4.1.3 Kadar Air Pati Biji Nangka
Jumlah kadar air dari suatu bahan akan mempengaruhi kualitas daripada bahan tersebut. Semakin tinggi kadar air dari suatu bahan maka semakin besar pula bahan
tersebut mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim [22]. Kadar air yang diperoleh dari pati biji nangka pada penelitian
ini adalah sebesar 6,04 . Berdasarkan standar mutu pati menurut SII, kadar air yang diizinkan adalah maksimal 14 [47]. Berdasarkan SII, kadar air pati biji nangka
yang diperoleh telah memenuhi standar yang berlaku.
4.1.4 Kadar Abu Pati Biji Nangka
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600
o
C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut [48]. Adapun kadar abu yang
diperoleh dari pati biji nangka adalah sebagai berikut sebesar 1,08 . Berdasarkan standar mutu pati menurut SII, kadar abu yang diizinkan adalah maksimal 1,5
[46]. Jika dibandingkan dengan kadar abu pati menurut SII, kadar abu pati biji nangka telah memenuhi.
4.1.5 Kadar Protein Pati Biji Nangka
Tujuan dari pengujian kadar protein ialah untuk menentukan persentase kandungan protein yang dikandung per satuan massa serbuk pati dimana serbuk pati
diperoleh dari hasil ekstraksi biji nangka [49]. Dari hasil penelitian ini, kadar protein yang diperoleh dari 0,51 gram sampel pati biji nangka dalam 100 gram biji nangka
adalah sebesar 4,68 .
4.1.6 Kadar Lemak Pati Biji Nangka
Tujuan dari pengujian kadar lemak ialah untuk menentukan persentase kandungan lemak yang terdapat per satuan massa serbuk pati dimana serbuk pati
diperoleh dari hasil ekstraksi biji nangka [49]. Adapun kadar lemak yang diperoleh dari 2 gram sampel pati biji nangka dalam 100 gram biji nangka adalah sebesar 0,54
.
Universitas Sumatera Utara
4.1.7 Hasil Karakterisasi Profil Gelatinisasi Pati Biji Nangka
Gelatinisasi pati melibatkan granul yang meleleh dalam media larutan dengan pemanasan. Dalam air, pembengkakan granul meningkat seiring dengan
bertambahnya suhu. Ketika mencapai suhu tertentu butiran larut terganggu oleh energi yang disediakan, mengakibatkan hilangnya susunan molekuler dan akibatnya
kehilangan kristalinitasnya. Proses ini menyebabkan peningkatan viskositas dan kelarutan pati yang merupakan hasil dari perubahan irreversibel [22].
Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk menetukan perilaku gelatinisasi pati ditentukan dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer RVA.
RVA adalah metode yang secara luas digunakan untuk menentukan sifat kekentalan dari pasta pati dan informasi dari sifat kekentalan itu sendiri [50]. Amilografi pati biji
nangka yang diukur oleh RVA dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Amilografi Pati Biji Nangka
Parameter Pati Biji Nangka
Temperatur Gelatinisasi 88,82 °C
Peak Viscosity 3.276,5 cP
Hold Viscosity 2.453,5 cP
Final Viscosity 5.366 cP
Breakdown 823 cP
Setback 1 2,912,5 cP
Dari Tabel 4.2 diatas dapat dilihat beberapa parameter yang dapat diukur oleh RVA yaitu temperatur gelatinisasi, peak viscosity, hold viscosity, final viscosity,
breakdown viscosity dan setback viscosity. Temperatur gelatinisasi adalah temperatur kritis di mana granula pati kehilangan sifat bias ganda birefringence dan
kekristalannya selama pemanasan [50]. Nilai temperatur gelatinisasi pati biji nangka dapat dilihat dari Tabel 4.2 diatas yaitu sebesar 88,82 °C. Temperatur gelatinisasi
yang tinggi dikarenakan kandungan amilosa pati yang tinggi sehingga pembengkakan granula pati menjadi rendah [51].
Terdapat beberapa tahapan pada proses gelatinisasi. Tahap pertama, pati dalam air dingin akan menyerap air sampai sekitar 5-30, proses ini bersifat reversible.
Tahap kedua, akibat pemanasan yang diberikan ikatan hidrogen antara amilosa dan amilopektin dalam granula pati mulai putus, sehingga air dapat masuk ke dalam
granula pati dan granula mulai mengembang. Proses penyerapan air ke dalam granula pati ini bersifat irreversible [52]. Pada proses gelatinisasi tahap kedua ini
Universitas Sumatera Utara
dimana granula pati membengkak menyebabkan peningkatan yang cepat pada
viskositas akan menghasilkan viskositas maksimum yaitu Peak Viscosity PV [53].
Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence-nya dan granula sudah tidak
mempunyai kristal lagi [54]. Makin besar kemampuan mengembang granula pati
maka viskositas pasta makin tinggi [51]. Hasil pengukuran RVA pada penelitian ini, PV pati biji nangka adalah 3276,5 cP.
Tahap ketiga gelatinisasi terjadi pengembangan granula lebih besar lagi dan amilosa keluar dari granula pati terdispersi kedalam larutan hingga akhirnya granula
pati pecah [52]. Pecahnya struktur granula pati menyebabkan penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta menjadi rendah. setelah sebelumnya mencapai
viskositas puncak terjadi penurunan viskositas menjadi 2453,5 cP. Viskositas ini disebut hold viscosity HV. HV merupakan kemampuan granula pati untuk menahan
pemanasan dan tegangan regangan [55]. Selisih nilai antara PV dan HV adalah nilai
viskositas breakdown yaitu sebesar 823 cP. Nilai viskositas breakdown yang rendah
menunjukkan stabilitas granula yang lebih tinggi terhadap pemanasan [55]. Pada fase pendinginan, viskositas pasta pati kembali meningkat akibat terbentuknya
kembali molekul-molekul amilosa dan amilopektin melalui ikatan hidrogen [53]. Viskositas hasil pengukuran dengan RVA meningkat menjadi 5366 cP. Viskositas ini
disebut viskositas pasta dingin atau Final Viscosity FV. Setback yaitu selisih antara HV dengan FV yang menunjukkan kemampuan
pasta pati mengalami retrogradasi yaitu proses pembentukan kembali matriks pati yang telah mengalami gelatinisasi. Semakin tinggi nilai viskositas balik berarti
semakin tinggi kemampuan pati untuk mengalami retrogradasi [56]. Berdasarkan hasil RVA maka nilai viskositas balik pati biji nangka adalah 2,912,5 cP. nilai
setback yang tinggi dikarenakan diameter dari pati yang meningkatkan kerapuhan granula pada saat proses gelatinisasi dan disintegrasi yang memfasilitasi pelepasan
rantai amilosa dan penggabungan kembali amilosa. Pati dengan nilai setback yang tinggi menunjukkan bahwa banyaknya jumlah amilosa yang berikatan kembali
melalui ikatan hidrogen sehingga struktur pati yang terbentuk menjadi lebih kuat. Jadi semakin tinggi amilosa pati maka semakin tinggi nilai final viscosity [51].
Universitas Sumatera Utara
4.2 HASIL KARAKTERISASI FTIR PATI BIJI NANGKA, KITOSAN, BIOPLASTIK TANPA DENGAN PENGISI KITOSAN DAN
PLASTICIZER ETILEN GLIKOL
Karakterisasi FTIR Fourier Transform Infra Red pati biji nangka bertujuan
untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat di dalam pati biji nangka, kitosan, bioplastik dengan kitosan dan bioplastik tanpa kitosan [57]. Karakteristik FTIR dari
bahan pati biji nangka, kitosan, bioplastik dengan kitosan dan bioplastik tanpa kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.
Gambar 4.2 Karakterisasi FTIR Kitosan, Pati Biji Nangka, Bioplastik tanpa Kitosan dan Bioplastik dengan Kitosan
Dari Gambar 4.2 diatas diperoleh informasi beberapa peak yang muncul seperti yang ditunjukkan Gambar 4.2 tersebut. Gambar 4.2 diatas juga menunjukkan bahwa
untuk bioplastik dengan kitosan dan tanpa kitosan memiliki bentuk spektrum yang hampir serupa. Dimana hasil FTIR bioplastik dengan kitosan dan tanpa kitosan
sama-sama memiliki gugus O-H dengan daerah serapan ulur yang tidak berbeda jauh sebesar 3649,32 cm
-1
dan 3676,32 cm
-1
. Gugus C-H dengan daerah serapan ulur pada bioplastik dengan kitosan dan tanpa kitosan sebesar 2993,52-2877,79 cm
-1
dan 2993,52-2877,79 cm
-1
. Lalu daerah serapan ulur pada bioplastik dengan kitosan dan tanpa kitosan pada gugus C-O adalah 1172,72-1118,71 cm
-1
dan 1176,58-1114,86 cm
-1
[14]. Untuk hasil FTIR pada spektrum kitosan terlihat jelas gugus karboksil
Universitas Sumatera Utara
amida yang khas pada daerah 1647,21 cm
-1
. Selain itu juga terdapat puncak pita serapan gugus hidroksil O-H pada daerah 3433,29 cm
-1
[58]. Menurut Darni dan Herti 2010, pada bioplastik yang mengandung gugus fungsi
C=O karbonil dan ester C-O mengindikasikan bioplastik tersebut memiliki kemampuan biodegradabilitas yang mana gugus fungsi tersebut adalah gugus fungsi
yang dimiliki oleh pati dan kitosan. Hal ini disebabkan oleh C=O karbonil dan ester C-O merupakan gugus-gugus yang bersifat hidrofilik. Kemampuan kedua gugus
tersebut dalam mengikat molekul-molekul air yang berasal dari lingkungan mengakibatkan mikroorganisme yang dapat memasuki matriks plastik juga semakin
banyak seiring dengan semakin tingginya intensitas gugus-gugus yang bersifat hidrofilik [14].
Universitas Sumatera Utara
4.3 PENGARUH VARIASI PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER ETILEN GLIKOL TERHADAP DENSITAS BIOPLASTIK