Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat

Berdasarkan hasil analisis finansial, secara umum dapat dikatakan bahwa pengusahaan hutan rakyat pada lahan milik petani kedua desa contoh dengan biaya total pengeluaran yang dibebankan baik sebelum retribusi maupun setelah ijin tebang angkut adalah layak bagi petani pemiliknya. Hal ini terlihat dari nilai NPV yang positif dan BCR lebih besar dari satu. Sedangkan nilai IRR nya lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Dari Tabel 9 tersebut dapat dilihat nilai NPV rata-rata sebesar Rp 622.160, BCR sebesar 1,063 dan IRR sebesar 20,74. Dari data tersebut kegiatan pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan petani hutan rakyat di Kecamatan Nanggung dengan dua desa contoh yakni Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet, masih berada diatas tingkat suku bunga yang berlaku. Hal ini menunjukan bahwa usaha ini sangat berprospek dan dapat memberi tambahan penghasilan yang besar bagi petani. Disisi lain petani dapat membantu mewujudkan program pemerintah untuk melestarikan sumber daya alam yang berupa hutan. Tabel 9. Keuntungan dan Kelayakan Pengusahaan Hutan Rakyat Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Biaya Rp 1220000 640000 735000 745638 1685000 945698 8652369 1230000 1750000 2325000 19.928.705 Penerimaan Rp 845000 569123 658243 578145 2475638 864598 3476589 3946568 4236454 5786359 23.436.717 Biaya Terdiskonto Rp 1089286 510204 523158 473866 956114 479120 3913892 496776 631068 748588 9.822.073 Penerimaan Terdiskonto Rp 754464 453701 468524 367422 1404743 438032 1572632 1593953 1527708 1863053 10.444.233 NPV i=12 -334821 -56503 -54634 -106445 448629 -41088 -2341260 1097176 896640 1114465 622.160 NPV i=20 -312500 -49220 -44420 -80774 317740 -27160 -1444465 631787 481891 559029 31.907 NPV i=21 -309917 -48410 -43327 -78137 304825 -25841 -1362945 591204 447211 514509 -10.827 BCR 0,692 0,889 0,895 0,775 1,469 0,914 0,401 3,208 2,420 2,488 1,063 IRR - - - - - - - - - - 20,74 Jika dilihat dengan analisis sensitivitas sebesar 5 maka akan terlihat pengaruhnya pada BCR, NPV dan IRR. Hal ini dapat dijelaskan pada Tabel 10. Tabel 10. Analisis Sensitivitas Pengusahaan Hutan Rakyat Perubahan NPV 12 IRR BCR Biaya Naik Penerimaan 5 Tetap 131.056 12,57 1,013 Penerimaan Turun Biaya 5 Tetap 99.948 13,36 1,010 Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa jika ada perubahan total biaya naik sebesar 5 dapat berpengaruh pula pada perubahan NPV, IRR dan BCR. Jika terdapat perubahan biaya naik sebesar 5 dengan asumsi total penerimaan tetap maka akan berpengaruh terhadap perubahan total BCR menjadi 1,013, perubahan total NPV pada tingkat suku bunga 12 sebesar 131.056 dan perubahan IRR menjadi 12,57. Sedangkan jika penerimaan turun 5 dengan asumsi biaya tetap maka akan berpengaruh terhadap total perubahan BCR menjadi 1,010, perubahan total NPV pada tingkat suku bunga 12 sebesar 99.948 dan perubahan pada IRR menjadi 13,36.

5.6 Analisis Prospek Kontribusi Hutan Rakyat

Pada dasarnya masyarakat tidak merasa keberatan apabila dikenai retribusi terhadap kayu rakyat baik berupa ijin tebang maupun ijin angkut. Dalam arti jika mereka menebang kayu harus ada persetujuan dari pihak instansi yang ditunjuk dan dikenai biaya atau retribusi setiap pohon atau per m 3 nya. Sedangkan untuk ijin angkut yaitu semacam perijinan dalam pengangkutan kayu ke tempat tujuan penjualan dengan retribusi per m 3 . Mayoritas petani responden menyatakan kesetujuannya akan tetapi dengan syarat ada semacam imbalan atau insentif yang mereka inginkan antara lain seperti bantuan bibit ataupun pupuk. Pada kenyataannya sekarang ini di 2 desa contoh belum ada bantuan atau campur tangan dari pihak Pemerintah Daerah khususnya dalam hal ini dari Dinas Kehutanan dalam pengelolaan hutan rakyat yang mereka miliki.

5.6.1 Mekanisme Perizinan Penebangan dan Pengangkutan Kayu Rakyat

Pada kenyataannya sekarang ini di dua desa contoh Curug Bitung dan Bantar Karet tidak ada perizinan dari pemerintah sebelum melakukan penebangan kayu. Jadi petani bebas saja menebang kayu miliknya kapan saja tanpa perizinan dari Kepala Desa setempat. Menurut keterangan dari Kepala Desa sebenarnya sudah ada peraturan di tiap desa bahwa untuk penebangan kayu rakyat harus meminta izin terlebih dahulu. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan hal tersebut tidak berlaku. Masyarakat merasa tanaman tersebut miliknya sendiri sehingga mereka berpikiran tidak perlu untuk meminta izin sebelum menebangnya. Lain halnya jika yang mereka tanam kayu yang jenisnya sama dengan milik Perhutani seperti Pinus. Sebelum penebangan petani harus meminta izin terlebih dahulu dan atas sepengetahuan dari pihak Perhutani, kemudian dibuat ijin angkut utuk kayu tersebut. Tanpa ijin angkut dari pihak Perhutani kayu tersebut dianggap illegal. Untuk proses pengangkutan kayu, jika kayu tersebut diangkutdijual melewati Pos Pemeriksaan Hasil Hutan di Leuwiliang para petani atau tengkulak meminta surat dari desa yang menyatakan bahwa kayu tersebut resmi. Dalam surat tersebut disebutkan nama pemilik kayu, jumlah pohon, dan kubikasinya. Sedangkan untuk kayu yang dijual ke industri penggergajian terdekat dan tidak melewati pos pemeriksaan tersebut maka kebanyakan mereka tidak meminta surat dari desa karena mereka merasa tidak memerlukannya. Dalam pembuatan surat dari desa tidak ada retribusi secara resmi per m 3 kayu yang diangkut. Pihak penjual secara sukarela memberikan biaya sebatas biaya administrasi saja. Besarnya biaya tersebut pihak desa juga tidak menentukan secara resmi karena sifatnya sukarela. Di Desa Bantar Karet baru diusulkan semacam peraturan desa yang mengatur retribusi pada kayu yang akan ditebang dan diangkut. Sedangkan untuk Desa Curug Bitung belum ada rancangan retribusi yang akan diberlakukan. Retribusi kayu rakyat baik berupa ijin tebang maupun ijin angkut dapat dibebankan kepada tengkulak maupun petani hutan rakyat tergantung pola penjualannya. Dari 60 responden yang diwawancarai 85 petani hutan rakyat menjual kayunya ke tengkulak dalam bentuk pohon berdiri. Jadi jika pola