Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

(1)

PENGARUH PELATIHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI TERHADAP PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENGGUNAAN

ALAT PELINDUNG DIRI KARYAWAN KILANG PAPAN PT HIDUP BARU KOTA BINJAI TAHUN 2014

TESIS

Oleh

AMINAH br SARAGIH 127032079/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PELATIHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI TERHADAP PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENGGUNAAN

ALAT PELINDUNG DIRI KARYAWAN KILANG PAPAN PT HIDUP BARU KOTA BINJAI TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMINAH br SARAGIH 127032079/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PELATIHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI TERHADAP PENGETAHUAN DAN TINDAKAN

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI KARYAWAN KILANG PAPAN PT HIDUP BARU KOTA BINJAI TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Aminah br Saragih Nomor Induk Mahasiswa : 127032079/IKM

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes Ketua

) (Ir. Kalsum, M.Kes

Anggota )

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes

2. dr. Mhd Makmur, M.S 3. dr. Halinda Sari, M.K.K.K


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PELATIHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI TERHADAP PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENGGUNAAN

ALAT PELINDUNG DIRI KARYAWAN KILANG PAPAN PT HIDUP BARU KOTA BINJAI TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014

AMINAH br SARAGIH 127032079/IKM


(6)

ABSTRAK

Para pekerja yang menjalankan proses-proses di industri kayu selalu menghadapi paparan berbagai macam polutan seperti debu kayu, debu material finishing, uap solvent dan thinner dan bising yang harus dihadapi setiap hari. Paparan dan risiko yang ada ditempat kerja tidak selalu dapat dihindari oleh sebagian besar pekerja sehingga pekerja sangat perlu menggunakan alat pelindung diri (APD). PT Hidup baru salah satu industri yang mengolah kayu dan seluruh pekerjanya tidak menggunakan APD saat bekerja.

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kilang Papan PT Hidup Baru Binjai dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan penggunaan APD terhadap pengetahuan dan tindakan karyawan PT Hidup Baru. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quacy experiment) dengan rancangan one group pre test and post test. Pelatihan penggunaan APD dilakukan dengan menggunakan metode ceramah disertai dengan metode praktek dan tehnik pelatihan yang digunakan adalah tehnik off the job training. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Hidup Baru sebanyak 43 orang dan semua populasi dijadikan sebagai sampel. Pengukuran pengetahuan dan tindakan responden sebelum dan setelah pelatihan dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan hasilnya dianalisis dengan uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pelatihan penggunaan APD yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan responden (p= 0,000) dan ada pengaruh pelatihan penggunaan APD terhadap tindakan penggunaan APD (p=0,000).

Disarankan supaya pihak manajemen PT Hidup Baru melakukan pengawasan terhadap pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri serta menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.


(7)

ABSTRACT

Employees who work in the wood processing of lumber mill face various exposures of pollutants such as wood dust, material finishing dust, solvent and thinner steam, and noise each day. The exposure and the risk at the working site cannot always be avoided by most of the employees so that they need APD (personal protective device). PT Hidup Baru is one of the wood processing mill and all its employees do not use APD when they are working.

This research was conducted at the Company Refinery of PT. Hidup Baru Binjai with the aim to determine the effect of training in the use of APD for knowledge and actions of employees of PT. Hidup Baru. This study was a quasi-experimental study (quacy experiment) to design one group pre test and post test. Training on the use of APD is done by using the lecture method is accompanied with practical methods and training techniques used are off-the-job training techniques. The population in this study were all employees of PT. Hidup Baru as many as 43 people and all of the population used as a sample. Measurement of knowledge and action of the respondents before and after the training is done by using a questionnaire and the results were analyzed with the Wilcoxon test.

The result of the research showed that there was significant influence of training about the use of APD on the improvement of respondents’ knowledge (p = 0.000), and there was the influence of the use of APD on the action of using APD (p = 0.000).

It is recommended that the management of PT Hidup Baru supervise the employees in using personal protective devices and create comfortable work environment.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kesempatan, kekuatan dan kasihNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pensisikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Universitas Sumatra Utara.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan. dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H., M.Sc (CTM)., Sp. A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si Selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan selama proses penyusunan tesis ini.


(9)

5. Ir. Kalsum, M.Kes selaku Anggota Komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu memberikan masukan dan arahan selama proses penyusunan tesis ini.

6. Dra. Ida Nurhayati, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada pimpinan Kilang Papan PT Hidup Baru yang member izin dan informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

8. Teristimewa kepada suami tercinta H. Kasdi Muis, S.E untuk semua doa, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan. Anak-anak kami yang tersayang Febyanti Kasana, S.Ked, Novia Dewi Kasana, S.Ked, Amelia Kasana dan M. Aldi Ramadhan yang selalu mengerti dan menerima kekurangan waktu dan perhatian serta sebagai sumber semangat selama penulis melakukan pendidikan.

9. Rasa terima kasih untuk seluruh teman-teman Peminatan Kesehatan Kerja yang telah bersedia menjadi teman berdiskusi dan memberikan masukan untuk penyelesaian tesis ini.


(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritikan dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Hanya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat.

Medan , Juli 2014 Penulis

Aminah Br Saragih 127032079/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Aminah Br Saragih, dilahirkan di Lubuk Pakam pada tanggal 09 September 1963 dari ayah alm. H. Jamaluddin Saragih dan ibu almh. Hj. Hasnah Tarigan. Menikah dengan H. Kasdi Muis, SE dan telah dikaruniai empat orang anak yang bernama Febyanti Kasana, S.Ked, Novia Dewi Kasana, S.Ked, Amelia Kasana dan Muhammad Aldi Ramadhan. Penulis beragama islam dan bertempat tinggal di Jl. Pembangunan Gg. Rasmi No. 30 Helvetia Medan.

Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 1 Lubuk Pakam, Pendidikan SMP di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam, SMA di SMA Nasional Khalsa Medan, Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

Penulis pernah bekerja di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang pada tahun 2003-2009. Penulis saat ini berkerja di Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan sebagai staf pengajar sejak tahun 2009 sampai dengan sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... .... i

ABSTRACT ... ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... . vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Hipotesis ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Pelatihan ... 14

2.2 Pengetahuan dan Tindakan ... 38

2.3 Pabrik Kayu ... 44

2.4 Alat Pelindung Diri dalam Sektor Industri Kayu………... 46

2.5 Landasan Teori………. 60

2.6 Kerangka Konsep……… 62

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 63

3.1. Jenis Penelitian ... 63

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 64

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 64

3.4.1. Alat Pengumpul Data ... 64

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 65

3.5. Defenisi Operasional ... 66

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 67

3.7. Metode Analisis Data ... 68

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 70

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 70

4.2. Deskripsi Responden ... 70


(13)

4.3.1. Pengetahuan Responden terhadap Penggunaan APD

sebelum dan setelah Pelatihan ... 71

4.3.2. Tindakan Responden terhadap Penggunaan APD sebelum dan setelah Pelatihan ... 72

4.4. Analisis Bivariat ... 73

4.4.1. Pengaruh Pelatihan Penggunaan APD terhadap Pengetahuan Responden ... 73

4.4.2. Pengaruh Pelatihan Penggunaan APD terhadap Tindakan Responden ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1. Pengetahuan Responden sebelum dan setelah Pelatihan Penggunaan Alat Pendung Diri ... 76

5.2. Tindakan Responden sebelum dan setelah Pelatihan Penggunaan Alat Pendung Diri ... 78

5.3. Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan responden ... 81

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 84

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ……… 85 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014 ... 68 4.1. Distribusi Karakteristik Responden di PT Hidup Baru Kota Binjai

Tahun 2014 ... 71 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap Penggunaan

Alat Pelindung Diri di PT Hidup Baru Binjai Tahun 2014 ... 72 4.3. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden terhadap Penggunaan

Alat Pelindung Diri di PT Hidup Baru Binjai Tahun 2014 ... 72 4.4. Uji Normalitas Nilai Pengetahuan dan Tindakan sebelum dan

setelah Diberikan Pelatihan di PT Hidup Baru Binjai Tahun 2014 .... 73 4.5. Pengetahuan Responden sebelum dan setelah Diberikan Pelatihan di

PT Hidup Baru Binjai Tahun 2014 ... 74 4.6. Pengetahuan Responden sebelum dan setelah Diberikan Pelatihan di


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Skema Teori Difusi Inovasi ... 61 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 62


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 89

2. Jadwal Penelitian ... 94

3. Materi Pelatihan ... 95

4. Output SPSS ... 100

5. Master Data ... 103

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 106

7. Dokumentasi Penelitian ... 110


(17)

ABSTRAK

Para pekerja yang menjalankan proses-proses di industri kayu selalu menghadapi paparan berbagai macam polutan seperti debu kayu, debu material finishing, uap solvent dan thinner dan bising yang harus dihadapi setiap hari. Paparan dan risiko yang ada ditempat kerja tidak selalu dapat dihindari oleh sebagian besar pekerja sehingga pekerja sangat perlu menggunakan alat pelindung diri (APD). PT Hidup baru salah satu industri yang mengolah kayu dan seluruh pekerjanya tidak menggunakan APD saat bekerja.

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kilang Papan PT Hidup Baru Binjai dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan penggunaan APD terhadap pengetahuan dan tindakan karyawan PT Hidup Baru. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quacy experiment) dengan rancangan one group pre test and post test. Pelatihan penggunaan APD dilakukan dengan menggunakan metode ceramah disertai dengan metode praktek dan tehnik pelatihan yang digunakan adalah tehnik off the job training. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Hidup Baru sebanyak 43 orang dan semua populasi dijadikan sebagai sampel. Pengukuran pengetahuan dan tindakan responden sebelum dan setelah pelatihan dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan hasilnya dianalisis dengan uji Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh pelatihan penggunaan APD yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan responden (p= 0,000) dan ada pengaruh pelatihan penggunaan APD terhadap tindakan penggunaan APD (p=0,000).

Disarankan supaya pihak manajemen PT Hidup Baru melakukan pengawasan terhadap pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri serta menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.


(18)

ABSTRACT

Employees who work in the wood processing of lumber mill face various exposures of pollutants such as wood dust, material finishing dust, solvent and thinner steam, and noise each day. The exposure and the risk at the working site cannot always be avoided by most of the employees so that they need APD (personal protective device). PT Hidup Baru is one of the wood processing mill and all its employees do not use APD when they are working.

This research was conducted at the Company Refinery of PT. Hidup Baru Binjai with the aim to determine the effect of training in the use of APD for knowledge and actions of employees of PT. Hidup Baru. This study was a quasi-experimental study (quacy experiment) to design one group pre test and post test. Training on the use of APD is done by using the lecture method is accompanied with practical methods and training techniques used are off-the-job training techniques. The population in this study were all employees of PT. Hidup Baru as many as 43 people and all of the population used as a sample. Measurement of knowledge and action of the respondents before and after the training is done by using a questionnaire and the results were analyzed with the Wilcoxon test.

The result of the research showed that there was significant influence of training about the use of APD on the improvement of respondents’ knowledge (p = 0.000), and there was the influence of the use of APD on the action of using APD (p = 0.000).

It is recommended that the management of PT Hidup Baru supervise the employees in using personal protective devices and create comfortable work environment.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk bagi kehidupan. Perkembangan industri memberikan dampak positif berupa keuntungan ekonomi, akan tetapi kemajuan teknologi juga menimbulkan dampak negatif yang dapat meningkatkan potensi bahaya (hazard) yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan keselamatan kerja, hazard tersebut dapat berupa fisik, kimia, ergonomi dan psikologik. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar derajat kesehatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal. Umumnya di semua tempat kerja selalu terdapat sumber-sumber bahaya. Hampir tidak ada tempat kerja yang sama sekali bebas dari sumber-sumber bahaya (Sulistyoko, 2008).

Di Indonesia perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dijamin sesuai dengan pasal 86 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama dan untuk melindungi keselamatan kerja / buruh agama mewujudkan produktifitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan


(20)

kerja. Ketentuan tentang jaminan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana tersebut di atas dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang bekerja di tempat kerja, orang- orang lain selain pekerja tetapi berada di tempat kerja.

Paparan dan risiko yang ada ditempat kerja tidak selalu dapat dihindari oleh sebagian besar pekerja, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan pekerja terhadap penggunaan alat pelindung diri, kurangnya pengertian pekerja terhadap dampak yang dapat ditimbulkan tanpa menggunakan alat pelindung diri, kurangnya sosialisasi penggunaan alat pelindung diri kepada pekerja, perilaku pekerja, tingkat pendidikan yang rendah, dan kurangnya pengetahuan akan bahaya yang terpapar di tempat kerja. Beberapa kendala pengendalian kecelakan kerja, yaitu keterbatasan alat pelindung diri, ketidak taatan pekerja, dan kelalaian. Apabila penggunaan alat pelindung diri pada pekerja tidak dilaksanakan dengan baik akan meningkatkan prevalensi kecelakan kerja dan menurunkan kualitas kerja dan hasil kerja pada pekerja. Namun sebaliknya jika penggunaan alat pelindung diri dilaksanakan dengan baik, maka akan menurunkan prevalensi kecelakan kerja dan meningkatkan kualitas kerja dan hasil kerja pada pekerja (Diana, 2005). Maka dari itu, langkah yang paling tepat dalam menekan angka kecelakaan kerja adalah melalui penerapan atau penggunaan dengan ketat alat pelindung diri, pengawasan dari pihak perusahaan dan Dinas Kesehatan setempat, serta mengubah sikap dan perilaku pekerja di tempat kerja.


(21)

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sebenarnya merupakan alternatif terakhir bagi pihak perusahaan untuk melindungi tenaga kerjanya dari faktor dan potensi bahaya. Bentuk perlindungan yang diberikan selain metode eliminasi, subtitusi, rekayasa tehnik dan administrasi, tetapi juga dengan memberikan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja, tamu serta pratikan (Setyowati dan Rima, 2011).

Tenaga kerja yang sehat akan bekerja produktif, sehingga diharapkan produktivitas kerja karyawan meningkat yang dapat mendukung keberhasilan bisnis perusahaan dalam membangun dan membesarkan usahanya. Namun berdasarkan hasil di lapangan menujukkan bahwa pencapaian kinerja manajemen K3 sangat tergantung dari sejauh mana faktor K3 telah diperhatikan oleh perusahaan tersebut. Kenyataannya, kecelakaan kerja baik karena unsafe action maupun unsafe condition masih saja terjadi di berbagai perusahaan yang secara administratif telah lulus (comply) audit SMK3 (Yassierli, 2008). Di tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terhadap keselamatan atau kesehatan kerja di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan lain sebagainya. Potensi bahaya dan risiko tersebut mempunyai kontribusi terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

Di sektor industri kayu yang dapat mengubah kayu menjadi papan, perabot rumah tangga dan peralatan kantor, menimbulkan masalah keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerjanya serta lingkungan kerja yang tercemar oleh debu dari proses produksi. Debu akan bebas di udara lingkungan kerja tanpa melalui suatu


(22)

proses pengolahan limah udara secara baik, serta desain industri kayu tidak mencerminkan suatu bangunan industri yang baik.

Pengaruh dari debu terhadap kesehatan tenaga kerja adalah dapat menurunkan fungsi paru. Tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan yang berdebu dapat menderita penyakit akibat kerja yang disebabkan karena penimbunan debu di paru dalam waktu lama dikenal dengan nama pneumokoniosis. Semakin lama orang menghirup debu, semakibn banyak debu yang masuk ke paru. Jumlah debu yang mengendap debu di paru tergantung dari jumlah debu yang masuk dalam sistem pernapasan (lamanya terpapar dan konsentrasi debu) serta efektifitas dari mekanisme pembersihan. Pada tenaga kerja, masa kerja yang lama pada lingkungan kerja berdebu menyebabkan semakin banyak debu yang terhirup sehingga terjadi pneumokoniosis, dengan gejala-gejala batuk-batuk kering, sesak napas, kelelahan umum, susut berat badan dan banyak dahak (Yulaekah, 2007).

Debu adalah kontaminan yang tersuspensi di udara dalam bentuk partikulat padat dengan rentang diamater 0,001 sampai dengan 100 mikron. Debu aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring. Penelitian menunjukkan bahwa kadar debu yang dihasilkan dari bahan dasar kayu dibawah nilai ambang batas (1 mg/m3), masih ditemukan gejala dimata, hidung, tenggorokan, kulit dan paru. Gangguan respirasi kronis akan menyebabkan penurunan fungsi paru. Gangguan fungsi paru dalam pemeriksaan spirometri ditandai dengan menurunnya nilai fungsi paru yaitu penurunan kapasitas paru (vital capacity) dan rendahnya hasil presentase FEVI (forced expiratory volume diukur selama 1 detik pertama) pada


(23)

pekerja, karena bekerja di tempat yang berdebu. Penurunan ini terjadi apabila pekerja terpapar debu dalam jangka waktu lama, tetapi penurunan fungsi paru dapat terjadi dengan cepat apabila sebelumnya pekerja mempunyai penyakit atau gangguan pada pernapasan yang rentan (Meita, 2012).

Debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun (Depkes RI, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Yulaekah (2007) menunjukkan bahwa paparan debu terhirup mempunyai hubungan yang bermakna terjadinya gangguan fungsi paru.

Salah satu hazard berupa fisik di tempat kerja pabrik kayu adalah kebisingan. Beberapa operator mesin seperti gergaji atau mesin potong harus menjalankan mesin yang berisik. Suara yang keras ini merupakan polusi suara yang apabila berlangsung lama bisa mengganggu kesehatan pendengaran. Secara umum kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan (Bashiruddin, 2007). Berdasarkan SE 01/MEN/1978, kebisingan adalah suara yang tidak di kehendaki yang bersumber dari alat-alat,

proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran. Sataloff dalam Kusuma dan Indra (2004) menyatakan bahwa sebanyak 35 juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja. The Enviromental Protection Agency (EPA) memperkirakan bahwa lebih 9 juta pekerja di industri manufaktur terpapar bising diatas 85 dB (A). Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran


(24)

yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan (Buchari, 2007). Manusia normal mampu mendengar suara berfrekuensi 20 - 20.000 Hz (satuan suara berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik) dengan intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 desibel (dB). Bunyi di atas itu kalau terus menerus dan dipaksakan bisa merusak pendengaran karena bisa mematikan fungsi sel-sel rambut dalam sistem pendengaran. Gejala awal seringkali tidak dirasakan kecuali telinga berdengung, kemudian diikuti oleh menurunnya pendengaran. Gangguan pendengaran bertambah jelas sehingga sukar berkomunikasi. Dengan demikian tuli menetap terjadi apabila nilai ambang pendengaran menurun dan tidak pernah kembali ke nilai ambang semula, meskipun diberikan waktu istirahat secara cukup.

Hilangnya pendengaran adalah kejadian umum di tempat kerja dan sering dihiraukan karena gangguan suara tidak mengakibatkan luka. Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dan teling dalam. Pemakaian alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan, alat pelindung diri yang dipakai harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai level TWA atau kurang dari 85 dB. Bising dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatkan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan sepektrum pendengaran). Berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tak dikehendaki, misalnya yang merintangi


(25)

terdengarnya suara-suara, musik dsb, atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup (Saputra dan Agus, 2007).

Ear Muff melindungi telinga dari kebisingan dengan intensitas suara yang sangat tinggi atau terus menerus, dapat mengurangi intensitas suara 5-30%. Lingkungan kerja seperti di bengkel, pabrik kayu, pembangkit tenaga listrik dan lainnya sering dijumpai kebisingan yang cukup tinggi, rata-rata di atas 95 dB vs 80 dB batas aman bagi pendengaran manusia, dengan tingkat kebisingan yang tinggi, jika seseorang berada pada lingkungan tersebut terlalu lama dan berulang-ulang, maka resiko kerusakan fungsi pendengaran akan bertambah (Kusuma, 2004).

Kebisingan yang melebihi ambang pendengaran dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama serta berulang-ulang dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang menetap, gangguan pendengaran yang terjadi akibat terpapar bising dikenal sebagai gangguan pendengaran akibat bising. Bagian sistem pendengaran yang menerima dampak negatif bising adalah koklea (rumah siput) yang perannya teramat penting sebagai sensor bunyi dari luar. Bagian-bagian koklea juga berperan dalam mendistribusikan stimulus bunyi dari luar berdasarkan frekuensi yang spesifik. Mulai dari frekuensi tinggi dibagian basal sampai dengan frekuensi rendah pada bagian apex (puncak) koklea. Selain itu koklea juga berfungsi untuk merubah energi akustik menjadi energi listrik untuk diteruskan pada jarak pendengaran yang lebih tinggi. Bagian koklea yang menerima dampak langsung dari bising ada sel sel rambut luar (outer hair cells) (Saputra dan Agus, 2007).


(26)

Telinga merupakan orang vital dari manusia yang sangat berguna dan sensitif. Sebagai orang tubuh yang vital, telinga tidak luput dari resiko kerusakan akibat kerja. Umumnya kerusakan fungsi telinga sebagai alat pendengaran adalah permanen. Sehingga proses rehabilitasinya bisa dikatakan sangat kecil kemungkinannya. Oleh karena itu perlindungan terhadap orang yang satu ini sangat diperlukan untuk mencegah rusaknya fungsi pendengaran akibat lingkungan kerja.

Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan yang melalui tahapan proses memiliki risiko bahaya dengan tingkatan risiko berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Resiko kecelakan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Sumber-sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Pengendalian faktor-faktor bahaya yang dilakukan untuk meminimalkan bahkan menghilangkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja adalah dengan cara pengendalian teknis dan administratif, tetapi banyak perusahaan yang menolak untuk melaksanakan pengendalian tersebut dengan alasan biaya yang mahal. Maka perusahaan tersebut mengupayakan dengan merekomendasikan APD sebagai tindakan proteksi dini terhadap bahaya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang timbul di tempat kerja.

PT. Hidup Baru merupakan perusahaan yang bergerak dalam produksi papan dan olahan lainnya dari kayu yang memiliki potensi bahaya seperti bahaya dari debu, kayu, kebisingan, dan serpihan kayu. Kondisi lingkungan kerja (misalnya, panas,


(27)

bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja. Potensi dan faktor bahaya yang tinggi tersebut, maka APD sangat diperlukan sebagai bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja. Jenis APD yang disediakan harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya spesifik yang dihadapi oleh tenaga kerja pabrik kayu karena pada hakekatnya APD merupakan alternatif terakhir untuk tenaga kerja. Survei awal di perusahaan tersebut, ternyata masih banyak mengalami hambatan dalam menjalankan program manajemen keselamatan dan kesehatan kerja karena rendahnya pemahaman dan kesadaran para pekerja dalam mengantisipasi bahaya dan resiko yang ada di tempat kerja, terbukti dari tidak ada satu pun pekerja yang menggunakan alat pelindung diri seperti masker, kaca mata dan penutup telinga untuk kebisingan, padahal ada keluhan dari beberapa tenaga kerja yang mengalami gangguan batuk-batuk dan sesak napas, tidak mendengarkan suara yang pelan seperti panggilan seseorang kecuali dengan berteriak. Pihak manajemen menyatakan bahwa mereka belum pernah mengadakan pelatihan penggunaan alat pelindung diri terhadap karyawan dan tidak menyediakan alat pelindung diri saat ini untuk karyawan. Awalnya perusahaan menyediakan alat pelindung diri bagi pekerja seperti masker dan penutup telinga, akan tetapi tidak ada satu orang pun karyawan yang mau menggunakan masker saat bekerja, sehingga pihak manajemen tidak menyediakan lagi alat pelindung diri bagi karyawan, saat survey pendahuluan, para pekerja menyatakan bahwa mereka tidak nyaman bekerja saat memakai alat pelindung diri


(28)

dan merasa tidak ada gunanya menggunakan APD tersebut. Para pekerja merasa sehat dan apabila ada gangguan kesehatan yang dirasakan seperti batuk itu bukan karena tidak menggunakan masker.

APD adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir. Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala dan penyebab utama terjadinya akibat kesalahan manajemen.

Pelatihan untuk para pekerja dalam pemakaian alat pelindung diri juga perlu dilaksanakan sehingga APD ini bisa dipakai dengan benar dan efektif. Menurut UU RI No. 1 Tahun 1970 bab X tentang Keselamatan Kerja, bahwa kewajiban pengurus yang dijelaskan pada UU RI No. 1 Tahun 1970 adalah menyediakan secara cuma-cuma, semua APD yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.


(29)

Kesehatan kerja secara khusus meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja melalui berbagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan gangguan kesehatan, atau penyakit yang mungkin dialami oleh tenaga kerja akibat pekerjaan atau tempat kerja. Kesehatan kerja bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan guna meningkatkan kapasitas kerja, mencegah penyakit pada pekerja sebagai akibat dari kondisi kerjanya, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam lingkungan kerja sesuai dengan fisik dan psikologis (Depnakertrans RI, 2007).

Pengetahuan kesehatan kerja di tempat kerja dapat mengurangi angka kesakitan akibat kerja dan dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman, lingkungan kerja yang memenuhi syarat serta melindungi tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan, dalam melakukan apapun sebenarnya berisiko untuk mendapat gangguan kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan problem bagi para pekerja di berbagai sektor. Sebagian orang menyadari bahwa penyakit yang diderita besar kemungkinannya karena pekerjaannya, tetapi banyak yang tidak menyadari bahwa pekerjaan yang ditekuninya sehari-hari sebagai penyebab penyakit tertentu. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pelatihan penggunaan alat pelindung diri terhadap pengetahuan dan tindakan pekerja pabrik kayu di PT. Hidup Baru.

1.2.Permasalahan

Dari uraian pada latar belakang di atas, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : apakah ada pengaruh pelatihan penggunaan alat pelindung diri terhadap


(30)

pengetahuan tentang penggunaan alat pelindung diri pada pekerja pabrik kayu dan apakah ada pengaruh pelatihan penggunaan alat pelindung diri terhadap tindakan penggunaan alat pelindung diri pada pekerja pabrik kayu di PT. Hidup Baru Kota Binjai tahun 2014.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penelitian penggunaan alat pelindung diri terhadap pengetahuan pekerja pabrik kayu tentang pengunaan alat pelindung diri.

2. Untuk mengetahui pengaruh penelitian penggunaan alat pelindung diri terhadap tindakan pekerja pabrik kayu dalam penggunaan alat pelindung diri.

1.4.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh pelatihan penggunaan alat pelindung diri terhadap pengetahuan pekerja pabrik kayu tentang pengunaan alat pelindung diri.

2. Ada pengaruh pelatihan penggunaan alat pelindung diri terhadap tindakan pekerja pabrik kayu tentang pengunaan alat pelindung diri.

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen PT. Hidup Baru dalam membuat program untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja.


(31)

2. Bagi dunia ilmu pengetahuan diharapkan dapat menambah informasi yang ada tentang pengaruh pelatihan penggunaan alat pelindung diri terhadap pengetahuan dan tindakan pekerja pabrik kayu, serta hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lanjutan sebagai informasi atau masukan mengenai pelatihan penggunaan alat pelindung diri di sektor industri lain.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pelatihan

Pelatihan adalah suatu kegiatan mempelajari kemampuan dan pengetahuan

dalam bidang tertentu yang dengan sengaja diberikan melalui prosedur sistematis dan terorganisir untuk mencapai kerja yang efektif. Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada praktek daripada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan meningkatkan dalam satu atau berbagai jenis keterampilan (SK Menpan No. 01/Kep/M.Pan/2001), sementara Edwin B Flippo menyatakan bahwa pelatihan adalah proses membantu pegawai memperoleh efektivitas dalam pekerjaan sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan, fikiran, dan tindakan, kecelakaan, pengetahuan dan sikap (Suwaji, 2008).

Mangkuprawira (2004) menyatakan bahwa pelatihan merupakan sebuah proses yang mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Menurut Gomes dalam Sukarto (2011) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya, atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.


(33)

Tujuan Penelitian :

1. Untuk meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.

2. Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi.

3. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten. 4. Untuk membantu masalah operasional.

5. Memberi wawasan kepada para karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.

6. Meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang.

7. Kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain.

8. Meningkatkan kemampuan menginterprestasikan data dan daya nalar para karyawan.

9. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan serta pengambilan keputusan.

Pelatihan merupakan sebuah proses dimana orang mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan organisasional. Pelatihan memberikan pengetahuan, keterampilan serta mengubah sikap yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka dalam organisasi (Jackson, 2006). Dengan adanya pengetahuan dan keterampilan diharapkan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan


(34)

menggunakan sumber daya yang maksimal untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai waktu yang ditentukan dalam organisasi.

Program pelatihan harus mencakup sebuah pengalaman belajar dan merupakan kegiatan organisasional yang dirancang dan dirumuskan sebagai rancangan organisasi yang efektif terdiri dari 3 faktor utama, yaitu tahap identifikasi kebutuhan pelatihan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi pelatihan. Latihan adalah proses membantu para pegawai untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka baik yang sekarang ataupun yang akan datang, melalui pengembangan kebiasaan-kebiasaan pikiran dan tindakan, pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.

Ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut latihan, yaitu :

1. Latihan harus membatu pegawai menambah kemampuannya.

2. Latihan harus menimbulkan perubahan kebiasaan-kebiasaan bekerja dari pegawai, termasuk sikapnya terhadap pekerjaan dalam menerapkan informasi dan pengetahuan terhadap pekerjaan sehari-hari.

3. Latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu.

Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode pelatihan dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pelatihan. Banyak sekali metode yang dapat dipilih


(35)

dalam suatu kegiatan pelatihan. Metode-metode tersebut dapat dipilih dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti efektivitas biaya, isi program pelatihan yang diinginkan, prinsip-prinsip belajar, kemampuan dan preference peserta pelatihan serta kemampuan dan preference trainer (Soebagio dan Atmowirio, 2002). Berikut adalah beberapa metode pelatihan yaitu :

1. Metode Seminar

Metode seminar adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu sidang yang berusaha membahas/mengupas masalah-masalah atau hal-hal tertentu dalam rangka mencari jalan pemecehannya atau mencari pedoman pelaksanaannya.

Kelebihan metode seminar

a. Peserta pelatihan mendapatkan keterangan teoritis yang luas dan mendalam tentang masalah yang diseminarkan.

b. Peserta pelatihan mendapatkan petunjuk-petunjuk praktis untuk melaksanakan tugasnya.

c. Peserta pelatihan dibina untuk bersikap dan berfikir secara ilmiah. Kelemahan metode seminar

a. Memerlukan waktu yang lama

b. Peserta pelatihan menjadi kurang aktif c. Membutuhkan penataan ruang tersendiri


(36)

2. Metode Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok adalah suatu cara menyajikan bahan pelatihan dengan menuruh peserta pelatihan (serta dikelompok-kelompokkan) guna mengerjakan tugas tertentu untuk mencapai tujuan pelatihan. Mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah atau melasksanakan tugas. Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok mengandung pengertian bahwa peserta pelatihan dalam satu sesi pelatihan dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil (sub-sub kelompok).

Kelompok bisa dibuat berdasarkan :

a. Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas itu sifatnya heterogen dalam belajar.

b. Perbedaan minar belajar, dibuat kelompok yang terdiri atas peserta pelatihan yang punya minat yang sama.

c. Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang akan kita berikan.

d. Pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal, yang tinggal dalam satu wilayah yang dikelompokkan dalam satu kelompok sehingga memudahkan koordinasi kerja.

e. Pengelompokan secara random atau dilotre, tidak melihat faktor-faktor lain. f. Pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ada kelompok pria dan kelompok


(37)

Kelebihan metode kerja kelompok

a. Para peserta pelatihan lebih aktif tergabung dalam pelatihan mereka

b. Memungkinkan trainer untuk lebih memperhatikan kemampuan para peserta pelatihan.

c. Dapat memberikan kesempatan pada para peserta pelatihan untuk lebih menggunakan keterampilan bertanya dalam membahas suatu masalah.

d. Mengembangkan bakat kepemimpinan para peserta pelatihan serta mengerjakan ketrampilan berdiskusi.

Kelemahan metode kerja kelompok

a. Kerja kelompok terkadang hanya melibatkan para peserta pelatihan yang mampu sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang.

b. Keberhasilan strategi ini tergantung kemampuan peserta pelatihan memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri-sendiri.

c. Kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan daya guna mengajar yang berbeda pula.

3. Metode Kerja Lapangan

Metode kerja lapangan merupakan metode pelatihan dengan mengajak peserta pelatihan ke dalam suatu tempat diluar pelatihan yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun turut aktif ke lapangan kerja agar peserta pelatihan dapat menghayati sendiri serta bekerja sendiri di dalam pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Metode kerja lapangan juga merupakan ajang


(38)

untuk mengaitkan teori dengan praktek, mempraktekkan keterampilan yang didapat, melakukan pengamatan dan refleksi.

Kelebihan metode kerja lapangan

a. Peserta pelatihan mendapat kesempatan untuk langsung aktif mempraktekkan hasil pelatihan di lapangan sehingga memperoleh pengalaman langsung. b. Peserta pelatihan menemukan pengertian pemahaman dari hasil pelatihan itu

mengenai kelemahan-kelemahannya maupun kelebihannya. Kelemahan metode kerja lapangan

a. Waktu terbatas tidak memungkinkan memperoleh pengalaman yang mendalam dan penguasaan pengetahuan yang terbatas.

b. Untuk kerja lapangan perlu biaya yang banyak. Tempat praktek yang jauh dari pelatihan sehingga trainer perlu meninjau dan mempersiapkan terlebih dahulu.

4. Metode Sumbang Saran / Curah Pendapat

Sumbang saran merupakan suatu cara dalam pelatihan dengan mengutarakan suatu masalah ke peserta pelatihan oleh trainer kemudian peserta pelatihan menjawab mengemukakan pendapat / jawaban dan komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru (Roestiyah, 1991). Metode sumbang saran/curah pendapat juga merupakan metode untuk mengumpulkan ide-ide, pengalaman-pengalaman, dan memancing berpikir kreatif/inovatif perserta pelatihan.


(39)

a. Suasana disiplin dan demokratis dapat tumbuh

b. Peserta pelatihan aktif untuk menyatakan pendapatnya

c. Melatih peserta pelatihan untuk berfikir dengan cepat dan tersusun logis Kelemahan metode sumbang saran :

a. Trainer kurang memberi waktu kepada peserta pelatihan untuk berfikir yang baik.

b. Kadang-kadang pembicaraan hanya dimonopoli oleh peserta pelatihan tertentu.

c. Trainer hanya menampung pendapat-pendapat tidak pernah merumuskan kesimpulan.

5. Metode Presentasi

Metode presentasi merupakan penyampaian informasi dan pengetahuan dari seorang trainer dengan menggunakan komunikasi satu arah. Dalam metode presentasi, trainer penting memiliki keahlian/kemampuan yang spesifik etrkait dengan bahan/materi pelatihan yang disampaikan/dipresentasikan kepada peserta pelatihan. Metode ini akan tepat jika dilengkapi dengan alat bantu yang dapat menambah daya tarik atau nilai tambahy dari bahan/materi yang akan dipresentasikan. Begitupun sebaliknya jika dilakukan dengan biasa-biasa saja maka akan mengakibatkan hal yang membosankan dan monoton bagi peserta pelatihan. Kelebihan metode presentasi :

a. Dapat mentransfer pengetahuan kepada peserta pelatihan dengan jumlah peserta pelatihan yang banyak.


(40)

b. Jika ditampilkan dengan menarik akan menambah motivasi peserta pelatihan untuk menyimaknya.

Kelemahan metode presentasi :

a. Sangat bergantung kepada media pendukung

b. Sulit menelaah kefokusan peserta pelatihan, karena komunikasi yang terjadi hanya satu arah.

6. Metode Penemuan (Discovery)

Metode penemuan merupakan proses mental dimana peserta pelatihan mampu mengasimilasikan/mencampurkan suatu proses atau prinsip-prinsip. (Yamin, 2003). Kelebihan metode penemuan :

a. Dapat mengakibatkan kegairahan belajar pada diri peserta pelatihan.

b. Metode ini mampu memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan masing-masing.

c. Peserta pelatihan memperoleh pengetahuan yang bersifat sebagai sangat pribadi atau individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa peserta pelatihan tersebut.

Kelemahan metode penemuan :

a. Para peserta pelatihan harus ada kesiapan dan kematangan mental.

b. Bila kondisi pelatihan terlalu besar penggunaan metode ini kurang berhasil. 7. Metode Eksperimen

Metode eksperimen merupakan salah satu cara dalam pelatihan dimana seorang peserta pelatihan diajak untuk beruji coba atau mengadakan pengamatan


(41)

kemudian hasil pengamatan itu disampaikan dalam pelatihan dan dievaluasi oleh trainer (Roestiyah, 1991).

Kelebihan metode eksperimen :

a. Peserta pelatihan terlatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi segala masalah.

b. Peserta pelatihan lebih aktif berfikir dan membuktikan sendiri kebenaran suatu teori.

c. Peserta pelatihan dalam melaksanakan eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan menggunakan alat-alat percobaan.

Kelemahan merode eksperimen :

a. Seorang trainer harus benar-benar menguasi materi yang diamati dan harus mampu mengelola peserta pelatihannya.

b. Memerlukan waktu dan biaya yang sedikit lebih dibandingkan metode yang lain.

8. Metode Bermain Peran

Role playing dilakukan dengan meminta peserta pelatihan untuk melakukan suatu peranan. Metode ini tentu menjamin keterlibatan peserta pelatihan dan juga mendayagunakan efek kinestetik/gerakan. Role playing biasanya digunakan untuk mengembangkan kemampuan inter-personal atau kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Role playing dilakukan dengan terlebih dahulu merancang suatu kondisi yang harus dihadapi.


(42)

Kelebihan metode bermain peran :

a. Karena mereka bermain peran sendiri, maka mudah memahami masalah-masalah yang dihadapi.

b. Bagi peserta pelatihan dengan bermain peran sebagai orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu.

c. Dapat merasakan perasaan orang lain sehingga menumbuhkan sikap saling perhatian.

Kelemahan metode bermain peran :

a. Bila trainer tidak menguasi penggunaan metode ini untuk sesuatu sesi pelatihan, maka bermain peran tidak akan berhasil.

b. Bila trainer tidak memahami langkah-langkah pelaksanaan metode ini, maka akan mengacaukan berlangsungnya sesi pelatigan.

9. Metode Inquiry

Metode inquiry adalah metode pelatihan dimana trainer membagi tugas meneliti sutau masalah kepada peserta pelatihan. Peserta pelatihan dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti, dan membahas tugasnya didalam kelompok kemudian dibuat laporan yang etrsusun baik dan kemudian didiskusikan secara luas atau melalui pleno sehingga diperoleh kesimpulan terakhir (Roestiyah, 1991). Metode pelatihan inquiry menekankan kepada aktivitas peserta pelatrihan secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya metode ini menempatkan peserta pelatihan sebagai subjek belajar. Dalam proses pelatihan,


(43)

peserta pelatihan tidak hanya berperan sebagai penerima materi melalui penjelasan trainer pelatihan secara verbal, tetapi peserta pelatihan berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelatihan. Dengan demikian, metode pelatihan inquiry menempatkan trainer bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagi fasilitator dan motivator. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara trainer peserta pelatihan. Tujuan dari penggunaan metode inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam metode inquiry peserta pelatihan tak hanya dituntut untuk menguasi materi pelatihan, akan tetapi bagaimana menggunakan potensi yang dimilikinya. Kelebihan metode inquiry :

a. Mendorong peserta pelatihan untuk berfikir dan atas inisiatifnya sendiri, bersifat obyektif, jujur dan terbuka.

b. Siatusi proses pelatihan menjadi lebing merangsang peserta pelatihan untuk berfikir secara sistematis, kritis dan logis.

c. Dapat membentuk dan mengembangkan sel consept pada diri peserta pelatihan.

d. Mendorong peserta pelatihan untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.

Kelemahan metode inquiry :

a. Peserta pelatihan perlu memerlukan waktu menggunakan daya otaknya untuk berfikir memperoleh pengertian tentang konsep.


(44)

b. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering trainer sulit menyesuaikan dengan waktu yang ditentukan.

10. Metode Simulasi

Sebagai metode pelatihan, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode pelatihan dengan asumsi tidak semua proses pelatihan dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Metode pelatihan ini mengharuskan peserta pelatihan melakukan peran tertentu diluar dirinya sendiri atau melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan dalam sebuah situasi baru. Melalui proses simulasi, peserta pelatihan akan memperoleh pengalaman pembelajaran mendekati situasi nyata.

Kelebihan metode simulasi :

a. Dapat menyenangkan peserta pelatihan

b. Mengajak trainer untuk mengembangkan kreatifitas peserta pelatihan c. Eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya. d. Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi peserta pelatihan dalam

menghadapi simulasi yang sebenarnya. Kelemahan metode simulasi :

a. Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai dengan kenyataan di lapangan


(45)

b. Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hiburan, sehingga tujuan pelatihan menjadi terabaikan.

c. Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi peserta pelatihan dalam melakukan simulasi.

11. Metode Problem Solving

Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh peserta pelatihan. Seorang trainer harus pandai-pandai merangsang peserta pelatihannya untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya (Roestiyah, 1991). Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode pelatihan tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

Kelebihan metode problem solving :

a. Masing-masing peserta pelatihan diberi kesempatan yang sama dalam mengeluarkan pendapatnya sehingga para peserta pelatihan merasa lebih dihargai dan yang nantinya akan menumbuhkan rasa percaya diri.

b. Para peserta pelatihan diajak untuk lebih menghargai orang lain.

c. Untuk membantu peserta pelatihan dalam mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat.


(46)

Kelemahan metode problem solving :

a. Karena tidak melihat kualitas pendapat yang disampaikan terkadang penguasaan materi sering diabaikan.

b. Metode ini sering kali menyulitkan mereka yang sungkan mengutarakan pendapat secara lisan.

12. Metode Karyawisata

Metode karyawisata merupakan pelatihan yang dilaksanakan dengan mengajak peserta pelatihan kesuatu tempat atau obyek tertentu untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu (Roestiyah, 1991). Karyawisata dalam arti metode pelatihan mempunyai arti tersendiri, berbeda dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata disini berarti kunjungan ke luar dari ruang pelatihan dalam rangka belajar/pelatihan.

Kelebihan metode karya wisata :

a. Peserta pelatihan dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para petugas obyek karya wisata itu serta mengalami dan menghayati langsung.

b. Peserta pelatihan dapat melihat kegiatan para petugas secara individu atau kelompok dan menghayatinya secara langsung.

c. Peserta pelatihan dapat bertanya jawab menemukan sumber informasi yang pertama untuk memecahkan segala macam persoalan yang dihadapi.


(47)

a. Karena dilakukan di luar ruang pelatihan dan jarak yang cukup jauh maka memerlukan transport yang mahal dan biaya yang mahal.

b. Menggunakan waktu yang lebih panjang dari pada jam pelatihan. 13. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab merupakan cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pelatihan (Suwaji, 2008). Metode tanya jawab adalah metode pelatihan yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi tanya jawab antara trainer dengan peserta pelatihan. Kelebihan metode tanya jawab :

a. Trainer dapat mengetahui penguasaan peserta pelatihan terhadap bahan/materi pelatihan yang telah disajikan.

b. Memberi kesempatan pada peserta pelatihan untuk mengajukan pertanyaan terhadap persoalan yang belum dipahami.

Kelemahan metode tanya jawab yaitu trainer hanya memberikan giliran untuk bertanya pada peserta pelatihan tertentu saja.

14. Metode Quantum

Memandang pelaksanaan pelatihan seperti permainan musik orkestra-simfoni. Trainer harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha peserta pelatihan diberi reward (penghargaan). Strategi quantum tumbuhkan minat dengan alami dengan dunia realitas peserta pelatihan, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi


(48)

dengan tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

Kelebihan metode Quantum :

a. Suasana yang diciptakan kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai.

b. Setiap pendapat peserta pelatihan sangat dihargai. c. Proses belajarnya berjalan sangat komunikatif. Kelemahan metode Quantum :

a. Tidak semua trainer dapat menciptakan suasa kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai.

b. Berlebihan memberi reward pada peserta pelatihan. 15. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara pelatihan dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi, baik dua orang atau lebih yang masing-masing mengajukan argumentasinya untuk memperkuat pendapatnya. Diskusi untuk melakukan suatu tugas atau menggali ide-ide baru. Metode ini akan merangsang peserta pelatihan untuk mereproduksi, memikirkan berulang-ulang secara intensif apa yang terkandung dalam materi pelatihan. Metoda ini mempunyai dua daya serap yang tinggi, selama trainer dapat menjaga keterlibatan dari semua peserta pelatihan. Metode diskusi merupakan metode platihan yang menghadapkan peserta pelatihan pada suatu permasalahan. Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu


(49)

argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama.

Kelebihan metode diskusi :

a. Peserta pelatihan dapat saling bertukar ide dan pengalaman. b. Mengembangkan kekuatan pikiran

c. Membuat partisipasi peserta pelatihan menjadi optimal. d. Meningkatkan penghargaan terhadap pendapat orang lain. Kelemahan metode diskusi :

a. Alokasi waktu yang sulit karena banyak memakan waktu

b. Tidak semua argument bisa dilayani atau diajukan untuk dijawab. c. Semua berisik, bila trainer tidak mengelola dengan baik.

d. Bisa menyinggung perasaan peserta pelatihan jika idenya dikritik. e. Bila ketua kelompok dominan, proses berbagi tidak terjadi. 16. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah metode memberikan uraian atau penjelasan kepada peserta pelatihan. Dengan kata lain metode ini adalah sebuah metode pelatihan dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada peserta pelatihan yang pada umumnya mengikuti secara pasif dan penyampaian informasi yang dilakukan umumnya dengan cara komunikasi satu arah. Metode ini disebut juga dengan metode kuliah atau metode pidato. Metode ceramah merupakan penuturan bahan/materi pelatihan secara lisan yang biasanya diikuti oleh cukup banyak peserta


(50)

pelatihan. Metode ini senantiasai bagus bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik dan didukung dengan alat serta media yang mumpuni.

Kelebihan metode ceramah :

a. Materi yang diberikan terurai dengan jelas.

b. Dapat menyampaikan informasi yang tidak tersedia dalam buku. c. Dapat mempresentasikan fakta-fakta secara singkat.

d. Dapat menghubungkan antara teori dan praktek atau pengalaman nyata. Kekurangan metode ceramah :

a. Peserta pelatihan menjadi pasif, tidak dilibatkan b. Kurang kesempatan untuk pemecahan masalah.

c. Sulit mengevaluasi kemajuan belajar peserta pelatihan.

d. Peserta pelatihan sukar memusatkan perhatian dalam jangka waktu lama. e. Hal-hal yang dapat diingat sangat sedikit.

17. Metode Praktek

Adalah aktifitas dimana peserta memperagakan pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan di bawah pengawasan trainer.

Kelibahan metode praktek :

a. Peserta pelatihan dapat memperagakan pengetahuannya dalam kondisi yang sebenarnya.

b. Trainer bisa langsung memberikan masukan.


(51)

d. Trainer bisa mengidentifikasi informasi/keterampilan yang masih diperlukan peserta pelatihan.

Kelemahan metode praktek :

a. Ketersediaan alat peraga atau prasana yang mendukung b. Biasanya membutuhkan biaya yang mahal

c. Tujuan prkatikum tidak tercapai tanpa supervisi yang baik dari trainer. 18. Metode Permainan

Metode permainan adalah suatu metode pelatihan melalui cara-cara yang menarik, menyenangkan, mengasyikkan dan menantang untuk menyampaikan pesan-pesan materi pelatihan. Jika, permainan itu merupakan sarana untuk menymapaikan pesan-pesan memberi materi pelatihan dengan lebih menarik untuk menghindari, kejenuhan peserta pelatihan. Pemilihan permainan yang tepat dapat menggairahkan, mengurangi kejenuhan, memicu dan memacu prestasi, saling menghibur, mempercepat pembauran peserta pelatihan dan memetik pelajaran yang terkandung dalam permainan tersebut. Pada sesi pelatihan yang berdurasi relatif panjang, atau dengan pendekatan yang monoton dan kurang melibatkan peserta pelatihan, kegairahan peserta pelatihan dalam mengikuti setiap materi menjadi harus diselingi dengan kegiatan “pemecah kebekuan” atau “Icebreakers” dan pembangkit daya dan dinamika atau “energiser”.

Kelebihan metode permainan :

a. Dapat mempercepat dan mempermudah peserta pelatihan untuk saling mengenal.


(52)

b. Mendorong interaksi, membangkitkan semangat, membangunkan peserta pelatihan yang mengantuk dan bosan.

c. Merangsang berpikir kreatif dan memecah kebuntuan berpikir. Kelemahan metode permainan :

a. Bila dilakukan dengan permainan yang itu-itu saja maka akan mengakibatkan kebosanan pada peserta pelatihan.

b. Bila trainer kurang kreatif dalam meramu permainan, maka akan sedikit nilai-nilai yang bisa digali dari permainan.

19. Metode Brainwashing (Cuci Otak)

Metode ini sering dipakai dalam proses penyampaian materi yang masuk dalam kategori ideologis seperti nilai-nilai, visi-misi, dan sebagainya.

20. Brainstorming (Curah Pendapat)

Metode ini lebih bertumpu pada pengalaman dan imajinasi peserta pelatihan murni. Dalam prakteknya harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Trainer harus sesering mungkin melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang mengundang kritisisme peserta pelatihan.

b. Dan juga memberikan contoh-contoh persoalan sederhana yang biasa di alami untuk memancing kritisisme.

c. Dalam konteks ini trainer harus terus memegang alat tulis, untuk sebisa mungkin mendokumentasikan gagasan yang muncul tanpa terkecuali, dan memberikan catatan pada gagasan yang kurang lebih sama.


(53)

d. Dengan sesekali menarik kesimpulan dan memebrikan penjelasan sekedarnya, yang dihasilkan dari curah pendapat.

Tekink Pelatihan

Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Teknik pelatihan dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan trainer dalam mengimplementasikan suatu metode pelatihan secara spesifik. Beberapa teknik yang lazim digunakan dalam suatu pelatihan.

1. Teknik On The Job Training

Teknik on the job training yaitu teknik melatih peserta pelatihan untuk mempelajari suatu materi pelatihan/ pekerjaan sambil mengerjakannya/ memprakteknya, atau bisa juga disebut pelatihan yang dilakukan dilingkungan pekerjaan/ aktivitas dari peserta pelatihan itu sendiri. Teknik on the job training merupakan pelatihan yang menggunakan situasi dalam pekerjaan. Di sini peserta pelatihan diberi pelatihan tentang pekerjaan/materi baru dengan supervise/ coaching langsung dariseorang trainer yang berpengalaman (biasanya trainer dari lingkungan sendiri atau didatangkan dari luar). Teknik on the job training ini dapat digunakan pada metode praktek dan metode latihan.

Kelebihan teknik on the job training : a. Relatif tidak mahal.

b. Berlatih sambil berproduksi atau menghasilkan sesuatu. c. Tidak dibutuhkan tempat pelatihan khusus.


(54)

Kekurangan teknik on the jon training adalah trainer yang dipakai, harus orang yang tepat.

2. Teknik Off The Job Training

Teknik off the job training adalah teknik pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan/aktivitas peserta pelatihan. Dipergunakan apabila banyak peserta pelatihan yang harus dilatih dengan cepat dan secara bersama-sama. Teknik off the job training ini dapat digunakan pada metode ceramah, metode persentasi, metode role playing (bermain peran), metode kasus dan metode simulasi.

Kelebihan teknik the off job training :

a. Biaya pelatihan tidak mahal, karena berkelompok. b. Membuka wawasan baru.

c. Pemisahan waktu pelatihan dan waktu bekerja peserta pelatihan. Kekurangan teknik off the job training :

a. Teknik off the job training bersifat teoritis.

b. Kecocokan tipe pelatihan yang kurang dengan kebutuhan yang ada. 3. Teknik Fasilitas

Fasilitas berasal dari kata “facile” yang berarti mudah. Fasilitas memiliki makna “membuat” sesuatu/semua menjadi mudah “atau” membuat lebih mudah atau tidak terlalu sulit”. Teknik fasilitasi dalam pelatihan adalah suatu teknik dimana terjadi proses sadar dan sepenuh hati seorang trainer membantu peserta pelatihan dalam meraih tujuan pelatihan dengan taat pada nilai-nilai dasar dan peraturan yang disepakati dalam proses pelatihan tersebut. Dalam proses pelatihan yang


(55)

menggunakan teknik fasilitasi dibutuhkan orang yang berperan mengelola pelatihan yang disebut “fasilitator”. Seorang fasilitator dalam teknik fasilitasi adalah orang yang membuat kerja peserta pelatihan menjadi lebih mudah karena kemampuannya dalam menstrukturkan dan memandu partisipasi para peserta pelatihan.

Seorang fasilitator mempunyai tugas utama membantu peserta pelatihan meningkatkan efektivitasnya dengan cara menyempurnakan proses dan struktur yang terjadi pada prose pelatihan. Prosese artinya bagaimana peserta pelatihan bekerja sama. Termasuk di dalamnya bagaimana masing-masing peserta pelatihan berinteraksi satu sama lain, bagaimana mereka mengidentifikasidan memecahkan persoalan, bagaimana mereka membuat keputusan-keputusan, dan bagaimana mereka menangani konflik. Struktur maksudnya bagaimana proses interaksi antar peserta pelatihan itu berlangsung. Untuk melaksanakan semua itu, seorang fasilitator perlu memiliki pengetahuan dasar mengenai beberapa hal yang berkaitan erat dengan proses dan struktur yang terjadi dalam pelatihan. Peserta pelatihan berinteraksi dan saling belajar, maka seorang fasilitator perlu tahu tentang teori belajar dalam pelatihan, pendekatan pelatihan, metode-metode dalam pelatihan dan mengelola dinamika peserta pelatihan. Seseorang fasilitator juga perlu tahu kiat agar peserta pelatihan yang difasilitasinya terus mengikuti proses pelatihan dengan penuh semangat dan bergairah, maka ia pun tahu bagaimana mengelola kreativitas dalam suatu prose pelatihan.


(56)

2.2.Pengetahuan dan Tindakan 2.2.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melalukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui penglihatan, penciuman, rasa raba, dan sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo: 2007). Pengetahuan menurut HR Bloom adalah hasil tahu yang dimiliki individu atau dengan memperjelas fenomena sekitar. Sedangkan menurut Indra Jaya pengetahuan didefinisikan sebagai berikut : Sesuatu yang ada dianggap ada, sesuatu hasil persesuaian subjek dan objek, hasil kodrat manusia dan hasil persesuaian antara induksi dengan deduksi.

Menurut Sukmadinata (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang adalah sebagai berikut :

a. Faktor Internal 1) Jasmani

Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan indera seseorang 2) Rohani

Faktor jasmani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor, serta kondisi afektif serta kognitif individu.

b. Faktor Eksternal 1) Pendidikan

Tingka pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan


(57)

memberi respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang, akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.

2) Paparan Media Massa

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar di media massa (TV, radio, majalah, pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar informasi media. Hal ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

3) Status Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi yang lebih rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan informasi pengetahuan yang termasuk kebutuhan sekunder.

4) Hubungan Sosial

Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dalam kehidupan saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontiyu akan lebih besar terpapar informasi, sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi media.


(58)

5) Pengalaman

Pengalaman seseorang tentang berbagai hal dapat diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misalnya seseorang mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik, seperti seminar dan berorganisasi, sehingga dapat memperluas pengalamannya, karena dari berbagai kegiatan-kegiatan tersebut, informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu cara tradisional (non ilmiah) dan cara modern (ilmiah).

a. Cara Tradisional (Non Ilmiah)

Cara ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan logis. Cara penentuan pengalaman secara tradisional antara lain :

(1) Coba-coba dan salah

Cara-cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil akan dicoba dengan kemungkinan yang lain.

(2) Cara kekuasaan (otoritas)

Prinsip dalam cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang diketemukan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa menguji atau


(59)

membuktikan kebenaran terlebih dahulu berdasarkan empiris atau berdasarkan penalaran sendiri.

(3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang ada pada masa lalu. Pengalaman pribadi dapat menuntun kembali seseorang untuk menarik kesimpulan yang benar. Untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis.

(4) Melalui jalan pikir

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya secara induksi dan deduksi.

b. Cara Modern (Ilmiah)

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan jalan mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan terhadap semua fakta sebelumnya dengan objek penilitian (Notoatmodjo, 2007).

Sumber pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dan sebagainya. Sumber pengetahuan dapat berupa


(60)

pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal ahli agama, pemegang pemerintahan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2.2.2 Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Tindakan adalah perwujudan dari pengetahuan yang diperoleh dan merupakan bentuk nyata dari sikap seseorang Soekidjo Notoadmodjo (2003). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata (tindakan) diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

1) Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek berpengaruh dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2) Respon Terpimpin (Guide Respone)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

3) Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

4) Adopsi (Adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan ini sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran


(61)

tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan reponden.

Menurut penilitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu :

1) Kesadaran (Awareness)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (Objek)

2) Tertarik (Interest)

Dimana orang mulai tertarik pada stimulus 3) Evaluasi (Evaluation)

Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (Trial)

Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5) Menerima (Adoption)

Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.


(62)

2.3.Pabrik Kayu

Industri kayu yang dapat mengubah kayu menjadi papan, perabot rumah tangga dan peralatan kantor, menimbulkan masalah keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerjanya serta lingkungan kerja yang tercemar oleh debu dari proses produksi. Debu akan bebas di udara lingkungan kerja tanpa melalui suatu proses pengolahan limah udara secara baik, serta desain industri kayu tidak mencerminkan suatu bangunan industri yang baik. Debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun (Depkes RI, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Yulaekah (2007) menunjukkan bahwa paparan debu terhirup mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya gangguan fungsi paru. Kayu dapat diklasifikasikan menjadi hardwood dan softwood. Dasar dari pengelompokan ini adalah pada struktur sel spesies kayu terkait bukan bentuk fisik dari kayu. Bentuk umum dari kayu yang dapat membahayakan kesehatan adalah debu kayu dan bahan organik lain pada kayu.

HSE (Health and Safety Executive) UK menetapkan nilai batas paparan debu kayu (softwood dan hardwood) di tempat kerja sebesar 5mg/m3 (8 jam TWA/Time Weighted Average, debu total yang terhirup). Lebih jauh lagi, baik softwood maupun hardwood digolongkan sebagai bahan karsinogenik dan dianggap sebagai pencetus kanker. Berdasarkan hal ini prinsip ALARA (As Low As Reasonably Practicable) harus dianut (Khumaidah, 2009).


(63)

Penyakit akibat debu kayu :

1. Kulit : paparan debu kayu dapat mengiritasi kulit sehingga menyebabkan dermatitis. Pada dematitis iritan ini lesi umumnya timbul pada punggung tangan, wajah, leher, dan kulit kepala. Selain dermatitis iritan, dermatitis juga dapat timbul melalui proses sensitasi dan alergi.

2. Pernafasan : debu kayu yang terhirup dapat menimbulkan masalah kesehatan pada hidup seperti rhinitis, hidung tersumbat, mimisan dan paru-paru seperti asthma, gangguang fungsi paru.

3. Mata : apabila terkena mata, debu kayu dapat menimbulkan mata berair, perih, dan konjungtivitis.

Hazard berupa fisik di tempat kerja pabrik kayu adalah kebisingan. Secara umum kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan (Bashiruddin, 2007). Jenis-jenis alat pelindung telinga untuk mencegah kebisingan yaitu : 1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural inserprotector), dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani. Beberapa tipe sumbat telinga : formable type, custom-molded type, premolded type. Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB lebih, 2. Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumauralprotectors), menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising s/d 40-50 dB frekuensi 100-8000 Hz, 3. Helmet/enclosure, menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dB pada frekuensi tinggi. APD ini harus tersedia di tempat kerja


(64)

tanpa harus membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus menyediakan APD ini (Roestam, 2004).

2.4.Alat Pelindung Diri dalam Sektor Industri Kayu 2.4.1 Pengertian

Alat Perlindung Diri adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Tarwaka, 2008). Alat Pelindung diri merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan yang berfungsi mengisolasi tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif (Suma’mur, 2009). Suma’mur (1996) menyatakan hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian alat pelindung diri adalah pengujian mutu.

Alat pelindung diri harus memenuhi standar yang telah ditentukan untuk menjamin bahwa alat pelindungi diri akan memberikan perlindungan sesuai dengan yang diharapkan. Semua alat pelindung diri sebelum dipasarkan harus diuji lebih dahulu mutunya. Alat pelindung diri yang akan digunakan harus benar-benar sesuai dengan kondisi tempat kerja, bahaya kerja dan tenaga kerja sendiri agar benar-benar


(65)

dapat memberikan perlindungan semaksimal mungkin pada tenaga kerja. Untuk memberikan perlindungan yang maksimum pada tenaga kerja, maka ukuran alat pelindung diri harus tepat. Ukuran yang tidak tepat akan menimbulkan gangguan pada pemakaiannya. Sekalipun alat pelindung diri disediakan oleh perusahaan, alat-alat ini tidak akan memberikan manfaat yang maksimal bila cara memakainya tidak benar.

Tenaga kerja harus diberikan pengarahan tentang :

a. Manfaat dari alat pelindung diri yang disediakan dengan potensi bahaya yang ada. b. Menjelaskan bahaya potensial yang ada dan akibat yang akan diterima oleh

tenaga kerja jika tidak memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.

c. Cara memakai dan merawat alat pelindung diri secara benar harus dijelaskan pada tenaga kerja.

d. Pengawasan dan sanksi pada tenaga kerja menggunakan alat pelidung diri.

e. Pemeliharaan alat pelindung diri harus dipelihara dengan baik agar tidak menimbulkan krusakan ataupun penurunan mutu.

f. Penyimpanan alat pelindung diri harus selalu disimpan dalam keadaan bersih ditempat yang telah tersedia, bebas dari pengaruh kontaminasi.

2.4.2 Pemilihan Alat Pelindung Diri

Setiap tempat kerja mempunyai potensi bahaya yang berbeda-beda sesuai dengan jenis, bahan dan proses produksi yang dilakukan. Dengan demikian, sebelum melakukan pemilihan alat pelindung diri mana yang tepat digunakan, diperlukan adanya suatu investarisasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja masing-masing.


(66)

Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diriharus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut (Tarwaka, 2008) :

1) Aspek Teknis, meliputi :

a. Pemilihan berdasarkan jenis dan bentuknya. Jenis dan bentuk alat pelindung diri harus disesuaikan dengan bagian tubuh yang dilindungi.

b. Pemilihan berdasarkan mutu atau kualitas. Mutu alat pelindung diri akan menentukan tingkat keparahan dan suatu kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin terjadi. Semakin rendah mutu alat pelindung diri, maka akan semakin tinggi tingkat keparahan atas kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang terjadi. Adapun untuk menentukan mutu suatu alat pelindung diri dapat dilakukan melalui uji laboratorium untuk megetahui pemenuhan terhadap standar. Penentuan jumlah alat pelindung diri. Jumlah yang diperlukan sangat tergantung dari jumlah tenaga kerja yang terpapar potensi bahaya di tempat kerja. Idalnya adalah setiap pekerja menggunakan alat pelindung diri sendiri-sendiri atau tidak dipakai secara bergantian.

c. Teknik penyimpanan dan pemeliharan. Penyimpanan investasi untuk penghematan dari pada pemberian alat pelindung diri.

2) Aspek Psikologis

Di samping aspek teknis, maka aspek psikologis yang menyangkut masalah kenyamanan dalam penggunaan alat pelindung diri juga sangat penting untuk diperhatikan. Timbulnya masalah baru bagi pemakai harus dihilangkan, seperti terjadinya gangguan terhadap kebebasan gerak pada saat memakai alat pelindung diri.


(67)

Penggunaan alat pelindung diri tidak menimbulkan alergi gatal-gatal pada kulit, tenaga kerja tidak malu memakainya karena bentuknya tidak cukup menarik. Ketentuan pemilihan alat pelindung diri meliputi :

a. Alat pelindung diri harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya-bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.

b. Berat alat hendaknya seringan mungkin akan tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan.

c. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel. d. Bentuknya harus cukup menarik

e. Alat pelindung tahan lama untuk pemakaian yang lama. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakaianya, yang dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaannya.

f. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.

g. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakaiannya. h. Suku cadanya mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.

2.4.3 Kriteria Alat Pelindung Diri

Berdasarkan aspek-aspek tersebut diatas, maka perlu diperhatikan pula beberapa kriteria dalam pemilihan alat pelindung diri sebagai berikut (Tarwaka, 2008) :

1. Alat pelindung diri harus mampu memberikan perlindungan efektif kepada pekerja atas potensi bahaya yang dihadapi ditempat kerja.


(68)

2. Alat pelindung diri mempunyai berat yang seringan mungkin, nyaman dipakai dan tidak menjadi beban tambahan bagi pemakainya.

3. Bentuknya cukup menarik, sehingga tenaga kerja tidak malu memakainya. 4. Tidak menimbulkan gangguan kepada pemakainya, baik karena jenis

bahayanya maupun kenyamanan dan pemakaiannya. 5. Mudah untuk dipakai dan dilepas kembali.

6. Tidak mengganggu penglihatan, pendengaran dan pernafasan serta gangguan kesehatan lainnya pada waktu dipakai dalam waktu yang cukup lama.

7. Tidak mengurangi persepsi sensoris dalam menerima tanda-tanda peringatan. 8. Suku cadang alat pelindung diri yang bersangkutan cukup tersedia dipasaran. 9. Mudah disimpan dan dipelihara pada saat tidak digunakan.

2.4.4 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri

Jenis-jenis alat pelindung diri berdasarkan fungsinya terdiri dari beberapa macam. Alat pelindung diri yang digunakan tenaga kerja sesuai dengan bagian tubuh yang dilindungi, antara lain:

1) Alat Pelindung Kepala

Digunakan untuk melindungi rambut terjerat oleh mesin yang berputar dan untuk melindungi kepala dari terbentur benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan benda atau terpukul benda yang melayang, percikan bahan kimia korosif, panas sinar matahari. Jenis alat pelindung kepala antara lain :


(69)

Berfungsi untuk melindungi kepala dari benda-benda keras yang terjatuh dan terkena arus listrik. Topi pelindung harus tahan terhadap pukulan, tidak mudah terbakar, tahan terhadap perubahan iklim dan tidak menghantarkan arus litrik topi pelindung dapat terbuat dari plastik serta gelas (fiberglass) maupun metal. Topi pelindung dari bahan bakelite enak dipakai karena ringan, tahan terhadap benturan dan benda keras serta tidak menyalurkan arus listrik. Sedangkan topi pelindung biasanya dilengkapi dengan anyaman penyangga yang berfungsi untuk menyerap keringat dan mengatur pertukaran udara,

b) Tutup Kepala

Berfungsi untuk melindungi kepala dari kebakaran, korosi, suhu panas, atau dingin. Tutup kepala ini biasanya terbuat dari asebestos, kain tahan api/korosi, kulit dan kain tahan air.

c) Topi (Hats/Cap)

Berfungsi untuk melindungi kepala atau rambut dari kotoran/debu atau mesin yang berputar. Topi ini biasanya terbuat dari kain katun.

2) Alat Pelindung Mata

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elektronik, panas radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan benda keras.


(70)

a) Kacamata (Spectacles)

Berfungsi untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu dan radiasi gelombang elektromagnetik.

b) Goggle

Berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap dan percikap larutan bahan kimia. Goggle biasanya terbuat dari plastik transparan dengan lesan berlapis kobalt untuk bahaya radiasi gelombang elektromagnetik mengion. 3) Alat Pelindung Telinga

Alat pelindung jenis ini digunakan untuk mengurangi intensitas yang masuk ke dalam telinga.

a) Sumbat Telinga (Ear Plug)

Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan sintetis. Ear plug yang terbuat dari kapas, spon malam (wax) hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (disposieble). Sedangkan yang terbuat dari bahan dan plastik yang dicetak dapat digunakan berulang kali.

b) Tutup Telinga (Ear Muff)

Alat pelindung jenis ini terdiri dari 2 (dua) buah tutup telinga dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga ini berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada pemakaian untuk waktu yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurun karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi dari bantalan dengan miunyak dan keringat pada permukaan kulit. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara


(1)

(2)

(3)

Lampiran 7


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisa Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Karyawan Kilang Papan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

1 46 114

Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

0 0 16

Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

0 0 2

Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

0 0 13

Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

3 10 49

Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

0 0 4

Pengaruh Pelatihan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap Pengetahuan dan Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Diri Karyawan Kilang Papan PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

0 0 27

Analisa Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Karyawan Kilang Papan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

0 0 16

Analisa Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Karyawan Kilang Papan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

0 0 2

Analisa Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Karyawan Kilang Papan dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri di PT Hidup Baru Kota Binjai Tahun 2014

1 1 10