Pengaruh Manajemen Kelas (Classroom Management) Terhadap Motivasi Berprestasi Siswa

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

MAYA YULIA SAFITRI

NIM : 041301073

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JUNI, 2008


(2)

memberikan begitu banyak rahmat serta kemudahan dalam penyusunan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Manajemen Kelas (Classroom Management) terhadap Motivasi Berprestasi Siswa”, guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata (S1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis sampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada orang tuaku, Drs. H. Bunyamin, M.Si dan Hj. Yeyet Herawati, S.H., M.Si serta mertuaku, Moh. Imtichan dan Mayor (CKM) Sri Purwanti, mempersembahkan ini kepada Ibu dan Bapak adalah suatu kebahagiaan, semoga berkenan dan menjadi kebanggaan. Kepada kakakku, Hilman Rismayadi dan Mega Oktavinna, Kalyca, Mbak Hesty, Mas Bowo, Bunga, Mbak Mely, Mas Imam dan Imelda, terima kasih untuk dukungan selama ini ya. Kepada suami tersayang, Irfan Indriastono, S.S., terima kasih untuk semuanya, kebersamaan kita adalah energi yang membuat semua ini terasa mudah untuk dijalani.

Selain itu, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tentu sangat sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof.Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi. 2. Ibu Emmy Mariatin, MA., Psi, selaku dosen pembimbing akademik.

3. Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si, psikolog, selaku dosen pembimbing seminar dan skripsi. Terima kasih Bu, atas bimbingannya di antara kesibukan


(3)

menyerah. Terima kasih banyak, Bu. Tidak lupa kepada Ibu Sri Supriyantini, M.Si, psikolog; Ibu Rr. Lita Hadiati, S.Psi, psi. Terima kasih atas segala bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Sukaesi Marianti, M.Si dan Ibu Etti Rahmawati, M.Si, terima kasih atas waktunya untuk bimbingan statistik, sungguh bantuan yang berarti. Juga kepada seluruh staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya.

6. Eqi Mardhani, Atwirlany Ritonga, S.Psi., Nesa Anggia Pinem, sahabatku.. terima kasih untuk empat tahun yang penuh warna, canda tawa, kesetiaan dan kebersamaan, serta Junedi Sembiring, S.Psi, Asroni Widodo, dan Kristiandi, semoga sukses dengan rencana masing-masing.

7. Seluruh angkatan 2004 yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta seluruh mahasiswa Psikologi USU, terima kasih telah menjadi lingkungan yang baik dan mempengaruhiku untuk menjadi lebih baik.

8. Kepada seluruh guru di SD Pertiwi Medan dan adik-adik di kelas 5, terima kasih atas semua bantuannya, terutama kepada Bapak J.A Hasan dan Ibu Erna.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Peneliti mengharapkan masukan dan saran membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2008


(4)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Identifikasi Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi ... 10

1. Pengertian Motif dan motivasi ... 11

2. Pengertian Motivasi berprestasi ... 11

3. Ciri-ciri Siswa dengan Motivasi Berprestasi Tinggi ... 12

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi ... 16

B. Manajemen Kelas (Classroom Management) ... 17

1. Pengertian Manajemen Kelas ... 17

2. Aspek-aspek manajemen kelas ... 18


(5)

D. Pengaruh Manajemen Kelas dengan Motivasi Berprestasi Siswa .. 23

E. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

B. Defenisi Operasional ... 26

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 27

1. Populasi dan sampel ... 27

2. Metode pengambilan sampel... 28

D. Instrumen yang digunakan ... 28

1. Pengukuran motivasi berprestasi siswa ... 28

2. Pengukuran manajemen kelas ... 31

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 39

F. Metode Analisa Data ... 40

G. Metode Pengolahan Data Penelitian ... 42 BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ...

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... B. Hasil Penelitian ... 1. Uji asumsi ... 2. Hasil utama penelitian ... 3. Deskripsi data penelitian ... C. Data Tambahan


(6)

C. Saran


(7)

Tabel 2 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba ... Tabel 3 Penilaian Kuesioner Manajemen Kelas ... Tabel 4 Blue Print Kuesioner Manajemen Kelas Sebelum Uji Coba ... Tabel 5 Penilaian aitem Observasi Manajemen Kelas ... Tabel 6 Pedoman Pelaksanaan Observasi ... Tabel 7 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba ... Tabel 8 Blue Print Kuesioner Manajemen Kelas Setelah Uji Coba ... Tabel 9 Jadwal Pelaksanaan Observasi ... Tabel 10 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... Tabel 11 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... Tabel 12 Uji Sebaran Normal Variabel dengan Tes Kolmogorov-Smirnov Tabel 13 Kategorisasi Skor Motivasi Berprestasi Siswa ... Tabel 14 Deskripsi Skor Motivasi Berprestasi ... Tabel 15 Data Tingkatan dan Klasifikasi Skor Motivasi Berprestasi ... Tabel 16 Hasil Observasi Manajemen Kelas Guru ... Tabel 17 Hasil Observasi dan Kuesioner Manajemen Kelas ... Tabel 18 Data Kategorisasi Skor Manajemen Kelas ...


(8)

(9)

(10)

Motivasi berprestasi siswa merupakan salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar. Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya motivasi berprestasi adalah lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung.

Kelas sebagai lingkungan tempat proses pembelajaran, perlu dikelola dengan efektif dalam rangka menciptakan lingkungan kelas yang kondusif. Hal ini merupakan tanggung jawab guru sebagai pihak pendidik untuk memiliki kemampuan manajemen kelas.

Manajemen kelas pada penelitian ini adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Hipotesis penelitian ini adalah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas 5 SD yang berasal dari tiga kelas di SD Swasta Pertiwi. Jumlah subjek penelitian adalah 65 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Motivasi Berprestasi yang diberikan kepada siswa dan Kuesioner Manajemen Kelas yang diberikan kepada guru. Selain kuesioner, peneliti juga melakukan observasi manajemen kelas guru yang dilakukan sebanyak tiga kali kepada setiap guru. Guru yang diobservasi dan diberikan kuesioner merupakan guru (wali kelas) dari kelas yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

Hasil utama penelitian dengan menggunakan analisis regresi adalah ada hubungan positif yang signifikan antara manajemen kelas dengan motivasi berprestasi siswa dengan r = 0,341 dengan taraf signifikansi p = 0,003 (p < 0,05). Hipotesis penelitian diterima, bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Sumbangan efektif yang diberikan manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi pada siswa sebesar 11,6%, yang berarti bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi sebesar 11,6%.


(11)

Motivasi berprestasi siswa merupakan salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar. Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya motivasi berprestasi adalah lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung.

Kelas sebagai lingkungan tempat proses pembelajaran, perlu dikelola dengan efektif dalam rangka menciptakan lingkungan kelas yang kondusif. Hal ini merupakan tanggung jawab guru sebagai pihak pendidik untuk memiliki kemampuan manajemen kelas.

Manajemen kelas pada penelitian ini adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Hipotesis penelitian ini adalah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas 5 SD yang berasal dari tiga kelas di SD Swasta Pertiwi. Jumlah subjek penelitian adalah 65 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Motivasi Berprestasi yang diberikan kepada siswa dan Kuesioner Manajemen Kelas yang diberikan kepada guru. Selain kuesioner, peneliti juga melakukan observasi manajemen kelas guru yang dilakukan sebanyak tiga kali kepada setiap guru. Guru yang diobservasi dan diberikan kuesioner merupakan guru (wali kelas) dari kelas yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

Hasil utama penelitian dengan menggunakan analisis regresi adalah ada hubungan positif yang signifikan antara manajemen kelas dengan motivasi berprestasi siswa dengan r = 0,341 dengan taraf signifikansi p = 0,003 (p < 0,05). Hipotesis penelitian diterima, bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Sumbangan efektif yang diberikan manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi pada siswa sebesar 11,6%, yang berarti bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi sebesar 11,6%.


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar adalah motivasi siswa. Pintrich dan Schunk (2002) mengatakan bahwa motivasi memiliki peranan penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa, bagaimana, dan kapan siswa belajar. Bila siswa memiliki motivasi berprestasi yang tinggi maka proses belajar dan perilaku siswa akan terarah untuk mencapai prestasi akademis yang diharapkan. Pentingnya motivasi juga dinyatakan oleh Djamarah (2002) yang mengatakan bahwa tanpa motivasi siswa tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Selain dalam hal belajar, kurangnya motivasi juga mengakibatkan siswa kurang berhasil dalam meraih prestasi (Sumarni, 2005).

Menurut McClelland dan Atkinson (dalam Djiwandono, 2002), motivasi yang paling penting dalam dunia pendidikan adalah motivasi berprestasi. Penelitian oleh Budiardjo (1998) menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki prestasi akademis yang tinggi (Sukadji dkk, 2001). Penelitian lain juga mendukung pernyataan tersebut. Mulyani (2008) mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMA. Siswa yang tidak memiliki motivasi berprestasi akan melalaikan pengerjaan tugas bila tidak ada konsekuensi yang nyata yang pada akhirnya menjadi kebiasaan buruk di kalangan siswa.


(13)

Motif berprestasi (achievement motives) merupakan salah satu motif yang diungkap oleh McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001). Menurutnya, manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai motif yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu motif afiliasi, motif berkuasa, dan motif berprestasi. Motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu ataupun prestasi orang lain (Sukadji dkk, 2001).

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi sebagaimana dijelaskan oleh McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001). Faktor pertama adalah harapan orang tua terhadap anaknya. Orang tua yang mengharapkan anaknya bekerja keras untuk mencapai sukses akan mendorong anak tersebut bertingkah laku yang mengarah kepada pencapaian tugas. Berikut ini merupakan gambaran motivasi siswa dan harapan orang tua (komunikasi personal dengan seorang guru sekolah dasar di Medan, 12/09/2007):

”Motivasi itu sesuatu yang wajib ada di diri anak. Tapi, anak sering tidak termotivasi untuk mengikuti pelajaran karena kurangnya perhatian dari orang tua.. kadang, orang tua mengajak anak pergi padahal seharusnya anak itu belajar pada waktu malam hari dan orang tua juga menyuruh anak untuk menunda pekerjaan rumah mereka.. inilah yang membuat anak malas belajar, tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan mengantuk di kelas yang akhirnya membuat si anak tidak punya motivasi lagi. Padahal, kalau aja orang tua mau memberi perhatian dan dukungan, membiarkan anak belajar dengan tenang pada malam hari tanpa televisi, dan menyemangati anak supaya punya prestasi, saya yakin anak itu bisa menguasai pelajaran, bahkan meraih prestasi".

Faktor kedua adalah pengalaman anak pada tahun-tahun pertama kehidupan. Variasi tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada diri


(14)

seseorang dipelajari pada masa kanak-kanak awal melalui interaksi dengan orang tua maupun figur lain. Faktor ketiga adalah latar belakang budaya tempat anak dibesarkan. Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif, dan kompetitif, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat berprestasi yang tinggi. Faktor keempat adalah peniruan tingkah laku (modelling) anak terhadap figur lain dan faktor terakhir adalah lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung (Sukadji dkk, 2001).

Kelas sebagai lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung merupakan suatu tempat yang unik, memiliki karakteristik sosial beragam serta karakteristik psikologis yang khas. Hal ini ternyata dapat berpengaruh dalam meningkatkan atau menurunkan motivasi siswa (Brophy dan Good, 1986). Perasaan yang tercipta terhadap lingkungan kelas disebut iklim kelas (Eggen dan Kauchack, 2004). Iklim kelas yang positif dapat dicapai apabila guru mampu mengelola kelas dengan efektif (Parson, 2001).

Pelaksanaan manajemen kelas menuntut guru melakukan beberapa hal agar dapat menciptakan dan memelihara kelas yang produktif dan efektif (Winataputra, 2002). Guru yang memiliki kemampuan melakukan manajemen kelas sanggup melibatkan seluruh siswa agar aktif dalam proses belajar mengajar, mengendalikan aktivitas siswa yang dapat mengganggu, serta mengatur waktu dalam proses belajar mengajar secara efisien sehingga kelas menjadi lingkungan yang kondusif untuk melakukan proses belajar mengajar (Djiwandono, 2002).

Manajemen kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan


(15)

belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai. (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen dalam Hadis, 2006).

Penyiapan bahan belajar mengacu pada persiapan guru dalam menguasai materi yang hendak ia ajarkan, termasuk persiapan mengenai bagaimana teknik atau metode penyampaian materi (Widyastono, 2006). Berikut adalah gambaran pentingnya penyiapan bahan belajar oleh guru (komunikasi personal dengan seorang guru sekolah dasar di Medan, 12/09/2007):

” guru itu harus punya persiapan sebelum mengajar di kelas, minimal dia membaca pelajaran itu sehari sebelumnya. Kalau guru itu tidak tahu apa lah yang akan diajarkannya pada si murid, dia akan sibuk membaca buku saat menerangkan. Nah, pada saat itu, siswa yang main-main, yang tidak serius belajar, tidak lagi bisa terawasi. Jadilah kelas itu ribut.”

Penyiapan sarana dan alat peraga mengacu pada kesiapan guru dalam menyiapkan alat peraga maupun berbagai kelengkapan yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Wahab, 2007). Pengaturan ruang belajar mengacu pada aspek fisik kelas (Eggen dan Kauchack, 2004). Guru harus dapat mengelola kelasnya agar menjadi tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar. Berikut adalah gambaran pentingnya pengelolaan aspek fisik kelas dari sudut pandang seorang siswa (komunikasi personal,3/1/2008).

”Iya, Dede suka kelas Dede karena kelasnya ada kipas anginnya, kelasnya bersih, terus ga bising soalnya kami di lantai dua. Waktu kelas dua dulu, Dedek males ke sekolah, kelasnya sempit kali, terus gelap.”


(16)

Mewujudkan situasi dan kondisi yang menunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar merujuk pada kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas sebagai bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa yang mengganggu (Arends, 2001). Selain itu, erat kaitannya dengan kemampuan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Aspek terakhir adalah pengaturan waktu secara efektif dan efisien untuk belajar tanpa terganggu oleh perilaku siswa maupun guru itu sendiri. (Djiwandono, 2002).

Manajemen kelas memiliki arti penting berkaitan dengan tujuan keberadaannya. Menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam Hadis, 2006), tujuan manajemen kelas adalah mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin. Tujuan kedua adalah menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.

Pengembangan manajemen kelas amat startegis karena langsung dapat membantu belajar siswa. Namun, manajemen kelas sebagai salah satu aspek penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, sering diabaikan dalam berbagai kebijakan perbaikan pendidikan (Wahab, 2007).


(17)

Berikut ini adalah pemaparan salah seorang guru mengenai manajemen kelas (komunikasi personal, 12/09/2007):

”sebagai guru, kami menyadari bahwa kelas itu pasti harus dikelola. Untunglah kami ada di sekolah swasta yang bisa dibilang sudah tidak punya masalah dengan bagaimana mengelola kelas. Setiap akhir semester, kami mendapat pelatihan singkat tentang bagaimana meningkatkan kualitas kami sebagai guru, salah satunya ya cara mengelola kelas ini. Misalnya, bagaimana waktu ada anak yang ribut di kelas, harusnya diapakan.. ya, banyaklah.”

Ketika ditanya pendapat guru mengenai kebijakan pemerintah terhadap manajemen kelas, pendapat guru adalah:

”pemerintah saat ini terlalu sibuk dengan kurikulum, tapi malah mengabaikan hal lain, begitu. Sudah begitu, sebentar-sebentar kurikulum ganti. Ini kan bikin si guru itu sibuk mengejar-ngejar kurikulum, jadi kualitas dia sebagai guru itu gak dipentingkan lagi. Bisa jadi dia menguasai kurikulum yang paling baru, tapi dia gak diasahnya kemampuan lain. Bayangkanlah, ada guru pandainya entah kayak gimana, tapi gak bisa dia menyuruh siswanya untuk tidak ribut di kelas.”

Pelaksanaan manajemen kelas tidak terbatas pada tingkatan pendidikan tertentu. Sekolah dasar sebagai tingkat pendidikan formal paling awal merupakan tempat memberikan pendidikan sebagai dasar pengetahuan untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi (KBBI, 2001). Sekolah dasar juga merupakan dasar dalam menanamkan nilai-nilai positif ke jenjang pendidikan lanjutan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh seorang guru melalui wawancara (12/09/2007):

” sekolah dasar itu penting..karena dia itu awal pendidikan lainnya, terutama masalah kedisiplinan. Jadi, apa-apa yang dibuat ke anak itu pada waktu dia di SD, akan terus dibawa ’nya itu hingga ke tingkat SMP, SMA terus sampai ke Perguruan Tinggi.”

Siswa pada usia sekolah dasar, menurut teori psikososial Erickson (dalam Lahey, 2004) termasuk pada tahapan industry vs inferiority. Siswa belajar untuk


(18)

memenuhi harapan yang dibuat oleh sekolah dan tanggung jawabnya di rumah. Apabila siswa atau anak tersebut tidak dapat memenuhi apa yang diharapkan kepadanya, maka anak tersebut akan merasakan inferior. Eggen dan Kauchack (2004) mengungkapkan bahwa pada usia sekolah dasar, siswa memiliki karakteristik yang khas, yaitu: siswa bertambah mandiri, tetapi tetap menyukai perhatian dan kasih sayang guru, merespon pujian, pengakuan, insentif yang nyata (konkret) dengan baik, mengerti aturan dan mau menerima konsekuensi, dan senang berpartisipasi dalam proses pembuatan aturan.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat motivasi berprestasi pada siswa kelas 5 sekolah dasar yang rata-rata berusia 10-12 tahun. Perkembangan kognitf anak pada usia ini menurut Piaget (dalam Santrock, 2004) tergolong ke dalam tahap operasional konkret (concrete operational stage). Pada tahap ini anak mulai dapat berpikir secara operasional dan logis dalam situasi konkret, anak juga mampu mengklasifikasi dan membagi objek ke dalam kumpulan tertentu berdasarkan hubungannya.

Berdasarkan uraian mengenai motivasi berprestasi dan manajemen kelas di atas, peneliti ingin melihat apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa di tingkatan sekolah dasar.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ditelili pada penelitian ini adalah apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa.


(19)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi siswa.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya temuan dalam bidang psikologi, khususnya psikologi pendidikan sekaligus memberi sumbangan pemikiran bagi penelitian lanjutan di masa yang akan datang.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca, guru, orang tua maupun kalangan pendidik lainnya dalam meningkatkan motivasi berprestasi siswa berkaitan dengan manajemen kelas.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, identifikasi permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.


(20)

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang berhubungan dengan manajemen kelas dan motivasi berprestasi siswa.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data.

BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian

Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan juga membahas data-data penelitian ditinjau dari teori yang relevan.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, diskusi hasil penelitian, serta saran-saran yang diperlukan baik untuk penyempurnaan penelitian atau untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(21)

A. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian motif dan motivasi

Motif merupakan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak. Motivasi merupakan suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar individu bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dengan demikian, motivasi merupakan kekuatan untuk mencapai tujuan, sedangkan motif merupakan alasan dilakukannya suatu perilaku (Purwanto, 1990). Namun, motif dan motivasi seringkali dipakai dalam pengertian yang sama (Sukadji, 1993).

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yaitu movere yang memiliki arti ”gerak” (Pintrich dan Schunk, 2002). Secara umum, motivasi diartikan sebagai kondisi psikologis (internal state) yang menimbulkan, mengarahkan, dan mempertahankan tingkah laku tertentu. Mc. Donald mengatakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan (afeksi) dan reaksi untuk mencapai tujuan (Djamarah, 2002).

McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) membagi motif dalam tiga kelompok, yaitu:

a. motif afiliasi (affiliation motives) adalah motif yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berhubungan dengan orang lain.


(22)

b. motif berkuasa (power motives) yaitu motif yang menyebabkan seseorang ingin menguasai atau mendominasi orang lain dalam berhubungan dengan lingkungannya.

c. motif berprestasi (achievement motives) yaitu motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu ataupun prestasi orang lain.

2. Pengertian motivasi berprestasi

Menurut McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001), motivasi berprestasi merupakan motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan baik berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu ataupun prestasi orang lain.

Heckhausen (dalam Haditono, 1979) mendefinisikan motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu sehingga individu selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuan setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan tersebut.

Murray (dalam Widyastono, 2006) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah keinginan untuk menyelesaikan suatu tugas yang sulit atau dorongan untuk mengatasi rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, serta bersaing melalui usaha untuk melebihi perbuatan yang lampau atau mengungguli orang lain.


(23)

Berdasarkan pemaparan di atas, motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing sehingga individu selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuan setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan baik berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu ataupun prestasi orang lain.

3. Karakteristik siswa yang memiliki motivasi berprestasi

McClelland (1987) mengemukakan beberapa karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi dan rendah, yaitu:

a. Pemilihan tingkat kesulitan tugas

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty), sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi atau sangat rendah.

Banyak studi empiris menunjukkan bahwa subjek dengan kebutuhan berprestasi tinggi lebih memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah, karena individu berkesempatan untuk membuktikan bahwa ia mampu melakukan sesuatu dengan lebih baik (McClelland, 1987).

Weiner (dalam McClelland, 1987) mengatakan bahwa pemilihan tingkat kesulitan tugas berhubungan dengan seberapa besar usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh kesuksesan. Tugas yang


(24)

mengetahui seberapa besar usaha yang telah mereka lakukan untuk mencapai kesuksesan. Tugas sulit membuat individu tidak dapat

mengetahui usaha yang sudah dihasilkan karena betapapun besar usaha yang telah mereka lakukan, namun mereka mengalami kegagalan.

b. Ketahanan atau ketekunan (persistance) dalam mengerjakan tugas

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan tugas, sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memiliki ketekunan yang rendah. Ketekunan individu dengan motivasi berprestasi rendah terbatas pada rasa takut akan kegagalan dan menghindari tugas dengan tingkat kesulitan menengah.

c. Harapan terhadap umpan balik (feedback)

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu mengharapkan umpan balik (feedback) atas tugas yang sudah dilakukan, bersifat konkret atau nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan. Individu dengan motivasi berprestasi rendah tidak mengharapkan umpan balik atas tugas yang sudah dilakukan. Bagi individu dengan motivasi berprestasi tinggi, umpan balik yang bersifat materi seperti uang, bukan merupakan pendorong untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik, namun digunakan sebagai pengukur keberhasilan.


(25)

d. Harapan atas hadiah (reward)

Individu dengan motivasi berprestasi tinggi tidak mengharapkan hadiah (reward) dalam menyelesaikan sebuah tugas. Individu lebih tertarik untuk merasakan kepuasan intrinsik (intrinsic satisfaction), seperti menunjukkan kecerdasan atau memperlihatkan kemampuan di hadapan orang lain daripada mengharapkan hadiah. Individu dengan motivasi berprestasi rendah mengharapkan hadiah (reward) yang bersifat penerimaan dari lingkungan sosial, pujian, uang atau barang.

e. Kemampuan dalam melakukan inovasi (innovativeness)

Inovatif dapat diartikan mampu melakukan sesuatu lebih baik dengan cara berbeda dari biasanya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan menyelesaikan tugas dengan lebih baik, menyelesaikan tugas dengan cara berbeda dari biasanya, menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, serta cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang daripada individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah.

Sukadji dkk (2001) mengemukakan ciri-ciri siswa dengan motivasi berprestasi sebagai berikut:

a. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai sukses maupun dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standar,

b. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas khusus,


(26)

c. Dalam melakukan sesuatu tidak didorong atau dipengaruhi oleh reward (hadiah atau uang),

d. Cenderung mengambil resiko yang wajar (bertaraf sedang) dan diperhitungkan, tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu mudah ataupun terlalu sulit,

e. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatannya, f. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan peluang, g. Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman,

h. Menyenangi situasi menantang sehingga dapat memanfaatkan kemampuannya,

i. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu masalah,

j. Kreatif,

k. Seakan-akan dikejar waktu dalam bekerja atau belajar.

Karakteristik siswa yang memiliki motivasi berprestasi pada penelitian ini merujuk pada karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang diungkapkan oleh McClelland (1987), yaitu:

a. Pemilihan tingkat kesulitan tugas

b. Ketahanan atau ketekunan (persistance) dalam mengerjakan tugas c. Harapan terhadap umpan balik (feedback)

d. Harapan atas hadiah (reward) dalam bekerja e. Kemampuan dalam melakukan inovasi


(27)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi

McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motif berprestasi, yaitu:

a. Harapan orang tua terhadap anaknya

Orang tua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang untuk mencapai sukses akan mendorong anak tersebut untuk bertingkah laku yang mengarah kepada pencapaian prestasi.

b. Pengalaman anak pada tahun-tahun pertama kehidupan

Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang menyebabkan terjadinya variasi tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada diri seseorang. Hal ini biasanya dipelajari pada masa kanak-kanak awal, terutama melalui interaksi dengan orang tua maupun figur lain.

c. Latar belakang budaya tempat anak dibesarkan

Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat berprestasi yang tinggi.

d. Peniruan tingkah laku (modelling) anak terhadap figur lain

Melalui ”observational learning” anak meniru banyak karakteristik dari model, termasuk dalam kebutuhan untuk berprestasi jika model memiliki motif tersebut dalam derajat tertentu.


(28)

e. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung

Lingkungan belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan sikap optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung akan mendorong seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap suasana kompetisi dan tidak khawatir akan kegagalan.

B. Manajemen Kelas (Classroom Management) 1. Pengertian manajemen kelas

Edmund, Emmer dan Evertson (dalam Djiwandono, 2002) mendefinisikan manajemen kelas sebagai tingkah laku guru yang dapat menghasilkan prestasi siswa yang tinggi karena keterlibatan siswa secara aktif di kelas, tingkah laku siswa yang tidak banyak mengganggu kegiatan guru dan siswa lain, serta menggunakan waktu belajar yang efisien.

Parsons (2001) menyatakan bahwa manajemen kelas adalah seluruh perilaku positif yang dilakukan guru untuk memfasilitasi proses belajar siswa yang merujuk pada seluruh aktivitas yang dibutuhkan untuk menciptakan dan memelihara lingkungan belajar yang tertib.

Kemampuan guru untuk mengelola waktu, ruang, sumber daya dan perilaku siswa untuk menciptakan iklim yang dapat mendorong siswa untuk belajar merupakan pengertian manajemen kelas menurut Alberto & Troutman (dalam Henson & Eller, 1999)

Manajemen kelas menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam Hadis, 2006) merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses belajar


(29)

mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, manajemen kelas pada penelitian ini adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

2. Aspek-aspek manajemen kelas

Aspek manajemen kelas menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam Hadis, 2006), yaitu:

a. Penyiapan bahan belajar

Guru diharapkan membuat perencanaan yang dituangkan dalam bentuk persiapan mengajar atau satuan acara pelajaran (satpel) sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kemp (dalam Widyastono, 2006) mengatakan bahwa dalam menyusun persiapan mengajar, pada hakikatnya, guru harus mengetahui apa yang harus diajarkan (tujuan pengajaran), metode dan strategi pembelajaran serta sumber yang digunakan untuk mencapai tujuan, dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran.


(30)

b. Penyiapan sarana dan alat peraga

Guru dituntut memaksimalkan proses belajar mengajar dengan mempersiapkan media pembelajaran, peralatan pembelajaran dan alat mengajar serta kemampuan menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam sesuai mata pelajaran, misalnya: alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber dan sebagainya.

c. Pengaturan ruang belajar

Eggen dan Kauchack (2004) mengatakan bahwa pengaturan ruang belajar mengacu pada aspek fisik kelas, sehingga guru harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:

1) visibility: kelas harus diatur sehingga setiap siswa dapat melihat papan tulis, proyektor atau tampilan lain.

2) accessibility: kelas harus didisain sehingga akses untuk area yang padat tetap bersih dan terpisah dari tempat lainnya seperti tempat menyimpan minum, loker dan sebagainya.

3) distractibility: kelas harus diatur sehingga gangguan-gangguan yang potensial seperti lalu lalang orang tidak terlihat melalui pintu dan jendela kelas.

4) pencahayaan, guru memperhatikan kapan lampu atau penerangan lainnya harus dihidupkan atau sebaliknya.

5) suhu dan sirkulasi udara, guru memperhatikan apakah siswa merasa suhu ruangan cukup nyaman untuk belajar atau tidak.


(31)

6) kebisingan, bagaimana guru melindungi kelas dari kebisingan yang berasal dari luar ruang kelas.

7) pajangan, bagaimana pajangan di kelas di tata, baik itu digantung di dinding maupun dipajang di lemari penyimpanan khusus.

8) pengaturan posisi duduk siswa, adakah rotasi duduk yang dilakukan secara rutin atau prioritas tempat duduk paling depan bagi siswa berkebutuhan khusus.

9) kebersihan, bagaimana kebersihan di kelas, apakah tersedia alat-alat kebersihan dan bagaimana melibatkan siswa dalam menjaga kebersihan kelas.

d. Mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif 1) ada peraturan dan prosedur yang ditegakkan

Peraturan adalah pernyataan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan selama di kelas. Prosedur adalah penjelasan mengenai bagaimana melakukan sesuatu, menyangkut pergerakan siswa (student movement) maupun obrolan siswa (student talk) dan bagaimana siswa melakukan rutinitasnya. Situasi belajar mengajar yang kondusif dapat terwujud apabila ada peraturan dan prosedur yang telah disosialisasikan di dalam kelas oleh guru kepada seluruh siswa. Stelah proses sosialisasi berjalan dengan baik di kalangan siswa, penegakan peraturan dan prosedur merupakan


(32)

hal penting untuk menjaga kelestarian peraturan dan prosedur di kelas.

2) kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas sebagai bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa yang mengganggu. Mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif menuntut guru untuk mampu menegakkan aturan di dalam kelas untuk mencegah maupun menangani terjadinya kekacauan yang dapat menyebabkan kegiatan belajar mengajar menjadi terhambat.

3) kemampuan guru dalam menciptakan suasana aktif sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Guru dituntut memberi kesempatan siswa untuk bertanya atau mengemukakan gagasan yang dilakukan dengan cara yang baik, tanpa pemaksaan atau menawarkan hadiah tertentu.

4) guru menciptakan kegiatan belajar kreatif yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Keberagaman cara mengajar guru di kelas, seperti meminta siswa menceritakan pengalaman pribadi mengenai materi yang sesuai dengan topik pembahasan, memberi kesempatan melakukan pengamatan atau percobaan merupakan kemampuan yang dituntut ada pada diri guru agar menciptakan kegiatan belajar mengajar yang berbeda dan kreatif. 5) suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa

memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar. Kemampuan guru dalam menyisipkan humor atau menceritakan


(33)

hal-hal lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu pelajaran merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif dan menyenangkan.

6) penampilan fisik guru, berkaitan dengan bagaimana penampilan fisik guru saat mengajar, apakah pakaian serta riasan yang digunakannya sesuai dengan perannya sebagai guru, tidak berlebihan, sopan dan rapi.

7) kedisiplinan guru di kelas, berkaitan dengan kedisiplinan untuk hadir tepat waktu dan perilaku lainnya saat berada di dalam kelas.

8) intonasi yaitu tinggi rendahnya suara guru saat mengajar serta volume suara. Situasi belajar mengajar akan menjadi kurang kondusif ketika siswa tidak dapat mendengar suara guru yang sedang menjelaskan materi karena suara guru yang pelan atau tidak terdengar. Nada suara guru yang datar selama menjelaskan materi juga menimbulkan suasana kelas menjadi kurang kondusif karena siswa mudah merasa bosan dan mengantuk.

9) pemilihan istilah atau bahasa dalam menerangkan pelajaran. Penyampaian materi dari guru kepada siswa tidak luput dari penggunaan bahasa maupun istilah. Pemilihan istilah atau bahasa yang tidak dimengerti siswa saat guru menerangkan pelajaran akan menghambat pemahaman siswa akan materi yang disampaikan.


(34)

d. Pengaturan waktu

1). smoothness yaitu guru mampu memberi pelajaran secara runtut dan menghindari loncatan-loncatan dari satu topik ke topik lain. Ketika guru menerangkan suatu materi, guru harus tetap fokus pada materi yang ia sampaikan agar loncatan-loncatan topik atau materi tidak terjadi. Selain membuat siswa merasa bingung, guru yang sering mengganti-ganti topik atau materi sebelum materi tersebut selesai dijelaskan juga dapat membuang waktu efektif pelajaran.

2). withitness yaitu kemampuan guru untuk mengetahui apa yang dilakukan siswanya. Guru yang cermat dapat menemukan siswa yang sedang bahkan akan melakukan sesuatu yang mengganggu kegiatan belajar mengajar tanpa menghentikan pelajaran.

3). overlapping yaitu kemampuan guru dalam melakukan interupsi secara diam-diam, tanpa menghentikan pelajaran dan tanpa diketahui siswa lainnya.

4) transition yaitu kemampuan guru dalam mengatur dari satu aktivitas ke aktivitas lain seperti dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lain atau dari satu pelajaran ke waktu istirahat.


(35)

3. Tujuan manajemen kelas

a. Tujuan manajemen kelas menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen, (dalam Hadis, 2006):

1). mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta

didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.

2). menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial,

emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.

b. Tujuan manajemen kelas yang diungkapkan oleh Parson (2001):

1). membantu siswa untuk tetap fokus pada tugas, sehingga konsentrasi siswa tidak terganggu pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan pelajaran maupun kegiatan belajar mengajar, misalnya suara bising yang terjadi di luar kelas.

2). mengurangi gangguan dalam belajar. Gangguan ini dapat terjadi kapan saja dan bersumber dari mana saja, bisa dari dalam kelas maupun dari luar kelas, sehingga kelas yang dikelola dengan baik dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan.


(36)

3). mengorganisasikan dan memfasilitasi aktivitas belajar. Kelas yang berlangsung tanpa ada perencanaan dan pengorganisasian akan menghambat efektivitas kegiatan belajar mengajar di kelas.

4). meningkatkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Guru yang mampu melibatkan siswa dalam setiap aktivitas di kelas dapat membuat siswa merasa sebagai bagian dari kelas, sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif di kelas.

5). membantu siswa untuk mengatur diri mereka sendiri dan membantu siswa untuk bertanggung jawab atas tiap perilaku mereka sebagai akibat tindakan mereka di kelas. Manajemen kelas yang baik menekankan pentingnya penegakan aturan dan prosedur di kelas, sehingga setiap siswa memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Ketika siswa melanggar peraturan hal ini dapat mengajarkan siswa bahwa ia harus bertanggung jawab atas perilakunya.

C. Siswa

1. Pengertian siswa

Siswa (KBBI, 2001) adalah orang (anak) yang sedang berguru (belajar, bersekolah). Darisman (2004) mengatakan bahwa murid atau siswa di sekolah diartikan sebagai objek apabila ditinjau dari keberadaannya untuk menerima pengetahuan atau kemampuan yang disampaikan oleh orang dewasa lain (guru).


(37)

Pengertian siswa dalam penelitian ini adalah seseorang (anak) yang menjadi objek penerima pengetahuan dan kemampuan yang disampaikan oleh guru.

2. Karakteristik siswa sekolah dasar

Eggen dan Kauchack (2004) mengungkapkan karakteristik siswa kelas tiga hingga kelas enam sekolah dasar, yaitu:

a. Bertambah mandiri, tetapi tetap menyukai perhatian dan kasih sayang guru,

b. Merespon pujian, pengakuan, insentif yang nyata (konkret) dengan baik, c. Mengerti aturan dan mau menerima konsekuensi,

d. Senang berpartisipasi dalam proses pembuatan aturan, e. Mengetahui seberapa jauh mereka dapat berusaha,

f. Peraturan perlu ditegakkan secara konsisten dan terus menerus diulang atau diingatkan.

Menurut teori psikososial Erickson (dalam Lahey, 2004), siswa pada usia sekolah dasar, termasuk pada tahapan industry vs inferiority. Anak pada tahap ini sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Siswa belajar untuk memenuhi harapan yang dibuat oleh sekolah dan tanggung jawabnya di rumah. Dorongan untuk mengetahui dan berbuat sesuatu terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di lain pihak karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya, terkadang anak menghadapi kesukaran, hambatan bahkan


(38)

kegagalan. Hambatan, kegagalan dan tidak dapat memenuhi apa yang diharapkan terhadap diri anak dapat menyebabkan anak merasa rendah diri atau inferior.

Perkembangan kognitf anak pada usia sekolah dasar (7-12 tahun) menurut Piaget (dalam Santrock, 2004) tergolong ke dalam tahap operasional konkret (concrete operational stage). Pada tahap ini anak mulai dapat berpikir secara operasional dan logis dalam situasi konkret, anak juga mampu mengklasifikasi dan membagi objek ke dalam kumpulan tertentu berdasarkan hubungannya.

D. Pengaruh Manajemen Kelas terhadap Motivasi Berprestasi Siswa

Motivasi berprestasi merupakan sesuatu yang harus ada pada diri siswa. Kurangnya motivasi berprestasi dapat berdampak terhadap pencapaian prestasi akademik yang rendah karena siswa yang tidak memiliki motivasi tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar (Djamarah, 2002).

Ada lima buah faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa, yaitu: harapan orang tua terhadap anaknya, pengalaman anak pada tahun-tahun pertama kehidupan, latar belakang budaya tempat anak dibesarkan, peniruan tingkah laku (modelling) anak terhadap figur lain, dan lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung (Sukadji dkk, 2001).

Kelas adalah salah satu lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung. Kelas perlu dikelola dengan efektif dalam rangka menciptakan lingkungan kelas yang dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Guru sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab besar terhadap kegiatan belajar mengajar di sekolah perlu memiliki kemampuan manajemen kelas.


(39)

Manajemen kelas adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

Manajemen kelas yang efektif dapat menciptakan lingkungan belajar yang tertib, aman dan kondusif karena pada pelaksanaan manajemen kelas yang efektif, guru dituntut untuk mengelola kelasnya dan memfasilitasi siswa dalam belajar. Dengan demikian, kelas yang dikelola dengan efektif dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa sebagaimana penelitian oleh Radd (dalam Eggen dan Kauchak, 2004) yang mengungkapkan bahwa manajemen kelas yang efektif dapat meningkatkan motivasi siswa.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian dari beberapa teori di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis: manajemen kelas (classroom management) mempengaruhi motivasi berprestasi siswa.


(40)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan korelasional yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi pada siswa.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel tergantung (dependent variabel)

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah motivasi berprestasi (achievement motivation).

2. Variabel bebas (independent variabel)

Variabel bebas dipilih dan dimanipulasi oleh peneliti untuk melihat efeknya terhadap variabel lain. Adapun variabel bebas pada penelitian ini adalah

manajemen kelas (classroom management).

B. Defenisi Operasional

1. Variabel tergantung: motivasi berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing, sehingga individu selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan, baik


(41)

yang berasal dari standar prestasinya sendiri di masa yang telah lalu ataupun prestasi orang lain.

Motivasi berprestasi diukur dengan menggunakan Skala Motivasi Berprestasi berdasarkan teori McClelland (1987) mengenai karakteristik individu dengan motivasi berprestasi. Adapun karakteristik individu dengan motivasi berprestasi pada penelitian ini ada lima, yaitu: pemilihan tingkat kesulitan tugas, ketahanan atau ketekunan dalam mengerjakan tugas, harapan terhadap umpan

balik (feedback), harapan atas hadiah, dan kemampuan dalam melakukan inovasi.

Semakin tinggi skor yang didapat individu dalam Skala Motivasi Berprestasi ini, maka semakin tinggi motivasi berprestasi individu. Semakin rendah skor yang didapat individu dalam Skala Motivasi Berprestasi, maka semakin rendah motivasi berprestasinya.

2. Variabel bebas: manajemen kelas (classroom management)

Manajemen kelas adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar serta pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.

Manajemen kelas pada penelitian ini diukur dengan menggunakan metode kuesioner yang disebarkan kepada beberapa orang guru dan mengobservasi guru pada saat sedang mengajar. Pengukuran dengan metode kuesioner maupun observasi didasarkan pada aspek-aspek manajemen kelas yang diungkap oleh


(42)

Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam Hadis, 2006), yaitu aspek penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, kondisi proses belajar mengajar, dan pengaturan waktu.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan sampel

Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas 5 sekolah dasar swasta Pertiwi yang berlokasi di Jalan Budi Pembangunan No. 1 Pulo Brayan Darat, Medan. Usia rata-rata siswa adalah 10-12 tahun.

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas 5 yang terpilih secara acak yaitu siswa-siswi kelas 5-4, 5-5, dan 5-6. Alasan pemilihan sampel kelas 5 adalah karena siswa kelas 5 SD memiliki karakteristik yang memungkinkan untuk diteliti secara langsung terhadap sampel, sedangkan alasan pemilihan SD Swasta Pertiwi karena jumlah kelas 5 di sekolah cukup banyak yaitu 9 buah kelas. Banyaknya kelas ini memungkinkan penelitian dilakukan di dalam kondisi kebijakan, peraturan, kondisi sekolah yang sama, yang tentunya berkaitan dengan manajemen kelas guru.

2. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengambilan sampel acak klaster (cluster random sampling). Dalam teknik

pengambilan sampel ini, sampel diambil secara acak terhadap kelompok-kelompok individu, bukan terhadap subjek secara individual (Winarsunu, 2002).


(43)

Prosedur klaster dilakukan dalam menentukan sampel penelitian, siswa siswi yang terpilih bukan sebagai individu tetapi sebagai kelompok individu yang berasal dari satu kelas. Prosedur random dilakukan dalam menentukan tiga buah kelas dari total sembilan buah kelas. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 65 orang.

D. Instrumen yang Digunakan

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala untuk mengukur motivasi berprestasi yang dikenakan pada siswa dan metode kuesioner serta observasi

untuk mengukur kemampuan manajemen kelas (classroom management) guru.

1. Pengukuran motivasi berprestasi siswa

Motivasi merupakan suatu konstrak atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu, sehingga pengukuran motivasi berprestasi pada siswa menggunakan skala (Azwar, 2005).

Pertimbangan penggunaan skala dalam pengukuran motivasi berprestasi adalah sebagai berikut (Hadi, 2000):

a. subjek adalah individu yang paling tahu tentang dirinya,

b. apa yang dinyatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat

dipercaya,

c. interpretasi subjek tentang peryataan-pernyataan yang diajukan kepadanya


(44)

Skala Motivasi Berprestasi ini dibuat berdasarkan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi, yaitu:

a. Memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task

difficulty),

b. Bertahan atau tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah

menyerah ketika mengalami kegagalan dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan tugas,

c. Mengharapkan umpan balik (feedback) yang sifatnya konkret atau nyata

mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan,

d. Tidak mengharapkan hadiah (reward), individu lebih tertarik untuk

merasakan kepuasan intrinsik (intrinsic satisfaction),

e. Inovatif, melakukan sesuatu lebih baik dengan cara berbeda dari biasanya,

menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, dan cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang.

Skala Motivasi Berprestasi menggunakan model skala Likert di mana

peneliti menggunakan 4 pilihan jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS (tidak sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Penilaian bergerak dari 3 sampai 0

untuk aitem-aitem yang favorabel dan 0 sampai 3 untuk aitem-aitem yang


(45)

Di bawah ini adalah tabel penilaian Skala Motivasi Berprestasi. Tabel 1. Penilaian Skala Motivasi Berprestasi

Bentuk Pernyataan

Skor

SS S TS STS

Favorable 3 2 1 0

Unfavorable 0 1 2 3

Semakin tinggi skor yang diperoleh siswa dalam Skala Motivasi

Berprestasi ini, maka semakin tinggi motivasi berprestasi siswa dan semakin rendah skor yang diperoleh siswa dalam Skala Motivasi Berprestasi ini, maka semakin rendah motivasi berprestasi pada siswa.

Skala Motivasi Berprestasi memiliki distribusi aitem-aitem sebagaimana

terdapat pada blue print tabel 2.

Tabel 2. Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba

No. Karakteristik

Aitem

Total Favorable Unfavorable

1. Pemilihan tingkat

kesulitan tugas

1, 11, 21, 31 6, 16, 26, 36 8

2. Ketahanan atau

ketekunan dalam mengerjakan tugas

2, 12, 22, 32, 41

7, 17, 27, 37,

43 10

3. Harapan terhadap

umpan balik (feedback)

8, 18, 28, 38 3, 13, 23, 33 8

4. Harapan atas hadiah

(reward)

9, 19, 29, 39 4, 14, 24, 34 8

5. Kemampuan dalam

melakukan inovasi

10, 20, 30, 40, 42, 45

5, 15, 25, 35, 44,46

12

Total 23 23 46

2. Pengukuran manajemen kelas

a. Metode kuesioner digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen


(46)

yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh subjek (Azwar, 2005).

Aspek-aspek manajemen kelas yang akan diukur melalui metode kuesioner yaitu:

1). penyiapan bahan belajar

Guru diharapkan membuat perencanaan yang dituangkan dalam bentuk persiapan mengajar atau satuan acara pelajaran (satpel) sebelum

melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kemp (dalam Widyastono, 2006) mengatakan bahwa dalam menyusun persiapan mengajar, pada hakikatnya, guru harus mengetahui apa yang harus diajarkan (tujuan pengajaran), prosedur dan sumber yang digunakan untuk mencapai tujuan, dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran.

2). penyiapan sarana dan alat peraga

Guru dituntut memaksimalkan proses belajar mengajar dengan keharusan memiliki kemampuan menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam sesuai mata pelajaran, misal: alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber dan sebagainya.

3). pengaturan ruang belajar

Eggen dan Kauchack (2004) mengatakan bahwa pengaturan ruang belajar mengacu pada aspek fisik kelas, sehingga guru harus


(47)

a) visibility: kelas harus diatur sehingga setiap siswa dapat melihat papan tulis, proyektor atau tampilan lain.

b)accessibility: kelas harus didisain sehingga akses untuk area yang

padat tetap bersih dan terpisah dari tempat lainnya seperti tempat

menyimpan minum, loker dan sebagainya.

c) distractibility: kelas harus diatur sehingga gangguan-gangguan yang potensial seperti lalu lalang orang tidak terlihat melalui pintu dan jendela kelas.

d)pencahayaan, guru memperhatikan kapan lampu atau penerangan

lainnya harus dihidupkan atau sebaliknya.

e) suhu dan sirkulasi udara, guru memperhatikan apakah siswa merasa

suhu ruangan cukup nyaman untuk belajar atau tidak.

f) kebisingan, bagaimana guru melindungi kelas dari kebisingan yang

berasal dari luar ruang kelas.

g)pajangan, bagaimana pajangan di kelas di tata, apakah diatur oleh

guru, baik itu digantung di dinding maupun dipajang di lemari penyimpanan khusus.

h)pengaturan posisi duduk siswa, adakah rotasi duduk yang dilakukan

secara rutin atau prioritas tempat duduk paling depan bagi siswa berkebutuhan khusus.

i) kebersihan kelas, kebersihan, bagaimana kebersihan di kelas,

apakah tersedia alat-alat kebersihan dan bagaimana melibatkan siswa dalam menjaga kebersihan kelas.


(48)

4). mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif

a) ada peraturan dan prosedur yang ditegakkan

b)kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas sebagai

bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa yang mengganggu.

c) kemampuan guru dalam menciptakan suasana aktif sedemikian rupa

sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.

d)kemampuan guru dalam menciptakan kegiatan belajar kreatif yang

beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.

e) suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa

memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar.

f) penampilan fisik guru, berkaitan dengan bagaimana penampilan

fisik guru saat mengajar, apakah pakaian serta riasan yang digunakannya sesuai dengan perannya sebagai guru.

g)kedisiplinan guru di kelas, berkaitan dengan kedisiplinan untuk

hadir tepat waktu dan perilaku lainnya saat berada di dalam kelas.

h)intonasi yaitu tinggi rendahnya suara guru saat mengajar serta

volume suara.

i) pemilihan istilah atau bahasa dalam menerangkan pelajaran

5). pengaturan waktu

a). smoothness yaitu guru mampu memberi pelajaran secara terurut


(49)

b). withitness yaitu kemampuan guru untuk mengetahui apa yang

dilakukan siswanya.

c). overlapping yaitu kemampuan guru dalam melakukan interupsi secara diam-diam, tanpa menghentikan pelajaran dan tanpa

diketahui siswa lainnya.

d). transition yaitu guru mampu mengatur dari satu aktivitas ke aktivitas lain seperti dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lain atau dari satu pelajaran ke waktu istirahat.

Tabel 3. Penilaian Kuesioner Manajemen Kelas

Pilihan Jawaban Skor

TP 0 KD 1 SR 2 SL 3

Semakin tinggi skor yang diperoleh guru dalam Kuesioner Manajemen Kelas, maka semakin tinggi kemampuan manajemen kelas guru dan semakin rendah skor yang diperoleh guru dalam Kuesioner Manajemen Kelas, maka semakin rendah kemampuan manajemen kelasnya.


(50)

Kuesioner Manajemen Kelas memiliki distribusi aitem-aitem sebagaimana

terdapat pada blue print tabel 4.

Tabel 4. Blue Print Kuesioner Manajemen Kelas Sebelum Uji Coba

Aspek Aitem Favorable

Aitem Unfavorable

Jumlah

1.Penyiapan

bahan belajar

1,2,3,4,5 9,18,19,20,24 10

2. Penyiapan sarana dan alat peraga

6,7,8 21,22,23 6

3. Pengaturan ruang belajar 10,11,12,13,1 4,15,16,17,25, 26,27,28,29,3 0. 31,32,33,34,35,36,3 7,38,39,40,41,42,43 ,44. 28 4. Mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar 45,46,47,48,4 9,50,51,52,53, 54,55,56,57 58,59,60,61,62,63,6 4,65,66,67,68,69,70 , 26 5. Pengaturan waktu

71,72,73,74 75,76,77,78 8

Total 39 39 78

b. Metode observasi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen

kelas karena observasi memberikan data dari seting alami (Hadi, 2000). Teknik observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi

sistematik yang disebut juga observasi berkerangka (structured

observation). Pelaksanaan observasi sistematik menggunakan pedoman pelaksanaan observasi untuk membatasi lingkup observasi. Jumlah aitem dalam observasi adalah 40 aitem.


(51)

Setiap aitem memiliki jenjang penilaian yang bergerak dari skor 0 hingga 2.

Tabel 5. Penilaian aitem Observasi Manajemen Kelas

Skor Jenis aitem

0 Manajemen kelas tidak efektif

1 Manajemen kelas cukup efektif, namun belum

maksimal

2 Manajemen kelas efektif

Semakin tinggi skor yang diperoleh guru dalam Observasi Manajemen Kelas, maka semakin tinggi kemampuan manajemen kelas guru dan semakin rendah skor yang diperoleh guru dalam Observasi Manajemen Kelas, maka semakin rendah kemampuan manajemen kelas guru.

Berikut adalah Pedoman Pelaksanaan Observasi Manajemen Kelas yang dibuat guna membatasi lingkup observasi dan memudahkan pengamatan oleh kedua observer.

Tabel 6. Pedoman Pelaksanaan Observasi Pelaku Interaksi: Guru

ASPEK INDIKATOR

1. Penyiapan bahan belajar

a. persiapan materi dalam bentuk persiapan mengajar atau

satuan acara pelajaran.

b. mengetahui apa yang harus diajarkan (tujuan

pengajaran).

c. menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan

tujuan pembelajaran.

d. mengevaluasi pembelajaran, bagaimana guru menilai


(52)

2. Penyiapan sarana dan alat peraga

a. mempersiapkan media pembelajaran, peralatan

pembelajaran atau alat mengajar yang digunakan untuk membantu kegiatan belajar mengajar.

• Media pembelajaran: segala sesuatu yang digunakan untuk melakukan pembelajaran, seperti: patung anatomi tubuh, mikroskop, globe, peta, dsb.

• Peralatan pembelajaran: kelengkapan yang memperlancar kegiatan belajar mengajar, seperti:

papan tulis, OHP, infocus.

• Alat mengajar: segala sesuatu yang digunakan guru untuk membantu kegiatan guru dalam mengajar, seperti: kapur tulis, spidol, penghapus papan tulis, penggaris panjang, dsb.

b. penggunaan & ketersediaan media pembelajaran,

peralatan pembelajaran atau alat mengajar di kelas.

c. memiliki kemampuan menggunakan media

pembelajaran, peralatan pembelajaran atau alat mengajar.

3. Pengaturan ruang belajar

a.visibility: kelas harus diatur sehingga setiap siswa dapat melihat papan tulis, proyektor atau tampilan lain.

b.accessibility: kelas harus didisain sehingga akses untuk area yang padat tetap bersih dan terpisah dari tempat

lainnya seperti tempat menyimpan minum, loker dan

sebagainya.

c. distractibility: kelas harus diatur sehingga gangguan-gangguan yang potensial seperti lalu lalang orang tidak terlihat melalui pintu dan jendela kelas.

d.pencahayaan, guru memperhatikan kapan lampu atau

penerangan lainnya harus dihidupkan atau sebaliknya.

e. suhu dan sirkulasi udara, guru memperhatikan apakah

siswa merasa suhu ruangan cukup nyaman untuk belajar atau tidak.

f. kebisingan, bagaimana guru melindungi kelas dari

kebisingan yang berasal dari luar ruang kelas.

g.pajangan, bagaimana pajangan di kelas di tata, baik itu

digantung di dinding maupun dipajang di lemari penyimpanan khusus.

h.pengaturan posisi duduk siswa, apakah posisi duduk

siswa sesuai dengan kebutuhannya.


(53)

4. Mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar

a. ada peraturan dan prosedur yang ditegakkan

* peraturan: pernyataan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan selama di kelas.

* prosedur: penjelasan mengenai bagaimana melakukan

sesuatu, menyangkut pergerakan siswa (student

movement) maupun obrolan siswa (student talk) dan bagaimana siswa melakukan rutinitasnya.

b.kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas

sebagai bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa yang mengganggu.

c. kemampuan guru dalam menciptakan suasana aktif

sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.

d.guru menciptakan kegiatan belajar kreatif yang beragam

sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.

e. suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga

siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar.

f. penampilan fisik guru

g.kedisiplinan guru di kelas

h.intonasi yaitu tinggi rendahnya suara guru saat mengajar

serta volume suara.

i. pemilihan istilah atau bahasa dalam menerangkan

pelajaran. 5. Pengaturan

waktu

a. smoothness yaitu guru mampu memberi pelajaran secara terurut dan menghindari loncatan-loncatan dari satu topik ke topik lain atau dari satu pelajaran ke pelajaran lain. b.withitness yaitu kemampuan guru untuk mengetahui apa

yang dilakukan siswanya.

c. overlapping yaitu kemampuan guru dalam melakukan interupsi secara diam-diam, tanpa menghentikan pelajaran dan tanpa diketahui siswa lainnya.

d.transition yaitu guru mampu mengatur dari satu aktivitas

ke aktivitas lain seperti dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lain atau dari satu pelajaran ke waktu istirahat.


(54)

E. Validitas, Reliabilitas dan Uji Daya Beda Alat Ukur

1. Validitas Item

Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur dalam menjalankan fungsinya. Validitas isi adalah sejauh mana suatu tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional dan

melalui professional judgement (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti

meminta professional judgement dari dosen eksperimen dan dosen pembimbing

skripsi di Fakultas Psikologi USU.

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).

Dalam penelitian ini teknik reliabilitas yang digunakan adalah teknik satu kali pengukuran atau disebut juga konsistensi internal (Suryabrata, 2000). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien reliabilitas alpha.


(55)

Pengujian reliabilitas skala penelitian dilakukan dengan mengolah data-data

dengan bantuan program SPSS 15,0 for Windows.

3. Uji Daya Beda

Uji daya beda butir pernyataan dilakukan untuk melihat sejauhmana butir pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Dengan kata lain, peneliti memilih butir pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 1999).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu

skor aitem dikorelasikan dengan skor total tes. Prosedur pengujian ini akan

menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks diskriminasi aitem (Azwar, 2004). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan

dengan menggunakan SPSS 15.0 for Windows.

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur 1. Skala Motivasi Berprestasi

Uji coba Skala Motivasi Berprestasi dilakukan sebanyak dua kali karena berdasarkan uji coba pertama Skala Motivasi Berprestasi ternyata ada satu aspek yang tidak terwakili dari total lima buah aspek motivasi berprestasi, yaitu aspek


(56)

pemilihan tingkat kesulitan tugas. Uji coba pertama Skala Motivasi Berprestasi dikenakan pada 92 orang siswa yang berasal dari kelas 5-1, 5-2 dan 5-3 dengan jumlah aitem sebanyak 56 pernyataan. Adanya aspek yang tidak terwakili ini mengharuskan peneliti menyusun kembali Skala Motivasi Berprestasi dengan mengadakan perbaikan dan menyederhanakan redaksi aitem yang digunakan agar dapat lebih dipahami oleh subjek penelitian.

Uji coba kedua untuk Skala Motivasi Berprestasi dikenakan pada 85 orang subjek yaitu siswa-siswi kelas 5-7, 5-8 dan 5-9 dengan jumlah aitem sebanyak 46 aitem. Berdasarkan hasil uji coba kedua Skala Motivasi Berprestasi, didapatkan 28 aitem yang memiliki koefisien determinasi yang memenuhi syarat untuk dapat

digunakan dalam penelitian (r 0,30) dengan reliabilitas alpha () sebesar 0,875

dengan koefisien determinasi aitem-aitem yang berkisar antara 0,309 hingga 0,561.

Berikut adalah distribusi aitem-aitem Skala Motivasi Berprestasi setelah uji coba.

Tabel 7. Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba

No. Karakteristik

Aitem

Total Favorable Unfavorable

1. Pemilihan tingkat

kesulitan tugas

1 16 2

2. Ketahanan atau

ketekunan dalam mengerjakan tugas

2,12,22,32 17,27,37,43 8

3. Harapan terhadap

umpan balik (feedback)

8,18 3,23 4

4. Harapan atas hadiah

(reward)

9,19,29,39 4 5

5. Kemampuan dalam

melakukan inovasi

10,30,42,45 15,25,35,44, 46


(57)

2. Kuesioner Manajemen Kelas

Uji coba Kuesioner Manajemen Kelas dikenakan pada 50 orang guru kelas di SD Swasta Pertiwi. Dari 78 aitem pada Kuesioner Manajemen Kelas, terdapat 37 aitem yang memiliki koefisien determinasi yang memenuhi syarat untuk dapat

digunakan dalam penelitian (r 0,275) dengan reliabilitas alpha () sebesar

0,915 dengan koefisien determinasi aitem-aitem yang berkisar antara 0,275 hingga 0,719.

Berikut adalah distribusi aitem-aitem Kuesioner Manajemen Kelas setelah uji coba.

Tabel 8. Blue Print Kuesioner Manajemen Kelas Setelah Uji Coba

Aspek Aitem Favorable

Aitem Unfavorable Jumlah

1. Penyiapan bahan belajar

1,2,3,5 20 5 2. Penyiapan

sarana dan alat peraga

8 21,22 3

3. Pengaturan ruang belajar

10,11,14,16,17, 25,26,28

31,33, 42, 11

4. Mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar 45,49,50,51,52, 53,55,56,57 62,63,64,66,67 14 5. Pengaturan waktu

71,73,74 78 4


(58)

3. Observasi Manajemen Kelas Guru

Observasi Manajemen Kelas guru tidak dilakukan oleh peneliti, melainkan oleh dua orang observer dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya bias peneliti. Uji antar rater dilaksanakan untuk mendapatkan derajat keandalan antar dua observer. Observasi uji antar rater ini dilakukan di kelas 5-1 SD Swasta Pertiwi, yang berlangsung selama dua jam pelajaran. Kedua observer diminta mengamati satu objek secara bersama-sama dan memberi penilaian berdasarkan pedoman pelaksanaan observasi manajemen kelas yang telah dibuat

oleh peneliti. Dengan menggunakan korelasi Spearman Rank, didapatkan r =

0,704 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa antara observer I dan observer II memiliki korelasi yang kuat dan searah dalam memberikan penilaian observasi terhadap guru.

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Desain penelitian

Desain penelitian ini adalah quasi eksprimental karena penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh antara satu variabel terhadap variabel lain tanpa adanya perlakuan atau manipulasi atas variabel yang satu terhadap variabel lainnya.

2. Prosedur penelitian

Prosedur pada penelitian ini terbagi atas tahap persiapan dan tahap pelaksanaan penelitian.


(59)

a. tahap persiapan

Sebelum alat-alat penelitian digunakan pada sampel yang sesungguhnya, maka terlebih dahulu dilakukan beberapa tahapan kegiatan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu:

1) survei awal

Peneliti perlu mendapatkan informasi awal mengenai fenomena yang berhubungan dengan motivasi berprestasi siswa di tingkat sekolah dasar dan gambaran umum manajemen kelas guru di kota Medan. Untuk itu, peneliti melakukan survei awal dengan mewawancarai seorang guru yang peneliti kenal. Ternyata, guru tersebut mengajar di SD Swasta Pertiwi. Hasil wawancara ini selain memberikan informasi mengenai gambaran motivasi berprestasi siswa sekolah dasar dan manajemen kelas guru, juga memberikan informasi mengenai kemungkinan melaksanakan penelitian di sekolah dasar tersebut. Peneliti juga melakukan survei awal dengan mengunjungi SD Swasta Pertiwi untuk mengetahui apakah SD Pertiwi merupakan tempat yang sesuai untuk melakukan penelitian. 2) mengurus izin penelitian

Peneliti mengurus permohonan izin penelitian dari Fakultas Psikologi USU. Setelah mendapatkan surat izin yang dibutuhkan, peneliti mengurus perizinan ke SD Swasta Pertiwi dengan menemui kepala sekolah SD Swasta Pertiwi dan menjelaskan aktivitas penelitian yang akan dilakukan adalah uji coba Skala Motivasi Berprestasi Siswa dan Kuesioner Manajemen Kelas pada guru, menyebarkan Skala Motivasi Berprestasi dan Kuesioner Manajemen Kelas serta


(60)

melakukan observasi pada guru. Pihak SD Swasta Pertiwi memberikan izin untuk melakukan penelitian selama tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.

3) pembuatan alat ukur

Pembuatan alat ukur Skala Motivasi Berprestasi, Kuesioner Manajemen Kelas dan Pedoman Pelaksanaan Observasi Manajemen Kelas dimulai dengan mengkaji teori-teori maupun hasil penelitian yang berkaitan dan dilanjutkan dengan membuat indikator-indikator dari tiap aspek untuk memudahkan penjabarannya. Setelah aitem-aitem tersusun, peneliti meminta penilaian ahli yaitu pada dosen pembimbing dan dosen statistik untuk mendiskusikan apakah aitem yang telah dibuat dapat diterima oleh subjek penelitian secara umum dan

memeriksa redaksi serta validitas tampang (face validity). Dalam pembuatan

Pedoman Pelaksanaan Observasi Manajemen Kelas, peneliti melakukan observasi pra penelitian dengan mengobservasi seorang guru ketika sedang mengajar di SD Swasta Pertiwi guna menghasilkan pedoman pelaksanaan observasi yang mendetail dan sistematis. Hasil yang didapat dari observasi selanjutnya ditambahkan menjadi indikator aitem. Peneliti bersama dua orang observer selanjutnya melakukan pemantapan untuk menyamakan persepsi atau diskusi dengan bersama-sama membaca pedoman pelaksanaan observasi, aitem demi aitem.

4) uji coba alat ukur

Uji coba alat ukur dilakukan di tempat yang sama dengan pengambilan data penelitian yaitu di SD Swasta Pertiwi dengan tujuan agar keadaan sampel uji coba mendekati keadaan sampel penelitian.


(61)

Peneliti mengadakan uji coba Skala Motivasi Berprestasi kepada 92 subjek yang berasal dari tiga buah kelas di SD Swasta Pertiwi. Karakteristik subjek penelitian adalah siswa kelas lima. Peneliti selanjutnya menghitung secara statistik dengan program SPSS versi 15, ternyata ada satu karakteristik yang tidak terwakili, yaitu aspek pemilihan tingkat kesulitan tugas sehingga peneliti harus kembali merancang aitem Skala Motivasi Berprestasi. Peneliti kembali membuat Skala Motivasi Berprestasi dengan mengurangi jumlah aitem hingga 46 pernyataan bentuk skala sikap yang telah disederhanakan. Setelah meminta penilaian ahli yaitu pada dosen pembimbing untuk mendiskusikan apakah aitem yang telah dibuat dapat diterima oleh subjek penelitian secara umum dan

memeriksa redaksi serta validitas tampang (face validity). Peneliti melakukan uji

coba Skala Motivasi Berprestasi kepada 85 orang siswa kelas 5.

Uji coba Kuesioner Manajemen Kelas dilakukan kepada 50 orang guru dengan 78 aitem pernyataan pada kuesioner. Karakteristik subjek adalah guru di SD Swasta Pertiwi. Setelah didapatkan hasil uji coba Kuesioner Manajemen

Kelas, aitem dihitung secara statistik dengan menggunakan program SPSS versi

15.

Metode observasi dilakukan pada saat guru mengajar di kelas. Pelaksanaan observasi sistematik ini menggunakan pedoman observasi. Peneliti selanjutnya menentukan dua orang observer yaitu mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah observasi dan memiliki kemampuan melakukan observasi sistematis. Pemilihan observer di luar peneliti ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias oleh peneliti.


(62)

Uji antar rater dilakukan oleh kedua observer, tujuannya adalah untuk mendapatkan derajat keandalan antar dua observer. Observasi uji antar rater ini dilakukan di kelas 5-1 SD Swasta Pertiwi, yang berlangsung selama dua jam pelajaran. Setelah melakukan observasi, peneliti bersama kedua observer kembali membahas hasil observasi untuk lebih menyamakan persepsi dan penilaian terhadap objek observasi, sehingga antar kedua observer diharapkan memiliki pemahaman yang sama seperti yang dimaksudkan oleh peneliti. Hasil observasi uji antar rater ini kemudian dianalisis secara statistika menggunakan SPSS versi 15.

b. tahap pelaksanaan penelitian

Pengambilan data Motivasi Berprestasi siswa dilakukan pada tanggal 13 Juni 2008, dengan membagikan Skala Motivasi Berprestasi kepada siswa kelas 5-4, 5-5, dan 5-6. Jumlah seluruh sampel adalah 65 orang. Peneliti selanjutnya memperkenalkan diri dan membagikan skala kepada seluruh siswa di kelas yang dimaksud dengan menjelaskan instruksi terlebih dahulu. Pengisian Skala Motivasi Berprestasi di setiap kelas membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Pengambilan data manajemen kelas dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada guru (wali kelas) yang kelasnya menjadi sampel penelitian, yaitu wali kelas 5-4, 5-5 dan 5-6. Peneliti memberikan instruksi sederhana dan para guru langsung mengisi kuesioner yang diberikan. Setelah kuesioner dikembalikan, peneliti berpamitan kepada ketiga orang guru kelas tersebut.


(63)

Pengambilan data manajemen kelas melalui observasi dimaksudkan untuk memperkaya data manajemen kelas guru, khususnya guna menghindari kemungkinan menjawab tidak jujur atau melebih-lebihkan jawaban pada saat guru mengisi kuesioner. Selain itu, observasi juga dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak didapatkan dari kuesioner. Observasi dilakukan oleh dua orang observer secara bersama-sama sebanyak tiga kali setiap guru. Satu kali observasi berlangsung selama dua jam pelajaran, sehingga setiap guru diobservasi selama enam jam pelajaran di mata pelajaran yang berbeda.

Observasi dilaksanakan dengan menyamakan waktu observasi untuk ketiga subjek yang diobservasi, sehingga memakan waktu tiga hari. Berikut adalah jadwal pelaksanaan observasi.

Tabel 9. Jadwal Pelaksanaan Observasi

Observasi Guru A Guru B Guru C

13.00-13.35 13.35-14.10

Jumat, 30 Mei 2008 Mata pelajaran:

IPA

Senin, 2 Juni 2008 Mata pelajaran:

Matematika

Selasa, 3 Juni 2008 Mata Pelajaran:

Matematika 15.20-15.50

15.50-16.20

Senin, 2 Juni 2008 Mata pelajaran:

PPKN

Jumat, 30 Mei 2008 Mata pelajaran:

IPS

Selasa, 3 Juni 2008 Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia 16.30-17.00

17.00-17.30

Selasa, 3 Juni 2008 Mata Pelajaran:

Matematika

Senin, 2 Juni 2008 Mata pelajaran: Bahasa Indonesia

Jumat, 30 Mei 2008 Mata pelajaran:


(64)

H. Metode Analisa Data

Metode analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Uji Daya Beda Aitem

Indeks daya diskriminasi aitem merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi skala ataupun kuesioner secara keseluruhan yang disebut dengan konsistensi aitem-total. Besarnya koefisien korelasi aitem-total bergerak dari 0 – 1 dengan tanda (+) atau (-). Semakin baik daya diskriminasi aitem maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1. Sebagai kriteria pemilihan aitem berdasar korelasi aitem-total, biasanya digunakan

batasan r ≥ 0,30 (Azwar, 2000). Peneliti menggunakan batasan r ≥ 0,30 untuk

variabel motivasi berprestasi dan menurunkan sedikit batas kriteria menjadi r ≥

0,275 untuk variabel manajemen kelas. Penilaian tinggi rendahnya batas kriteria ini dikembalikan kepada pihak pemakai skala atau kepada pihak yang menggunakan alat ukur tersebut. Meskipun skala memiliki batas kriteria yang tidak begitu tinggi namun masih dapat bermanfaat guna pengambilan keputusan (Azwar, 2005).

.

2. Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha

Cronbach. Pada umumnya, reliabilitas telah dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai minimal 0,90 (Azwar, 2000). Namun koefisien yang tidak setinggi itu masih dapat dianggap cukup berarti (Azwar, 2006).


(65)

3. Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel yakni manajamen kelas dan motivasi berprestasi telah terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini

menggunakan one sample Kolmogorov-Smirnov. Data penelitian dapat dikatakan

terdistribusi secara normal jika nilai p > α, dimana α = 0,05.

4. Uji Linearitas Hubungan

Uji linearitas hubungan dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel manajemen kelas berkorelasi secara linear terhadap data motivasi berprestasi.

Data variabel dikatakan linear jika p < α, dimana α = 0.05.

5. Uji Korelasi

Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan uji korelasi pearson product

moment guna melihat hubungan manajemen kelas dengan motivasi berprestasi

siswa. Data variabel dikatakan memiliki korelasi yang signifikan jika p > α,

dimana α = 0,05.

6. Analisis Regresi

Analisis regresi digunakan untuk mengadakan peramalan atau prediksi besarnya variasi yang terjadi pada variabel Y atau variabel kriterium berdasarkan variabel X atau variabel prediktor (Winarsunu, 2004). Metode analisis regresi


(66)

pada penelitian ini digunakan untuk melihat pengaruh manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi siswa.


(1)

Analisis Regresi

 

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Zscore(MB) .0000000 1.00000000 65

ZMK .1280735 1.67319547 65

Correlations

Zscore(MB) ZMK

Pearson Correlation Zscore(MB) 1.000 .341

ZMK .341 1.000

Sig. (1-tailed) Zscore(MB) . .003

ZMK .003 .

N Zscore(MB) 65 65

ZMK 65 65

 

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 ZMK(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Zscore(MB)


(2)

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .341(a) .116 .102 .94741985

a Predictors: (Constant), ZMK b Dependent Variable: Zscore(MB)

 

ANOVA(b)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 7.451 1 7.451 8.301 .005(a)

Residual 56.549 63 .898

Total 64.000 64

a Predictors: (Constant), ZMK b Dependent Variable: Zscore(MB)

 

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) -.026 .118 -.222 .825

ZMK .204 .071 .341 2.881 .005

a Dependent Variable: Zscore(MB)

 


(3)

 

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

E

x

pected Cum

Prob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Zscore(MB)

 

 


(4)

Regression Standardized Predicted Value

1.5 1.0

0.5 0.0

-0.5 -1.0

-1.5

Regr

ession Studentized

Deleted (Press)

Residual

3

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot

Dependent Variable: Zscore(MB)

 

 


(5)

Zscore(MB)

2.00000 1.00000

0.00000 -1.00000

-2.00000 -3.00000

Regression Standard

ized Predicted

Valu

e

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5

-1.0

-1.5

Scatterplot


(6)

Linear Regression

- 2.00000 - 1.00000 0.00000 1.00000 2.00000

VAR00003

- 1.00000 0.00000 1.00000 2.00000

V

A

R

0

0

0

0

4

       

  

 

 

  

  

 

 

   

   

 

         

   

VAR00004 = 0.13 + 0.57 * VAR 00003 R-Square = 0.12