Latar Belakang Masalah Pengaruh Manajemen Kelas (Classroom Management) Terhadap Motivasi Berprestasi Siswa

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar adalah motivasi siswa. Pintrich dan Schunk 2002 mengatakan bahwa motivasi memiliki peranan penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa, bagaimana, dan kapan siswa belajar. Bila siswa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka proses belajar dan perilaku siswa akan terarah untuk mencapai prestasi akademis yang diharapkan. Pentingnya motivasi juga dinyatakan oleh Djamarah 2002 yang mengatakan bahwa tanpa motivasi siswa tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Selain dalam hal belajar, kurangnya motivasi juga mengakibatkan siswa kurang berhasil dalam meraih prestasi Sumarni, 2005. Menurut McClelland dan Atkinson dalam Djiwandono, 2002, motivasi yang paling penting dalam dunia pendidikan adalah motivasi berprestasi. Penelitian oleh Budiardjo 1998 menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki prestasi akademis yang tinggi Sukadji dkk, 2001. Penelitian lain juga mendukung pernyataan tersebut. Mulyani 2008 mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMA. Siswa yang tidak memiliki motivasi berprestasi akan melalaikan pengerjaan tugas bila tidak ada konsekuensi yang nyata yang pada akhirnya menjadi kebiasaan buruk di kalangan siswa. Universitas Sumatera Utara Motif berprestasi achievement motives merupakan salah satu motif yang diungkap oleh McClelland dalam Sukadji dkk, 2001. Menurutnya, manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai motif yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu motif afiliasi, motif berkuasa, dan motif berprestasi. Motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu ataupun prestasi orang lain Sukadji dkk, 2001. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi sebagaimana dijelaskan oleh McClelland dalam Sukadji dkk, 2001. Faktor pertama adalah harapan orang tua terhadap anaknya. Orang tua yang mengharapkan anaknya bekerja keras untuk mencapai sukses akan mendorong anak tersebut bertingkah laku yang mengarah kepada pencapaian tugas. Berikut ini merupakan gambaran motivasi siswa dan harapan orang tua komunikasi personal dengan seorang guru sekolah dasar di Medan, 12092007: ”Motivasi itu sesuatu yang wajib ada di diri anak. Tapi, anak sering tidak termotivasi untuk mengikuti pelajaran karena kurangnya perhatian dari orang tua.. kadang, orang tua mengajak anak pergi padahal seharusnya anak itu belajar pada waktu malam hari dan orang tua juga menyuruh anak untuk menunda pekerjaan rumah mereka.. inilah yang membuat anak malas belajar, tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan mengantuk di kelas yang akhirnya membuat si anak tidak punya motivasi lagi. Padahal, kalau aja orang tua mau memberi perhatian dan dukungan, membiarkan anak belajar dengan tenang pada malam hari tanpa televisi, dan menyemangati anak supaya punya prestasi, saya yakin anak itu bisa menguasai pelajaran, bahkan meraih prestasi. Faktor kedua adalah pengalaman anak pada tahun-tahun pertama kehidupan. Variasi tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada diri Universitas Sumatera Utara seseorang dipelajari pada masa kanak-kanak awal melalui interaksi dengan orang tua maupun figur lain. Faktor ketiga adalah latar belakang budaya tempat anak dibesarkan. Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif, dan kompetitif, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat berprestasi yang tinggi. Faktor keempat adalah peniruan tingkah laku modelling anak terhadap figur lain dan faktor terakhir adalah lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung Sukadji dkk, 2001. Kelas sebagai lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung merupakan suatu tempat yang unik, memiliki karakteristik sosial beragam serta karakteristik psikologis yang khas. Hal ini ternyata dapat berpengaruh dalam meningkatkan atau menurunkan motivasi siswa Brophy dan Good, 1986. Perasaan yang tercipta terhadap lingkungan kelas disebut iklim kelas Eggen dan Kauchack, 2004. Iklim kelas yang positif dapat dicapai apabila guru mampu mengelola kelas dengan efektif Parson, 2001. Pelaksanaan manajemen kelas menuntut guru melakukan beberapa hal agar dapat menciptakan dan memelihara kelas yang produktif dan efektif Winataputra, 2002. Guru yang memiliki kemampuan melakukan manajemen kelas sanggup melibatkan seluruh siswa agar aktif dalam proses belajar mengajar, mengendalikan aktivitas siswa yang dapat mengganggu, serta mengatur waktu dalam proses belajar mengajar secara efisien sehingga kelas menjadi lingkungan yang kondusif untuk melakukan proses belajar mengajar Djiwandono, 2002. Manajemen kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan Universitas Sumatera Utara belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai. Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen dalam Hadis, 2006. Penyiapan bahan belajar mengacu pada persiapan guru dalam menguasai materi yang hendak ia ajarkan, termasuk persiapan mengenai bagaimana teknik atau metode penyampaian materi Widyastono, 2006. Berikut adalah gambaran pentingnya penyiapan bahan belajar oleh guru komunikasi personal dengan seorang guru sekolah dasar di Medan, 12092007: ” guru itu harus punya persiapan sebelum mengajar di kelas, minimal dia membaca pelajaran itu sehari sebelumnya. Kalau guru itu tidak tahu apa lah yang akan diajarkannya pada si murid, dia akan sibuk membaca buku saat menerangkan. Nah, pada saat itu, siswa yang main-main, yang tidak serius belajar, tidak lagi bisa terawasi. Jadilah kelas itu ribut.” Penyiapan sarana dan alat peraga mengacu pada kesiapan guru dalam menyiapkan alat peraga maupun berbagai kelengkapan yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar Wahab, 2007. Pengaturan ruang belajar mengacu pada aspek fisik kelas Eggen dan Kauchack, 2004. Guru harus dapat mengelola kelasnya agar menjadi tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. Berikut adalah gambaran pentingnya pengelolaan aspek fisik kelas dari sudut pandang seorang siswa komunikasi personal,312008. ”Iya, Dede suka kelas Dede karena kelasnya ada kipas anginnya, kelasnya bersih, terus ga bising soalnya kami di lantai dua. Waktu kelas dua dulu, Dedek males ke sekolah, kelasnya sempit kali, terus gelap.” Universitas Sumatera Utara Mewujudkan situasi dan kondisi yang menunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar merujuk pada kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas sebagai bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa yang mengganggu Arends, 2001. Selain itu, erat kaitannya dengan kemampuan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Aspek terakhir adalah pengaturan waktu secara efektif dan efisien untuk belajar tanpa terganggu oleh perilaku siswa maupun guru itu sendiri. Djiwandono, 2002. Manajemen kelas memiliki arti penting berkaitan dengan tujuan keberadaannya. Menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen dalam Hadis, 2006, tujuan manajemen kelas adalah mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin. Tujuan kedua adalah menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya. Pengembangan manajemen kelas amat startegis karena langsung dapat membantu belajar siswa. Namun, manajemen kelas sebagai salah satu aspek penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, sering diabaikan dalam berbagai kebijakan perbaikan pendidikan Wahab, 2007. Universitas Sumatera Utara Berikut ini adalah pemaparan salah seorang guru mengenai manajemen kelas komunikasi personal, 12092007: ”sebagai guru, kami menyadari bahwa kelas itu pasti harus dikelola. Untunglah kami ada di sekolah swasta yang bisa dibilang sudah tidak punya masalah dengan bagaimana mengelola kelas. Setiap akhir semester, kami mendapat pelatihan singkat tentang bagaimana meningkatkan kualitas kami sebagai guru, salah satunya ya cara mengelola kelas ini. Misalnya, bagaimana waktu ada anak yang ribut di kelas, harusnya diapakan.. ya, banyaklah.” Ketika ditanya pendapat guru mengenai kebijakan pemerintah terhadap manajemen kelas, pendapat guru adalah: ”pemerintah saat ini terlalu sibuk dengan kurikulum, tapi malah mengabaikan hal lain, begitu. Sudah begitu, sebentar-sebentar kurikulum ganti. Ini kan bikin si guru itu sibuk mengejar-ngejar kurikulum, jadi kualitas dia sebagai guru itu gak dipentingkan lagi. Bisa jadi dia menguasai kurikulum yang paling baru, tapi dia gak diasahnya kemampuan lain. Bayangkanlah, ada guru pandainya entah kayak gimana, tapi gak bisa dia menyuruh siswanya untuk tidak ribut di kelas.” Pelaksanaan manajemen kelas tidak terbatas pada tingkatan pendidikan tertentu. Sekolah dasar sebagai tingkat pendidikan formal paling awal merupakan tempat memberikan pendidikan sebagai dasar pengetahuan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi KBBI, 2001. Sekolah dasar juga merupakan dasar dalam menanamkan nilai-nilai positif ke jenjang pendidikan lanjutan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh seorang guru melalui wawancara 12092007: ” sekolah dasar itu penting..karena dia itu awal pendidikan lainnya, terutama masalah kedisiplinan. Jadi, apa-apa yang dibuat ke anak itu pada waktu dia di SD, akan terus dibawa ’nya itu hingga ke tingkat SMP, SMA terus sampai ke Perguruan Tinggi.” Siswa pada usia sekolah dasar, menurut teori psikososial Erickson dalam Lahey, 2004 termasuk pada tahapan industry vs inferiority. Siswa belajar untuk Universitas Sumatera Utara memenuhi harapan yang dibuat oleh sekolah dan tanggung jawabnya di rumah. Apabila siswa atau anak tersebut tidak dapat memenuhi apa yang diharapkan kepadanya, maka anak tersebut akan merasakan inferior. Eggen dan Kauchack 2004 mengungkapkan bahwa pada usia sekolah dasar, siswa memiliki karakteristik yang khas, yaitu: siswa bertambah mandiri, tetapi tetap menyukai perhatian dan kasih sayang guru, merespon pujian, pengakuan, insentif yang nyata konkret dengan baik, mengerti aturan dan mau menerima konsekuensi, dan senang berpartisipasi dalam proses pembuatan aturan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat motivasi berprestasi pada siswa kelas 5 sekolah dasar yang rata-rata berusia 10-12 tahun. Perkembangan kognitf anak pada usia ini menurut Piaget dalam Santrock, 2004 tergolong ke dalam tahap operasional konkret concrete operational stage. Pada tahap ini anak mulai dapat berpikir secara operasional dan logis dalam situasi konkret, anak juga mampu mengklasifikasi dan membagi objek ke dalam kumpulan tertentu berdasarkan hubungannya. Berdasarkan uraian mengenai motivasi berprestasi dan manajemen kelas di atas, peneliti ingin melihat apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa di tingkatan sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah