Analisis Prospek Kontribusi Hutan Rakyat

5.6.1 Mekanisme Perizinan Penebangan dan Pengangkutan Kayu Rakyat

Pada kenyataannya sekarang ini di dua desa contoh Curug Bitung dan Bantar Karet tidak ada perizinan dari pemerintah sebelum melakukan penebangan kayu. Jadi petani bebas saja menebang kayu miliknya kapan saja tanpa perizinan dari Kepala Desa setempat. Menurut keterangan dari Kepala Desa sebenarnya sudah ada peraturan di tiap desa bahwa untuk penebangan kayu rakyat harus meminta izin terlebih dahulu. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan hal tersebut tidak berlaku. Masyarakat merasa tanaman tersebut miliknya sendiri sehingga mereka berpikiran tidak perlu untuk meminta izin sebelum menebangnya. Lain halnya jika yang mereka tanam kayu yang jenisnya sama dengan milik Perhutani seperti Pinus. Sebelum penebangan petani harus meminta izin terlebih dahulu dan atas sepengetahuan dari pihak Perhutani, kemudian dibuat ijin angkut utuk kayu tersebut. Tanpa ijin angkut dari pihak Perhutani kayu tersebut dianggap illegal. Untuk proses pengangkutan kayu, jika kayu tersebut diangkutdijual melewati Pos Pemeriksaan Hasil Hutan di Leuwiliang para petani atau tengkulak meminta surat dari desa yang menyatakan bahwa kayu tersebut resmi. Dalam surat tersebut disebutkan nama pemilik kayu, jumlah pohon, dan kubikasinya. Sedangkan untuk kayu yang dijual ke industri penggergajian terdekat dan tidak melewati pos pemeriksaan tersebut maka kebanyakan mereka tidak meminta surat dari desa karena mereka merasa tidak memerlukannya. Dalam pembuatan surat dari desa tidak ada retribusi secara resmi per m 3 kayu yang diangkut. Pihak penjual secara sukarela memberikan biaya sebatas biaya administrasi saja. Besarnya biaya tersebut pihak desa juga tidak menentukan secara resmi karena sifatnya sukarela. Di Desa Bantar Karet baru diusulkan semacam peraturan desa yang mengatur retribusi pada kayu yang akan ditebang dan diangkut. Sedangkan untuk Desa Curug Bitung belum ada rancangan retribusi yang akan diberlakukan. Retribusi kayu rakyat baik berupa ijin tebang maupun ijin angkut dapat dibebankan kepada tengkulak maupun petani hutan rakyat tergantung pola penjualannya. Dari 60 responden yang diwawancarai 85 petani hutan rakyat menjual kayunya ke tengkulak dalam bentuk pohon berdiri. Jadi jika pola penjualannya melalui tengkulak berarti proses penebangan dan pengangkutan menjadi tanggunag jawab tengkulak dan secara otomatis retribusi juga dibebankan ke tengkulak. Akan tetapi jika petani sendiri yang memanen dan memasarkan kayunya, berarti retribusi tersebut menjadi tanggung jawab petani. Teknis pembayaran ijin tebang dan ijin angkut bisa dilakukan dengan dua alternatif. Alternatif pertama langsung membayar ke petugas penyuluh lapangan dan yang kedua melalui aparat desa setempat. Pembayaran retribusi ke petugas penyuluh lapangan akan memberikan keuntungan yaitu petani dapat bertemu langsung dengan petugas sehingga apabila ada permasalahan dalam pengeloaan hutan rakyat bias langsung disampaikan untuk dicari penyelesaiannya. Adapun kendalanya yaitu kesulitan untuk menemui petugas tersebut karena satu orang petugas tidak hanya membawahi satu desa saja sehingga tidak akan efektif dalam pelaksanaannya. Selain itu pihak desa juga akan merasa dilewati, dalam era otonomi daerah seperti ini masyarakat semakin kritis dalam menyikapi sesuatu. Alternatif kedua pembayaran dilakukan di kantor desa melalui aparat yang ditunjuk desa. Keuntungan dengan alternatif ini adalah kepraktisan, dalam arti petani hutan rakyat dapat meminta izin tidak terlalu jauh karena masih dalam satu desa. Kemudian sosialisasi retribusi ini ke masyarakat akan lebih mudah jika dilakukan oleh aparat desa setempat disbanding dengan petugas penyuluh lapangan. Bagi Pemerintah Desa, adanya retribusi tersebut dapat menambah pendapatan desa dimana harus ada pembagian langsung dari Pemerintah Daerah ke desa berdasarkan hasil retribusi yang diperoleh. Sedangkan kerugiannya yaitu masalah petani dalam pengelolaan hutan rakyat tidak bisa disampaikan secara langsung ke petugas penyuluh lapangan.

5.6.2. Prospek Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD

Dari Tabel 11 memperlihatkan bahwa tingkat kesediaan akan ijin tebang sebagian besar 58.33 berkisar antara Rp 100,00 sampai Rp 500,00 berdasarkan pada luasan kepemilikan hutan rakyat. Ada 2 orang responden dengan kesediaan lebih dari Rp 1.000,00 atau hanya 3.33. Dari 30 responden petani hutan rakyat di Desa Curug Bitung ada 8 orang responden menyatakan ketidaksetujuannya jika dikenai retribusi atau ijin tebang. Hal ini disebabkan banyak faktor antara lain kondisi sosial ekonomi responden tersebut, rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya kesadaran akan arti pentingnya pajak. Secara keseluruhan rata-rata kesediaan dipungut dalam bentuk ijin tebang disemua desa contoh yaitu sebesar Rp 366,00m 3 atau Rp 114,00ph. Rendahnya tingkat kesediaan petani responden akan ijin tebang karena selama ini karena belum ada retribusi semacam itu. Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar Ijin Tebang di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Kesediaan Membayar Ijin Tebang Rpm 3 Luas Kepemilikan Hutan Rakyat Ha 0,5-1 1-2 2 Curug Bitung N Bantar Karet N Curug Bitung N Bantar Karet N Curug Bitung N Bantar Karet N 6 2 3 100-500 11 8 6 5 2 3 500-1000 2 6 1 1 1000 2 2 Total 19 16 9 9 2 5 Tingkat kesediaan petani responden akan ijin angkut per m 3 lebih besar daripada ijin tebang. Hal ini disebabkan mereka sudah terbiasa meminta surat izin pengangkutan kayu ke desa dan biasanya mereka juga memberikan biaya administrasi di desa secara sukarela. Tingkat kesediaan mereka berkisar antara Rp 500,00 sampai Rp 1.000,00. Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar Ijin Angkut di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Kesediaan Membayar Ijin Angkut Rpm 3 Luas Kepemilikan Hutan Rakyat Ha 0,5-1 1-2 2 Curug Bitung N Bantar Karet N Curug Bitung N Bantar Karet N Curug Bitung N Bantar Karet N 3 1 3 500-1000 12 7 8 4 3 1000-1500 1 3 2 1500 3 5 1 2 2 Total 19 16 9 9 2 5 Jadi secara keseluruhan rata-rata kesediaan dipungut dalam bentuk ijin angkut di semua desa contoh yaitu sebesar Rp 1.150,00m 3 . Pada Desa Bantar Karet memiliki kesediaan membayar baik ijin tebang maupun ijin angkut terbesar daripada Desa Curug Bitung. Hal ini disebabkan pada Desa Bantar Karet sumber pendapatannya selain berasal dari kayu rakyat juga berasal dari banyaknya penduduk yang bekerja sebagai penambang emas. Tabel 13. Rata-rata kesediaan membayar ijin tebang dan ijin angkut di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Jenis Retribusi Desa Curug Bitung Rpm 3 Desa Bantar Karet Rpm 3 Ijin Tebang 229,80 502,78 Ijin Angkut 1183,23 1117,82 Total 1413,03 1620,60 Dengan total rata-rata kesediaan membayar ijin tebang angkut untuk per m 3 kayu yang dijual oleh petani pada Desa Curug Bitung sebesar Rp 1.413,00 dan Desa Bantar Karet sebesar Rp 1.620,00. Dengan besarnya ketersediaan tersebut dapat diketahui prospek kontribusi hutan rakyat dari Kecamatan Nanggung dengan rata rata potensi hutan rakyat Standing Stock pada Desa Curug Bitung sebesar 173,03 m 3 Ha dengan luas hutan rakyat sebesar 473,2 Ha maka potensi PAD dari hutan rakyat sebesar Rp 115.693.325. Sedangkan untuk Desa Bantar Karet dengan rata-rata potensi hutan rakyat Standing Stock sebesar 144,00 m 3 Ha dengan luas hutan rakyat sebesar 350,8 Ha maka potensi PAD dari hutan rakyat sebesar Rp 81.764.640. Pendapatan Asli Daerah PAD Kabupaten Bogor pada tahun 20062007 adalah sebesar Rp 63.830.000.000 Pemda Bogor, 2006. Dengan demikian Desa Curug Bitung memiliki potensi untuk menyumbang dari hasil hutan rakyat terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD Kabupaten Bogor sebesar 0,18 . Sedangkan di Desa Bantar Karet memiliki potensi untuk menyumbang dari hasil hutan rakyat terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD Kabupaten Bogor sebesar 0,12 . Tabel 14. Analisis Potensi PAD Dari Hutan Rakyat di Desa Curug Bitung dan Desa Bantar Karet Desa Curug Bitung Desa Bantar Karet 1. Rata-rata Potensi Hutan Rakyat Standing Stock m 3 Ha 173,03 144,00 2. Rata-Rata Kesediaan Membayar Ijin Tebang Angkut Rpm 3 1.413 1.620 3. Luas Hutan Rakyat Ha 473,2 350.5 4. Potensi PAD Rp = 1 x 2 x 3 x 4 115.693.325 81.764.640 5. Persentase Potensi PAD 0,18 0,12

5.7 Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Retribusi Kayu Rakyat

Persamaan regresi yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi tidak hanya dicoba dalam bentuk linear saja, tetapi dicoba pula dalam bentuk-bentuk lain yang merupakan transformasi dari bentuk linear. Bentuk tersebut adalah bentuk persamaan linear logaritma. Hal ini dilakukan agar tujuan untuk memperoleh persamaan kesediaan membayar terbaik terhadap faktor-faktor sosial ekonomi dapat diperoleh. Dari kedua bentuk persamaan yang dicoba, dilihat bentuk persamaan yang terbaik yaitu persamaan yang memiliki koefisien determinasi tertinggi dengan P- value serta pengujian-pengujian yang memenuhi uji kriteria statistik. P-value merupakan peluang untuk mengetahui apakah persamaan yang terbentuk berpengaruh nyata atau tidak sedangkan koefisien determinasi merupakan besarnya variabel independen yang menyebabkan keragaman terhadap variabel dependen yang dapat dicapai oleh persamaan tersebut. Pengujian dilakukan dalam bentuk normality test untuk mengetahui apakah data menyebar normal dalam persamaan yang terbentuk dan multikolinearitas untuk mengetahui korelasi antara dua peubah bebas. Pengolahan dan pengujian data dikerjakan dengan menggunakan software MINITAB release 14 dengan StepwiseRegression. Persamaan regresi terbaik untuk setiap faktor-faktor sosial ekonomi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Persamaan Regresi terbaik untuk setiap faktor-faktor sosial ekonomi. Tabel 15 memperlihatkan bahwa kesediaan membayar masyarakat untuk Desa Curug Bitung pada Kecamatan Nanggung untuk membayar retribusi kayu rakyat Y dipengaruhi secara nyata oleh umur X1, pendapatan petani hutan rakyat X3 dan luas lahan X4 dengan model persamaan linear logaritma : Ln Y = 5,72-1,25 Ln X1 + 0,890 Ln X3 + 0,914 Ln X4. Model tersebut nyata P = 0,000 dengan koefisien determinasi model R 2 sebesar 82 hal ini berarti bahwa umur, pendapatan, dan luas lahan mampu menjelaskan keragaman kesediaan membayar retribusi kayu rakyat sebesar 82. Persamaan tersebut menunjukan bahwa umur, pendapatan petani hutan rakyat dan luas lahan berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar retribusi kayu rakyat. Kekuatan model lebih banyak dipengaruhi oleh luas lahan P = 0,001 karena semakin besar luas lahan yang dimiliki maka mereka akan bersedia membayar retribusi kayu rakyat dengan harga yang lebih tinggi. Hasil analisa juga menunjukan bahwa umur memberikan pengaruh P = 0,046 yang tidak terlalu besar karena tidak semua responden yang berusia tua akan bersedia membayar lebih tinggi selama mereka masih dapat membayar retribusi kayu rakyat dengan harga yang relatif lebih murah. Persamaan WTP R 2 P value Ln Y = 5,72-1,25 Ln X1 + 0,890 Ln X3 + 0,914 LnX4 82 0,000 Y = - 85993 + 0,0450 X3 + 396041 X4 39,4 0,000