tahunan yang tetap dan secara terus-menerus dapat tercapai. Kemudian dalam tegakan seumur terdapat beberapa kelas umur, yang mana kelas umur ini
merupakan hasil dari pengelompokkan dari beberapa gradasi umur lima, sepuluh tahun atau lebih. Untuk tegakan jati, dalam satu kelas umur biasanya
menggunakan sepuluh gradasi umur atau umur satu tahun hingga sepuluh tahun untuk kelas umur pertama. Jadi ada 3 tiga norma yang harus dimiliki oleh hutan
normal, yaitu rangkaian normal dari beberapa gradasi umur, stok pertumbuhan yang normal dan pertumbuhan yang normal Osmaston 1968.
Kelestarian hasil hutan menuntut tingkat produksi yang konstan untuk intensitas pengelolaan hutan tertentu, dimana antara pertumbuhan dan pemanenan
harus seimbang. Menurut Simon 1994, hutan yang tertata penuh akan menghasilkan kayu yang sama, tahunan atau selama periode tertentu, baik dalam
arti volume, ukuran maupun kualitas. Terwujudnya kelestarian hutan adalah adanya jaminan kepastian kawasan hutan yang tetap yang diakui oleh semua
pihak, sistem perhitungan etat yang tidak over-cutting, dan telah dirumuskan sistem permudaan yang menjamin permudaan kembali kawasan bekas tebangan.
2.3 Pembagian Kelas Hutan
Kelas hutan adalah penggolongan kawasan hutan ke dalam kelas-kelas berdasarkan aspek dan tujuan tertentu. Ada beberapa aspek yang digunakan dalam
penggolongan kawasan hutan, yaitu Perum Perhutani 1992 : a. Kondisi fisik kawasan misal: TPK, halaman, rumah dinas, jalan, kuburan
b. Kesesuaian lahan 1. Tanaman jenis kayu lain
2. Areal perlindungan c. Lingkungan
1. Lingkungan biofisik 2. Lingkungan sosial ekonomi
d. Vegetasi 1. Bervegetasi pohon
1 Bervegetasi pohon produktif dan tidak produktif 2 Tidak bervegetasi pohon
2. Tidak bervegetasi pohon
Tujuan dari penggolongan kawasan hutan ke dalam kelas-kelas hutan adalah untuk menentukan tindakan silvikultur yang perlu dilakukan pada tiap
induk kelas hutan. Pola tindakan pada tiap kelas hutan dan kelas hutan yang ada, diuraikan sebagai berikut Perum Perhutani 1992 :
1. Untuk penghasilan 1 Areal yang disediakan untuk penghasilan, sesuai untuk tanaman
pokok. a. Baik untuk tebang habis
a Kelas umur KU b Hutan alam HA Miskin riap MR
c Tanaman kayu lain Tkl d Bertumbuhan kurang BK
e Tanah kosong TK b. Tidak baik untuk tebang habis Tbth
2 Areal yang disediakan untuk penghasilan, tidak sesuai untuk tanaman pokok.
3 Tanaman jenis kayu lain Tjkl 4 Areal perlindungan AP
2. Bukan untuk penghasilan 1 Hutan lindung
2 Sungai, rawa, batu dan seterusnya. 3 Lapangan dengan tujuan istimewa Ldti
2.4 Pengaturan Hasil
Menurut Simon 1994, dalam pelaksanaan pengaturan hasil hutan memerlukan tiga tahap kegiatan, yaitu :
1. Perhitungan etat, yaitu jumlah hasil yang dapat diperoleh setiap tahun atau selama jangka waktu tertentu. Bila hasil tersebut dinyatakan dalam luas
dinamakan etat luas, dan bila dinyatakan dalam m
3
dinamakan etat volume. 2. Pemisahan jumlah hasil tersebut ke dalam hasil penjarangan dan hasil tebangan
akhir. 3. Penyusunan rencana tebangan, baik tebangan penjarangan maupun tebangan
akhir, berikut keterangan tentang keadaan tegakan serta tata waktunya.
Menurut Osmaston 1968, ada beberapa alasan penebangan dan pengaturan hasil dalam hubungannya dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu.
Alasan tersebut adalah : 1. Penyediaan bagi konsumen, penebangan harus dilaksanakan agar tersedia
jenis, ukuran, mutu dan jumlah kayu sesuai dengan permintaan pasar. 2
Pemeliharaan tegakan persediaan untuk mempertahankan dan mengembangkan produksi di dalam bentuk serta kualitas yang baik secepat
mungkin. 3. Penyesuaian jumlah dan bentuk tegakan persediaan agar lebih sesuai dengan
tujuan pengelolaan. 4. Penebangan perlindungan, terutama dipergunakan dalam sistem silvikultur
untuk melindungi tegakan dari angin, kebakaran hutan dan sebagainya. Metode pengaturan hasil menurut Davis dan Johnson 1954, Meyer et al.,
1961, dan Osmaston 1968 dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Metode berdasarkan luas
a. Pengendalian berdasarkan prinsip silvikultur b. Pengendalian dengan daur dan sebaran kelas umur
c. Pengendalian berdasarkan kelas pengembangan dan pembinaan 2. Metode berdasarkan volume dan riap
a. Metode Austrian b. Metode Hundeshagen
c. Metode Von Mantel d. Metode Gerhardt
e. Metode Chapman 3. Metode berdasarkan luas dan volume yaitu metode Burn
Menurut Suhendang 1996, pengaturan hasil secara garis besar dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pengaturan hasil hutan seumur a. Berdasarkan luas
b. Berdasarkan volume c. Berdasarkan luas dan volume
2. Pengaturan hasil hutan tidak seumur yaitu berdasarkan jumlah pohon.
Metode pengaturan hasil yang digunakan oleh pihak Perum Perhutani dalam mengelola hutan tanaman di pulau Jawa adalah metode yang berdasarkan
luas dan volume. Pada dasarnya metode yang digunakan di dalam pengaturan hasil ini merupakan kombinasi dari etat luas dan etat volume. Ada 3 tiga tahap
yang harus dilakukan dalam menetapkan besarnya etat, yaitu Perum Perhutani 1992 :
1. Tahap pertama Dalam tahap pertama ini diperoleh perhitungan etat secara garis besar, baik
etat luas maupun volume. Untuk menghitung etat volume, besarnya volume jenis kayu pokok merupakan penjumlahan dari volume hutan tanaman pada
umur tengah rata-rata tanaman dan volume hutan alam. Agar jangka waktu penebangan yang dihitung berdasarkan etat luas tidak jauh berbeda dengan
jangka waktu penebangan yang dihitung berdasarkan etat volume, maka etat yang dihitung perlu dilakukan pengujian pada setiap kelas umur.
2. Tahap kedua Etat yang telah diuji kemudian diproyeksikan ke dalam tiap jangka dari
jangka pertama hingga jangka daur, proyeksi ini dilakukan pada bagan tebang yang menggambarkan hubungan antara jumlah etat di setiap jangka dengan
kelas umur yang akan ditebang di jangka yang bersangkutan. Jumlah tebangan di setiap jangka diusahakan sama dengan etat satu jangka, atau jika mungkin
diusahakan meningkat secara berkesinambungan. 3. Tahap ketiga
Bagian yang terpenting dari bagan tebang adalah besarnya etat dalam jangka pertama. Kemudian etat jangka pertama ini dijabarkan ke dalam rencana
tebangan setiap tahun sekaligus ditetapkan lokasi tebangannya, sehingga perhitungan etat tahap ketiga ini berupa rencana tebangan baik luas atau
volume yang disusun setiap tahun dengan lokasi petak tebangnya.
2.5 Daur