3.2.1. Langkah-langkah Penerapan RCM
6
Sebelum menerapkan RCM, kita harus menentukan dulu langkah-langkah
yang diperlukan dalam RCM. Langkah-langkah yang diperlukan dalam penerapan RCM dijelaskan pada bagian berikut:
3.2.1.1.Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi
Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.
1. Pemilihan Sistem
Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua hal yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:
a. Sistem yang akan dilakukan analisis.
Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan
memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap sistem.
b. Proses Analisis
Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana dilakukan pemilihan sistem. Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan
proses analisis. Hal ini disebabkan karena bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk dua sistem atau lebih proses analisis akan sangat
luas. Selain itu, proses analisis akan dilakukan secara terpisah, sehingga
6
Anthony M. Smith. 2003. RCM Gateway to Word Class Maintanance. Oxford. Hal 71
Universitas Sumatera Utara
dapat lebih mudah untuk menunjukkan setiap karakteristik sistem dari fasilitas mesinperalatan yang dibahas.
2. Pengumpulan Informasi
Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem
bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan dapat
melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi. Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin,
komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan
3.2.1.2.Pendefinisian Batasan Sistem
Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih
jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.
3.2.1.3.Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi
Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus dikembangkan yaitu deskripsi sistem, blok diagram fungsi, dan System Work Breakdown Structure
SWBS.
Universitas Sumatera Utara
1. Deskripsi Sistem
Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui komponen- komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana
komponen-komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi. Sedangkan informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat
dipakai sebagai informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan pemeliharaan pencegahan.
Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian sistem adalah: a.
Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara sistem beroperasinya yang dipakai sebagai acuan untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di
kemudian hari. b.
Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh. c.
Dapat diidentifikasi parameter-parameter yang menyebabkan kegagalan sistem.
2. Blok Diagram Fungsi
Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan, keluaran dan interaksi antara susb-sub sistem tersebut dapat tergambar dengan jelas.
3. System Work Breakdown Structure SWBS
System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan Program Evaluation and Review Technique PERT oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat DoD. Pada tahap ini akan digambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem.
Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari
Universitas Sumatera Utara
subsistemkomponen.
3.2.1.4.Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi
Pada bagian ini, proses analisis difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kegagalan peralatan. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi
yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem.
3.2.1.5.Failure Mode and Effect Analysis FMEA
7
FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari
sistem yang terdiri dari komponen komponen dan menganalisi pengaruh - pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut.
Tujuan utama dari FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses
produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai ke tangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi perusahaan.
Konsep FMEA adalah sebagai alat perencanaan kualitas untuk mengidentifikasi kegagalan atau kerusakan. FMEA juga mengidentifikasi
kegagalan kemunginan, mekanisme, pengaruh, mode deteksi, dan kemungkinan pencegahan. Hasil dari FMEA berupa rencana tindakan untuk eliminasi atau
penyelidikan kegagalan.
7
Dyadem Engineering Corp. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effect Analysis for Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Florida : CRC Press. Hal: 37.
Universitas Sumatera Utara
Arti FMEA secara harfiah adalah: 1.
Failure yaitu prediksi kemungkinan kegagalan atau cacat. 2.
Mode yaitu penentuan mode kegagalan. 3.
Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan. 4.
Analysis yaitu perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyebab. FMEA berusaha mengidentifikasi kemungkinan failure mode deskripsi
fisik kegagalan, failure mechanism proses yang menyebabkan kegagalan, dan failure effect akibat yang ditimbulkan oleh kegagalan pada kinerja. FMEA
mengidentifikasikan metode mendeteksi failure mode dan kemungkinan pencegahannya. FMEA juga merupakan suatu pendekatan sistematis yang
mengidentifikasikan failure mode yang potensial. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik proses atau desain kritis yang memerlukan
pengendalian khusus untuk mencegah atau mendeteksi failure mode. Peran FMEA antara lain:
1. Mengevaluasi sistematis produk dan proses.
2. Pembuktian kegagalan dan identifikasi kegagalan.
3. Dokumentasi potensial untuk produk atau proses yang tidak memenuhi syarat.
Kegunaan FMEA adalah: 1.
Meningkatkan kualitas, reliability, dan keamanan dari produk dan proses. 2.
Meningkatkan daya saing. 3.
Meningkatkan kepuasan konsumen. 4.
Mengurangi waktu dan biaya untuk pengembangan produk.
Universitas Sumatera Utara
5. Melakukan dokumentasi aksi yang perlu dilakukan untuk mereduksi resiko.
Risk Priority Number RPN adalah sebuah pengukuran dari resiko yang bersifat relatif. RPN diperoleh melalui hasil perkalian antara rating Severity,
Occurrence dan Detection. RPN ditentukan sebelum mengimplementasikan rekomendasi dari tindakan perbaikan, dan ini digunakan untuk mengetahui bagian
manakah yang menjadi prioritas utama berdasarkan nilai RPN tertinggi.
RPN = Severity Occurrence Detection RPN = S O D
Hasil RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen
yang membentuk nilai RPN . Ketiga komponen tersebut adalah: 1.
Severity Keparahan Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh
kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Severity tersusun atas angka 1 hingga 10. Kriteria penentuan severity dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Penentuan Nilai Severity Efek
Ranking Keterangan
Berbahaya tanpa ada peringatan
10 Tingkat keseriusan operator maintenance dan
keselamatan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang tidak disertai peringatan.
Berbahaya dan ada peringatan
9 Tingkat operator maintenance dan keselamatan tidak
sesuai dengan peraturan pemerintah yang disertai peringatan.
Sangat Tinggi 8
Downtime lebih dari 8 jam Tinggi
7 Downtime diantara 4 – 8 jam
Universitas Sumatera Utara
Sedang 6
Downtime diantara 1 - 4 jam.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Penentuan Nilai Severity Lanjutan Efek
Ranking Keterangan
Rendah 5
Downtime diantara 0,5 – 1 jam Sangat Rendah
4 Downtime diantara 10 - 30 menit
Kecil 3
Downtime terjadi hingga 10 menit
Sangat Kecil 2
Variasi parameter proses tidak didalam batas spesifikasi. Pengaturan atau pengendalian proses
lainnya dibutuhkan selama produksi.Tidak terdapat downtime.
Tidak Ada 1
Variasi parameter proses didalam batas spesifikasi.Pengaturan atau pengendalian proses dapat
dilakukan selama maintenance rutin.
2. Occurence Frekuensi Kejadian
Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan. Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang
muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki
nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan occurrence dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut ini.
Tabel 3.2. Penentuan Nilai Occurrence Rating
Probability of Occurance
10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan
9 35-50 per 7200 jam penggunaan
8 31-35 per 7200 jam penggunaan
7 26-30 per 7200 jam penggunaan
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Penentuan Nilai Occurrence LanjuatN Rating
Probability of Occurance
6 21-25 per 7200 jam penggunaan
5 15-20 per 7200 jam penggunaan
4 11-14 per 7200 jam penggunaan
3 5-10 per 7200 jam penggunaan
2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan
1 Tidak pernah sama sekali
Sumber : Dyadem Engineering Corp.
3. Detection Deteksi
Detection diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan.
Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Penentuan Nilai Detection Rating
Detection Design Control
10 Tidak mampu terdeteksi
9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi
8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi
7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi
6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi
5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi
4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi
3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi
2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi
1 Pasti terdeteksi
Sumber: Harpco Systems
Universitas Sumatera Utara
3.2.1.6.Logic Tree Analysis LTA
Penyusunan Logic Tree Analysis LTA memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan fungsi,
kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
telah disediakan dalam LTA ini. Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu
dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut:
1. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi
ganguan dalam sistem? 2.
Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? 3.
Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau sebagian mesin terhenti?
4. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni:
a. Kategori A Safety problem
b. Kategori B Outage problem
c. Kategori C Economic problem
d. Kategori D Hidden failure
Pada Gambar 3.2 dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree Analysis LTA.
Universitas Sumatera Utara
Pada kondisi normal, apakah operator
mengetahui sesuatu sudah terjadi?
Apakah mode kegagalan
menyebabkan masalah
keselamatan? Hidden Failure
Safety Problem Apakah mode
kegagalan mengakibatkan
seluruhsebagian sistem berhenti?
Outage Problem Kecil kemungkinan
economic problem Jenis Kegiatan
YA TIDAK
YA
YA TIDAK
TIDAK Kembali ke logic tree
untuk memastikan termasuk kategori
ABC 1
Evident
2 Safety
3 Outage
B A
C D
Gambar 3.2. Struktur Logic Tree Analysis
3.2.1.7.Pemilihan Tindakan
Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas
yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut:
1. Jika tindakan pencegahan tidak dapat mengurangi resiko terjadinya kegagalan
majemuk sampai suatu batas yang dapat diterima, maka perlu dilakukan tugas menemukan kegagalan secara berkala. Jika tugas menemukan kegagalan
berkala tersebut tidak menghasilkan apa-apa, maka keputusan standard
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya yang wajib dilakukan adalah mendesain ulang sistem tersebut tergantung dari konsekuensi kegagalan majemuk yang terjadi.
2. Jika tindakan pencegahan dilakukan, akan tetapi biaya proses total masih lebih
besar daripada jika tidak dilakukan, yang dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi operasional, maka keputusan awalnya adalah tidak perlu
dilakukan maintenance terjadwal jika hal ini telah dilakukan dan ternyata konsekuensi operasional yang terjadi masih terlalu besar, maka sudah saatnya
untuk dilakukan desain ulang terhadap sistem. 3.
Jika dilakukan tindakan pencegahan, akan tetapi biaya proses total masih lebih besar dari pada jika tidak dilakukan tindakan pencegahan, yang dapat
menyebabkan terjadinya konsekuensi non operasional, maka keputusan awalnya adalah tidak perlu dilakukan maintenance terjadwal, akan tetapi
apabila biaya perbaikannya terlalu tinggi, maka sekali lagi sudah saatnya dilakukan desain ulang terhadap sistem.
Pada Gambar 3.2. di atas dapat dilihat Road map pemilihan tindakan dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance RCM. Tindakan
perawatan terbagi menjadi 3 jenis yaitu: 1.
Condition Directed C.D, tindakan yang diambil yang bertujuan untuk mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta
memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau
penggantian komponen.
Universitas Sumatera Utara
2. Time Directed T.D, tindakan yang bertujuan untuk melakukan pencegahan
langsung terhadap sumber kerusakan yang didasarkan pada waktu atau umur komponen.
3. Finding Failure F.F, tindakan yang diambil dengan tujuan untuk
menemukan kerusakan tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.
Apakah umur kehandalan untuk kerusakan ini diketahui?
Apakah T.D task dapat dipakai?
Tentukan T.D task
Apakah mode kegagalan termasuk kategori D?
Apakah F.F task dapat dipakai?
Tentukan F.F task Apakah dari antara task ini efektif?
Dapatkah sebuah desain modifikasi mengiliminasi mode
kegagalan dan efeknnya? Tentukan T.DC, DF, F task
Menerima resiko kegagalan
Desain modifikasi Apakah C.D task dapat dipakai?
Tentukan C.D task 1
2
3
4
5
6 7
Ya Ya
Sebagian
Tidak Ya
Tidak
Tidak Ya
Tidak Ya
Ya Tidak
Tidak
Ya Ya
Tidak
Gambar 3.3. Road Map Pemilihan Tindakan
Sumber: Antonhy M.Smith, RCM-Gateway To World Class Maintenance
Universitas Sumatera Utara
3.2.1.8.Keandalan Reliability
8
Reliability dapat didefenisikan sebagai probabilitas suatu sistem atau produk dapat beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan pada suatu
kondisi tertentu dan waktu yang telah ditentukan. Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai keandalan reliability.
Selain keandalan merupakan salah satu ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan digunakan untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan sendiri.
Akhir-akhir ini konsep keandalan digunakan juga pada berbagai industri, misalnya dalam penentuan interval penggantian komponen mesin.
Berdasarkan defenisi reliability dibagi atas empat komponen pokok, yaitu: 1. Probabilitas
Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi pengkajian reliability suatu sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif
untuk menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability menyatakan kemungkinan yang bernilai 0-1.
2. Kemampuan yang diharapkan Satisfactory Performance
Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap
unit terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan kemampuan yang diharapkan.
8
Charles E. Ebelling, Reliability and Maintainability Engineering,London: 1997, h. 5
Universitas Sumatera Utara
3. Tujuan yang Diinginkan
Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang
konsumen. 4.
Waktu Time Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan
sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi reliability. Waktu yang dipakai adalah MTTF Mean Time to Failure untuk
menentukan waktu kritis dalam pengukuran reliability. Ukuran pemenuhan performa dinyatakan dalam sebuah notasi peluang.
Pemenuhan performa tersebut bukan bersifat deterministik, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti terjadi atau tidak. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan
peluang dimana sebuah komponen akan sukses atau gagal dalam batasan tertentu karena tidak mungkin untuk menyatakannya secara pasti.
Dalam teori reliability terdapat empat konsep yang dipakai dalam
pengukuran tingkat keandalan suatu sistem atau produk, yaitu:
1.
Fungsi Kepadatan Probabilitas
9
Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi secara terus-menerus continious dan bersifat probabilistik dalam selang waktu 0,
∞. Pengukuran kerusakan dilakukan dengan menggunakan data variabel seperti tinggi, jarak,
jangka waktu.
9
A.K.S. Jardine, Maintenance, Replacement and Reliability, h.19
Universitas Sumatera Utara
Dimana fungsi fx dinyatakan fungsi kepadatan probabilitas. b.
Fungsi Distribusi Kumulatif c.
Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan acak, dimana variabel acak tidak lebih dari x
d. Fungsi Keandalan
Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau umur komponen maka fungsi keandalan Rt. Maka fungsi keandalan adalah:
Rt = 1-PTt
= 1-Ft Fungsi keandalan Rt untuk preventive maintenance dirumuskan sebagai
berikut: Rt-nT =1-Ft-nT
dimana n adalah jumlah pergantian pencegahan yang telah dilakukan sampai kurun waktu t, T adalah interval pergantian komponen, dan Ft
adalah Frekuensi Distribusi Kumulatif Komponen.
2.
Fungsi Laju Kerusakan Fungsi laju kerusakan didefenisikan sebagai limit dari laju kerusakan dengan
panjang interval waktu mendekati nol, maka fungsi laju kerusakan adalah laju kerusakan sesaat.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Pola Distribusi Data dalam KeandalanReliability