,278 653,979 431,884 1.514247 477,182 444,096 1.074502 -19,263 -0.020909 227 PBRX 2011 1,515,038 1,125,989 782,020 1.439847 830,702 684,336 1.213880 72,121 0.047603 228 PBRX 2012 2,003,098 1,484,303 1,128,931 1.314786 1,178,597 824,500 1.429469 90,413 0.045137 229 PBRX 2013 2,869,248 2,081,619 623,635 3.337880 1,653,814 1,215,433 1.360679 128,214 0.044686 230 PBRX 2014 4,557,725 3,534,752 915,065 3.862843 2,012,993 2,544,732 0.791043 125,699 0.027579 231 POLY 2010 3,988,442 2,124,483 11,220,829 0.189334 11,900,693 -7,912,251 -1.504084 334,977 0.083987 232 POLY 2011 3,683,206 2,100,374 10,586,175 0.198407 11,025,252 -7,342,047 -1.501659 -54,582 -0.014819 233 POLY 2012 3,899,450 2,292,182 11,300,280 0.202843 11,614,551 -7,715,102 -1.505431 -310,589 -0.079649


(2)

NO KODE TAHUN

Total Aktiva

Aktiva Lancar

Kewajiban

Lancar CR

Total Hutang

Total

Ekuitas DER

Laba

Bersih ROA 234 POLY 2013 4,337,340 2,892,884 13,886,824 0.208319 14,495,682

-10,158,343 -1.426973 -368,860 -0.085043 235 POLY 2014 3,419,605 2,206,400 14,013,459 0.157449 14,709,466

-11,289,861 -1.302892 -994,087 -0.290702 236 PRAS 2010 454,598 211,446 156,342 1.352458 317,889 136,709 2.325297 306 0.000673 237 PRAS 2011 481,912 246,602 216,728 1.137841 342,115 139,797 2.447227 1,354 0.002810 238 PRAS 2012 577,350 197,199 177,152 1.113163 297,056 280,294 1.059801 15,565 0.026959 239 PRAS 2013 795,630 331,856 321,946 1.030782 389,182 406,448 0.957520 13,197 0.016587 240 PRAS 2014 1,286,828 566,779 564,899 1.003328 601,006 685,822 0.876329 11,341 0.008813 241 PTSN 2010 825,567 431,543 340,231 1.268382 357,238 468,318 0.762811 -12,612 -0.015277 242 PTSN 2011 756,920 345,884 276,719 1.249947 295,974 460,946 0.642101 -7,383 -0.009754 243 PTSN 2012 891,918 478,215 348,909 1.370601 372,864 519,054 0.718353 9,484 0.010633 244 PTSN 2013 941,135 492,825 290,970 1.693731 324,871 616,263 0.527163 17,070 0.018138 245 PTSN 2014 813,354 416,161 159,261 2.613075 206,119 607,235 0.339439 -33,074 -0.040664 246 PYFA 2010 100,587 47,074 15,645 3.008885 23,362 77,225 0.302519 4,199 0.041745 247 PYFA 2011 118,034 61,889 24,367 2.539869 35,636 82,397 0.432491 5,172 0.043818 248 PYFA 2012 135,850 68,588 28,420 2.413371 48,144 87,705 0.548931 5,308 0.039073 249 PYFA 2013 175,119 74,974 48,786 1.536793 81,218 93,901 0.864932 6,196 0.035382 250 PYFA 2014 172,737 78,078 47,995 1.626794 76,178 96,559 0.788927 2,658 0.015388 251 RMBA 2010 4,902,597 3,053,134 1,221,291 2.499923 2,773,070 2,129,527 1.302200 218,621 0.044593 252 RMBA 2013 9,232,016 5,535,165 4,695,987 1.178701 8,350,151 881,865 9.468741 -1,042,068 -0.112875 253 RMBA 2014 10,250,546 6,023,047 6,012,572 1.001742 11,647,399 -1,396,853 -8.338314 -2,278,718 -0.222302 254 ROTI 2010 568,265 212,987 92,639 2.299107 112,813 455,452 0.247695 99,775 0.175578 255 ROTI 2011 759,137 190,231 148,209 1.283532 212,696 546,441 0.389239 115,933 0.152717 256 ROTI 2012 1,204,945 219,818 195,456 1.124642 538,337 666,608 0.807577 149,150 0.123782 257 ROTI 2013 1,822,689 363,881 320,197 1.136429 1,035,351 787,338 1.315002 158,015 0.086693 258 SCCO 2010 1,157,613 909,761 719,377 1.264651 729,085 423,502 1.721562 60,969 0.052668 259 SCCO 2011 1,455,621 1,192,307 923,585 1.290955 936,368 519,252 1.803302 109,826 0.075450 260 SCCO 2012 1,486,921 1,197,203 818,847 1.462059 832,877 654,045 1.273425 169,742 0.114157 261 SCCO 2013 1,762,032 1,454,622 1,043,363 1.394167 1,054,421 707,611 1.490114 104,962 0.059569 262 SCCO 2014 1,656,007 1,293,777 826,027 1.566265 841,615 814,393 1.033426 137,619 0.083103 263 SCPI 2010 233,756 186,663 210,043 0.888689 221,633 12,123 18.282026 -8,043 -0.034408 264 SCPI 2011 312,519 257,330 68,090 3.779263 290,922 21,597 13.470482 -25,420 -0.081339 265 SCPI 2012 440,498 263,570 96,984 2.717665 423,212 17,286 24.482934 -12,367 -0.028075 266 SCPI 2013 746,402 523,119 200,739 2.605966 736,011 10,391 70.831585 -12,168 -0.016302 267 SCPI 2014 1,317,315 1,052,937 429,723 2.450269 1,361,172 -43,857 -31.036596 -62,461 -0.047415 268 SIAP 2010 150,913 84,314 46,444 1.815391 51,769 77,864 0.664864 5,371 0.035590 269 SIAP 2011 163,233 90,916 43,715 2.079744 60,830 102,403 0.594026 3,260 0.019971 270 SIAP 2012 184,367 86,626 65,709 1.318328 78,574 105,793 0.742715 3,390 0.018387 271 SIAP 2013 272,598 149,886 150,402 0.996569 172,584 100,014 1.725598 -5,779 -0.021200 272 SIAP 2014 4,989,693 85,516 58,223 1.468767 231,674 4,758,019 0.048691 7,382 0.001479 273 SIPD 2010 2,055,743 1,089,806 568,551 1.916813 822,732 1,232,823 0.667356 61,160 0.029751 274 SIPD 2012 3,298,124 1,660,346 1,435,663 1.156501 2,021,381 1,276,743 1.583232 15,061 0.004567 275 SIPD 2013 3,155,680 1,403,403 1,224,772 1.145848 1,870,560 1,285,120 1.455553 8,378 0.002655 276 SIPD 2014 2,800,915 1,720,579 1,203,290 1.429896 1,513,908 1,287,006 1.176302 2,064 0.000737 277 SMCB 2010 10,437,249 2,253,237 1,355,830 1.661888 3,611,246 6,822,608 0.529306 830,382 0.079559 278 SMCB 2011 10,950,501 2,468,172 1,683,799 1.465835 3,423,241 7,527,260 0.454779 1,063,560 0.097124


(3)

NO KODE TAHUN

Total Aktiva

Aktiva Lancar

Kewajiban

Lancar CR

Total Hutang

Total

Ekuitas DER

Laba

Bersih ROA 279 SMCB 2012 12,168,517 2,186,797 1,556,875 1.404607 3,750,461 8,418,056 0.445526 1,350,791 0.111007 280 SMCB 2013 14,894,990 2,085,055 3,262,054 0.639185 6,122,043 8,772,947 0.697832 952,305 0.063935 281 SMSM 2010 1,067,103 661,698 304,354 2.174106 499,425 519,375 0.961588 164,850 0.154484 282 SMSM 2011 1,136,858 718,941 264,728 2.715772 466,246 670,612 0.695254 219,260 0.192865 283 SMSM 2012 1,441,204 899,279 462,535 1.944240 620,876 820,329 0.756862 268,543 0.186332 284 SMSM 2013 1,701,103 1,097,152 523,047 2.097616 694,304 1,006,799 0.689615 338,223 0.198826 285 SMSM 2014 1,749,395 1,133,730 536,800 2.112016 602,558 1,146,837 0.525409 421,467 0.240922 286 SRSN 2010 364,005 248,343 102,457 2.423875 135,752 228,252 0.594746 9,830 0.027005 287 SRSN 2011 361,182 259,288 81,670 3.174826 108,942 252,240 0.431898 23,988 0.066415 288 SRSN 2012 402,109 306,887 111,511 2.752078 132,905 269,204 0.493696 16,956 0.042168 289 SRSN 2013 125,993 294,789 89,840 3.281267 106,407 314,376 0.338470 15,994 0.126944 290 SRSN 2014 463,347 335,892 116,995 2.870994 134,511 328,836 0.409052 14,456 0.031199 291 SSTM 2010 872,459 479,592 238,461 2.011197 549,285 323,173 1.699662 9,918 0.011368 292 SSTM 2011 843,450 469,277 256,794 1.827445 544,375 299,075 1.820196 -24,098 -0.028571 293 SSTM 2012 810,276 428,479 249,011 1.720723 525,337 284,938 1.843689 -14,137 -0.017447 294 SSTM 2013 801,866 415,053 315,809 1.314253 530,156 271,710 1.951183 -13,228 -0.016497 295 SSTM 2014 773,663 398,785 332,510 1.199317 514,794 258,870 1.988620 -12,840 -0.016596 296 STTP 2010 649,274 291,293 170,423 1.709235 201,934 447,140 0.451612 41,734 0.064278 297 SULI 2010 1,955,536 381,203 979,524 0.389172 1,599,715 355,812 4.495956 1,694 0.000866 298 SULI 2011 1,695,019 312,598 1,467,638 0.212994 1,654,049 40,971 40.371214 -314,851 -0.185751 299 SULI 2012 1,428,779 494,039 1,324,673 0.372952 1,475,196 -46,417 -31.781373 -150,684 -0.105463 300 SULI 2013 941,141 244,245 845,368 0.288922 1,313,137 -371,996 -3.529976 -325,579 -0.345941 301 SULI 2014 900,611 297,211 386,373 0.769233 1,267,088 -366,477 -3.457483 5,519 0.006128 302 TBMS 2010 1,239,043 1,116,495 1,117,787 0.998844 1,119,655 119,388 9.378288 3,229 0.002606 303 TBMS 2011 1,464,966 1,304,065 1,323,254 0.985499 1,326,380 138,585 9.570877 21,034 0.014358 304 TBMS 2012 1,909,952 1,441,341 1,715,555 0.840160 1,719,711 190,241 9.039644 25,675 0.013443 305 TBMS 2013 2,076,849 1,553,455 1,890,007 0.821931 1,890,007 186,842 10.115536 -54,550 -0.026266 306 TBMS 2014 2,183,476 1,535,709 1,934,370 0.793907 1,940,565 242,910 7.988823 53,541 0.024521 307 TCID 2010 1,047,238 610,789 57,166 10.684480 98,758 948,480 0.104122 131,445 0.125516 308 TCID 2011 1,130,865 671,882 57,216 11.742904 110,452 1,020,413 0.108242 140,039 0.123834 309 TCID 2012 1,261,573 768,615 99,477 7.726560 164,751 1,096,822 0.150208 150,374 0.119196 310 TCID 2013 1,465,952 726,505 203,321 3.573192 282,962 1,182,991 0.239192 160,148 0.109245 311 TCID 2014 1,853,235 874,017 486,054 1.798189 569,731 1,283,504 0.443887 174,314 0.094059 312 TIRT 2012 679,649 488,587 409,077 1.194364 574,357 105,292 5.454897 -32,218 -0.047404 313 TIRT 2013 723,177 401,185 409,237 0.980324 664,163 59,014 11.254329 -137,919 -0.190713 314 TKIM 2010 20,916,531 8,239,102 3,756,368 2.193369 14,852,997 6,063,535 2.449561 418,123 0.019990 315 TKIM 2011 23,294,758 10,437,168 5,425,294 1.923798 16,565,150 6,729,608 2.461533 460,901 0.019786 316 TKIM 2012 25,935,346 12,208,868 5,071,364 2.407413 18,447,981 7,487,365 2.463882 336,680 0.012982 317 TKIM 2013 31,962,810 14,710,552 6,325,099 2.325743 22,168,099 9,794,712 2.263272 331,413 0.010369 318 TKIM 2014 33,713,200 13,276,462 6,987,179 1.900118 22,131,466 11,581,734 1.910894 254,615 0.007552 319 TOTO 2010 1,091,583 716,491 341,608 2.097407 460,601 630,982 0.729975 193,798 0.177538 320 TOTO 2011 1,339,570 837,114 444,637 1.882691 579,029 760,541 0.761338 218,124 0.162831 321 TOTO 2012 1,522,664 966,806 448,768 2.154356 624,499 898,165 0.695305 235,946 0.154956 322 TOTO 2013 1,746,178 1,089,799 496,495 2.194985 710,527 1,035,650 0.686069 236,558 0.135472 323 TOTO 2014 2,027,289 1,115,004 528,815 2.108495 796,096 1,231,192 0.646606 293,804 0.144925 324 TPIA 2010 3,003,086 1,831,751 882,548 2.075526 952,955 2,050,131 0.464826 348,287 0.115976 325 TPIA 2011 14,553,433 5,910,586 3,358,443 1.759919 7,320,170 7,233,262 1.012015 804,803 0.055300


(4)

NO KODE TAHUN

Total Aktiva

Aktiva Lancar

Kewajiban

Lancar CR

Total Hutang

Total

Ekuitas DER

Laba

Bersih ROA 326 TRST 2011 2,132,450 820,792 588,895 1.393783 806,029 1,326,421 0.607672 144,001 0.067528 327 TRST 2014 3,260,541 1,239,768 1,019,315 1.216276 1,544,983 1,715,559 0.900571 3,011 0.000923 328 TSPC 2010 3,589,596 2,642,066 784,353 3.368465 944,863 2,604,104 0.362836 494,761 0.137832 329 TSPC 2011 4,250,374 3,121,980 1,012,653 3.082971 1,204,439 3,045,936 0.395425 586,362 0.137955 330 TSPC 2012 4,632,985 3,393,778 1,097,135 3.093309 1,279,829 3,353,156 0.381679 635,176 0.137099 331 TSPC 2013 5,407,958 3,991,116 1,347,466 2.961942 1,545,006 3,862,952 0.399955 638,535 0.118073 332 TSPC 2014 5,416,570 3,649,977 1,116,121 3.270234 1,328,404 4,088,166 0.324939 -9,986 -0.001844 333 ULTJ 2010 2,006,596 955,442 477,558 2.000683 705,472 1,297,953 0.543527 107,339 0.053493 334 ULTJ 2011 2,179,182 924,080 607,594 1.520884 776,735 1,402,447 0.553843 101,323 0.046496 335 ULTJ 2012 2,420,793 1,196,427 592,823 2.018186 744,274 1,676,519 0.443940 353,432 0.145998 336 ULTJ 2013 2,811,621 1,565,511 633,794 2.470063 796,474 2,015,147 0.395244 325,127 0.115637 337 ULTJ 2014 3,037,558 1,740,631 688,394 2.528539 851,271 2,186,286 0.389369 130,313 0.042901 338 UNIC 2011 2,544,905 1,585,721 993,286 1.596439 1,248,753 1,296,152 0.963431 293,223 0.115220 339 UNIC 2012 2,400,778 1,514,799 907,230 1.669697 1,049,539 1,351,239 0.776723 15,846 0.006600 340 UNIC 2013 3,303,941 2,330,491 1,329,113 1.753418 1,519,505 1,784,436 0.851532 126,479 0.038281 341 UNIT 2010 309,792 55,442 68,867 0.805059 72,052 129,357 0.557001 1,599 0.005162 342 UNIT 2011 304,803 69,876 61,651 1.133412 64,730 240,073 0.269626 2,332 0.007651 343 UNIT 2014 441,519 83,329 195,468 0.426305 199,746 241,773 0.826172 12,075 0.027349 344 VOKS 2012 1,698,078 1,430,617 1,072,478 1.333936 1,095,012 603,066 1.815742 147,021 0.086581 345 VOKS 2014 1,775,801 1,307,011 1,192,509 1.096018 1,227,189 548,612 2.236898 500,667 0.281939 346 YPAS 2010 200,856 94,078 64,127 1.467058 69,360 131,496 0.527469 21,186 0.105479 347 YPAS 2011 223,509 104,594 70,566 1.482215 75,392 148,117 0.509003 16,621 0.074364 348 YPAS 2013 613,879 414,043 351,974 1.176345 443,067 170,811 2.593902 6,222 0.010136


(5)

Lampiran 3 Hasil Output

Descriptive Stati stics

348

0

1

.29

.455

348

.157449

13.872114

2.493562

2.337315113

348

-31.7814

70.831585

1.648008

5.915899080

348

-.755758

.748437

.05460981

.119986269

348

Zi

CR

DER

ROA

Valid N (list wise)

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Dev iat ion

Variables i n the Equation

-.225 .092 5.921 1 .015 .799

.071 .034 4.462 1 .035 1.074

-20.703 2.916 50.406 1 .000 .000

.070 .246 .082 1 .775 1.073

CR DER ROA Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on st ep 1: CR, DER, ROA. a.

Model Summary

278.356a .333 .475

St ep 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Estimation terminat ed at iteration number 7 because parameter est imat es changed by less than .001. a.


(6)

Hosmer and Lemeshow Test

12.565

8

.128

Step

1

Chi-square

df

Sig.

Classification Tabl ea

227 20 91.9

48 53 52.5

80.5 Observ ed

Tidak f inancial distres Financial distres Zi

Ov erall Percentage Step 1

Tidak f inancial

distres

Financial distres Zi

Percentage Correct Predicted

The cut v alue is .500 a.


Dokumen yang terkait

Analisis Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 20 92

ANALISIS PENGARUH RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, DAN LEVERAGE DALAM MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2011).

0 0 14

Analisis Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

Analisis Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Analisis Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Analisis Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 21

Analisis Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 3

Analisis Profitabilitas, Likuiditas dan Leverage dalam Memprediksi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 13

ANALISIS LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, DAN LEVERAGE UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2011-2014 - Perbanas Institutional Repository

0 0 18

ANALISIS LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, DAN LEVERAGE UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2011-2014 - Perbanas Institutional Repository

0 0 17