BAB 5 PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian terhadap karsinoma sel skuamosa KSS. Tujuan penelitian adalah melihat Epstein barr virus EBV sebagai karsinogenik yang
berperan dalam proses terjadinya KSS, melalui tampilan positif imunohistokimia Lmp-1. Produk ekspresi protein laten Lmp-1 yang dihasilkan oleh EBV ini
mempengaruhi gen pengatur pembelahan sel terutama gen suppressor tumor
33
dan gen pengatur apoptosis dalam proses terjadinya karsinoma, berupa tampilan warna
coklat yang dihasilkan zat pewarna DAB Diaminobenzidine pada membran inti sel karsinoma, dengan menggunakan mikroskop cahaya Olympus CX21 pembesaran 40x
dan 100x. Untuk menilai hasil pewarnaan imunohistokimia Lmp-1 diperoleh dari hasil perkalian antara skor intensitas tampilan warna coklat pada pewarnaan
imunohistokimia dengan skor luas tampilan pulasan imunohistokimia frekuensi.
29
Data rekam medis 1997-2012 dari bagian Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik, RS Pirngadi dan Laboratorium PA FK USU didapatkan antara 86 -
90,5 kasus KSS dari seluruh kasus keganasan di rongga mulut, yang terbagi atas subtipe keratinizing squamous cell carcinoma dan non keratinizing squamous cell
carcinoma yang dapat berdiferensiasai menjadi baik,sedang dan buruk. Pada penelitian ini diperoleh data distribusi karakteristik umum berupa diagnosa
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional, dengan jumlah sampel 30 blok parafin yang terdiagnosa sebagai KSS
rongga mulut beserta data rekam medis, yang didapat dari Bagian Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
histopatologi, lokasi lesi, jenis kelamin dan umur tabel 2. Berdasarkan pemeriksaan histopatologi KSS terbagi atas dua sub-tipe yaitu KSS berkeratin 76,6 dan KSS
tidak berkeratin 23,3. Berdasarkan lokasi lesi, lokasi KSS yang paling banyak ditemukan terdapat pada lidah 56,5 dibandingkan lokasi lesi lainnya di rongga
mulut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sonis 1995 yang mendapatkan bahwa lidah 80 merupakan lokasi lesi KSS yang paling banyak
terdapat pada rongga mulut,
20
dengan alasan karena lidah sering terkena iritasi terus menerus antara lain mekanis seperti tergigit, gigi radiks, malposisi dari gigi yang
patah dan protesa yang mengiritasi.
34
Hal ini menunjukkan dibutuhkannya perhatian lebih dari dokter gigi, agar iritasi dari gigi radiks, protesa yang tidak pas bisa
diperhatikan sedini mungkin, sehingga bisa mengurangi iritasi kronis yang lama- kelamaan jika dibiarkan akan dapat menyebabkan KSS dan juga bisa memberikan
jalan masuk bagi faktor etiologi lainnya seperti EBV. Berdasarkan jenis kelamin lesi KSS lebih banyak dijumpai pada perempuan 56,5 dibandingkan laki-laki 43,3.
Hasil ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Regesi 2008, dimana di Negara Barat insidensi KSS lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.
35
Namun penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Renneker 1998 di negara India dimana angka prevalensi yang
didapatkan di negara India juga lebih tinggi ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki.
36
Kecendrungan lesi KSS lebih banyak pada perempuan baik di India maupun pada penelitian ini, mungkin dapat dihubungkan dengan kebiasaan
menyirihmenyuntil pada suku tertentu contoh: suku Batak di Sumatera Utara dan di India. Lesi KSS pada rongga mulut yang tertinggi ditemukan pada kelompok umur 60
- 79 tahun 36,7, yang diikuti oleh kelompok umur 40 - 59 tahun 36,7. Sedangkan yang terendah terdapat pada kelompok umur 20 - 39 tahun 26,7. Menurut Cawson
2008 98 dari lesi KSS rongga mulut terdapat pada kelompok umur di atas 40 tahun.
19
Hasil ini sesuai dengan penelitian ini, dimana kelompok umur yang berisiko tinggi terdapat pada kelompok umur 40 - 79 tahun yaitu sekitar 73,4, sedangkan
kelompok umur yang tidak berisiko terdapat pada kelompok umur 20 - 39 tahun 26,7. Dengan kata lain umur dapat dihubungkan dengan lesi KSS rongga mulut
Universitas Sumatera Utara
karena seiring dengan meningkatnya umur maka semakin meningkat faktor risiko untuk terjadinya perubahan sel menjadi ganas karena terjadi penumpukan sel yang
rusak perubahan genetik dan lamanya terpapar inisiator dan promotor seperti: bahan
kimia, iritasi fisik, virus, dan pengaruh hormonal, menurunnya imunologik akibat aging. Di dalam perjalanan proses karsinogenesis suatu lesi normal menjadi
karsinoma membutuhkan waktu yang lama dan dimulai dengan adanya agenbahan karsinogenik yang mengiritasi secara kronis, sehingga sel epitel mengalami
perubahan berupa proliferasi abnormal yang bersifat kualitatif dan merupakan perubahan ke arah kemunduran pada sel dewasa. Lamanya paparan dalam jangka
lama menyebabkan kesempatan suatu karsinogen untuk bekerja dan menimbulkan kanker, dan pada usia lanjut sering terjadi ketidakseimbangan hormon.
Distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia Lmp-1 pada KSS rongga mulut tabel 3 tertampil positif sebanyak 90 dari kasus KSS rongga mulut baik yang
berkeratin maupun yang tidak berkeratin, sedangkan yang tertampil negatif hanya 10. Tampilan Lmp-1 yang positif mengindikasikan bahwa protein gen laten Lmp-1
yang dihasilkan EBV berperan sebagai karsinogen yang dapat menginaktifkan gen supresor tumor dan mencegah terjadinya apoptosis melalui jalur inhibisi Bcl2
sehingga proliferasi sel tidak dapat dikontrol.
25
18,37,38
Dengan ditemukannya tampilan positif protein Lmp-1 pada 90 dari KSS rongga mulut, ini membuktikan bahwa
EBV berperan dalam terjadinya KSS rongga mulut baik yang berkeratin maupun yang tidak berkeratin. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gonzalez dkk 2002 yang mendapatkan bahwa 85,7 dari penduduk Eropa dengan KSS rongga mulut menampilkan Lmp-1 yang positif.
22
Sedangkan penelitian lain tentang Lmp-1 juga dilakukan oleh Yenita dkk 2012 pada karsinoma nasofaring
yang menemukan 91,8 dari karsinoma nasofaring menampilkan Lmp-1 positif.
26
Pada penelitian ini 10 KSS rongga mulut baik yang berkeratin maupun tidak berkeratin tidak menampilkan Lmp-1, keadaaan ini belum dapat dipastikan
penyebabnya apakah pada kasus ini bukan karena infeksi EBV. Penelitian Budhy 2005 pada KSS rongga mulut, yang Lmp-1 negatif pada 8 kasus, ternyata 6 kasus di
antaranya menunjukkan tampilan positif dengan pemeriksaan insitu hibridisasi
Universitas Sumatera Utara
EBER, dan 2 dari 8 kasus Lmp-1 negatif menunjukkan positif dengan pewarnaan imunohistokimia EBNA-1.
22
Oleh sebab itu Lmp-1 negatif tidak selalu menunjukkan bahwa tidak terdapat infeksi EBV, dan perlu dilanjutkan lagi dengan pemeriksaan
lainnya seperti EBV nuclear antigen EBNA atau EBV RNA EBER.
18
Distribusi frekuensi tampilan imunohistokimia Lmp-1 positif pada KSS rongga mulut Tabel 4 menunjukkan tampilan Lmp-1 positif lebih banyak ditemukan
pada KSS berkeratin 85 dibandingkan yang tidak berkeratin 15. Pada penelitian terhadap tikus transgenik yang meng-ekspresikan Lmp-1 di kulit, sel pelapis epitel
kulit akan mengalami hiperplasia epitel yang meningkatkan tampilan keratin.
39
Hu dan Li 1996 serta Gulley 2001 mendapatkan bahwa EBV ditemukan pada kasus
hairy leukoplakia rongga mulut.
17,18
Leukoplakia merupakan lesi bercak putih dengan permukaannya kasar dan bervariasi mulai dari lesi vertikal sampai plak keriput,
36
gambaran histopatologis leukoplakia berupa hiperkeratosis. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara lesi keratotik dengan infeksi EBV, yang ditandai dengan Lmp-1
positif. Patogenesis hiperkeratotik pada leukoplakia berupa replikasi gen selama pembelahan sel induk, yang menetap di dalam sel. Bila keadaan ini berlanjut dalam
jangka lama tanpa penanganan maupun pencegahan maka dapat berlanjut menjadi kanker.
18
Distribusi tampilan pewarnaan imunohistokimia Lmp-1 positif pada KSS rongga mulut Tabel 7 yang merupakan hasil perkalian intensitas tampilan warna
tabel 5 dengan luas tampilan pewarnaan tabel 6 menunjukkan 74 Lmp-1 yang positif mempunyai tampilan yang kuat, dan 26 dengan tampilan sedang. Tidak
ditemukan tampilan positif lemah pada kasus KSS rongga mulut. Kasus KSS rongga mulut dengan tampilan pewarnaan imunohistokimia Lmp-1 yang kuat lebih banyak
dibandingkan tampilan pewarnaan imunohistokimia Lmp-1 yang sedang, ini menunjukkan protein Lmp-1 yang dihasilkan EBV cukup banyak dan tersebar luas,
dengan kata lain bahwa protein Lmp-1 yang dihasilkan EBV banyak berperan dalam proses karsinogenesis KSS rongga mulut.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN