Perencanaan Perawatan Mesin Press Mill dengan Menggunakan Metode RCM (Reliability Centered Maintenance) PT. Indojaya Agrinusa

(1)

(2)

LAMPIRAN 1

DATA DOWNTIME MESIN

1. Data Downtime Mesin

Dalam proses produksi pembuatan pellet di Indojaya Agrinusa menggunakan beberapa mesin. Data downtime merupakan data terjadinya kerusakan mesin yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Berikut merupakan data

downtime mesin yang digunakan di PT. Indojaya Agrinusa periode

Januari - Desember 2015:

Bulan

Jam Operasi

(Jam)

Mesin Dryer Mesin Hammer Mill Mesin Mixcer

Downtime (Jam) Persentase Downtime (%) Downtime (Jam) Persentase Downtime (%) Downtime (Jam) Persentase Downtime (%)

Januari 432 0,00 0,00 13,55 3,14 8,10 1,88

Febuari 432 10,05 2,33 10,24 2,37 11,19 2,59

Maret 456 9,13 2,00 15,33 3,36 10,39 2,28

April 528 11,18 2,12 12,19 2,31 7,18 1,36

Mei 504 5,00 0,99 16,12 3,20 5,27 1,05

Juni 440 11,27 2,56 15,56 3,54 8,48 1,93

Juli 552 8,10 1,47 12,45 2,26 10,39 1,88

Agustus 504 7,07 1,40 11,5 2,28 15,25 3,03

September 456 12,10 2,65 13,39 2,94 18,50 4,06

Oktober 528 8,08 1,53 10,53 1,99 9,12 1,73

November 432 0,00 0,00 17,48 4,05 11,12 2,57

Desember 408 7,15 1,75 10,38 2,54 5,09 1,25

Total 5672 89,13 18,81 158,72 33,97 120,08 25,59


(3)

Bulan

Jam Operasi

(Jam)

Mesin Crumble Mesin Press Mill Mesin Pengemas

Downtime (Jam) Persentase Downtime (%) Downtime (Jam) Persentase Downtime (%) Downtime (Jam) Persentase Downtime (%)

Januari 432 0 0,00 19,44 4,50 0,00 0,00

Febuari 432 5,17 1,20 17,50 4,05 15,20 3,52

Maret 456 10,5 2,30 20,14 4,42 8,29 1,82

April 528 8,05 1,52 17,21 3,26 11,35 2,15

Mei 504 11,35 2,25 18,35 3,64 9,17 1,82

Juni 440 7,05 1,60 16,10 3,66 21,46 4,88

Juli 552 12,31 2,23 14,27 2,59 5,00 0,91

Agustus 504 5,36 1,06 19,34 3,84 10,50 2,08

September 456 15,14 3,32 18,48 4,05 14,12 3,10

Oktober 528 10,26 1,94 17,53 3,32 0,00 0,00

November 432 8,11 1,88 13,18 3,05 0,00 0,00

Desember 408 5,25 1,29 12,29 3,01 10,50 2,57

Total 5672 98,55 20,60 203,83 43,39 105,59 22,84

Rata-rata 472,67 8,21 1,72 16,99 3,62 8,80 1,90

Sumber: PT. Indojaya Agrinusa

2. Diagram Pareto

Dengan diagram pareto dapat ditentukan mesin yang menjadi bahan observasi dalam penelitian ini. Diagram pareto yang digunakan adalah aturan diagram pareto 80:20. Prinsip dari diagram pareto 80:20 ditujukan untuk menganalisis 20% mesin yang menyebabkan kegagalan sistem hingga 80%, yang artinya dengan memperbaiki 20% dari masalah berarti telah memperbaiki 80% dari permasalahan. Dalam menghitung persentase kumulatif kerusakan masing-masing mesin yang dapat dilihat pada tabel berikut


(4)

Mesin Pakan Ternak

Frekuensi Kerusakan

(Kali)

Persentase Frek. Kerusakan

(%)

Persentase Kumulatif Frek. Kerusakan

(%)

Mesin Press Mill 46,00 23,47 23,47

Mesin Hammer Mill 40,00 20,41 43,88

Mesin Mixcer 33,00 16,84 60,71

Mesin Pengemas 28,00 14,29 75,00

Mesin Crumble 26,00 13,27 88,27

Mesin Dryer 23,00 11,73 100,00

Total 196,00 100,00

Sumber: Pengolahan Data

Sumber: Pengolahan Data

Gambar . Diagram Pareto Downtime Mesin di PT. Indojaya Agrinusa

Berdasarkan Gambar L.1.1. pilihan perbaikan sistem dijatuhkan pada mesin press mill.


(5)

LAMPIRAN 2

Data Historis Kerusakan Mesin Press Mill di PT. Indojaya Agrinusa Tahun 2015

No Tanggal Kerusakan Komponen Mesin Press Mill

1 5/1/2015 Die Press Mill Rusak

2 12/1/2015 Bearing Press Mill Rusak

3 20/1/2015 Karet V-belt Press Mill Putus 4 22/1/2015 Seal Press Mill Rusak

5 29/1/2015 Bearing Press Mill Rusak

6 3/2/2015 Die Press Mill Rusak

7 9/2/2015 Karet V-belt Press Mill Putus 8 10/2/2015 Knife Press Mill Tumpul

9 10/2/2015 Shaft Press Mill Rusak

10 3/3/2015 Shaft Press Mill Rusak

11 9/3/2015 Bearing Press Mill Rusak

12 18/3/2015 Die Press Mill Rusak

13 27/3/2015 Karet V-belt Press Mill Putus 14 27/3/2015 Seal Press Mill Rusak

15 2/4/2015 Knife Press Mill Tumpul

16 2/4/2015 Die Press Mill Rusak

17 15/4/2015 Shaft Press Mill Rusak

18 15/4/2015 Bearing Press Mill Rusak

19 11/5/2015 Knife Press Mill Tumpul

20 12/5/2015 Bearing Press Mill Rusak

21 15/5/2015 Shaft Press Mill Rusak


(6)

Data Historis Kerusakan Mesin Press Mill di PT. Indojaya Agrinusa Tahun 2015 (Lanjutan)

No Tanggal Kerusakan Komponen Mesin Press Mill

23 24/6/2015 Karet V-belt Press Mill Putus

24 29/6/2015 Die Press Mill Rusak

25 1/7/2015 Shaft Press Mill Rusak

26 1/7/2015 Knife Press Mill Tumpul

27 1/7/2015 Seal Press Mill Rusak

28 15/7/2015 Bearing Press Mill Rusak

29 15/7/2015 Karet V-belt Press Mill Putus

30 3/8/2015 Die Press Mill Rusak

31 10/8/2015 Shaft Press Mill Rusak

32 21/8/2015 Knife Press Mill Tumpul

33 7/9/2015 Bearing Press Mill Rusak

34 7/9/2015 Seal Press Mill Rusak

35 30/9/2015 Die Press Mill Rusak

36 8/10/2015 Die Press Mill Rusak

37 14/10/2015 Karet V-belt Press Mill Putus 38 20/10/2015 Knife Press Mill Tumpul

39 21/10/2015 Shaft Press Mill Rusak

40 16/11/2015 Die Press Mill Rusak

41 20/11/2015 Bearing Press Mill Rusak

42 27/11/2015 Seal Press Mill Rusak

43 23/12/2015 Die Press Mill Rusak

44 23/12/2015 Bearing Press Mill Rusak


(7)

LAMPIRAN 3

Mesin dan Peralatan Utama, meliputi:

Screw conveyor Blower MP Steam Electric motor

- Pengisian serpihan kayu (chip) dari chip silo ke digester dengan screw

conveyor. Pada saat pengisian udara dalam digester dihilangkan melalui

sirkulasi udara dengan blower.

Batasan Fisik Primer, meliputi:

Start with:

- Pengisian Warm Black Liquor (WBL) ke dalam digester sebagai pemanasan tahap awal (tekanan 3 bar) dengan suhu cairan adalah 95-100º C.

- Pengisian Hot Black Liquor (HBL) ke dalam digester sebagai cairan yang digunakan untuk proses pemasakan (cooking) dengan menaikkan panas dari WBL menjadi 140-145º C.

- Cairan dalam digester disirkulasikan sehingga temperatur dalam digester merata dan sambil di panaskan (heating) sampai temperatur mencapai 160ºC-170º C dengan menggunakan MP steam.

- Cairan kimia (liquor) yang sudah disirkulasi diaduk dengan chip kayu menggunakan electric motor sampai chip dimasak (cooking) berubah menjadi

pulp (bubur kertas).

- Penambahan cairan black liquor setelah pemasakan pulp (bubur kertas) yang merupakan filtrat dari washing plant dipompakan ke digester sehingga menurunkan suhu di dalam digester menjadi 100º C dan pulp (bubur kertas) siap diproses ke tahap selanjutnya

Terminate with:

Hasil pemasakan pulp (bubur kertas) dilanjutkan ke proses pencucian dan penyaringan pulp (bubur kertas)

Gambaran Luar Batasan (Boundary Overview)

RCM-System Analysis

Step 2-1 System Boundary Definition Plant ID :

Information : Boundary Overview System ID :

Plant : Pulp (bubur kertas) PT. RAPP Rev no. :

System : Fiberline Area Cooking Date : 23/03/2016

Analyst : Rumata Panjaitan

System : Fiberline Area Cooking Wed, 23 Mar

2016

Page 1 of 1 Step 2-1 Boundary Overview


(8)

LAMPIRAN 5

Tipe Batasan Sistem Lokasi Perhubungan

IN Pengisian Chip Pengisian serpihan kayu (chip) dari chip silo ke digester dengan

screw conveyor.

OUT Pengisian Chip Pada saat pengisian chip udara dalam digester dihilangkan melalui sirkulasi udara dengan blower.

IN Pengisian cairan

kimia (liquor)

Pengisian Warm Black Liquor (WBL) ke dalam digester sebagai pemanasan tahap awal (tekanan 3 bar) dengan suhu cairan adalah 95-100º C..

IN Pengisian cairan

kimia (liquor)

Pengisian Hot Black Liquor (HBL) ke dalam digester sebagai cairan yang digunakan untuk proses pemasakan (cooking) dengan menaikkan panas dari WBL menjadi 140-145º C.

IN Pengisian cairan

kimia (liquor)

Cairan dalam digester disirkulasikan sehingga temperatur dalam

digester merata dan sambil di panaskan (heating) sampai

temperatur mencapai 160ºC-170º C dengan menggunakan MP

steam.

IN Heating and

cooking

Cairan kimia (liquor) yang sudah disirkulasi diaduk dengan chip kayu menggunakan electric motor sampai chip dimasak (cooking) berubah menjadi pulp (bubur kertas).

OUT Discharging Cairan black liquor setelah pemasakan pulp (bubur kertas) yang

merupakan filtrat dari washing plant

IN Discharging

Penambahan cairan black liquor yang dipompakan ke digester sehingga menurunkan suhu di dalam digester menjadi 100º C dan

pulp (bubur kertas) siap diproses ke tahap selanjutnya

Gambaran Detail Batasan (Boundary Details)

RCM-System Analysis

Step 2-1 System Boundary Definition Plant ID :

Information : Boundary Overview System ID :

Plant : Pulp (bubur kertas) PT. RAPP Rev no. :

System : Fiberline Area Cooking Date : 23/03/2016

Analyst : Rumata Panjaitan

System : Fiberline Area Cooking Wed, 23 Mar 2016

Page 1 of 1 Step 2-1 Boundary Details


(9)

LAMPIRAN 5

Hasil Pengujian Distribusi Menggunakan Software Easy Fit 5.5.

1. Bearing

Goodness of Fit-Summary Kolmogorov Smirnov Test

Rank Distribution Statistic Parameter

1 Weibull 0.24174 α=1.3878; β=29.741

2 Normal 0.26721 σ=13.019; µ=26.5

3 Lognormal 0.28701 σ=0.55245; µ=3.1437

4 Gamma 0.29316 α=4.1431; β=6.3962


(10)

2. Shaft

Goodness of Fit-Summary Kolmogorov Smirnov Test

Rank Distribution Statistic Parameter

1 Gamma 0.133 α= 3,9241; β= 7,7543

2 Normal 0.13424 σ=15.361; µ=30.429

3 Lognormal 0.16336 σ=0.53418; µ=3.2873

4 Weibull 0.20969 α=1.7279; β=31.146

5 Exponential 0.28518 ฀=0.03286


(11)

Goodness of Fit-Summary Kolmogorov Smirnov Test

Rank Distribution Statistic Parameter

1 Weibull 0.16273 α=6,2585; β= 34,269

2 Gamma 0.17541 α=36.931;β=0.88864

3 Normal 0.17749 σ=5.4003; µ=32.818

4 Lognormal 0.18705 σ=0.15767; µ=3.4786

5 Exponential 0.54717 ฀=0.03047

LAMPIRAN 5

LAMPIRAN 6


(12)

1. Bearing

t F(t) H(t) D(t)

0 0 0 1

1 0,00548719 0,00548719 0,128021 2 0,01504397 0,01512652 0,069063 3 0,02704919 0,02745835 0,047721 4 0,04089962 0,04202265 0,036760 5 0,05622544 0,05858818 0,030119 6 0,07276125 0,07702420 0,025687 7 0,09030014 0,09725544 0,022535 8 0,10867250 0,11924149 0,020190 9 0,12773465 0,14296592 0,018388 10 0,14736219 0,16842996 0,016968 11 0,16744566 0,19564853 0,015827 12 0,18788775 0,22464771 0,014897 13 0,20860121 0,25546300 0,014130 14 0,22950744 0,28813810 0,013492 15 0,25053533 0,32272410 0,012958 16 0,27162040 0,35927885 0,012509 17 0,29270413 0,39786653 0,012131 18 0,31373338 0,43855739 0,011813 19 0,33465990 0,48142747 0,011546 20 0,35543998 0,52655856 0,011323 21 0,37603405 0,57403800 0,011138 22 0,39640639 0,62395872 0,010987 23 0,41652486 0,67641918 0,010867 24 0,43636068 0,73152341 0,010773 25 0,45588814 0,78938099 0,010705 26 0,47508447 0,85010711 0,010658 27 0,49392959 0,91382264 0,010632 28 0,51240596 0,98065413 0,010625 29 0,53049842 1,05073390 0,010637 30 0,54819402 1,12420006 0,010664 31 0,56548185 1,20119658 0,010708

t F(t) H(t) D(t)

32 0,58235295 1,28187332 0,010767 33 0,59880013 1,36638604 0,010841 34 0,61481788 1,45489645 0,010928 35 0,63040223 1,54757218 0,011030

… ….. …... …..

227 0,99999978 145,11042600 0,100461 228 0,99999980 146,11039638 0,100706 229 0,99999982 147,11036937 0,100948 230 0,99999983 148,11034474 0,101188 231 0,99999985 149,11032229 0,101427 232 0,99999986 150,11030182 0,101663 234 0,99999989 151,11028496 0,101462 235 0,99999990 152,11026959 0,101695 236 0,99999991 153,11025560 0,101926 237 0,99999992 154,11024287 0,102155 238 0,99999993 155,11023128 0,102382 239 0,99999993 156,11022074 0,102607 240 0,99999994 157,11021115 0,102830 241 0,99999994 158,11020243 0,103052 242 0,99999995 159,11019450 0,103272 243 0,99999995 160,11018729 0,103490 244 0,99999996 161,11018074 0,103706 245 0,99999996 162,11017478 0,103920 246 0,99999997 163,11016938 0,104133 247 0,99999997 164,11016447 0,104343 248 0,99999997 165,11016001 0,104553 249 0,99999998 166,11015596 0,104760 250 0,99999998 167,11015229 0,104966 251 0,99999998 168,11014896 0,105170 252 0,99999998 169,11014593 0,105373 253 0,99999998 170,11014319 0,105574 254 0,99999999 171,11014071 0,105773

2. Shaft

t F(t) H(t) D(t)

0 0,0 0 1

1 0,00000019 0,00000019 0,08860761

2 0,00000778 0,00000778 0,04635803 3 0,00006391 0,00006391 0,03139243 4 0,00027255 0,00027257 0,02373621


(13)

5 0,00081214 0,00081237 0,01909128 6 0,00192938 0,00193094 0,01598052 7 0,00392095 0,00392852 0,01376013 8 0,00710918 0,00713711 0,01210480 9 0,01181634 0,01190067 0,01083237 10 0,01834130 0,01855957 0,00983284 11 0,02694040 0,02744040 0,00903570 12 0,03781355 0,03885117 0,00839358 13 0,05109573 0,05308086 0,00787343 14 0,06685349 0,07040213 0,00745145 15 0,08508566 0,09107588 0,00711003 16 0,10572754 0,11535677 0,00683594 17 0,12865752 0,14349904 0,00661900 18 0,15370546 0,17576205 0,00645134 19 0,18066191 0,21241542 0,00632678 20 0,20928765 0,25374358 0,00624046 21 0,23932304 0,30004972 0,00618854 22 0,27049676 0,35165924 0,00616799 23 0,30253378 0,40892259 0,00617642 24 0,33516223 0,47221764 0,00621195 25 0,36811926 0,54195166 0,00627317 26 0,40115577 0,61856280 0,00635897 27 0,43404010 0,70252116 0,00646856 28 0,46656070 0,79432947 0,00660140 29 0,49852790 0,89452330 0,00675713 30 0,52977487 1,00367083 0,00693556 31 0,56015791 1,12237207 0,00713666 32 0,58955618 1,25125758 0,00736048 33 0,61787094 1,39098664 0,00760717 34 0,64502442 1,54224477 0,00787697 35 0,67095846 1,70574064 0,00817013

t F(t) H(t) D(t)

36 0,69563294 1,88220233 0,00848696 37 0,71902410 2,07237292 0,00882777 38 0,74112275 2,27700549 0,00919287 39 0,76193263 2,49685740 0,00958254 40 0,78146857 2,73268416 0,00999705

… ….. ….. …..

136 0,99999896 83,40558468 0,06880750 137 0,99999910 84,40550912 0,06911600 138 0,99999923 85,40544321 0,06942005 139 0,99999933 86,40538575 0,06971973 140 0,99999943 87,40533567 0,07001514 141 0,99999951 88,40529204 0,07030636 142 0,99999957 89,40525404 0,07059349 143 0,99999963 90,40522095 0,07087662 144 0,99999968 91,40519215 0,07115581 145 0,99999973 92,40516709 0,07143116 146 0,99999977 93,40514529 0,07170274 147 0,99999980 94,40512634 0,07197064 148 0,99999983 95,40510986 0,07223491 149 0,99999985 96,40509554 0,07249565 150 0,99999987 97,40508310 0,07275291 151 0,99999989 98,40507229 0,07300676 152 0,99999991 99,40506291 0,07325728 153 0,99999992 100,40505476 0,07350453 154 0,99999993 101,40504770 0,07374857 155 0,99999994 102,40504157 0,07398946 156 0,99999995 103,40503625 0,07422727 157 0,99999996 104,40503164 0,07446205 158 0,99999996 105,40502764 0,07469386 159 0,99999997 106,40502417 0,07492276 160 0,99999997 107,40502117 0,07514880 161 0,99999998 108,40501857 0,07537203 162 0,99999998 109,40501632 0,07559251 163 0,99999998 110,40501437 0,07581028 164 0,99999998 111,40501268 0,07602540 165 0,99999999 112,40501122 0,07623791


(14)

3. V-Belt

F(t) H(t) D(t)

0 0,0 0 1

1 0,00001361 0,00001361 0,06493613

2 0,00018660 0,00018660 0,03356456

3 0,00082753 0,00082768 0,02264691

4 0,00231281 0,00231472 0,01711225

5 0,00502025 0,00503187 0,01378135

6 0,00928881 0,00933555 0,01156982

7 0,01539609 0,01553982 0,01000636 8 0,02354779 0,02391372 0,00885281

9 0,03387546 0,03468554 0,00797567

10 0,04643954 0,04805032 0,00729421

11 0,06123587 0,06417828 0,00675667 12 0,07820398 0,08322298 0,00632835

13 0,09723628 0,10532857 0,00598509

14 0,11818737 0,13063588 0,00570959

15 0,14088300 0,15928737 0,00548915

16 0,16512834 0,19143119 0,00531425

17 0,19071542 0,22722430 0,00517766

18 0,21742963 0,26683492 0,00507380

19 0,24505524 0,31044453 0,00499830

20 0,27338001 0,35824934 0,00494775

21 0,30219891 0,41046147 0,00491943

22 0,33131702 0,46730990 0,00491118

23 0,36055175 0,52904115 0,00492128

24 0,38973433 0,59591983 0,00494837

25 0,41871089 0,66822902 0,00499134

26 0,44734293 0,74627046 0,00504935

27 0,47550750 0,83036471 0,00512170

28 0,50309701 0,92085102 0,00520787

29 0,53001883 1,01808721 0,00530746 30 0,55619463 1,12244927 0,00542018

t F(t) H(t) D(t)

31 0,58155966 1,23433087 0,00554581 32 0,60606182 1,35414265 0,00568422 33 0,62966079 1,48231131 0,00583531 34 0,65232696 1,61927860 0,00599905

… ….. ….. …..

175 0,99999970 115,21744358 0,05524035

176 0,99999973 116,21741247 0,05539990

177 0,99999976 117,21738444 0,05555764

178 0,99999979 118,21735921 0,05571361

179 0,99999981 119,21733648 0,05586784

180 0,99999983 120,21731603 0,05602035

181 0,99999985 121,21729761 0,05617119

182 0,99999986 122,21728104 0,05632037

183 0,99999988 123,21726613 0,05646792

184 0,99999989 124,21725271 0,05661386

185 0,99999990 125,21724064 0,05675823

188 0,99999993 126,21723199 0,05629595

189 0,99999994 127,21722422 0,05643894

190 0,99999995 128,21721723 0,05658044

191 0,99999995 129,21721094 0,05672045

192 0,99999996 130,21720530 0,05685901

193 0,99999996 131,21720022 0,05699613

194 0,99999997 132,21719566 0,05713184

195 0,99999997 133,21719156 0,05726616

196 0,99999997 134,21718788 0,05739910

197 0,99999998 135,21718457 0,05753070

198 0,99999998 136,21718160 0,05766097

199 0,99999998 137,21717893 0,05778993

200 0,99999998 138,21717654 0,05791760

201 0,99999998 139,21717439 0,05804400


(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

(22)

(23)

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga. Ebelling, Charles E.. 1997. Reliability and Maintainability Engineering. London:

McGraw Hill Compenies inc.

IAEA. 2008. Application of Reliability Centered Maintenance to Optimize

Operation and Maintenance in Nuclear Power Plants.

Jardine, A.K.S. 2006. Maintenance, Replacement and Reliability. Taylor and Francis Group. New York: LLC

Manzini, R. 2010. Maintenance for Industrial Systems. London : Springer.

Smith, Anthony M. 2003. RCM Gateway to World Class Maintenance. USA: Elsevier.


(25)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Perawatan (Maintenance)3

Perawatan (maintenance) adalah semua tindakan yang dibutuhkan untuk memelihara suatu unit mesin atau alat di dalamnya atau memperbaiki sampai pada kondisi tertentu yang bisa diterima. Perawatan (maintenance) merupakan suatu kombinasi dari setiap tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau untuk memperbaikinya sampai suatu kondisi yang bisa diterima.

3.1.1. Tujuan Perawatan4

Tujuan utama dari perawatan (maintenance) antara lain:

1.4.Untuk memperpanjang usia kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja, bangunan, dan isinya). Hal ini paling penting di negara berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk pergantian.

1.5.Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi (atau jasa) dan mendapatkan laba investasi (return on investment) maksimum yang mungkin.

1.6.Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan, unit pemadam kebakaran dan penyelamat, dan sebagainya.

1.7.Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

3

Dhillon, B.S. 2006. Maintanability, Maintenance, and Realibility for Engineers. Taylor and Francis Group, LLC. New York. Hal 3

4


(26)

3.1.2. Pengklasifikasian Perawatan

Pendekatan perawatan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu

planned dan unplanned. Klasifikasi dari pendekatan sistem perawatan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Maintenance

Planned Maintenance

Unplanned Maintenance

Predictive Maintenance

Preventive Maintenance

Corrective Maintenance

Breakdown Maintenance Gambar 2.1. Klasifikasi Perawatan

(Sumber: Corder, Antony. 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Jakarta: Erlangga)

1. Planned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang

pelaksanaannya telah direncanakan terlebih dahulu. Planned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Preventive Maintenance, suatu sistem perawatan yang terjadwal dari suatu

peralatan/komponen yang didesain untuk meningkatkan keandalan suatu mesin serta untuk mengantisipasi segala kegiatan perawatan yang tidak direncanakan sebelumnya. Preventive Maintenance terbagi atas:


(27)

1) Time based Maintenance

Kegiatan perawatan ini berdasarkan periode waktu, meliputi inspeksi harian, service, pembersihan harian dan lain sebagainya.

2) Condition based Maintenance

Kegiatan perawatan ini menggunakan peralatan untuk mendiagnosa perubahan kondisi dari peralatan/asset, dengan tujuan untuk memprediksi awal penetapan interval waktu perawatan.

a. Predictive maintenance didefinisikan sebagai pengukuran yang dapat

mendeteksi degradasi sistem, sehingga penyebabnya dapat dieliminasi atau dikendalikan tergantung pada kondisi fisik komponen. Hasilnya menjadi indikasi kapabilitas fungsi sekarang dan masa depan.

2. Unplanned Maintenance, suatu tindakan atau kegiatan perawatan yang

pelaksanaannya tidak direncanakan. Unplanned maintenance terbagi atas 2, yaitu:

a. Corrective Maintenance, suatu kegiatan perawatan yang dilakukan untuk

memperbaiki dan meningkatkan kondisi mesin sehingga mencapai standar yang telah ditetapkan pada mesin tersebut.

b. Breakdown Maintenance, yaitu suatu kegiatan perawatan yang

pelaksanaannya menunggu sampai dengan peralatan tersebut rusak lalu dilakukan perbaikan. Cara ini dilakukan apabila efek failure tidak bersifat signifikan terhadap operasi ataupun produksi.


(28)

3.2. RCM (Reliability Centered Maintenance)5

Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan sebuah proses

teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan sistem keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Penekanan terbesar pada Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah menyadari bahwa konsekuensi atau resiko dari kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada karakteristik teknik itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk menjamin bahwa beberapa asset fisik dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang diinginkan penggunanya dalam konteks operasi sekarang (present operating).

Penelitian mengenai RCM pada dasarnya berusaha menjawab 7 pertanyaan utama tentang item/peralatan yang diteliti. Ketujuh pertanyaan mendasar tersebut adalah:

1. Apakah fungsi dan hubungan performansi standar dari item dalam konteks pada saat ini (system function)?

2. Bagaimana item/peralatan tersebut rusak dalam menjalankan fungsinya (functional failure)?

3. Apa yang menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi tersebut (failure mode)? 4. Apakah yang terjadi pada saat terjadi kerusakan (failure effect)?

5. Bagaimana masing – masing kerusakan tersebut terjadi (failure consequence)?

6. Apakah yang dapat dilakukan untuk memprediksi atau mencegah

5

IAEA.2008.Application of Reliability Centered Maintenance to Optimize Operation and Maintenance in Nuclear Power Plants.


(29)

masing – masing kegagalan tersebut (proactive task and task interval)?

7. Apakah yang harus dilakukan apabila kegiatan proaktif yang sesuai tidak berhasil ditemukan?

RCM merupakan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan

Preventive maintenance. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa keandalan dari

peralatan dan stuktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari perencanaan dan kualitas pembentukan preventive maintenance yang efektif. Perencanaan tersebut juga meliputi komponen pengganti yang telah diprediksikan dan direkomendasikan. Reliability Centered Maintenance (RCM) didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan kebutuhan perawatan terhadap aset yang bersifat fisik dalam konteks operasinya. Secara mendasar, metodologi RCM menyadari bahwa semua peralatan pada sebuah fasilitas tidak memiliki tingkat prioritas yang sama. RCM menyadari bahwa disain dan operasi dari peralatan beda sehingga memiliki peluang kegagalan yang berbeda-beda juga.

Pendekatan RCM terhadap program maintenance memandang bahwa suatu fasilitas tidak memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya, sehingga perlu diprioritaskan dan dioptimalkan. Secara ringkas, RCM adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengevaluasi sebuah fasillitas dan sumber daya untuk menghasilkan reliability yang tinggi dan biaya yang efektif. RCM sangat bergantung pada predictive maintenance tetapi juga menyadari bahwa kegiatan

maintenance pada peralatan yang tidak berbiaya mahal dan tidak penting terhadap


(30)

Pendekatan RCM dalam melaksanakan program maintenance dominan bersifat

predictive dengan pembagian sebagai berikut:

1. < 10% Reactive. 2. 25% - 35% Preventive. 3. 45% - 55% Predictive.

RCM memerlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pemeliharaan fungsi. Pemeliharaan fungsi merupakan ciri RCM yang penting dan juga sulit. Sasaran RCM adalah memelihara fungsi sistem (preserve

system function).

2. Identifikasi kegagalan. Kegagalan dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan ukuran. Hal yang penting adalah mengidentifikasi bentuk kegagalan khusus pada komponen tertentu yang secara potensial menghasilkan kegagalan fungsi yang tidak diinginkan.

3. Prioritas kebutuhan fungsi. Usaha untuk dapat menentukan keputusan secara sistemik berdasar alokasi budget dan resources. Dengan kata lain semua fungsi tidak diciptakan sama sehingga semua kegagalan fungsi dan komponen yang berhubungan dan bentuk kegagalan tidaklah sama. Sehingga kita ingin untuk memprioritaskan bentuk kegagalan yang penting.

4. Pemilihan preventive maintenance yang effective dan applicable. Dikatakan

applicable bila tugas dapat dijalankan, maka akan melakukan satu dari tiga

alasan untuk melakukan preventive maintenance yaitu mencegah kegagalan, mendeteksi kegagalan dan menemukan kegagalan tersembunyi. Dikatakan


(31)

tugas tersebut.

Prinsip – Prinsip RCM, antara lain:

1. RCM memelihara fungsional sistem, bukan sekedar memelihara suatu sitem/alat agar beroperasi tetapi memelihara agar fungsi sistem / alat tersebut sesuai dengan harapan.

2. RCM lebih fokus kepada fungsi sistem daripada suatu komponen tunggal, yaitu apakah sistem masih dapat menjalankan fungsi utama jika suatu komponen mengalami kegagalan.

3. RCM berbasiskan pada kehandalan yaitu kemampuan suatu sistem/equipment untuk terus beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan

4. RCM bertujuan menjaga agar kehandalan fungsi sistem tetap sesuai dengan kemampuan yang didesain untuk sistem tersebut.

5. RCM mengutamakan keselamatan (safety) baru kemudian untuk masalah ekonomi.

6. RCM mendefinisikan kegagalan (failure) sebagai kondisi yang tidak memuaskan (unsatisfactory) atau tidak memenuhi harapan, sebagai ukurannya adalah berjalannya fungsi sesuai performance standard yang ditetapkan. 7. RCM harus memberikan hasil-hasil yang nyata / jelas, Tugas yang dikerjakan

harus dapat menurunkan jumlah kegagalan (failure) atau paling tidak menurunkan tingkat kerusakan akibat kegagalan.


(32)

Tujuan dari RCM adalah:

1. Untuk membangun suatu prioritas disain untuk memfasilitasi kegiatan perawatan yang efektif.

2. Untuk merencanakan preventive maintenance yang aman dan handal pada level-level tertentu dari sistem.

3. Untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan perbaikan item dengan berdasarkan bukti kehandalan yang tidak memuaskan.

4. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas dengan biaya yang minimum.

Karena RCM sangat menitikberatkan pada penggunaan predictive

maintenance maka keuntungan dan kerugiannya juga hampir sama. Keuntungan

RCM adalah sebagai berikut:

1. Dapat menjadi program perawatan yang paling efisien.

2. Biaya yang lebih rendah dengan mengeliminasi kegiatan perawatan yang tidak diperlukan.

3. Minimisasi frekuensi overhaul.

4. Minimisasi peluang kegagalan peralatan secara mendadak.

5. Dapat memfokuskan kegiatan perawatan pada komponen-komponen kritis. 6. Meningkatkan reliability komponen.

7. Menggabungkan root cause analysis.

Kerugian RCM adalah dapat menimbulkan biaya awal yang tinggi untuk training, peralatan dan sebagainya.


(33)

3.2.1. Langkah-langkah Penerapan RCM6

Sebelum menerapkan RCM, kita harus menentukan dulu langkah-langkah yang diperlukan dalam RCM. Langkah-langkah yang diperlukan dalam penerapan RCM dijelaskan pada bagian berikut:

3.2.1.1.Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

Berikut ini akan dibahas secara terpisah antara pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.

1. Pemilihan Sistem

Ketika memutuskan untuk menerapkan program RCM pada fasilitas ada dua hal yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:

a. Sistem yang akan dilakukan analisis.

Proses analisis RCM sebaiknya dilakukan pada tingkat sistem bukan pada tingkat komponen. Dengan proses analisis pada tingkat sistem akan memberikan informasi yang lebih jelas mengenai fungsi dan kegagalan fungsi komponen terhadap sistem.

b. Proses Analisis

Seluruh sistem akan dilakukan proses analisis dan bila tidak bagaimana dilakukan pemilihan sistem. Biasanya tidak semua sistem akan dilakukan proses analisis. Hal ini disebabkan karena bila dilakukan proses analisis secara bersamaan untuk dua sistem atau lebih proses analisis akan sangat luas. Selain itu, proses analisis akan dilakukan secara terpisah, sehingga

6


(34)

dapat lebih mudah untuk menunjukkan setiap karakteristik sistem dari fasilitas (mesin/peralatan) yang dibahas.

2. Pengumpulan Informasi

Pengumpulan informasi berfungsi untuk mendapatkan gambaran dan pengertian yang lebih mendalam mengenai sistem dan bagaimana sistem bekerja. Pengumpulan informasi juga akan dapat digunakan dalam analisis RCM pada tahapan selanjutnya. Informasi-informasi yang dikumpulkan dapat melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan sejumlah buku referensi. Informasi yang dikumpulkan antara lain cara kerja mesin, komponen utama mesin, spesifikasi mesin dan rangkaian sistem permesinan

3.2.1.2.Pendefinisian Batasan Sistem

Jumlah sistem dalam suatu fasilitas atau pabrik sangat luas tergantung dari kekompleksitasan fasilitas, karena itu perlu dilakukan definisi batas sistem. Lebih jauh lagi pendefinisian batas sistem ini bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.

3.2.1.3.Deskripsi Sistem dan Diagram Blok Fungsi

Dalam tahap ini ada tiga informasi yang harus dikembangkan yaitu deskripsi sistem, blok diagram fungsi, dan System Work Breakdown Structure (SWBS).


(35)

1. Deskripsi Sistem

Langkah pendeskripsian sistem diperlukan untuk mengetahui

komponen-komponen yang terdapat di dalam sistem tersebut dan bagaimana komponen-komponen yang terdapat dalam sistem tersebut beroperasi. Sedangkan informasi fungsi peralatan dan cara sistem beroperasinya dapat dipakai sebagai informasi untuk membuat dasar untuk menentukan kegiatan pemeliharaan pencegahan.

Keuntungan yang didapat dari pendeskripsian sistem adalah:

a. Sebagai dasar informasi tentang desain dan cara sistem beroperasinya yang dipakai sebagai acuan untuk kegiatan pemeliharaan pencegahan di kemudian hari.

b. Diperoleh pengetahuan sistem secara menyeluruh.

c. Dapat diidentifikasi parameter-parameter yang menyebabkan kegagalan sistem.

2. Blok Diagram Fungsi

Melalui pembuatan blok diagram fungsi suatu sistem maka masukan, keluaran dan interaksi antara susb-sub sistem tersebut dapat tergambar dengan jelas.

3. System Work Breakdown Structure (SWBS)

System Work Breakdown Structure dikembangkan bersamaan dengan

Program Evaluation and Review Technique (PERT) oleh Departemen

Pertahanan Amerika Serikat (DoD). Pada tahap ini akan digambarkan himpunan daftar peralatan untuk setiap bagian-bagian fungsi sub sistem. Sistem ini terdiri dari dua komponen utama yaitu diagram dan kode dari


(36)

subsistem/komponen.

3.2.1.4.Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

Pada bagian ini, proses analisis difokuskan pada kegagalan fungsi, bukan kegagalan peralatan. Biasanya kegagalan fungsi memiliki dua atau lebih kondisi yang menyebabkan kegagalan parsial, minor maupun mayor pada sistem.

3.2.1.5.Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)7

FMEA merupakan suatu metode yang bertujuan untuk mengevaluasi desain sistem dengan mempertimbangkan bermacam-macam mode kegagalan dari

sistem yang terdiri dari komponen komponen dan menganalisi pengaruh - pengaruhnya terhadap keandalan sistem tersebut.

Tujuan utama dari FMEA adalah untuk menemukan dan memperbaiki permasalahan utama yang terjadi pada setiap tahapan dari desain dan proses produksi untuk mencegah produk yang tidak baik sampai ke tangan pelanggan, yang dapat membahayakan reputasi perusahaan.

Konsep FMEA adalah sebagai alat perencanaan kualitas untuk mengidentifikasi kegagalan atau kerusakan. FMEA juga mengidentifikasi kegagalan (kemunginan, mekanisme, pengaruh, mode deteksi, dan kemungkinan pencegahan). Hasil dari FMEA berupa rencana tindakan untuk eliminasi atau penyelidikan kegagalan.

7

Dyadem Engineering Corp. 2003. Guidelines for Failure Mode and Effect Analysis for Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. Florida : CRC Press. Hal: 37.


(37)

Arti FMEA secara harfiah adalah:

1. Failure yaitu prediksi kemungkinan kegagalan atau cacat.

2. Mode yaitu penentuan mode kegagalan.

3. Effect yaitu identifikasi pengaruh tiap komponen terhadap kegagalan.

4. Analysis yaitu perbaikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap penyebab.

FMEA berusaha mengidentifikasi kemungkinan failure mode (deskripsi fisik kegagalan), failure mechanism (proses yang menyebabkan kegagalan, dan

failure effect (akibat yang ditimbulkan oleh kegagalan) pada kinerja. FMEA

mengidentifikasikan metode mendeteksi failure mode dan kemungkinan pencegahannya. FMEA juga merupakan suatu pendekatan sistematis yang mengidentifikasikan failure mode yang potensial. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik proses atau desain kritis yang memerlukan pengendalian khusus untuk mencegah atau mendeteksi failure mode. Peran FMEA antara lain:

1. Mengevaluasi sistematis produk dan proses. 2. Pembuktian kegagalan dan identifikasi kegagalan.

3. Dokumentasi potensial untuk produk atau proses yang tidak memenuhi syarat. Kegunaan FMEA adalah:

1. Meningkatkan kualitas, reliability, dan keamanan dari produk dan proses. 2. Meningkatkan daya saing.

3. Meningkatkan kepuasan konsumen.


(38)

5. Melakukan dokumentasi aksi yang perlu dilakukan untuk mereduksi resiko.

Risk Priority Number (RPN) adalah sebuah pengukuran dari resiko yang

bersifat relatif. RPN diperoleh melalui hasil perkalian antara rating Severity,

Occurrence dan Detection. RPN ditentukan sebelum mengimplementasikan

rekomendasi dari tindakan perbaikan, dan ini digunakan untuk mengetahui bagian manakah yang menjadi prioritas utama berdasarkan nilai RPN tertinggi.

RPN = Severity * Occurrence * Detection RPN = S * O * D

Hasil RPN menunjukkan tingkatan prioritas peralatan yang dianggap beresiko tinggi, sebagai penunjuk ke arah tindakan perbaikan. Ada tiga komponen yang membentuk nilai RPN . Ketiga komponen tersebut adalah:

1. Severity (Keparahan)

Severity adalah tingkat keparahan atau efek yang ditimbulkan oleh

kegagalan terhadap keseluruhan mesin. Severity tersusun atas angka 1 hingga 10. Kriteria penentuan severity dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Penentuan Nilai Severity

Efek Ranking Keterangan

Berbahaya tanpa

ada peringatan 10

Tingkat keseriusan operator maintenance dan keselamatan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

yang tidak disertai peringatan. Berbahaya dan

ada peringatan 9

Tingkat operator maintenance dan keselamatan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah yang disertai

peringatan.

Sangat Tinggi 8 Downtime lebih dari 8 jam


(39)

(40)

Tabel 3.1. Penentuan Nilai Severity (Lanjutan)

Efek Ranking Keterangan

Rendah 5 Downtime diantara 0,5 – 1 jam

Sangat Rendah 4 Downtime diantara 10 - 30 menit

Kecil 3 Downtime terjadi hingga 10 menit

Sangat Kecil 2

Variasi parameter proses tidak didalam batas spesifikasi. Pengaturan atau pengendalian proses lainnya dibutuhkan selama produksi.Tidak terdapat

downtime.

Tidak Ada 1

Variasi parameter proses didalam batas

spesifikasi.Pengaturan atau pengendalian proses dapat dilakukan selama maintenance rutin.

2. Occurence (Frekuensi Kejadian)

Occurence adalah tingkat keseringan terjadinya kerusakan atau kegagalan.

Occurence berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang

muncul akibat suatu penyebab tertentu pada mesin. Nilai rating Occurence antara 1 sampai 10. Nilai 10 diberikan jika kegagalan yang terjadi memiliki nilai kumulatif yang tinggi atau sangat sering terjadi. Tingkatan frekuensi terjadinya kegagalan (occurrence) dapat dilihat pada Tabel 3.2. berikut ini.

Tabel 3.2. Penentuan Nilai Occurrence

Rating Probability of Occurance

10 Lebih besar dari 50 per 7200 jam penggunaan

9 35-50 per 7200 jam penggunaan

8 31-35 per 7200 jam penggunaan


(41)

Tabel 3.2. Penentuan Nilai Occurrence (LanjuatN)

Rating Probability of Occurance

6 21-25 per 7200 jam penggunaan

5 15-20 per 7200 jam penggunaan

4 11-14 per 7200 jam penggunaan

3 5-10 per 7200 jam penggunaan

2 Lebih kecil dari 5 per 7200 jam penggunaan

1 Tidak pernah sama sekali

Sumber : Dyadem Engineering Corp.

3. Detection (Deteksi)

Detection diberikan pada sistem pengendalian yang digunakan saat ini yang

memiliki kemampuan untuk mendeteksi penyebab atau mode kegagalan. Kriteria penilaian detection dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Penentuan Nilai Detection

Rating Detection Design Control

10 Tidak mampu terdeteksi

9 Kesempatan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk terdeteksi 8 Kesempatan yang sangat rendah dan sulit untuk terdeteksi 7 Kesempatan yang sangat rendah untuk terdeteksi 6 Kesempatan yang rendah untuk terdeteksi 5 Kesempatan yang sedang untuk terdeteksi 4 Kesempatan yang cukup tinggi untuk terdeteksi 3 Kesempatan yang tinggi untuk terdeteksi 2 Kesempatan yang sangat tinggi untuk terdeteksi

1 Pasti terdeteksi


(42)

3.2.1.6.Logic Tree Analysis (LTA)

Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan dan melakukan tinjauan fungsi, kegagalan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama. Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan dalam LTA ini.

Analisis kekritisan menempatkan setiap mode kerusakan ke dalam satu dari empat kategori. Empat hal yang penting dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut:

1. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal, telah terjadi

ganguan dalam sistem?

2. Safety, yaitu apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan?

3. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan seluruh atau

sebagian mesin terhenti?

4. Category, yaitu pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori, yakni:

a. Kategori A (Safety problem) b. Kategori B (Outage problem) c. Kategori C (Economic problem) d. Kategori D (Hidden failure)

Pada Gambar 3.2 dapat dilihat struktur pertanyaan dari Logic Tree Analysis (LTA).


(43)

Pada kondisi normal, apakah operator mengetahui sesuatu sudah terjadi? Apakah mode kegagalan menyebabkan masalah keselamatan? Hidden Failure Safety Problem Apakah mode kegagalan mengakibatkan seluruh/sebagian sistem berhenti?

Outage Problem Kecil kemungkinan

economic problem Jenis Kegiatan YA TIDAK YA YA TIDAK TIDAK

Kembali ke logic tree untuk memastikan termasuk kategori A<B<C (1) Evident (2) Safety (3) Outage B A C D

Gambar 3.2. Struktur Logic Tree Analysis

3.2.1.7.Pemilihan Tindakan

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menentukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. Tugas yang dipilih dalam kegiatan preventive maintenance harus memenuhi syarat berikut:

1. Jika tindakan pencegahan tidak dapat mengurangi resiko terjadinya kegagalan majemuk sampai suatu batas yang dapat diterima, maka perlu dilakukan tugas menemukan kegagalan secara berkala. Jika tugas menemukan kegagalan berkala tersebut tidak menghasilkan apa-apa, maka keputusan standard


(44)

selanjutnya yang wajib dilakukan adalah mendesain ulang sistem tersebut (tergantung dari konsekuensi kegagalan majemuk yang terjadi).

2. Jika tindakan pencegahan dilakukan, akan tetapi biaya proses total masih lebih besar daripada jika tidak dilakukan, yang dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi operasional, maka keputusan awalnya adalah tidak perlu dilakukan maintenance terjadwal (jika hal ini telah dilakukan dan ternyata konsekuensi operasional yang terjadi masih terlalu besar, maka sudah saatnya untuk dilakukan desain ulang terhadap sistem).

3. Jika dilakukan tindakan pencegahan, akan tetapi biaya proses total masih lebih besar dari pada jika tidak dilakukan tindakan pencegahan, yang dapat menyebabkan terjadinya konsekuensi non operasional, maka keputusan awalnya adalah tidak perlu dilakukan maintenance terjadwal, akan tetapi apabila biaya perbaikannya terlalu tinggi, maka sekali lagi sudah saatnya dilakukan desain ulang terhadap sistem.

Pada Gambar 3.2. di atas dapat dilihat Road map pemilihan tindakan dengan pendekatan Reliability Centered Maintenance (RCM). Tindakan perawatan terbagi menjadi 3 jenis yaitu:

1. Condition Directed (C.D), tindakan yang diambil yang bertujuan untuk

mendeteksi kerusakan dengan cara visual inspection, memeriksa alat, serta memonitoring sejumlah data yang ada. Apabila ada pendeteksian ditemukan gejala-gejala kerusakan peralatan maka dilanjutkan dengan perbaikan atau penggantian komponen.


(45)

2. Time Directed (T.D), tindakan yang bertujuan untuk melakukan pencegahan

langsung terhadap sumber kerusakan yang didasarkan pada waktu atau umur komponen.

3. Finding Failure (F.F), tindakan yang diambil dengan tujuan untuk

menemukan kerusakan tersembunyi dengan pemeriksaan berkala.

Apakah umur kehandalan untuk kerusakan ini diketahui?

Apakah T.D task dapat dipakai?

Tentukan T.D task

Apakah mode kegagalan termasuk kategori D?

Apakah F.F task dapat dipakai?

Tentukan F.F task

Apakah dari antara task ini efektif?

Dapatkah sebuah desain modifikasi mengiliminasi mode

kegagalan dan efeknnya?

Tentukan T.D/C, D/F, F task Menerima resiko

kegagalan Desain modifikasi

Apakah C.D task dapat dipakai?

Tentukan C.D task 1 2 3 4 5 6 7 Ya Ya Sebagian Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak

Gambar 3.3. Road Map Pemilihan Tindakan


(46)

3.2.1.8.Keandalan (Reliability)8

Reliability dapat didefenisikan sebagai probabilitas suatu sistem atau

produk dapat beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan pada suatu kondisi tertentu dan waktu yang telah ditentukan. Pemeliharaan komponen atau peralatan tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai keandalan (reliability). Selain keandalan merupakan salah satu ukuran keberhasilan sistem pemeliharaan juga keandalan digunakan untuk menentukan penjadwalan pemeliharaan sendiri. Akhir-akhir ini konsep keandalan digunakan juga pada berbagai industri, misalnya dalam penentuan interval penggantian komponen mesin.

Berdasarkan defenisi reliability dibagi atas empat komponen pokok, yaitu: 1. Probabilitas

Merupakan komponen pokok pertama, merupakan input numerik bagi pengkajian reliability suatu sistem yang juga merupakan indeks kuantitatif untuk menilai kelayakan suatu sistem. Menandakan bahwa reliability menyatakan kemungkinan yang bernilai 0-1.

2. Kemampuan yang diharapkan (Satisfactory Performance)

Komponen ini memberikan indikasi yang spesifik bahwa kriteria dalam menentukan tingkat kepuasan harus digambarkan dengan jelas. Untuk setiap unit terdapat suatu standar untuk menentukan apa yang dimaksud dengan kemampuan yang diharapkan.


(47)

3. Tujuan yang Diinginkan

Tujuan yang diinginkan, dimana kegunaan peralatan harus spesifik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa tingkatan dalam memproduksi suatu barang konsumen.

4. Waktu (Time)

Waktu merupakan bagian yang dihubungkan dengan tingkat penampilan sistem, sehingga dapat menentukan suatu jadwal dalam dalam fungsi

reliability. Waktu yang dipakai adalah MTTF (Mean Time to Failure) untuk

menentukan waktu kritis dalam pengukuran reliability.

Ukuran pemenuhan performa dinyatakan dalam sebuah notasi peluang. Pemenuhan performa tersebut bukan bersifat deterministik, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti terjadi atau tidak. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan peluang dimana sebuah komponen akan sukses atau gagal dalam batasan tertentu karena tidak mungkin untuk menyatakannya secara pasti.

Dalam teori reliability terdapat empat konsep yang dipakai dalam pengukuran tingkat keandalan suatu sistem atau produk, yaitu:

1. Fungsi Kepadatan Probabilitas9

Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi secara terus-menerus (continious) dan bersifat probabilistik dalam selang waktu (0,∞). Pengukuran kerusakan dilakukan dengan menggunakan data variabel seperti tinggi, jarak, jangka waktu.


(48)

Dimana fungsi f(x) dinyatakan fungsi kepadatan probabilitas. b. Fungsi Distribusi Kumulatif

c. Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan acak, dimana variabel acak tidak lebih dari x

d. Fungsi Keandalan

Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau umur komponen maka fungsi keandalan R(t). Maka fungsi keandalan adalah:

R(t) = 1-P(T<t)

= 1-F(t)

Fungsi keandalan/ R(t) untuk preventive maintenance dirumuskan sebagai berikut:

R(t-nT) =1-F(t-nT)

dimana n adalah jumlah pergantian pencegahan yang telah dilakukan sampai kurun waktu t, T adalah interval pergantian komponen, dan F(t) adalah Frekuensi Distribusi Kumulatif Komponen.

2. Fungsi Laju Kerusakan

Fungsi laju kerusakan didefenisikan sebagai limit dari laju kerusakan dengan panjang interval waktu mendekati nol, maka fungsi laju kerusakan adalah laju kerusakan sesaat.


(49)

3.4. Pola Distribusi Data dalam Keandalan/Reliability

Pola distribusi data dalam Keandalan/Reliability antara lain: 1. Pola Distribusi Weibull

Distribusi ini biasa digunakan dalam menggambarkan karakteristik kerusakan dan keandalan pada komponen. Fungsi-fungsi dari distribusi Weibull:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

c. Fungsi Keandalan

d. Fungsi Laju Kerusakan

Parameter β disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull (weibull slope), sedangkan parameter α disebut dengan parameter skala atau karakteristik hidup. Bentuk fungsi distribusi weibull bergantung pada parameter bentuknya (β), yaitu:

β< 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential dengan laju kerusakan cenderung menurun.

β= 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial dengan laju kerusakan cenderung konstan.


(50)

β>1: Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal dengan laju kerusakancenderung meningkat.

2. Pola Distribusi Normal

Distribusi normal (Gausian) mungkin merupakan distribusi probabilitas yang paling penting baik dalam teori maupun aplikasi statistik. Fungsi-fungsi dari distribusi Normal:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

c. Fungsi Keandalan

d. Fungsi Laju Kerusakan

Kosep reliability distribusi normal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan σ (standar deviasi).


(51)

3. Pola Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal merupakan distribusi yang berguna untuk menggambarkan distribusi kerusakan untuk situasi yang bervariasi. Distribusi lognormal banyak digunakan di bidang teknik, khusunya sebagai model untuk berbagai jenis sifat material dan kelelahan material. Fungsi-fungsi dari distribusi Lognormal:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

c. Fungsi Keandalan

d. Fungsi Laju Kerusakan

Kosep reliability distribusi Lognormal tergantung pada nilai μ (rata-rata) dan σ (standar deviasi).

4. Pola Distribusi Eksponensial

Distribusi eksponensial sering digunakan dalam berbagai bidang, terutama dalam teori keandalan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya data


(52)

kerusakan mempunyai perilaku yang dapat dicerminkan oleh distribusi eksponensial. Distribusi eksponensial akan tergantung pada nilai λ, yaitu laju kegagalan (konstan). Fungsi-fungsi dari distribusi Eksponensial:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas

b. Fungsi Distribusi Kumulatif

c. Fungsi Keandalan

d. Fungsi Laju Kerusakan

5. Pola Distribusi Gamma

Distribusi Gamma memiliki karakter yang hampir mirip dengan distribusi

Weibull dengan shape parameter β dan scale parameter α.

Dengan memvariasikan nilai kedua parameter tersebut maka ada banyak jenis sebaran data yang dapat diwakili oleh distribusi Gamma. Fungsi-fungsi dari distribusi Gamma:

a. Fungsi Kepadatan Probabilitas


(53)

c. Fungsi Keandalan

d. Fungsi Laju Kerusakan

Ada dua kasus khusus berkaitan dengan distribusi gamma. Kasus yang pertama saat β = 1 dan yang kedua β = integer, maka saat:

3.5. Uji Kolmogorov-Smirnov

Dalam menganalisis kesesuaian data dapat dimanfaatkan Uji Goodness of

fit (kesesuaian) antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang

diharapkan. Alternatif dari uji goodness of fit yang dikemukakan oleh A.

Kolmogorov dan N.V.Smirnov dua matematikawan yang berasal dari

Rusia, adalah Kolmogorov–Smirnov, yang beranggapan bahwa distribusi variabel yang sedang diuji bersifat kontinu dan sampel diambil dari populasi sederhana. Dengan demikian uji ini hanya dapat digunakan bila variabel yang diukur paling sedikit dalam skala ordinal.

Ada beberapa keuntungan dan kerugian relatif dari uji kesesuaian

Kolmogorov–Smirnov dibandingkan dengan uji kesesuaian Chi-Kuadrat, yaitu :


(54)

Dengan demikian semua informasi hasil pengamatan terpakai.

2. Uji Kolmogorov–Smirnov bisa dipakai untuk semua ukuran sampel, sedang uji Chi-Kuadrat membutuhkan ukuran sampel minimum tertentu.

3. Uji Kolmogorov–Smirnov tidak bisa dipakai untuk memperkirakan parameter populasi. Sebaliknya uji Chi-Kuadrat bisa digunakan untuk memperkirakan parameter populasi dengan cara mengurangi derajat bebas sebanyak parameter yang diperkirakan.

4. Uji Kolmogorov–Smirnov memakai asumsi bahwa distribusi populasi teoritis bersifat kontinu.

Langkah–langkah uji Kolmogorov–Smirnov sebagai berikut:

1. Susun frekuensi-frekuensi berurutan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. 2. Susun frekuensi kumulatif dari nilai–nilai teramati itu.

3. Konversikan frekuensi kumulatif itu ke dalam probabilitas, yaitu ke dalam fungsi distribusi frekuensi kumulatif (fs(x)).

4. Carilah probabilitas (luas area) kumulatif untuk setiap nilai teramati. Hasilnya ialah apa yang kita sebut Ft(xi).

5. Susun Fs(x) berdampingan dengan Ft(x). Hitung selisih absolut antara Fs(xi)

dan Ft(xi) pada masing – masing nilai teramati.

6. Statistik uji Kolmogorov – Smirnov ialah selisih absolut terbesar Fs(xi) dan

Ft(xi) yang juga disebut deviasi maksimum D, ditulis sebagai berikut:

maks, i = 1,2,…N.

Prinsip dari uji Kolmogorov–Smirnov ialah menghitung selisih absolut antara fungsi distribusi frekuensi kumulatif sampel (Fs(x)) dan fungsi distribusi


(55)

frekuensi kumulatif teoritis (Ft(x)) pada masing – masing interval kelas.

Hipotesis yang diuji dinyatakan sebagai berikut: Ho : F (x) = Ft(x) untuk semua x dari sampai Hi : F (x) ≠ Ft(x) untuk paling sedikit sebuah x

Dengan F(x) adalah fungsi distribusi frekuensi kumulatif populasi pengamatan. Statistik uji Kolmogorov – Smirnov merupakan selisih terbesar antara Fs(x) dan Ft(x) yang kita sebut deviasi maksimum D. Statistik D ditulis

sebagai berikut:

maks, i = 1,2,…n

Nilai D kemudian dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel distribusi pengambilan sebagian data, pada ukuran sampel n dan tingkat kemaknaan α. Ho ditolak bila nilai teramati maksimum D lebih besar atau sama dengan nilai kritis D maksimum. Dengan penolakan Ho berarti distribusi teoritis berbeda secara bermakna. Sebaliknya dengan menolak Ho berarti terdapat perbedaan bermakna antara distribusi teramati dan distribusi teoritis.

3.6. Interval Penggantian Komponen dengan Total Minimum Downtime10

Pada dasarnya downtime didefinisikan sebagai waktu suatu komponen sistem tidak dapat digunakan (tidak berada dalam kondisi yang baik), sehingga membuat fungsi sistem tidak berjalan. Berdasarkan kenyataan bahwa pada dasarnya prinsip utama dalam manajemen perawatan adalah untuk menekan periode kerusakan (breakdown period) sampai batas minimum, maka keputusan

10


(56)

penggantian komponen sistem berdasarkan downtime minimum menjadi sangat penting. Pembahasan berikut akan difokuskan pada proses pembuatan keputusan penggantian komponen sistem yang meminimumkan downtime, sehingga tujuan utama dari manajamen sistem perawatan untuk memperpendek periode kerusakan sampai batas minimum dapat dicapai. Penentuan tindakan preventif yang optimum dengan meminimumkan downtime akan dikemukakan berdasarkan interval waktu penggantian (replacement interval).

Tujuan untuk menentukan penggantian komponen yang optimum berdasarkan interval waktu, tp, diantara penggantian preventif dengan

menggunakan kriteria meminimumkan total downtime per unit waktu, dapat dijelaskan melalui Gambar 3.4. berikut:

Penggantian Penggantian karena rusak Preventif

Tf Tf Tp

tp

Satu siklus

Gambar 3.4. Penggantian Komponen Berdasarkan Interval Waktu

Dari Gambar 3.4, dapat dilihat bahwa total downtime per unit waktu untuk tindakan penggantian preventif pada waktu tp, dinotasikan sebagai D(tp) adalah:


(57)

= Banyaknya kerusakan (kagagalan) dalam interval waktu (0,tp),

merupakan Tf = nilai harapan (expected value)

Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena kerusakan. Waktu yang diperlukan untuk penggantian komponen karena tindakan preventif (komponen belum rusak).

tp + Tp = Panjang satu siklus.

Meminimumkan total minimum downtime akan diperoleh tindakan penggatian komponen berdasarkan interval waktu tp yang optimum. Untuk

komponen yang memiliki distribusi kegagalan mengikuti distribusi peluang tertentu dengan fungsi peluang f(t), maka nilai harapan (expected value) banyaknya kegagalan yang terjadi dalam interval waktu (0,tp) dapat dihitung

sebagai berikut:


(58)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Indojaya Agrinusa yang beralamat di Jl. Tanjung Morawa Medan Km 12,8 Desa Bangunsari Deli Serdang. Penelitian

dilakukan dari bulan Juni 2016 sampai September 2016.

4.2. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah mesin pembuatan pellet di PT. Indojaya Agrinusa.

4.3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif (descriptive

research) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara

sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu (Sukaria,S.,2014).

4.4. Variabel Penelitian 4.4.1. Variabel Dependen

Variabel dependen yang sering juga disebut dengan variabel kriteria atau variabel terikat adalah variabel yang nilainya dipengaruhi atau ditentukan oleh nilai variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu:


(59)

1. Downtime (Pemberhentian waktu produksi).

Variabel ini merupakan waktu dimana komponen/mesin berada pada kondisi tidak dapat beroperasi sehingga fungsi sistem tidak dapat berjalan. Downtime dipengaruhi oleh variabel interval kerusakan, frekuensi kerusakan, dan waktu pergantian komponen.

4.4.2. Variabel Independen

Variabel independen yang sering juga disebut dengan variabel prediktor atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun secara negatif. Variabel independen penelitian ini yaitu: 1. Interval Kerusakan

Interval kerusakan adalah interval waktu antara dua kerusakan yang berdekatan pada komponen mesin.

2. Frekuensi Kerusakan

Variabel ini menyatakan berapa kali terjadi kerusakan pada masing-masing komponen mesin injection molding selama periode penelitian.

3. Waktu Pergantian Komponen

Variabel ini menyatakan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pergantian komponen yang mengalami kerusakan.

4.5. Kerangka Berpikir

Proses produksi berjalan setelah adanya permintaan pelanggan, untuk memenuhi target perusahaan, maka perusahaan harus mampu menyesuaikan kemampuan kapasitas mesin yang tersedia dengan memperhatikan kehandalan


(60)

mesin. Kerusakan pada komponen mesin dan lamanya waktu pergantian komponen akan menyebabkan mesin berhenti bekerja. Dengan demikian kerusakan pada satu komponen mesin akan mengakibatkan downtime pada mesin, yang menimbulkan produk cacat dan target produksi menjadi tidak terpenuhi. Sehingga perlu dilakukan perencanaan perawat mesin untuk mengurangi

downtime mesin.

4.6. Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap awal penelitian yaitu studi pendahuluan untuk menunjukkan gejala masalah yang ditemukan di PT. Indojaya Agrinusa. Masalah yang ditemukan adalah tingginya downtime pada mesin pembuatan pellet, sehingga diperlukan perencanaan perawatan dengan menggunakan metode RCM.

2. Studi kepustakaan yakni mengumpulkan dan membaca buku atau jurnal yang berhubungan dengan perencanaan perawatan mesin dengan metode Reliability

Centered Maintenance (RCM), uji distribusi/reliability, dan perhitungan total

minimum downtime.

3. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan untuk meminimumkan downtime dan perawatan usulan terdiri dari:


(61)

a. Data Downtime

Data downtime periode tahun 2015 sampai dengan Juni 2016 dilakukan pada mesin pembuatan pellet. Data downtime ini menyatakan lamanya mesin tidak dapat beroperasi akibat adanya kerusakan pada komponen mesin sehingga produksi terhenti.

b. Data Frekuensi Kerusakan

Data kerusakan mesin meliputi komponen mesin yang mengalami kerusakan, frekuensi kerusakan masing-masing komponen.

c. Data Interval Kerusakan

Data interval waktu antar kerusakan pada masing-masing komponen pada periode tahun 2015 sampai Juni 2016.

d. Data Waktu Perbaikan Kerusakan

Data waktu perbaikan kerusakan diperoleh melalui data dokumentasi perusahaan. Data ini berisi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pergantian komponen mesin yang mengalami kerusakan.

4. Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

a. Reliability Centered Maintenance (RCM)

Blok diagram dari pengolahan data dengan metode Reliability Centered


(62)

Mulai

Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi

Pendefenisian batasan sistem

Penjelasan sistem dan blok diagram fungsi

Penjelasan fungsi sistem dan blok diagram fungsi

Analisis Mode dan Efek Kegagalan (FMEA)

Pemilihan Tindakan

Selesai

Gambar 4.1. Blok Diagram Metode RCM (Reliability Centered Maintenance)

Berikut merupakan langkah-langkah dari metode Reliability Centered

Maintenance (RCM):


(63)

Dalam tahap ini akan dilakukan pemilihan terhadap sistem yang ada agar sistem yang dikaji tidak terlalu luas. Setelah sistem dipilih kemudian dilakukan pengumpulan informasi untuk sistem yang terpilih.

2) Pendefinisian Batasan Sistem

Pendefinisian batasan sistem bertujuan untuk menghindari tumpang tindih antara satu sistem dengan sistem lainnya.

3) Penjelasan Sistem dan Blok Diagram Fungsi

Sistem yang dikaji diuraikan secara mendetail kemudian digambarkan dalam blok diagram fungsi. Dalam tahap ini juga akan dikembangkan

System Number (RPN) berdasarkan nilai severity, occurrence, dan

detection.

4) Analisis Cabang Logika (LTA)

Penyusunan analisis cabang logika (LTA) memiliki tujuan untuk memberikan prioritas pada tiap mode kerusakan Work Breakdown

Structure (SWBS) dari sistem yang dikaji.

5) Analisis Mode Kegagalan dan Efek Kegagalan (FMEA)

FMEA berguna untuk memprediksi komponen mana yang kritis, yang sering rusak dan jika terjadi kerusakan pada komponen tersebut maka sejauh mana pengaruhnya terhadap fungsi sistem secara keseluruhan pada produksi. Pada FMEA akan dilakukan perhitungan nilai Risk Priority dan melakukan tinjauan dan fungsi sehingga status mode kerusakan tidak sama.


(64)

Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dalam proses RCM. Proses ini akan menetukan tindakan yang tepat untuk mode kerusakan tertentu. b. Pengujian Pola Distribusi dan Reliability Sebelum kajian keandalan

(reliability) dilakukan, data kerusakan komponen perlu diuji distribusinya untuk memenuhi syarat pemakaian reliability. Konsep keandalan terdiri atas empat bagian, yakni Probability Density Function (PDF), Cumulative

Distribution Function (CDF), Reliability Function, dan Hazard Function.

c. Perhitungan Total Minimum Downtime

Dalam tahap ini akan dilakukan perhitungan total minimum downtime berdasarkan interval kerusakan dan waktu pergantian komponen.

5. Analisis Pemecahan Masalah

Analisis pemecahan masalah menguraikan jawaban dari pertanyaan yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah berdasarkan rekomendasi tindakan perencanaan perawatan mesin berdasarkan hasil pengolahan RCM.

Prosedur penelitian adalah tahapan-tahapan dalam melaksanakan suatu penelitian. Prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada blok diagram pada Gambar 4.2.


(65)

MULAI

Identifikasi Masalah

- Total downtime mencapai 203,83 jam/tahun - Rata-rata jam downtime 16,99 jam/bulan - Tingkat downtime adalah 3,62 %

Data Sekunder

1. Sejarah Perusahaan 2. Data downtime

3. Data historis krusakan mesin 4. Data waktu perbaikan

Pengolahan Data

1. Kebijakan sistem perawatan aktual

2. Pengolahan data dengan metode Reliability Centered Maintenance (RCM) a. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

b. Pendefinisian Batasan Sistem

c. Penjelasan Sistem dan Blok Diagram Fungsi d. Analisis Cabang Logika (LTA)

e. Analisis Mode Kegagalan dan Efek Kegagalan (FMEA) f. Pemilihan Tindakan

3. Pengujian pola distribusi dan Reliability 4. Perhitungan Total Minimum Downtime

Kesimpulan dan Saran

Gambaran umum hasil penelitian dan masukan untuk perencanaan perawatan mesin press mill

SELESAI Analisis Pemecahan Masalah

Rekomendasi tindakan perencanaan perawatan mesin berdasarkan hasil pengolahan RCM

Data Primer

1. Data proses produksi pellet 2. Jenis dan cara kerja mesin

Pengumpulan Data Perumusan Masalah

Tingginya downtime pada mesin press mill

Penetapan Tujuan

1. Mengetahui interval pergantian dari komponen mesin press mill

2. Mendapatkan jadwal perencanaan perawatan mesin 3. Memberikan solusi untuk meminimasi downtime dengan

metode Reliability Centered Maintenance (RCM)

4. Membuat suatu Standard Operating Procedure (SOP) untuk perawatan mesin.


(66)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data

Pengamatan dilakukan pada mesin Press Mill di PT. Indojaya Agrinusa Dalam proses produksi pembuatan pellet digunakan mesin dryer, hammer mill,

mixcer, crumble, press mill dan mesin pengemas, yang saling berhubungan satu

dengan yang lainnya, dimana jika salah satu mesin berhenti maka akan mempengaruhi kegiatan produksi pada mesin yang lainnya. Data yang menunjukkan banyaknya jam produksi dan downtime mesin produksi pada bulan Januari – Desember 2015 dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 5.1. Merupakan data frekuensi breakdown mesin pada Tahun 2015

Tabel 5.1. Frekuensi Breakdwon Mesin Tahun 2015

Bulan

Breakdwon Mesin Dryer Hammer

Mill Mixcer Crumble

Press

Mill Pengemas

Januari 0 4 1 0 5 0

Febuari 1 2 5 3 3 3

Maret 4 5 2 4 5 2

April 3 4 4 2 4 3

Mei 1 3 2 1 3 5

Juni 2 2 6 2 3 3

Juli 3 4 1 3 5 1

Agustus 1 6 3 3 2 3

September 4 3 4 1 6 6

Oktober 3 2 1 4 3 0

November 0 3 1 2 4 0

Desember 1 2 3 1 3 2

Total 23 40 33 26 46 28


(67)

Gambar 5.1. menggambarkan diagram pareto downtime mesin berdasarkan data persentase kumulatif kerusakan mesin produksi

Tabel 5.2. Persentase Kumulatif Kerusakan Mesin di PT. Indojaya Agrinusa

Mesin Pakan Ternak

Frekuensi Kerusakan

(Kali)

Persentase Frek. Kerusakan

(%)

Persentase Kumulatif Frek. Kerusakan

(%)

Mesin Press Mill 46,00 23,47 23,47

Mesin Hammer Mill 40,00 20,41 43,88

Mesin Mixcer 33,00 16,84 60,71

Mesin Pengemas 28,00 14,29 75,00

Mesin Crumble 26,00 13,27 88,27

Mesin Dryer 23,00 11,73 100,00

Total 196,00 100,00

Sumber: Pengolahan Data

Gambar 5.1. Diagram Pareto Downtime Mesin di PT. Indojaya Agrinusa

Sumber: Pengolahan Data

Diagram pareto yang digunakan adalah aturan diagram pareto 80:20. Prinsip dari diagram pareto 80:20 ditujukan untuk menganalisis 20% komponen mesin yang menyebabkan kegagalan sistem hingga 80%, yang artinya dengan memperbaiki 20% dari masalah berarti telah memperbaiki 80% dari


(68)

permasalahan. Berdasarkan Gambar 5.1. pilihan perbaikan sistem dijatuhkan pada mesin press mill yang mempunyai frekuensi kerusakan 21,30%.

5.1.1. Data Waktu Downtime

Data waktu downtime mesin press mill periode Januari - Desember 2015 di PT. Indojaya Agrinusa dapat dilihat Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Data Downtime Mesin Press Mill di PT. Indojaya Agrinusa

Bulan Jam Operasi (Jam) Downtime (Jam) Persentase Downtime (%)

Januari 432 19,44 4,50

Febuari 432 17,50 4,05

Maret 456 20,14 4,42

April 528 17,21 3,26

Mei 504 18,35 3,64

Juni 440 16,10 3,66

Juli 552 14,27 2,59

Agustus 504 19,34 3,84

September 456 18,48 4,05

Oktober 528 17,53 3,32

November 432 13,18 3,05

Desember 408 12,29 3,01

Total 5672 203,83 43,39

Rata-rata 472,67 16,99 3,62

Sumber: PT. Indojaya Agrinusa

5.1.2. Data Historis Kerusakan Mesin Press Mill

Data historis kerusakan mesin Press Mill di PT. Indojaya Agrinusa merupakan data yang menunjukan waktu terjadi kerusakan mesin selama periode Januari – Desember 2015. Data historis kerusakan mesin dapat dilihat pada Lampiran 3. Jumlah komponen yang terdapat dalam mesin press mill yaitu 18 komponen yang dapat dilihat pada Gambar 5.2.


(69)

Gambar 5.2. Komponen-komponen Mesin Press Mill

Sumber: PT. Indojaya Agrinusa

Keterangan :

1. Seal 10. Fastening disc

2. V-belt 11. Die

3. Knife 12. Fastening disc

4. Geared belt 13. Distance bush

5. Sunkkey 14. Shaft

6. Geared belt pulley 15. Adjusting ring 7. Protective cover 16. Bearing block

8. Clamping bush 17. Bearing

9. Pinch roller 18. Distance bush

Berdasarkan data historis kerusakan mesin press mill yang terdapat pada lampiran 3 hanya ada 6 komponen kritis yang mengalami kerusakan.

Jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada 6 komponen kritis mesin press mill yaitu :

1. Bearing rusak

2. Die rusak


(70)

4. Shaft rusak

5. Seal rusak

6. V-belt putus

Kerusakan yang terjadi pada komponen mesin press mill terjadi dalam jangka waktu yang tidak tentu. Data interval waktu kerusakan komponen kritis dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Interval Waktu Kerusakan Komponen Kritis Mesin Press Mill Periode Januari – Desember 2015

No.

Interval Kerusakan Komponen (Hari)

Bearing Die Knife Shaft Seal V-Belt

1 11 21 36 32 45 25

2 45 30 25 41 65 55

3 23 11 35 27 43 17

4 58 59 36 19 61 35

5 67 25 40 36 10

6 23 40 55 43

7 18 6 15 28

8 23 22

9 30

Sumber : PT. Indojaya Agrinusa

5.1.3. Data Waktu Perbaikan Korektif Komponen Kritis

Data waktu perbaikan korektif diambil dari rata-rata waktu perbaikan atau pergantian komponen mesin selama periode Januari - Desember 2015. Data waktu perbaikan korektif komponen kritis periode Januari-Desember 2015 dapat dilihat pada Tabel 5.5.


(71)

Tabel 5.5. Waktu Perbaikan Korektif Komponen Kritis Periode Januari – Desember 2015

Komponen

Waktu Perbaikan Korektif (Jam)

Waktu Perbaikan Korektif (menit)

Bearing 3,4 205

Die 3,6 216

Knife 2,3 138

Shaft 2,5 150

Seal 2,7 164

V-Belt 2,2 131

Sumber : PT. Indojaya Agrinusa

5.2. Pengolahan Data

5.2.1. Kebijakan Perawatan Mesin Sekarang

Sistem perawatan sekarang tidak memiliki jadwal pergantian komponen karena pergantian komponen dilakukan setelah terjadi kerusakan. Kebijakan perawatan sekarang untuk mesin press, yaitu :

1. Perawatan mesin sebelum proses pengolahan dimulai

Perawatan dilakukan dengan membersihkan mesin-mesin dan memeriksa pelumas jika diperlukan.

2. Pembersihan mesin setelah proses pengolahan selesai.

Membersihkan tepung-tepung yang terdapat pada mesin setelah proses produksi selesai.

3. Pembongkaran mesin untuk mengganti komponen mesin yang rusak

Perawatan dilakukan dengan mengganti/memperbaiki komponen yang rusak bila diketahui terdapat kegagalan fungsi akibat kerusakan komponen-komponen pada mesin tertentu.


(72)

Pembongkaran mesin secara keseluruhan dilakukan apabila mesin tidak dapat berfungsi sama sekali. Lamanya waktu perbaikan bervariasi tergantung pada kerusakan yang ditemukan pada waktu pembongkaran.

Pada Gambar 5.3. merupakan aktivitas perawatan aktual dalam bentuk

flowchart ketika terjadi kerusakan komponen mesin. Melalui flowchart tersebut,

dapat terlihat bahwa sistem perawatan aktual memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak adanya jadwal pergantian komponen yang mengakibatkan kurangnya persiapan sumber daya dalam menghadapi kerusakan.

Dengan sistem perawatan yang diterapkan oleh perusahaan saat ini, tingkat kerusakan yang terjadi pada mesin press mill masih cukup tinggi dan memiliki kelemahan yaitu tidak adanya jadwal pergantian komponen yang mengakibatkan kurangnya persiapan sumber daya dalam menghadapi kerusakan komponen.

5.2.2. Reliability Centered Maintenance (RCM)

Langkah-langkah proses analisis dengan pendekatan Reliability Centerd

Maintenance (RCM) adalah:

1. Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi 2. Definisikan Batasan Sistem

3. Penjelasan Sistem dan Functional Block Diagram 4. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi

5. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) 6. LTA (Logic Tree Analysis)


(73)

Gambar 5.3. Flowchart Sistem Perawatan Sekarang

Sumber : PT. Indojaya Agrinusa

5.2.2.1.Pemilihan Sistem dan Pengumpulan Informasi

Sistem produksi pakan ternak terdiri dari 3 sistem yaitu:

Kerusakan Komponen

Operator melaporkan kerusakan ke bagian maintenance

Apakah Mekanik

Tersedia ? Menunggu

Tidak

Mekanik menganalisis kerusakan dan kebutuhan spare part Ya

Mekanik melaporkan hasil analisis ke supervisior

Acc Supervisior ?

Tidak

Ya

Mekanik mengisi form pengambilan spare part

Sumber daya

tersedia ? Menunggu

Tidak

Mekanik melakukan perbaikan Ya

Mesin berfungsi kembali? Tidak

Mekanik mencatat penyebab kerusakan, waktu perbaikan, dan tindakan perbaikan yang dilakukan

Ya


(1)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN 1.1. Produksi Pakan Ternak Tahun 2015 sampai Juni 2016 ... I-2

1.2. Persentase Kumulatif Kerusakan Mesin Pembuatan Pellet di PT. Indojaya Agrinusa ... I-3 2.1. Perincian Tenaga Kerja PT. Indojaya Agrinusa ... II-5 2.2. Jam Kerja di Kantor ... II-7 2.3. Jam Kerja di Pabrik ... II-8 2.4. Standar Mutu Makanan Ternak Ayam Sesuai dengan SNI... II-12 3.1. Penentuan Nilai Severity... III-10 3.2. Penentuan Nilai Occurrence... III-11 3.3. Penentuan Nilai Detection ... III-12 5.1. Presentase Kumulatif Frekuensi Kerusakan Mesin ... V-1 5.2. Data Downtime Mesin Press Mill di PT. Indojaya Agrinusa

Periode Tahun 2015 Sampai Juni 2016 ... V-3 5.3. Komponen Mesin Press Mill ... V-4

5.4. Interval Waktu Kerusakan Komponen Kritis Mesin Press Mill

Periode Tahun 2015 Sampai Juni 2016 ... V-4 5.5. Presentase Kumulatif Kerusakan Komponen Mesin Press Mill ... V-5 5.6. Waktu Perbaikan Korektif Komponen Kritis Mesin Press Mill ... V-7 5.7. System Work Breakdown Structure (SWBS) Mesin Press Mill ... V-17 5.8. Fungsi Sistem dan Kegagalan Fungsi ... V-18


(2)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.9. Penyusunan Failure Mode and Effect Analysis Mesin Press Mill ... V-21 5.10. Rekapitulasi Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) ... V-24 5.11. Presentase Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA)... V-24 5.12. Rekapitulasi Pemilihan Tindakan Perawatan Mesin Press Mill ... V-27

5.13. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Normal pada

Komponen Die Holder ... V-29 5.14. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Lognormal pada

Komponen Die Holder ... V-30 5.15. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Eksponensial pada

Komponen Die Holder ... V-31 5.16. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Weibull pada

Komponen Die Holder ... V-32

5.17. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi Gamma pada

Komponen Die Holder ... V-33 5.18. Rekapitulasi Perhitungan Perhitungan Index of Fit Komponen

Die Holder ... V-34 5.19. Menentukan Parameter Gamma Komponen Die Holder ... V-34 5.20. Rekapitulasi Uji Distribusi danPenentuan Parameter Distribusi

Interval Kerusakan... V-35


(3)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.21. Parameter Distribusi dan Lama Pergantian Kerusakan ... V-40 5.22. Interval Pergantian Optimum Komponen Kritis ... V-43 5.23. Perbandingan Tingkat Downtime Mesin Pada Sistem Perawatan

Aktual Dan Perawatan Usulan (RCM) ... V-43 6.1. RPN Kegagalan Komponen Mesin Press Mill ... VI-1 6.2. Rekapitulasi Kategori Komponen Mesin ... VI-2 6.3. Rekapitulasi Tindakan Perawatan Komponen Mesin ... VI-3 6.4. Rencana Tindakan Perawatan Condition Directed (CD) ... VI-4 6.5. Rencana Tindakan Perawatan Time Directed (TD) ... VI-5 6.6. Rencana Tindakan Perawatan Find Failure (FF) ... VI-5 6.7. Jadwal Interval Pergantian Optimum Komponen Kritis ... VI-6 6.8. Tingkat Downtime Mesin Pada Sistem Perawatan Aktual Dan


(4)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

HALAMAN

1.1. Hasil Produksi Pakan Ternak Tahun 2015 sampai Juni

2016 ... I-2 2.1. Struktur Organisasi PT. IndojayaAgrinusa... II-4 2.2. Aliran Proses Pengolahan Pakan Ternak

di PT. Indojaya Agrinusa ... II-11 3.1. Struktur Logic Tree Analysis ... III-13 3.2. Road Map Pemilihan Tindakan ... III-15 3.3. Diagram Pareto ... III-23

3.4. Penggantian Komponen Berdasarkan Interval Waktu .. III-24

4.1. Kerangka Berpikir Penelitian ... IV-3 4.2. Blok Diagram Metode (RCM) Reliability Centered

Maintenance ... IV-5 4.3. Langkah-langkah Proses Penelitian ... IV-8 5.1. Diagram Pareto Kerusakan Mesin Produksi ... V-2

5.2. Diagram Pareto Kerusakan Komponen Mesin Press

Mill ... V-6

5.3. Flowchart Sistem Perawatan Sekarang ... V-8

5.4. Proses Produksi Pembuatan Pellet... V-11 5.5. Luasan Batasan (Boundary Overview) ... V-12 5.6. Detail Batasan (Boundary Details) ... V-13


(5)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR

HALAMAN

5.7. Blok Diagram Uraian Proses Produksi Pakan Ternak ... V-16

5.8. System Work Breakdown Structure (SWBS) ... V-17

5.9. Flowchart Penyusunan LTA ... V-23 5.10. Road Map Pemilihan Tindakan ... V-26 5.11. Probability Density Function Die Holder ... V-37 5.12. Cumulative Distribution Function Die Holder... V-38 5.13. Survival Function Die Holder ... V-38

5.14. Hazard Function Die Holder... V-39

6.1. Kalender Jadwal Interval Pergantian Komponen


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN 1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab... L-1 2. Data Downtime Mesin di PT. Indojaya Agrinusa Data ... L-2

3. Downtime Mesin Press Mill di PT. Indojaya Agrinusa ... L-3

4. Penentuan Pola Distribusi Secara Manual ... L-4

5. Hasil Penentuan Parameter dengan Menggunakan Software

Easy Fit 5.5. ... L-5

6. Rekapitulasi Perhitungan Total Minimum Downtime (TMD) .... L-6

7. Surat Permohonan Tugas Akhir ... L-7 8. Surat Riset Tugas Akhir ... L-8 9. Surat Balasan Riset Tugas Akhir ... L-9 10. Surat Keterangan Tugas Akhir ... L-10 11. Form Asistensi ... L-11