Oklusi Normal Psikososial TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Istilah oklusi dapat ditinjau dalam dua aspek, yaitu aspek statis dan aspek dinamis. Pada aspek statis menunjukkan bagaimana bentuk, keselarasan, dan artikulasi dari gigi-geligi dalam lengkung gigi. Sedangkan pada aspek dinamis menunjukkan bagaimana fungsi dari sistem stomatognasi seperti gigi-geligi, jaringan pendukung, sendi temporomandibular, neuromuskular, dan nutrisi. Oklusi normal dan maloklusi merupakan salah satu keadaan yang akan melibatkan aspek statis. 29

2.1 Oklusi Normal

Oklusi adalah kontak maksimum antara gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah dengan lengkung gigi atas dan bawah dalam keadaan tertutup. 30 Angle mendefinisikan oklusi normal sebagai sebuah hubungan yang harmonis antara gigi- geligi rahang atas dan rahang bawah. Konsep oklusi normal menurut Angle yaitu berdasarkan hubungan anteroposterior gigi molar pertama atas dan bawah. Menurut Angle, oklusi normal yaitu tonjol mesiobukal molar pertama atas berkontak dengan groove diantara tonjol mesiobukal dan distobukal dari gigi molar pertama bawah. 31,32 Menurut Andrews, terdapat enam kunci oklusi normal yaitu hubungan molar pertama atas dan bawah, angulasi mahkota yang benar, inklinasi mahkota gigi yang menjamin dari keseimbangan maloklusi, tidak terdapat gigi yang rotasi, tidak terdapat celah diantara gigi-geligi, dan bidang oklusal yang datar dengan curve of spee tidak melebihi 1.5 mm. 29,31,32 Universitas Sumatera Utara Gambar1. Oklusi Normal 29 2.2 Maloklusi 2.2.1 Definisi dan Etiologi Maloklusi Maloklusi adalah suatu bentuk penyimpangan posisi antara gigi-geligi atas dan bawah terhadap lengkung gigi yang dapat memperburuk estetika dan fungsional. 5,6 Maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial. Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi maloklusi menurut Salzman dibagi atas faktor prenatal dan postnatal. Faktor prenatal terdiri dari genetik, diferensiasi, dan kongenital. Sedangkan faktor postnatal terdiri dari perkembangan, fingsional, dan lingkungan. 19,32 Menurut Moyer, maloklusi dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 29,32 1. Faktor keturunan 2. Gangguan pertumbuhan 3. Trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta trauma setelah dilahirkan 4. Keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi gigi desidui 5. Kebiasaan buruk, seperti menghisap jari-jari dan ibu jari, menjulurkan lidah, menggigit dan menghisap bibir, menggigit jari 6. Postur tubuh Universitas Sumatera Utara 7. Penyakit seperti penyakit sistemik, kelainan endokrin, penyakit lokal gangguan saluran pernafasan, penyakit gusi, tumor, dan karies 8. Malnutrisi

2.2.2 Klasifikasi Angle

Pada tahun 1889, Dr.E.H.Angle memperkenalkan klasifikasi maloklusi. Maloklusi menurut Angle tersebut diklasifikasikan berdasarkan hubungan gigi molar pertama permanen bawah terhadap molar pertama atas. Klasifikasi ini masih digunakan hingga saat ini, yang terbagi menjadi: 29,31,32 1. Maloklusi Klas I Angle Memiliki hubungan molar pertama permanen yang normal, yaitu tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas beroklusi dengan groove bukal gigi molar pertama permanen bawah. Selain itu, dapat juga disertai dengan gigi yang berjejal, rotasi, kehilangan gigi, dan sebagainya. 2. Maloklusi Klas II Angle Memiliki hubungan molar bawah yang lebih ke distal dari molar atas distooklusi, dimana tonjol distobukal gigi molar pertama permanen atas berkontak dengan groove bukal gigi molar pertama permanen bawah. Maloklusi Klas II ini terbagi menjadi 2 divisi, yaitu: a. Maloklusi Klas II divisi 1 Maloklusi Klas II divisi 1 ditandai dengan overjet yang besar dan biasanya disertai dengan overbite yang dalam, bibir atas hipotonus, bibir bawah terletak pada bagian palatal dari insisif atas, dan lengkung maksila yang menyempit. b. Maloklusi Klas II divisi 2 Maloklusi Klas II divisi 2 ditandai dengan inklinasi gigi insisif sentral atas lebih ke lingual dan insisif lateral atas lebih ke labial bertumpang tindih dengan insisif sentral. 3. Maloklusi Klas III Angle Memiliki hubungan molar pertama permanen atas beroklusi dengan bagian interdental diantara gigi molar pertama dan kedua permanen bawah. Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1915, Dewey memodifikasi klasifikasi dari Angle, yaitu dengan membagi Klas I menjadi 5 tipe dan Klas II menjadi 3 tipe. 29,32 Modifikasi Klas I, yaitu: a. Tipe 1 yaitu maloklusi Klas I dengan gigi berjejal pada anterior rahang atas b. Tipe 2 yaitu maloklusi Klas I dengan gigi insisif rahang atas protrusif c. Tipe 3 yaitu dengan gigitan silang di anterior d. Tipe 4 yaitu dengan gigitan silang di posterior e. Tipe 5 yaitu bergesernya gigi molar permanen ke mesial karena kehilangan dini gigi molar desidui atau premolar Modifikasi Klas III, yaitu: a. Tipe 1 yaitu hubungan insisif anterior edge to edge b. Tipe 2 yaitu gigi insisif bawah berjejal dan berada dibelakang gigi insisif atas c. Tipe 3 yaitu gigi insisif atas berjejal dan berada di belakang gigi insisif bawah Gambar 2. Klasifikasi Angle A Klas I B Klas II divisi 1 C Klas II divisi 2 D Klas III 29 Universitas Sumatera Utara 2.2.3 Karakteristik Maloklusi Anterior 2.2.3.1 Gigi Anterior berjejal crowding Gigi berjejal merupakan suatu keadaan dimana gigi berada diluar susunan gigi yang normal. Kondisi gigi berjejal terkadang akan menjadi masalah bagi penderitanya karena sangat sulit untuk dibersihkan dengan menyikat gigi. 18,29 Gigi berjejal biasanya terjadi dikarenakan ketidakseimbangan antara ukuran gigi dengan panjang lengkung gigi. 29 Kategori gigi berjejal berdasarkan tingkat keparahannya adalah gigi berjejal ringan 2-3 mm, gigi berjejal sedang 4-6 mm, gigi berjejal berat 7-10 mm, gigi berjejal sangat berat 10 mm. 33 Penyebab dari gigi berjejal dapat disebabkan oleh karena adanya gigi berlebih supernumerary teeth, abnormalitas dari bentuk dan ukuran gigi, premature loss dari gigi desidui. 29

2.2.3.2 Gigi Bercelah diastema

Gigi bercelah diastema merupakan suatu keadaan dimana terdapat ruang diantara kedua gigi. Besarnya ruang antar gigi yang sering ditemukan yaitu antara 1-3 mm. Diastema yang terdapat pada periode gigi permanen dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti ukuran gigi inisisif normal yang berada pada lengkung gigi yang berukuran normal, ukuran gigi insisif yang kecil tetapi berada pada lengkung gigi yang berukuran normal, ukuran gigi insisif yang kecil tetapi berada pada lengkung gigi yang besar, posisi gigi insisif yang lebih ke labial terhadap insisif Gambar 3. Gigi berjejal 33 Universitas Sumatera Utara bawah dengan overjet lebih dari normal, adanya rotasi gigi insisif atas, dan frenulum labial atas yang melekat pada jaringan lunak dan tulang pada daerah diastema. 31

2.2.3.3 Protrusi

Protrusi merupakan suatu kondisi dengan overjet yang lebih dari normal, dimana overjet yang normal yaitu 2-4 mm. 34 Dalam menentukan seberapa maju gigi insisif atas, dapat dilakukan pemeriksaan bibir. Bila dalam kondisi istirahat atau relaks, bibir tampak maju dengan adanya celah di antara bibir atas dan bawah sebesar 3-4 mm, serta adanya kesulitan saat mengatupkan bibir atas dan bawah, maka dapat disimpulkan bahwa gigi insisif protrusif. 35 Gambar 4. Gigi bercelah 31 Gambar 5. Protrusi 32 Universitas Sumatera Utara

2.2.3.4 Gigitan Dalam deepbite

Menurut Graber, deepbite merupakan overbite yang berlebih dengan pengukurannya dilakukan secara vertikal antara insisal maksila dan mandibula dalam keadaan oklusi sentrik. 36 Overbite yang normal yaitu 2-4 mm. 35 Jenis deepbite dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu incomplete overbite dan complete overbite. Incomplete overbite yaitu insisal bawah yang gagal beroklusi dengan insisal atas atau gagal beroklusi dengan mukosa palatum. Complete overbite yaitu insisal bawah berkontak dengan bagian palatal dari insisal atas pada saat oklusi sentrik.Selain itu, deepbite juga bisa diklasifikasikan menjadi dental deepbite dan skeletal deepbite. Dental deepbite dapat terjadi jika gigi anterior mengalami ekstruksi dan gigi molar mengalami intrusi. Dental deepbite sering dijumpai pada maloklusi Klas II divisi 2. Sedangkan skeletal deepbite biasanya terjadi karena genetik. 36

2.2.3.5 Gigitan Silang Anterior anterior crossbite

Gigitan silang anterior merupakan suatu kondisi dimana gigi anterior mandibula terletak pada bagian luar dari gigi anterior maksila. Gigitan silang anterior sering terjadi karena posisi lingual dari gigi anterior maksila berhubungan dengan gigi anterior mandibula. Gigitan silang anterior dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu single tooth crossbite dan segmental anterior crossbite. Single tooth crossbite yaitu satu gigi anterior mandibula bertumpang tindih dengan satu gigi anterior Gambar 6. Dental Deepbite 36 Universitas Sumatera Utara maksila. Segmental anterior crossbite yaitu beberapa gigi anterior mandibula bertumpang tindih dengan beberapa gigi anterior maksila. 36

2.2.3.6 Gigitan Terbuka Anterior anterior openbite

Gigitan terbuka anterior terjadi karena kurangnya overlap antara gigi-geligi anterior maksila dan mandibula saat oklusi sentrik. Gigitan terbuka anterior dapat berupa dental atau skeletal openbite yang etiologinya karena kebiasaan buruk seperti menghisap ibu jari, menjulurkan lidah, bernafas dari mulut. 36 Gambar 7. Gigitan silang anterior 36 Gambar 8. Gigitan terbuka anterior 36 Universitas Sumatera Utara

2.2.3.7 Edge to edge

Edge to edge yaitu suatu maloklusi yang ditandai dengan beroklusinya insisivus atas dan bawah pada ujung insisalnya dan tidak overlap atau tidak terdapatnya overbite yang sering disebut zero overbite. Edge to edge sering disebabkan oleh interkuspasi dari gigi desidui yang kurang baik sehingga gigi desidui menjadi aus. 34

2.3 Psikososial

Erik Erikson merupakan salah satu ahli psikoanalisis yang memperkenalkan istilah psikososial pada tahun 1950 dalam bentuk teori perkembangan psikososial manusia. Perkembangan psikososial menurut Erikson dapat dikelompokkan menjadi delapan tahap perkembangan karakter, yaitu percaya lawan tidak percaya trust vs mistrust, otonomi lawan perasaan malu dan ragu autonomy vs shame and doubt, tahap inisiatif lawan rasa bersalah initiative vs guilt, tahap industri lawan perasaan rendah hati industry vs inferiority, tahap identitas lawan kebingungan dalam peran identity vs role confusion, tahap intimasi lawan isolasi intimacy vs isolation, tahap generativitas lawan stagnasi generativity vs stagnation, dan tahap kejujuran lawan keputusasaan integrity vs despair. 10 Psikososial merupakan istilah yang digunakan untuk menekankan hubungan yang erat antara aspek psikologis dari pengalaman manusia dan pengalaman sosial Gambar 9. Edge to edge 32 Universitas Sumatera Utara yang lebih luas. Dampak secara psikologis adalah sesuatu yang akan mempengaruhi berbagai tingkat fungsi yaitu kognitif persepsi dan memori sebagai dasar untuk pengalaman dan pembelajaran, emosi, dan perilaku. Dampak secara sosial yaitu kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, keluarga, jaringan komunitas, tradisi budaya, status ekonomi, dan termasuk juga sekolah atau bekerja. 9 Tahap perkembangan psikososial yang berlangsung selama masa remaja menurut Erikson yaitu tahap identitas versus kebingungan identitas. Pada masa ini, remaja berusaha dalam menjelaskan siapakah dirinya, keunikan, serta tujuan dari kehidupannya. Dalam usaha yang dilakukan untuk mencari identitasnya tersebut, remaja akan melakukan eskprimen dengan berbagai peran. Di samping itu, akan muncul suatu kepedulain terhadap pandangan orang lain mengenai identitas diri dan pandangan tersebut akan memengaruhi pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual. 16 Dalam konsep diri terdapat lima komponen, yaitu gambaran diri body image, ideal diri self ideal, harga diri self esteem, peran diri self role, dan identitas diri self identity. 37

2.4 Remaja