Tabel 5.5. Waktu Perbaikan Korektif Komponen Kritis Periode Januari – Desember 2015
Komponen Waktu
Perbaikan Korektif Jam
Waktu Perbaikan Korektif menit
Bearing 3,4
205 Die
3,6 216
Knife 2,3
138 Shaft
2,5 150
Seal 2,7
164 V-Belt
2,2 131
Sumber : PT. Indojaya Agrinusa
5.2. Pengolahan Data
5.2.1. Kebijakan Perawatan Mesin Sekarang
Sistem perawatan sekarang tidak memiliki jadwal pergantian komponen karena pergantian komponen dilakukan setelah terjadi kerusakan. Kebijakan
perawatan sekarang untuk mesin press, yaitu : 1.
Perawatan mesin sebelum proses pengolahan dimulai Perawatan dilakukan dengan membersihkan mesin-mesin dan memeriksa
pelumas jika diperlukan. 2.
Pembersihan mesin setelah proses pengolahan selesai. Membersihkan tepung-tepung yang terdapat pada mesin setelah proses
produksi selesai. 3.
Pembongkaran mesin untuk mengganti komponen mesin yang rusak Perawatan dilakukan dengan menggantimemperbaiki komponen yang rusak
bila diketahui terdapat kegagalan fungsi akibat kerusakan komponen- komponen pada mesin tertentu.
4. Pembongkaran mesin secara keseluruhan jika diperlukan
Universitas Sumatera Utara
Pembongkaran mesin secara keseluruhan dilakukan apabila mesin tidak dapat berfungsi sama sekali. Lamanya waktu perbaikan bervariasi tergantung pada
kerusakan yang ditemukan pada waktu pembongkaran. Pada Gambar 5.3. merupakan aktivitas perawatan aktual dalam bentuk
flowchart ketika terjadi kerusakan komponen mesin. Melalui flowchart tersebut, dapat terlihat bahwa sistem perawatan aktual memiliki beberapa kelemahan yaitu
tidak adanya jadwal pergantian komponen yang mengakibatkan kurangnya persiapan sumber daya dalam menghadapi kerusakan.
Dengan sistem perawatan yang diterapkan oleh perusahaan saat ini, tingkat kerusakan yang terjadi pada mesin press mill masih cukup tinggi dan memiliki
kelemahan yaitu tidak adanya jadwal pergantian komponen yang mengakibatkan kurangnya persiapan sumber daya dalam menghadapi kerusakan komponen.
5.2.2. Reliability Centered Maintenance RCM
Langkah-langkah proses analisis dengan pendekatan Reliability Centerd Maintenance RCM adalah:
1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi 2. Definisikan Batasan Sistem
3. Penjelasan Sistem dan Functional Block Diagram 4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
5. FMEA Failure Mode and Effect Analysis 6. LTA Logic Tree Analysis
7. Pemilihan Tindakan Perawatan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.3. Flowchart Sistem Perawatan Sekarang
Sumber : PT. Indojaya Agrinusa
5.2.2.1.Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi
S
istem produksi pakan ternak terdiri dari 3 sistem yaitu:
Kerusakan Komponen
Operator melaporkan kerusakan ke bagian maintenance
Apakah Mekanik Tersedia ?
Menunggu Tidak
Mekanik menganalisis kerusakan dan kebutuhan spare part Ya
Mekanik melaporkan hasil analisis ke supervisior
Acc Supervisior ? Tidak
Ya Mekanik mengisi form pengambilan spare part
Sumber daya tersedia ?
Menunggu Tidak
Mekanik melakukan perbaikan Ya
Mesin berfungsi kembali?
Tidak
Mekanik mencatat penyebab kerusakan, waktu perbaikan, dan tindakan perbaikan yang dilakukan
Ya
Selesai
Universitas Sumatera Utara
1. Proses pendahuluan
Proses pendahuluan berupa pengeringan jagung samapai mendapatkan jagung dengan kadar 15 . selanjutnya penyaringan bahan yang bertujuan untuk
pemecahan dan pemisahan bahan kasar dan bahan halus. Setelah seluruh bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya penimbangan bahan sesuai
kebutuhan, kemudian bahan tersebut digiling untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam atau berbentuk tepung.
2. Proses Conditioning
Proses conditioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar mempermudah pencetakan. Disamping itu
juga bertujuan untuk membuat pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit, menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat,
pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya, menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ternak.
3. Proses Pencetakan
Proses pencetakan yaitu dengan cara menekan atau menggiling bahan baku pakan dengan menggunakan roda baja pada cetakan die berupa pelat
berbentuk lingkaran dengan lubang – lubang berdiameter 2 – 3 mm, sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet.
Proses Pendahuluan
Proses Conditioning
Pembentukkan Pellet Produksi Pakan Ternak
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.4. Sistem Produksi Pakan Ternak
5.2.2.2.Pendefenisian Batasan Sistem
Pendefinisian batasan sistem merupakan langkah kedua yang harus dilakukan setelah pemilihan sistem dan pengumpulan informasi. Hal ini dilakukan
agar sistem yang dinilai memilikibatasan yang jelasdan tidak terjadi tumpang tindih dengan sistem lainnya. Alasan mengapa pendefenisian batas sistem sangat
penting dalam analisis proses RCM yaitu: 1. Supaya terdapat batasan yang jelas tentang apa yang harus dilibatkan dan
tidak di dalam sistem sehingga daftar komponen yang diidentifikasi menjadi jelas dan tidak saling tumpang tindih antara sistem yang berkaitan.
2. Batasan sistem menjadi faktor penting dalam menentukan input apa yang masuk dan output apa yang keluar dari sistem sehingga analisis proses sistem
berlangsung secara akurat. Definisi batasan sistem pada metode Reliability Centered Maintenance
biasanya dibuat dalam bentuk formulir deskriptif dari sistem itu sendiri seperti yang diperlihatkan pada Formulir RCM-System Analysis pada Lampiran 4 dan
Lampiran 5.
5.2.2.3. Deskripsi Sistem dan Blok Fungsi
Deskripsi sistem dan diagram blok fungsi merupakan representasi dari fungsi-fungsi utama sistem yang berupa blok-blok yang berisi fungsi dari setiap
Universitas Sumatera Utara
subsistem yang menyusun sistem tersebut. Ada beberapa item yang dikembangkan pada tahap ini yaitu:
1. Deskripsi sistem system description
Deskripsi dari sistem produksi pakan ternak yaitu: a.
Pengeringan Bahan baku jagung dikeringkan di mesin dryer untuk mendapatkan kadar
jagung 15, kemudain disimpan di silo. b.
Penyaringan Sebelum dimasukkan ke dalam bin bahan baku, material yang digunakan
akan dibersihkan dengan menggunakan drum pengayak. Setelah itu dibawah ke rotary distributor yaitu sistem penyaringan dengan mengisap
kotoran debu yang prinsip kerjanya sama dengan vacuum cleaner. c.
Penimbangan Penimbangan masing-masing material dilakukan dengan menggunakan
alat yang disebut dosing weigher sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. Proses penimbangan ini dilakukan secara otomatis
terkomputerisasi, kemudian bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam shifer untuk memisahkan bahan yang kasar dengan bahan yang halus
dengan ukuran 8-10 mesh.
d. Penggilingan Milling
Bahan baku berupa jagung, bungkil kedelai dan bungkil kelapa digiling halus, tahap selanjutnya adalah menggiling bahan baku di mesin hammer
Universitas Sumatera Utara
mill. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam- berbentuk tepung. Dengan membuat bahan baku menjadi partikel yang
lebih kecil, laju oksidasi kemungkinan bisa berlangsung lebih cepat. Untuk itu diperlukan cara untuk menekan laju oksidasi, yakni dengan
menambahkan antioksidan ke dalam bahan tepung tersebut, baik saat penggilingan maupun setelah menjadi tepung.
e. Pencampuran Mixing
Pencampuran ini menggunakan horizontal mixer machine. Hasil pencampuran tersebut berupa tepung. Bahan yang dicampur pada tahap
awal meliputi vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam amino kristal, dan antioksidan. Tahap akhir pencampuran adalah menambahkan bahan baku
cairan, yaitu minyak kelapa PO. Pencampuran di mixer dapat berlangsung hingga 1.000 kg campuran pakan setiap kali pengadukan.
f. Proses Pemeletan
Sebelum proses pemeletan makan terlebih dahulu dilakukan proses conditioning. Proses conditioning adalah proses pemanasan dengan uap air
pada bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga bertujuan untuk membuat pakan menjadi
steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit, menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat, pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak
mudah mencernanya, menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu makan ternak. Penguapan tidak boleh dilakukan di atas suhu yang
diizinkan, yaitu sekitar 80°C. Pengukusan dengan suhu terlalu tinggi
Universitas Sumatera Utara
dalam waktu yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam
amino. Dalam proses pembuatan pakan ayam ras pedaging, penguapan tidak mutlak diperlukan. Selama proses kondisioning terjadi penurunan
kandungan bahan kering sampai 20 akibat peningkatan kadar air bahan dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses kondisioning akan
optimal bila kadar air bahan berkisar 15 – 18. Selama proses conditioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan sehingga
perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan. Proses akhir meliputi proses pencetakan yaitu dengan cara menekan atau menggiling bahan baku
pakan dengan menggunakan roda baja pada cetakan die berupa pelat berbentuk lingkaran dengan lubang – lubang berdiameter 2 – 3 mm,
sehingga pakan akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet. 2.
Blok Diagram Blok diagram merupakan diagram yang memberikan gambaran struktur fungsi
sistem dengan jelas. Blok diagram uraian proses produksi pakan ternak dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Penyaringan Penimbangan
Bahan Baku Bahan Baku
Pengilingan - Jagung
- Bungkil kedelai - Bungkil kelapa
Mixing Adonan Halus
- Vitamin - Mineral
- CaCO
3
- NH
2
C
2
OOH - PO
Pemeletan Pellet
Penguapan 80°C
Kadar air turun hingga
20 Pengeringan
Jagung basah
- Jagung dengan kadar15
- Air - Miang
Gambar 5.5. Blok Diagram Uraian Proses Produksi Pakan Ternak
Universitas Sumatera Utara
3. System Work Breakdown Structure SWBS
SWBS merupakan struktur yang menggambarkan sejumlah komponen, mesin, unit proses, dan sub sistem yang dapat mengakibatkan kegagalanbreakdown
dalam sebuah sistem kerja. Pada tahapan ini akan digambarkan himpunan daftar komponen untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem. Sistem ini
terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari sub sistemkomponen mesin press mill. Berdasarkan analisis awal dari diagram
pareto sebelumnya dimana sumber permasalahan downtime produksi pellet utama terdapat pada mesin press mill. Penguraian bagian dari unit proses
dapat dilihat Gambar 5.6.
Sistem Pencetakan
Komponen Level III
Unit Proses Mesin Level II
Sistem Level I
A.2 A.3
A.4 A.5
A.6 A.1
A
Gambar 5.6. System Work Breakdown Structure SWBS
Universitas Sumatera Utara
Susunan daftar komponen akan lebih akurat, terstruktur dan mempermudah aktivitas penelusuran komponensistem penggerak mesin press mill
dengan melakukan pengkodean. Uraian pengkodean SWBS dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. System Work Breakdown Structure Mesin Press mill Kode
Unit ProsesMesin Kode
Nama Komponen
A Mesin Press mill
A.1. Bearing
A.2. Die
A.3. Knife
A.4. Shaft
A.5. Seal
A.6. V-Belt
Sumber : Pengolahan Data
Keterangan pengkodean SWBS adalah sebagai berikut: a.
Huruf melambangkan nama subsistem mesin press mill yaitu huruf A adalah fungsi mesin press mill sebagai mesin pembuatan pellet.
b. Angka yang mengikuti huruf melambangkan nama komponen utama mesin
press mill antara lain: 1.
Bearing 2.
Die 3.
Knife 4.
Shaft 5.
Seal 6.
Seal 4. Data historis komponen
Universitas Sumatera Utara
Data historis komponen dapat diperoleh dari identifikasi kegagalan fungsi mesin press mill yang dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Data Historis Komponen
Sumber : Pengolahan Data
5.2.2.4. Pendeskripsian Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
Fungsi sistem merupakan kinerja yang diharapkan oleh suatu sistem untuk dapat beroperasi sedangkan kegagalan fungsi merupakan ketidakmampuan
suatu fungsi untuk memenuhi standar yang diharapkan. Aktivitas penelususuran data akan lebih terstruktur dan mudah dilakukan dengan pengkodean fungsi dan
kegagalan fungsi. Pengkodean fungsi dan kegagalan fungsi dilakukan dengan keterangan huruf melambangkan nama unit proses dari mesin press mill,angka
pertama melambangkan nama komponen utama mesin press mill dan angka kedua melambangkan kegagalan fungsi.Pendeskripsian fungsi sistem dan kegagalan
fungsi dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
No. Komponen
Mode Kegagalan Penyebab Kegagalan
1. Bearing
Bearing rusak -
Ball bearing pecah -
Bearing aus 2.
Die Die rusak
- Overload karena sisa tepung pellet yang
tertinggal di lubang ring pada saat pencetakan pellet.
3. Knife
Knife tumpul -
Knife aus -
Terjadi pergesekan antara knife dengan dinding permukaan ring pada saat pemotongan pellet.
4. Shaft
Shaft rusak -
Shaft Aus -
Pemasangan shaft tidak seimbang rotor unbalance
5. Seal
Seal rusak -
Seal tersumbat -
Sisa adonan pellet yang menempel pada dinding seal
6. V-Belt
Pinch roller rusak -
Tali V-Belt putus -
Tarikan pada tali V-Belt terlalu kuat
Universitas Sumatera Utara
Kode Fungsi
Kode Deskripsi
Fungsi Kode
Kegagalan fungsi
Uraian Fungsi dan Kegagalan Fungsi
A A.1.
Berfungsi sebagai penggerak batang as pada electormotor.
A.1.1. Gerakan perputaran poros tidak konstan
A.2 Berfungsi sebagai pembentuk pellet
A.2.1 Bentuk pellet yang dihasilkan berbeda ukuran
atau pecah. A.3
Berfungsi untuk memotong pellet sesuai ukuran
A.3.1. Bentuk pellet yang dihasilkan berbeda ukuran
A.4. Berfungsi sebagai dudukan electricmotor
pada chasisframe agar tetap stabil dari vibrasi yang berlebih.
A.4.1. Batang Shaftas gagal melakukan rotator
A.5 Berfungsi untuk menyalurkan uap panas ke
adonan pellet, agar adonan tidak mudah pecah saat dibentuk.
A.5.1 Pellet yang dihasilkan pecah
A.6. Pellet yang dihasilkan pecah, berjamur.
A.6.1 Berfungsi sebagai penyambung transmisi
daya ke motorelectric yang ada pada mesin press mill
Mesin berhenti berkerja
Sumber : Pengolahan Data
5.2.2.5. Failure Mode and Effect Analysis FMEA
Melalui FMEA didapatkan hasil penilaian Risk Priority Number RPN komponen mesin press mill yaitu bearing, die, knife, shaft, seal, dan V-Belt.
RPN merupakan hasil perhitungan matematis dari keseriusan effect severity, kemungkinan terjadinya kegagalan yang berhubungan dengan effect
occurrence, dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan sebelum terjadi detection. Hasil dari RPN menunjukkan tingkatan prioritas komponen yang
dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Contoh pengisian tabel FMEA untuk komponen Bearing yaitu:
Universitas Sumatera Utara
A.1.1.Pellet yang dihasilkan tidak sesuai, mesin tidak berfungsi dengan semestinya, umur mesin menjadi singkat.
1. Komponen yang mungkin menimbulkan kerusakan adalah bearing.
2. Mode kerusakan failure mode adalah bearing rusak.
3. Penyebab kerusakan failure causes antara lain: ball bearing pecah dan
bearing aus. 4.
Efek kegagalan mesin pellet yang mesin berhenti beroperasi. 5.
Tingkat SeverityS: 7 Downtime diantara 1-4 jam. 6.
TingkatOccuranceO: 4 Frekuensi kerusakan 5-10 kali. 7.
TingkatDetectionD: 5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi. 8.
Nilai RPN= Severity x Occurrence x Detection= 7x4x 5 = 140
Penyusunan Failure Mode and Effect Analysis FMEA dilihat pada Tabel 5.9.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.9. Penyusunan Failure Mode and Effect Analysis Mesin Press Mill
No. Component Failure Mode
Failure Causes Failure Effect
S O
D RPN RANK
Local System
Plant
1 Bearing
Bearing rusak Ball Bearing pecah
Gerakan perputaran poros tidak konstan
Mesin press mill berhenti beroperasi
Waktu downtime meningkat dan
kegiatan produksi menjadi tertunda
7 4
5 140
2 Bearing aus
Jumlah produksi pellet menjadi berkurang
2 Die
Die rusak Overload karena sisa
tepung pellet yang tertinggal di lubang
ring pada saat pencetakan pellet.
Die tidak dapat mengepress secara
sempurna Pellet yang dihasilkan
pecah Waktu downtime
meningkat dan kegiatan produksi
menjadi tertunda 7
3 3
84 5
Pencetakan pellet harus dilakukan berkali-kali
sampai mendapat ukuran, dan bentuk pellet yang
sesuai
3 Knife
Knife tumpul Knife aus
Knife tidak dapat memotong pellet
dengan sesuai Pellet yang dihasilkan
mempunyai ukuran yang berbeda
Waktu downtime meningkat dan
kegiatan produksi menjadi tertunda
6 3
3 54
6 Terjadi pergesekan
antara knife dengan dinding permukaan
ring pada saat pemotongan pellet.
Pencetakan pellet harus dilakukan berkali-kali
sampai mendapat ukuran, dan bentuk pellet yang
sesuai
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.9. Penyusunan Failure Mode and Effect Analysis Mesin Press Mill
No. Component Failure Mode
Failure Causes Failure Effect
S O
D RPN RANK
Local System
Plant
4 Shaft
Shaft tersumbat Aus pada shaft
Batang shaft gagal melakukan rotator
Mesin press mill berhenti beroperasi
Waktu downtime meningkat dan
kegiatan produksi menjadi tertunda
6 4
5 120
3 Pemasangan shaft tidak
seimbang rotor unbalance
Jumlah produksi pellet menjadi berkurang
5 Seal
Seal Rusak Seal tersumbat
Seal tidak dapat memberikan uap
panas pada adonan pellet
Pellet yang dihasilkan pecah
Waktu downtime meningkat dan
kegiatan produksi menjadi tertunda
7 3
5 105
4 Sisa adonan pellet yang
menempel pada dinding seal
Pencetakan pellet harus dilakukan berkali-kali
sampai mendapat ukuran, dan bentuk pellet yang
sesuai
6 V-Belt
Tali V-Belt putus
Aus pada V-Belt Transmisi daya dari
ke motorelectric yang ada pada mesin press
mill Mesin press mill berhenti
beroperasi Waktu downtime
meningkat dan kegiatan produksi
menjadi tertunda 7
5 5
175 1
Tarikan pada tali V-Belt terlalu kuat
Jumlah produksi pellet menjadi berkurang
Universitas Sumatera Utara
VI-110
5.2.2.6. Logic Tree Analysis LTA
Logic Tree Analysis LTA mengandung informasi nomor, nama kegagalan fungsi, komponen yang mengalami kegagalan, fungsi komponen dan
mode kerusakan komponen, analisis kekritisan. Analisis ini memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap
modekerusakan dan melakukan tinjauan dan fungsi, kegagalan fungsi sehingga statusmode kerusakan tidak sama. Empat hal yang penting dalam analisis
kekritisan yaitu sebagai berikut: 1. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi
ganguan dalam sistem? 2. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan?
3. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin terhenti?
1. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan
pertanyaan yang diajukan. Analisis kekritisan menempatkan setiap kerusakan komponen menjadi
4 kategori yaitu: 1. Kategori A Safety problem
2. Kategori B Outage problem 3. Kategori C Economic problem
4. Kategori D Hidden failure LTA Logic Tree Analysis untuk komponen yang menyebabkan kegagalan
fungsi sistem produksi pakan ternak dapat dilihat pada Gambar 5.7.
Universitas Sumatera Utara
Pada kondisi normal, apakah operator mengetahui bahwa
sesuatu telah terjadi?
Apakah mode kegagalan menyebabkan masalah
keselamatan? Hidden Failure
Safety Problem Apakah mode kegagalan
mengakibatkan seluruh sebagian sistem terhenti?
Outage Problem Kemungkinan kecil
economic problem TIDAK
TIDAK
TIDAK YA
YA
YA A
D
B C
Bearing rusak 1 Evident
2 Safety
3 Outage
Gambar 5.7. Flowchart Penyusunan LTA
Contoh pengisian tabel LTA adalah sebagai berikut: A.1.1. Mesin menjadi cepat panas, mesin berhenti dan mengurangi umur mesin.
1. Komponen yang mungkin menimbulkan kerusakan adalah Bearing.
2. Fungsi die adalah sebagai pengerak pada motorelectric.
3. Mode kerusakan failure mode adalah bearing rusak.
4. Analisis kekritisan mode kerusakan :
1. Evident : Y 2. Safety
: T 3. Outage : Y
4. Category : B
Universitas Sumatera Utara
Logic Tree Analysis diperoleh dari hasil wawancara terhadap operator pada mesin press mill. Hasil rekapitulasi LTA dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Rekapitulasi Penyusunan Logic Tree Analysis LTA No Komponen
Mode kegagalan Evident Safety Outage Category
1 Bearing
Bearing rusak Y
T Y
B 2
Die Die rusak
Y T
Y B
3 Knife
Knife tumpul T
T T
DC 4
Shaft Shaft rusak
Y T
Y B
5 Seal
Seal rusak T
T T
DC 6
V-Belt Tali V-Belt putus
Y T
Y B
Sumber :Pengolahan Data
5.2.2.7.Pemilihan Tindakan
Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Jika
tugas pencegahan secara teknis tidak menguntungkan untuk dilakukan, tindakan standar yang harus dilakukan adalah bergantung pada konsekuensi kegagalan
yang terjadi. Pemilihan tindakan didasari dengan menjawab pertanyaan penuntun selection guide yang disesuaikan pada road map. Penyusunan pemilihan
tindakan untuk komponen mesin press mill dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Universitas Sumatera Utara
Apakah umur kehandalan untuk kerusakan ini dikertahui?
Apakah T.D task dapat digunakan?
Tentukan T.D task
Apakah C.D task dapat digunakan? TIDAK
TIDAK
TIDAK YA
YA
1
2
3
4
YA Sebagian
YA
Tentukan C.D task
Apakah mode kegagalan termasuk kategori D?
Apakah F.F task dapat digunakan?
Tentukan F.F task
Apakah dari antara task ini efektif?
5
6
TIDAK TIDAK
YA
YA
Dapatkah sebuah desain modifikasi mengeliminasi mode kegagalan dan efeknya?
Tentukan T.DC.DF.F task Menerima resiko kegagalan
Desain Modifikasi
7
TIDAK
TIDAK YA
YA
Gambar 5.8. Road Map Pemilihan Tindakan
Contoh pengisian tabel pemilihan tindakan adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
A.1.1.Mesin menjadi cepat panas, mesin berhenti dan mengurangi umur mesin. 1. Komponen yang mungkin menimbulkan kerusakan adalah die.
2. Mode kerusakan failure mode adalah die rusak. Petunjuk pemilihan tindakan selection guide, yaitu :
1. Apakah hubungan kerusakan dengan age reliability diketahui? : Y 2. Apakah tindakan TD bisa digunakan? : Y
3. Apakah tindakan CD dapat digunakan? : T 4. Apakah termasuk dalam mode kerusakan D? : T
5. Pertanyaan 5 dilewat 6. Apakah tindakan yang dipilih efektif? : Y
7. Pemilihan tindakan Selection task: TD Time Directed Rekapitulasi pemilihan tindakan perawatan berdasarkan Road Map dapat
dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11.Rekapitulasi Pemilihan Tindakan Perawatan Mesin Press mill No Component
Failure mode Selection Guide
Selection Task
1 2
3 4
5 6
7
1 Bearing
Bearing rusak Y
Y T
T -
Y -
TD 2
Die Die rusak
Y T
Y T
- Y
- CD
3 Knife
Knife tumpul Y
T Y
T Y Y
- CD
4 Shaft
Shaft rusak Y
Y T
T -
Y -
TD 5
Seal Seal rusak
Y T
Y T
- Y
- CD
6 V-Belt
Tali V-Belt putus Y
Y T
T -
Y -
TD
Sumber :Pengolahan Data
Pemilihan tindakan pencegahan hasil analisis terhadap FMEA dan LTA adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Condition Directed CD, tindakan yang diambil yang bertujuan untuk
mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan
gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen. Komponen yang termasuk dalam pemilihan tindakan
ini adalah: a.
Die b.
Seal c.
Knife 2.
Time Directed TD, tindakan yang diambil yang lebih berfokus pada aktivitas pergantian yang dilakukan secara berkala. Komponen yang termasuk dalam
pemilihan tindakan ini adalah: a.
Bearing b.
Shaft c.
V-Belt 3.
Finding Failure FF, tindakan yang diambil dengan tujuan untuk menemukan kerusakan komponen yang tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.
Universitas Sumatera Utara
5.2.3. Pengujian Pola Distribusi dan Reliability