Kondisi Sosial Ekonomi Identifikasi Perubahan Hutan dan Tegakan

Jenis-jenis tanah yang terdapat di BH Brebek adalah : a. Tanah-tanah di tepi sebelah Timur terdiri dari tanah-tanah serupa dari timbunan calluvial dan alluviar pada dataran dengan permukaan bergelombang atau pada tanah-tanah bagian bawah bottom land. b. Sebagian besar bagian Utara dan tengah terdiri dari latosol coklat dari bahan vulkanis intermedian dan dasar pada tanah lembah dari kerucut-kerucut vulkanis. c. Sedangkan bagian Selatan terdiri dari latosol coklat tua kemerah-merahan dan latosol merah tua dari bahan vulkanis intermedian dan dasar pada tanah lembah dari kerucut-kerucut vulkanis. Suhu pada umumnya tetap sepanjang tahun berkisar 26º C - 27º C. Curah hujan termasuk tipe 4 C dari Dr. Boerema, yaitu curah hujan sedikit di musim kemarau, karena terdapatnya angin-angin kering dari arah Selatan dan Tenggara. Hujan turun lebat pada bulan Desember sampai dengan Februari, yang disebabkan oleh adanya angin dari Barat Daya yang dapat mencapai daerah ini. Iklim di KPH Nganjuk cocok dengan syarat-syarat pertumbuhan jati, karena menurut Dr. J. H. Becking syarat pertumbuhan jati adalah sebagai berikut : a. Jati dapat tumbuh di seluruh Jawa pada ketinggian 0 – 500 mdpl. b. Di daerah-daerah dengan musim kemarau sedang sampai kering. c. Pada tanah yang baik peresapannya. d. Mencapai perkembangan optimal di daerah-daerah 10 – 20 hari hujan, dalam 4 bulan terkering struktur tanah baik tinggi 0 – 250 mdpl. Berdasarkan pembagian dari R. W. Van Bemmeloem 1949 dalam bukunya The Geologic of Indonesia BH Tritik termasuk Isac Physic Graphis Tectonis, sedangkan pada BH Brebek termasuk Zone Solo.

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi

Wilayah Kabupaten Nganjuk dibagi dalam 20 kecamatan, 20 kelurahan dan 264 desa. Jumlah penduduk Kabupaten Nganjuk pada akhir tahun 2004 sebesar 1.029.468 jiwa dengan perincian 509.156 jiwa penduduk laki-laki dan 520.312 jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bertani, disamping itu kepadatan penduduknya mencapai 956 jiwa per km². Penduduk di Kabupaten Nganjuk menganut beberapa agama dan kepercayaan namun penduduknya mayoritas beragama Islam. Fasilitas pendidikan yang ada di Kabupaten Nganjuk sejak tahun 2002 sudah cukup memadai, dimana jumlah Sekolah Dasar SD sebanyak 726 unit, jumlah SLTP ada 69 unit, sedangkan SMU berjumlah 51 unit, untuk Perguruan Tinggi ada 3 unit. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 L u a s H a KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MR Kelas Umur Perubahan Kelas Hutan Untuk Produksi Kayu Jati BH Tritik 1975 1985 1995 2005 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Perubahan Hutan dan Tegakan

Identifikasi perubahan kelas hutan dilakukan untuk setiap kelas umur tegakan pada kelas perusahaan Jati di KPH Nganjuk selama 3 periode terakhir 1975 – 2005, dimana dalam pengolahannya dibedakan menjadi 2 bagian yaitu Bagian Hutan BH Tritik dan Bagian Hutan BH Brebek. Data hasil identifikasi perubahan hutan yang bersumber dari buku Rencana Pengaturan Kelestarian Hasil RPKH Kelas Perusahaan Jati KPH Nganjuk disajikan pada Lampiran 1 BH Tritik dan BH Brebek. Grafik perubahan luasan kelas hutan untuk produksi kayu jati pada BH Tritik dapat dilihat pada Gambar 1, dan pada BH Brebek dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 1 Perubahan kelas hutan untuk produksi kayu jati BH Tritik. Perubahan tegakan yang tejadi di BH Tritik untuk setiap kelas umur selalu mengalami penurunan pada saat menjadi kelas umur berikutnya dan perubahan yang paling besar terjadi pada saat KU III menjadi KU IV di periode III 1995 - 2005. Dapat dilihat pada Gambar 1, perubahan tegakan setiap kelas umur terus mengalami penurunan luas dari periode awal hingga periode akhir, akan tetapi luas total produktif dari periode ke periode-periode berikutnya terus bertambah, hal ini diduga karena selalu dilakukan peningkatan luas areal penanaman pada 1000 2000 3000 4000 5000 6000 L u a s H a KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII KU IX KU X MR Kelas Umur Perubahan Kelas Hutan Untuk Produksi Kayu Jati BH Brebek 1975 1985 1995 2005 lahan bekas tebangan, seperti pada risalah tahun 1975 luas KU VIII masak tebang sebesar 218,6 Ha, sedangkan penanaman yang dilakukan pada risalah tahun 1985 sebesar 1779,7 Ha. Dapat terlihat pula dari Gambar 1 di atas bahwa pada KU I di tahun risalah 2005 memiliki luas areal yang sangat jauh lebih besar daripada di tahun-tahun risalah sebelumnya, hal ini menunjukkan luas areal penanaman di tahun-tahun risalah sebelumnya dengan kondisi di lapangan saat ini sudah tidak memungkinkan untuk dipertahankan lagi, karena sudah tidak memungkinkan lagi dengan luasan tersebut bisa dipanen di umur masak tebang. Oleh karenanya dilakukan peningkatan luas areal penanamannya, hal ini didukung dengan kondisi tanaman pada kelas umur tua KU III ke atas, terutama pada kelas umur masak tebang yang luas arealnya jauh lebih lebih kecil. Luas tanah kosong TK dan tanaman Jati bertumbuhan kurang TJBK pada setiap tahun risalah semakin bertambah Lampiran 2 sejak tahun 1985 sampai tahun 2005, dengan demikian dapat dikatakan bahwa luasan tegakan jati yang mengalami kerusakan terus mengalami peningkatan dari periode II 1985 – 1995 hingga periode III 1995 – 2005. Gambar 2 Perubahan kelas hutan untuk produksi kayu jati BH Brebek. Perubahan tegakan yang terjadi di BH Brebek Gambar 2 juga mengalami hal yang sama dengan yang terjadi di BH Tritik, yaitu luasan setiap kelas umur tegakan selalu mengalami penurunan pada saat menjadi kelas umur berikutnya. Perubahan yang paling besar terjadi pada saat KU III menjadi KU IV di periode III 1995 – 2005, dimana luas KU III pada tahun risalah 1995 adalah sebesar 982,9 Ha kemudian di tahun risalah 2005 KU III yang dapat tumbuh menjadi KU IV hanya sebesar 71,3 Ha. Pada Gambar 2 terlihat luas setiap kelas umur dan luas total produktif dari tahun risalah 1975 hingga tahun risalah 2005 selalu mengalami penurunan, terkecuali untuk luas total produktif pada tahun risalah 2005 yang mengalami kenaikan akibat kegiatan penanaman sebesar 5163,6 Ha. Sehingga dapat dikatakan untuk BH Brebek perubahan kelas umur tegakan selama 3 periode 30 tahun sudah tidak dapat tumbuh sesuai dengan yang diharapkan dan sudah mengalami gangguan hutan sejak periode awal. Hal yang sama juga terjadi di BH Brebek apabila melihat perubahan kelas hutan yang tidak produktif pada Lampiran 2, yaitu luas TK dan TJBK pada setiap tahun risalah selalu mengalami kenaikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada BH Brebek luasan tegakan jati yang mengalami kerusakan terus mengalami peningkatan sejak periode awal hingga periode akhir. Sehingga tegakan yang masak tebang tidak dapat memenuhi jumlah tebangan yang sudah ditentukan oleh pihak Perhutani. Jika melihat pada syarat-syarat umum yang ditentukan Osmaston 1968, secara umum kondisi yang terjadi di KPH Nganjuk baik di BH Tritik maupun di BH Brebek saat ini tidak dapat memenuhinya. Karena tegakan yang ada di lapangan saat ini tidak bisa mencapai kuantitas atau hasil yang diinginkan, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar. Begitu juga sama halnya dengan konsep hutan normal pada tegakan seumur, dimana menurut Osmaston 1968 ada beberapa norma utama yang harus dimiliki. Kondisi tegakan di lapangan saat ini tidak dapat memenuhi beberapa norma tersebut, yaitu stok pertumbuhan yang ada di lapangan dan pertumbuhannya tidak normal. Untuk mengetahui besarnya total luas hutan produktif dan penyebaran komposisi tegakan jati dalam setiap kisaran kelas umur dan di setiap tahun risalah, diperlukan data hasil rekapitulasi hutan produktif yang disajikan pada Tabel 2 BH Tritik dan Tabel 3 BH Brebek. Tabel 2 Rekapitulasi hutan produktif BH Tritik. Kelas Umur Luas Ha Tahun Risalah 1975 1985 1995 2005 KU I - III 4424,9 5330,9 4963,8 6598,9 KU IV - VI 2019,8 1857,3 2199,4 1356,4 KU VII keatas 940,2 715,3 819,3 297,6 Luas KU I - III 60 67 62 80 KU IV - VI 27 23 28 16 KU VII keatas 13 9 10 4 Dari Tabel 2 di atas terlihat sejak tahun risalah 1975 hingga tahun risalah 2005 tegakan Jati kelas umur di bawah 30 tahun KU I – III selalu memliki luas yang domninan di atas 50 dibandingkan dengan tegakan Jati kelas umur di atas 30 tahun. Terutama pada kondisi akhir tahun 2005 sangat terlihat jelas tegakan jati muda KU I – III sangat mendominasi, bahkan sampai melebihi 75 sebesar 80 . Sehingga pada KU IV – VI komposisinya sangat kecil yaitu sebesar 16 , apalagi pada KU VII ke atas masak tebang hanya memiliki komposisi yang lebih kecil lagi yaitu sebesar 4 . Tabel 3 Rekapitulasi hutan produktif BH Brebek. Kelas Umur Luas Ha Tahun Risalah 1975 1985 1995 2005 KU I - III 4830 4505,6 2610,6 5584,7 KU IV - VI 75,1 217,2 850,4 82,3 KU VII keatas 273,3 261,6 191,3 43,4 Luas KU I - III 93 90 71 98 KU IV - VI 1 4 23 1 KU VII keatas 5 5 5 1 Tegakan jati KU I – III di BH Brebek lihat Tabel 3 selalu memiliki luas yang dominan pada setiap tahun risalah yaitu sebesar 93 , terutama pada tahun risalah 2005 untuk KU I – III memiliki komposisi luas yang sangat dominan, yaitu sebesar 98 . Sedangkan untuk KU IV ke atas hanya memiliki komposisi yang sangat kecil, yaitu masing-masing sebesar 1 . Setelah melihat perubahan kelas hutan dan rekapitulasi hutan produktif di kedua BH KPH Nganjuk, dapat dikatakan perubahan kelas hutan yang terjadi selalu mengalami kerusakan atau gangguan hutan pada setiap periodenya, hal ini didukung dengan semakin meningkatnya luasan TK dan TJBK, serta komposisi tegakan jati di kelas umur tua KU III ke atas pada risalah tahun 2005 yang sangat kecil baik di BH Tritik maupun di BH Brebek. Kemudian dari data laju perubahan areal produktif di kedua BH dari periode awal hingga periode akhir menunjukkan angka yang relatif besar untuk setiap tahunnya, yang berarti semakin besar pula penurunan luas areal produktifnya. Untuk melihat laju perubahan areal produktif kedua bagian hutan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4 Laju perubahan areal produktif setiap KU pada BH Tritik. Kelas Umur Periode Periode Periode 1975 - 1985 1985 - 1995 1995 - 2005 Hath Hath Hath KU I - II 23 23 21 KU II - III 10 12 83 KU III - IV 7 44 88 KU IV - V 20 9 85 KU V - VI 6 26 29 KU VI - VII 4 13 47 KU VII - VIII 2 23 45 Tabel 5 Laju perubahan areal produktif setiap KU pada BH Brebek. Kelas Umur Periode Periode Periode 1975 - 1985 1985 - 1995 1995 - 2005 Hath Hath Hath KU I - II 28 39 46 KU II - III 67 76 75 KU III - IV 36 82 91 KU IV - V 11 75 KU V - VI 10 KU VI - VII 1 KU VII - VIII 1 1 1 Laju perubahan areal produktif di atas merupakan laju pengurangan luas areal produktif berhutan setiap tahun, dari kelas umur awal menjadi kelas umur berikutnya. Dapat dilihat bahwa pada Tabel 4, secara keseluruhan laju perubahan areal produktif yang paling tinggi selama 3 periode terakhir terjadi di periode 1995 - 2005 pada saat KU III menjadi KU IV yaitu sebesar 88 hath. Sedangkan laju perubahan areal produktif yang paling kecil pada saat KU VII menjadi KU VIII di periode 1975 – 1985 yaitu sebesar 2 hath. Apabila dilihat menurut masing-masing periode, maka pada periode awal 1975 – 1985 laju perubahan tertinggi yaitu pada saat KU I menjadi KU II adalah sebesar 23 hath dan yang terkecil pada saat KU VII menjadi KU VIII yaitu sebesar 2 hath. Kemudian di perode berikutnya 1985 – 1995 laju perubahan yang paling besar terjadi pada saat KU III menjadi KU IV yaitu sebesar 44 hath, sedangkan laju perubahan yang paling kecil terjadi pada saat KU IV menjadi KU V yaitu sebesar 9 hath. Di periode terakhir 1995 – 2005 laju perubahan tertinggi terjadi pada saat KU III menjadi KU IV yaitu sebesar 88 hath, dan untuk laju perubahan terkecil terjadi pada saat KU I menjadi KU II yaitu sebesar 21 hath. Selain itu, rata-rata laju perubahan areal produktif terbesar dari periode awal hingga periode akhir yang terjadi di BH Tritik adalah pada saat KU III menjadi KU IV. Sehingga dapat dikatakan tegakan jati di BH Tritik pada saat sekarang ini tidak mampu dipertahankan. Sedangkan pada BH Brebek lihat Tabel 5, secara keseluruhan laju perubahan areal produktif yang paling tinggi selama 3 periode terjadi di periode terakhir pada saat KU III menjadi KU IV yaitu sebesar 91 hath. Sedangkan laju perubahan yang terkecil terjadi di periode 1975 – 1985 dan periode 1985 – 1995 pada saat KU V menjadi KU VI yaitu sebesar 0 hath atau tidak mengalami laju perubahan areal produktif, hal ini dikarenakan pada kelas umur tersebut hanya terdapat satu petak di BH Brebek. Sama halnya dengan KU IV dari periode awal hingga periode akhir selalu tidak mengalami laju perubahan areal produktif, hal ini dikarenakan sudah tidak ada lagi kelas umur tegakan yang tergolong KU IV sejak tahun 1975. Bila dilihat menurut masing-masing periode, pada periode awal laju perubahan yang paling besar terjadi pada saat KU II menjadi KU III yaitu sebesar 67 hath dan laju perubahan yang paling kecil terjadi pada saat KU V menjadi KU VI yaitu sebesar 0 hath. Kemudian di periode berikutnya laju perubahan terbesar yaitu pada saat KU III menjadi KU IV sebesar 82 hath dan laju perubahan terkecil pada saat KU VI menjadi KU VII sebesar 0 hath. Di periode terakhir laju perubahan yang paling besar terjadi pada saat KU III menjadi KU IV yaitu sebesar 91 hath, sedangkan laju perubahan yang paling kecil terjadi pada saat KU VII menjadi KU VIII yaitu sebesar 1 hath. Disamping itu rata-rata laju perubahan areal produktif terbesar dari periode awal sampai periode terakhir adalah pada saat KU II menjadi KU III dan pada saat KU III menjadi KU IV. 5.2 Identifikasi Perubahan Kelas Hutan Produktif 5.2.1 Persentase Luas Tegakan Produktif yang Mencapai Kelas Umur Berikutnya dalam 3 Periode Terakhir Dalam mengidentifikasi perubahan kelas hutan produktif tegakan jati dalam 3 periode terakhir diperlukan data persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya di kedua bagian hutan, dimana data tersebut diperoleh dari data perubahan kelas hutan produktif di KPH Nganjuk selama 3 periode tanpa memperhatikan perubahan di setiap petaknya, seperti yang disajikan pada Tabel 6 BH Tritik dan Tabel 7 BH Brebek. Dari data tersebut dapat terlihat seberapa besar persentase komposisi tegakan jati untuk setiap kelas umur, yang mampu tumbuh dengan baik dari periode awal hingga periode akhir. Tabel 6 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya dalam 3 periode terakhir tanpa memperhatikan perubahan di setiap petaknya BH Tritik. Kelas Umur Periode 1975 – 1985 Periode 1985 - 1995 Periode 1995 - 2005 KU I - II 89 87 88 KU II - III 95 93 46 KU III - IV 87 75 48 KU IV - V 80 81 35 KU V - VI 91 66 25 KU VI - VII 89 79 8 KU VII - VIII 89 32 8 Dari Tabel 6 BH Tritik dapat terlihat pada periode awal 1975 – 1985 persentase luas tegakan jati yang mencapai kelas umur berikutnya di setiap KU masih tinggi, hal ini ditandai oleh besarnya persentase yang dimiliki setiap KU di atas 75 terkecuali untuk KU VII ke atas, karena pada KU tersebut sudah memasuki umur masak tebang. Kemudian jika melihat pada periode-periode berikutnya persentase luas tegakan jati yang mencapai kelas umur berikutnya di BH Tritik telah mengalami penurunan, terutama pada periode III 1995 – 2005. Persentase luas tegakan jati yang tertinggi pada periode I adalah KU II – III yaitu sebsar 95 , sedangkan persentase yang paling rendah pada KU IV - V yaitu sebesar 80 . Di periode II 1985 – 1995 yang memiliki persentase tertinggi adalah KU II – III yaitu sebesar 93 , dan persentase yang paling rendah adalah KU V – VI yaitu sebesar 66 . Sedangkan persentase luas tegakan jati di periode III telah mengalami penurunan yang lebih drastis hampir di semua kelas umur kecuali pada KU I – II yang mengalami kenaikan, hal ini terjadi karena pada KU I telah dilakukan penanaman. Dimana pada periode III yang memiliki persentase tertinggi adalah KU I – II yaitu sebesar 88 , dan persentase yang paling rendah pada KU VI – VII yaitu hanya sebesar 8. Setelah melihat perubahan persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya yang terjadi di BH Tritik selama 3 periode, dapat terbukti bahwa kerusakan yang paling tinggi terjadi di periode III 1995 – 2005. Tabel 7 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya dalam 3 periode terakhir tanpa memperhatikan perubahan di setiap petaknya BH Brebek. Kelas Umur Periode 1975 – 1985 Periode 1985 - 1995 Periode 1995 - 2005 KU I – II 86 67 44 KU II – III 70 57 8 KU III - IV 36 48 7 KU IV - V 48 1 KU V - VI 100 KU VI - VII 86 100 KU VII - VIII 88 81 52 Untuk BH Brebek menunjukkan kondisi yang berbeda lihat Tabel 7, akan tetapi tetap mengalami penurunan dari periode awal hingga periode akhir, hampir di setiap kelas umur. Di periode I hanya pada KU V – VI yang mampu tumbuh dengan baik hingga 100 , dan persentase yang paling rendah pada KU IV – V yaitu sebesar 0 . Pada periode ini menunjukkan rentang yang sangat besar antara nilai tertinggi dengan nilai terkecil, hal ini diduga karena pada tahun risalah 1975 tidak ada tegakan yang tergolong KU IV. Kemudian di periode berikutnya hampir seluruh KU mengalami penurunan atau kerusakan, dimana persentase tertinggi adalah KU VI – VII yang di periode sebelumnya merupakan KU V – VI yaitu sebesar 100 , sedangkan persentase terkecil adalah KU V – VI yang di periode sebelumnya KU IV – V yaitu sebesar 0 . Di periode III menunjukkan kadaannya lebih buruk dibanding periode sebelumnya, seluruh KU mengalami penerunan yang sangat drastis. Selain KU VII ke atas yang memiliki persentase tertinggi adalah KU I – II yaitu sebesar 44 , sedangkan persentase yang paling rendah adalah KU V – VI dan KU VI – VII, yaitu masing-masing sebesar 0 atau tidak ada tegakan pada KU tersebut yang mencapai kelas umur berikutnya. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa keadaan di BH Brebek pada periode terakhir lebih buruk daripada periode-periode sebelumnya, hal ini juga menunjukkan gangguan hutan yang terjadi semakin lama semakin tinggi. Dari Tabel 6 dan Tabel 7 di atas dapat terlihat bahwa keadaan di BH Brebek lebih buruk, hal ini ditunjukkan dengan lebih rendahnya nilai-nilai persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya di BH Brebek. Walaupun di kedua BH keadaanya berbeda, akan tetapi sama-sama mengalami penurunan atau kerusakan di setiap periodenya, terutama di periode akhir 1995 – 2005.

5.2.2 Perubahan Komposisi Tegakan Jati Selama 30 Tahun

Untuk melihat besarnya persentase komposisi tegakan jati yang dapat tumbuh dengan baik selama 30 tahun, diperlukan data persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya selama 3 periode, seperti yang disajikan pada Tabel 8 BH Tritik dan Tabel 9 BH Brebek. Data tersebut diperoleh dari hasil identifikasi perubahan kelas umur setiap petak dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Pada data ini kondisi awal setiap periodenya sama yaitu pada tahun 1975, sehingga lamanya jangka waktu yang dimiliki dari periode awal hingga periode akhir adalah 10 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun. Dari data ini maka akan diketahui seberapa besar persentase kemampuan suatu tegakan kelas umur yang mencapai kelas umur berikutnya dengan jangka waktu yang berbeda- beda. Tabel 8 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya selama 30 tahun BH Tritik. Kelas Umur Periode 10 Tahun Periode 20 Tahun Periode 30 Tahun KU I 83 73 37 KU II 93 73 24 KU III 85 61 16 KU IV 78 53 3 KU V 91 61 5 KU VI 88 28 KU VII 86 4 Dari Tabel 8 BH Tritik dapat terlihat dalam jangka waktu 10 tahun 1975 - 1985 luas tegakan jati yang dapat tumbuh dengan baik di setiap KU memiliki persentase yang tinggi. Dimana persentase tertinggi pada KU II yaitu sebesar 93 , dan persentase terkecil pada KU IV yaitu sebesar 78 . Dalam jangka waktu 20 tahun 1975 - 1995 dapat terlihat telah terjadi penurunan persentase pada setiap KU, dimana persentase tertinggi pada KU I dan KU II yaitu sebesar 73 sedangkan persentase paling rendah pada KU IV yaitu sebesar 53 . Kemudian dalam jangka waktu 30 tahun 1975 - 2005 persentase luas tegakan jati yang mencapai kelas umur berikutnya mengalami penurunan yang sangat drastis pada setiap KU. Persentase tertinggi yang dimiliki hanya sebesar 37 yaitu pada KU I, dan persentase yang paling rendah terjadi pada KU IV yaitu sebesar 3 . Untuk KU VII yang hampir selalu memiliki persentase paling rendah dalam setiap periode disebabkan oleh adanya kegiatan penebangan atau pemanenan, karena daur yang digunakan di KPH Nganjuk adalah 80 tahun. Begitu pula dengan KU V di periode 30 tahun dan KU VI di periode 20 tahun yang sudah mencapai umur masak tebang. Apabila dilihat secara keseluruhan perubahan persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya selama 30 tahun di BH Tritik dengan kondisi awal pada tahun 1975, dapat terlihat bahwa kerusakan tegakan selalu mengalami penurunan di setiap periode berjalan, dan kerusakan yang paling tinggi terjadi pada periode 30 tahun atau di atas tahun 1995, sehingga tegakan yang diharapkan tumbuh dengan baik hanya mampu bertahan selama satu periode 10 tahun. Tabel 9 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya selama 30 tahun BH Brebek. Kelas Umur PERIODE 10 Tahun PERIODE 20 Tahun PERIODE 30 Tahun KU I 74 41 3 KU II 63 27 KU III 63 28 KU IV KU V 93 93 44 KU VI 68 47 KU VII 92 74 31 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya selama 3 periode yang terdapat di BH Brebek Tabel 8 dalam jangka waktu 10 tahun Periode 10 tahun bisa dikatakan tidak sebaik yang dimiliki di BH Tritik, kemudian persentase tertinggi justru dimiliki oleh kelas umur tua yaitu pada KU V sebesar 93 , sedangkan persentase yang paling rendah pada KU II dan KU III yaitu sebesar 63 . Dalam jangka waktu 20 tahun Periode 20 tahun persentase luas tegakan jati hampir di setiap KU mengalami penurunan, kecuali pada KU V yang masih memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 93 , dan persentase paling rendah pada KU II sebesar 27 . Sedangkan dalam jangka waktu 30 tahun periode 30 tahun telah terjadi penurunan yang sangat drastis, untuk KU V walaupun mengalami penurunan yang drastis tapi masih memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 44 , penurunan ini diduga karena pada periode 30 tahun KU V sudah mencapai kelas umur masak tebang sama halnya dengan KU VI dan KU VII yang sudah mencapai umur masak tebang sejak periode 20 tahun dan periode 10 tahun. Selain KU V ke atas, kelas umur yang memiliki persentase paling tinggi adalah KU I yaitu hanya sebesar 3 , sedangkan persentase paling rendah yaitu pada KU II dan KU III sebesar 0 atau dengan kata lain tidak ada tegakan yang bisa tumbuh dengan normal sampai jangka waktu 30 tahun. Pada KU IV yang di setiap periodenya selalu memiliki persentase paling rendah 0 dikarenakan sudah tidak terdapat tegakan yang tergolong KU tersebut sejak awal tahun risalah 1975. Bila dilihat dari data yang disajikan pada Tabel 8, di BH Brebek tegakan jati sudah mengalami kerusakan sejak periode pertama, dan selalu terjadi penurunan setiap periodenya. Terutama pada periode 30 tahun bisa dikatakan persentase luas tegakan jati yang diharapkan dapat tumbuh dengan baik hanya 3 yang kini sudah mencapai KU IV, disamping kelas umur yang masak tebang.

5.2.3 Perubahan Komposisi Tegakan Jati Setiap Periode 10 Tahun

Besarnya perubahan persentase komposisi tegakan jati setiap periode, yang mana kondisi awal pada masing-masing periode berbeda-beda tetapi memliki jangka waktu yang sama yaitu 10 tahun untuk setiap periode, dapat dilihat pada Tabel 10 BH Tritik dan Tabel 11 BH Brebek. Data ini diperoleh dari hasil identifikasi perubahan kelas umur tegakan jati setiap petak, dengan cara mengidentifikasi perubahan kelas umur setiap petak dalam jangka waktu 10 tahun 1 periode. Dari kedua tabel tersebut dapat terlihat persentase luas tegakan jati yang dapat tumbuh dengan baik selama 10 tahun dalam 3 periode terakhir 30 tahun. Tabel 10 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya setiap periode 10 tahun BH Tritik. Kelas Umur Periode 1975 - 1985 Periode 1985 - 1995 Periode 1995 - 2005 KU I - II 83 78 83 KU II - III 93 86 46 KU III - IV 85 73 47 KU IV - V 78 78 35 KU V - VI 91 64 27 KU VI - VII 88 75 8 KU VII - VIII 86 30 8 Tabel 11 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya setiap periode 10 tahun BH Brebek. Kelas Umur Periode 1975 - 1985 Periode 1985 - 1995 Periode 1995 - 2005 KU I - II 74 50 38 KU II - III 63 51 8 KU III - IV 63 45 7 KU IV - V 39 KU V - VI 93 KU VI - VII 68 93 KU VII - VIII 92 50 44 Persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya setiap periode 10 tahun di BH Tritik lihat Tabel 10, secara umum dapat terlihat bahwa luas tegakan jati yang mampu tumbuh dengan baik dari periode awal hingga periode akhir hampir selalu mengalami penurunan di setiap KU, terutama pada periode III 1995 – 2005. Pada periode I 1975 – 1985 persentase tertinggi pada KU II sebesar 93 dan persentase terendah yaitu pada KU IV sebesar 78 . Di periode II 1985 – 1995 persentase tertinggi yaitu pada KU II sebesar 86 , sedangkan persentase yang paling rendah yaitu pada KU V sebesar 64 . Kemudian pada periode III 1995 – 2005 yang memiliki persentase tertinggi adalah KU I yaitu sebesar 83 , dan yang memiliki persentase paling rendah adalah KU VI yaitu sebesar 8 . Di periode terakhir ini hanya pada KU I yang mengalami kenaikan persentase, hal ini diduga karena adanya penanaman yang lebih besar luasannya dibandingkan dengan tahun-tahun risalah sebelumnya. Untuk KU VII hampir di setiap periodenya memiliki persentase komposisi tegakan jati yang paling rendah, hal ini dikarenakan pada saat KU tersebut telah dilakukan kegiatan penebangan atau pemanenan, mengingat daur yang digunakan di KPH Nganjuk adalah 80 tahun. Dari Tabel 10 di atas juga terlihat hampir semua perubahan komposisi tegakan jati yang terjadi di BH Tritik untuk setiap periodenya selalu mengalami penurunan, yang berarti selama 3 periode tegakan tersebut terus mengalami kerusakan di setiap periodenya per 10 tahun, dan kerusakan yang paling tinggi terjadi pada periode terakhir. BH Brebek memiliki keadaan yang lebih buruk lihat Tabel 11 dibandingkan dengan BH Tritik, dimana dari periode awal hingga periode akhir selalu menunjukkan angka yang relatif lebih kecil. Pada periode I persentase yang paling tinggi yaitu pada KU V sebesar 93 , dan persentase yang paling rendah pada KU IV yaitu sebesar 0 . Sedangkan pada periode II yang memiliki persentase paling tinggi adalah KU VI yaitu sebesar 93 , dan yang memiliki persentase paling rendah adalah KU V yaitu sebesar 0 . Kemudian pada periode terakhir yang memiliki persentase tertinggi adalah KU VII yaitu sebesar 44 , sedangkan persentase yang paling rendah pada KU IV, KU V, dan KU VI yaitu masing-masing sebesar 0 . Pada periode III dapat terlihat bahwa hanya kelas umur muda di bawah 30 tahun yang masih tersisa disamping kelas umur yang masak tebang KU VII ke atas, dimana KU I yang paling dominan 38 . Dengan demikian dapat dikatakan kerusakan yang paling besar terjadi di periode terakhir 1995 – 2005. Untuk KU VII bila memiliki persentase paling rendah di setiap periodenya dikarenakan pada kelas umur tersebut sudah mencapai daur 80 tahun yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola. Apabila melihat perubahan persentase luas tegakan produktif yang mencapai kelas umur berikutnya setiap periode 10 tahun di kedua BH, kerusakan yang terjadi pada periode 1995 - 2005 merupakan kerusakan yang paling tinggi. Selain itu dapat terlihat pada saat ini luas tegakan jati yang mampu tumbuh dengan baik dalam satu periode 10 tahun rata-rata persentasenya tidak lebih dari 50 dan lebih didominasi pada kelas umur yang muda.

5.3 Pengaruh Perubahan KBD Terhadap Kelas Umur dan Bonita