Karakter Siswa dalam Pembelajaran

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Nilai Post Test Kelas χ 2 hitung χ 2 tabel α dk k-3 Kriteria Eksperimen 6,48 7,81 5 3 Berdistribusi normal Kontrol 7,37 7,81 5 3 Berdistribusi normal Perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran 21. Hasil uji kesamaan dua varians berdasarkan nilai post test kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil Uji Kesamaan Dua Varians Data F hitung F tabel Kriteria Pemahaman Konsep Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol 1,62 1,82 Homogen Perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran 22. Berdasarkan Tabel 4.3 diperoleh nilai F hitung F tabel , oleh karena itu Ho diterima. Jadi data pemahaman konsep kelas eksperimen dan kontrol dikatakan memiliki varians yang homogen. Selanjutnya dilakukan uji perbedaan rata-rata atau uji t dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel. 4.4 Hasil Uji t Hasil Belajar Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Kelas Rata-rata Dk t hitung t tabel Kriteria Eksperimen 88,63 62 4,82 2,00 Ho ditolak Kontrol 80,19 Perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran 23. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada taraf 5, harga t hitung = 4,82 sedangkan harga t tabel = 2,00. Harga t hitung t tabel , sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakter Siswa dalam Pembelajaran

Penilaian karakter siswa diperoleh dari observasi perilaku siswa selama pembelajaran baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Karakter siswa yang ditanamkan dalam penelitian ini yaitu komunikatif, rasa ingin tahu dan kreatif. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 bahwa rata-rata nilai karakter baik komunikatif, rasa ingin tahu dan kreatif siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa karakter siswa pada kelas eksperimen lebih terlihatmuncul dalam pembelajaran daripada kelas kontrol. Perbedaan nilai karakter antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ini karena adanya perbedaan proses pembelajaran antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, proses pembelajaran berlangsung dengan diberikan LKS IPA terpadu, sedangkan kelas kontrol tidak diberikan LKS. Hal ini menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan LKS pada saat pembelajaran dapat memunculkan karakter siswa. LKS IPA terpadu yang digunakan siswa dalam pembelajaran di dalamnya memuat kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan oleh setiap siswa, sehingga pembelajaran berpusat pada siswa. Pembelajaran yang berpusat pada siswa student centered learning dapat mengaktifkan siswa yang menyebabkan karakter siswa muncul dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurdi 2009, bahwa dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa student centered learning siswa belajar baik secara individu maupun kelompok untuk membangun pengetahuan dengan mencari informasi dan teknologi yang dibutuhkan secara aktif daripada sebagai penerima informasi secara pasif. Dengan demikian guru lebih berperan sebagai fasilitator. Begitu juga menurut Sudjana sebagaimana dikutip oleh Kurdi 2009, bahwa pembelajaran yang berpusat pada guru mendukung upaya menuju pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran yang berlangsung pada kelas kontrol tanpa menggunakan LKS. Siswa hanya mengandalkan pengarahan dan penjelasan dari guru saja, sehingga pembelajaran bersifat teacher centered, sehingga guru yang berperan aktif dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran dan karakter siswa kurang muncul dalam pembelajaran. Berdasarkan Gambar 4.1 rata-rata nilai karakter komunikatif pada kelas eksperimen sebesar 88 dan pada kelas kontrol 78,1. Nilai karakter pada kelas eksperimen ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Karakter komunikatif dapat diamati pada saat siswa melakukan diskusi kelompok maupun pada saat bekomunikasi antar siswa maupun guru. Kegiatan diskusi dalam pembelajaran dapat memupuk kerjasama antar siswa dalam satu kelompok. Kerjasama siswa dalam kegiatan belajar sangat penting dilaksanakan, bukan hanya sekedar memperoleh hasil optimal tetapi juga merupakan usaha memupuk sikap gotong royong, toleransi, kepekaan sosial, sikap demokratis, saling menghargai dan memupuk keterampilan mengadakan interaksi sosial Sudjana, 2005. Dalam kegiatan diskusi pada kelas eksperimen menggunakan LKS IPA terpadu sehingga kegiatan yang dilakukan oleh siswa menjadi terarah dan dapat melakukan kerjasama dengan baik daripada pada kelas kontrol. Selain dapat bekerjasama di dalam kelas, siswa juga dapat bergaul dengan teman lain dan dapat melakukan komunikasi antar teman maupun guru. Setelah selesai melakukan kegiatan diskusi, perwakilan dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Presentasi digunakan untuk mengkomunikasikan hasil kegiatan hasil diskusi dan praktikum. Sebagian siswa mampu mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dan berpendapat serta mengemukakan alasan-alasan yang mendukung jawaban sedangkan beberapa siswa lain belum mampu mengkomunikasiakan ide. Kriteria karakter komunikatif ini dari pertemuan pertama sampai pertemuan ke tiga meningkat. Pada pertemuan pertama secara klasikal siswa dapat menunjukkan karakter komunikatif mereka dalam kriteria mulai terlihat MT, dan sampai pertemuan ke tiga mampu menunjukkan dalam kriteria mulai berkembang MB yaitu siswa sudah mulai memperlihatkan berbagai tanda perilaku dan mulai konsisten. Hal ini dikarenakan telah diberikan stimulus-stimulus untuk mengembangkan nilai karakter komunikatif ini dilakukan berulang-ulang dari pertemuan pertama hingga ke tiga, misalnya instruksi melalui komunikasi lisan pada kegiatan pembelajaran maupun melalui komunikasi tulis pada LKS, serta dari contoh yang dilakukan oleh guru berupa bertanya dan menjelaskan secara revan dengan topik yang didiskusikan dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa. Hal tersebut sesuai dengan teori belajar operant condition pembiasaan perilaku respon yakni respon tersebut akan bersifat otomatis jika stimulus tersebut diberikan beruang-ulang terjadi pengkondisian yang selanjutnya akan bersifat otomatis jika terus-menerus diberikan reinforcement penguatan Syah, 2007. Pada kelas kontrol, karakter komunikatif dari pertemuan pertama sampai ke tiga tidak mengalami peningkatan, secara klasikal hanya dalam kriteria mulai terlihat MT. meskipun siswa sudah dibiasakan dari pertemuan pertama untuk berkomunikasi, akan tetapi mereka belum mulai menunjukkan perilaku yang konsisten. Saat melakukan diskusi, siswa tanpa menggunakan LKS. Siswa hanya mengandalkan pengarahan dari guru saja. Pada saat bekerjasama dalam kelompok, siswa kadang hanya mengandalkan temannya saja. Komunikasi antar teman dapat mereka lakukan tetapi mereka kurang aktif dalam berkomunikasi dengan guru. Karakter yang kedua yang diamati yaitu karakter rasa ingin tahu. Berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi, menegaskan bahwa mata pelajaran IPA memerlukan kegiatan penyelidikan atau eksperimen, sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah. Adanya kegiatan ini akhirnya menumbuhkan rasa ingin tahu pada siswa melalui kerja ilmiah seperti praktikum maupun diskusi. Berdasarkan Gambar 4.1, rata-rata nilai karakter rasa ingin tahu pada kelas eksperimen sebesar 86,9 dalam kriteria mulai berkembang MB dan pada kelas kontrol sebesar 71,8 dalam kriteria mulai terlihat MT. Berdasarkan nilai tersebut, rasa keingin tahuan pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Karakter rasa ingin tahu muncul pada pembelajaran ketika siswa bertanya pada guru mengenai hal-hal atau materi yang belum jelas. Selain itu, rasa ingin tahu juga muncul pada saat siswa menyelesaikan masalahmelakukan kerja ilmiah. Siswa berusaha memecahkan masalah dengan mencari tahu melalui studi pustaka misalnya dengan membaca buku. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalam LKS IPA terpadu belum tentu ada jawabannya di dalam LKS, sehingga memungkinkan siswa mencari tahu sendiri misalnya dengan membaca buku referensi yang mereka pakai. Pada kelas eksperimen nilai karakternya lebih tinggi daripada kelas kontrol karena pada kelas eksperimen siswa menggunakan LKS sebagai bahan rujukan dan dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Pada kelas kontrol siswa jarang bertanya pada guru. Pada saat siswa diberi tugas, siswa hanya menunggu jawaban dari guru atau dari teman yang sudah selesai mengerjakan. Begitu juga dengan karakter kreatif, siswa pada kelas eksperimen memiliki nilai karakter yang lebih tinggi dari kelas kontrol. Berdasarkan Gambar 4.1, rata- rata nilai karakter kreatif pada kelas eksperimen sebesar 78,3 dalam kriteria mulai berkembang MB dan pada kelas kontrol sebesar 63,1 dalam kriteria mulai tampak MT. Karakter kreatif muncul pada saat siswa melakukan kegiatan di dalam LKS pada saat mengajukan ide-ide baru saat pembelajaran, misalnya dalam menjawab pertanyaansoal menuntut siswa mengeluarkan ide-ide kreatif mereka. Pada kelas eksperimen, pada saat pembelajaran siswa aktif dalam mengajukan pendapat maupun bertanya mengenai penerapan teori dari materi lain ke dalam materi yang sedang dipelajari. Pada kelas kontrol karakter kreatif juga muncul dalm pembelajaran, akan tetapi tingkat kemuculannya lebih rendah dari kelas eksperimen. Hal tersebut menunjukkan bahwa LKS dapat mempengaruhi kemunculan karakter siswa saat pembelajaran. Dari ketiga karakter tersebut, karakter kreatif memiliki nilai yang paling rendah. Hal ini terjadi karena siswa dituntut untuk menciptakan hal baru atau melahirkan suatu ide yang bebeda dengan yang telah ada sebelumnya. Menurut Munandar sebagaimana dikutip oleh Rochayah 2012, bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbebeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Untuk menciptakan suatu gagasankarya nyata tersebut tidak semua siswa mampu melakukannya, hanya siswa tertentu saja yang mampu memberikan idegagasan pada saat pembelajaran. Penelitian sesuai dengan penelitian terdahulu yaitu penerapan perangkat pembelajaran berorientasi karakter oleh Windarsih 2011 menunjukkan hasil, bahwa pembelajaran berbasis karakter dapat meningkatkan ketuntasan tujuan pembelajaran karakter. Inovasi karakter di dalam LKS IPA terpadu mampu membantu siswa untuk memahami karakter lebih mendalam. Hal ini selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Khusniati 2012, bahwa mata pelajaran IPA terpadu harus mengimplementasikan pendidikan karakter di dalamnya. Hal ini dimaksudkan, bahwa masuknya nilai-nilai karakter ke dalam pembelajaran IPA dapat menanamkan nilai-nilai tersebut dengan baik kepada siswa yang pada akhirnya akan terbentuk sebuah karakter yang baik. Beberapa kelemahan dalam pengamatan nilai karakter siswa dalam penelitian ini, yaitu 1 waktu penelitian yang terlalu singkat, untuk mengamati karakter siswa diperlukan mungkin beberapa tahun, tidak hanya satu atau dua bulan saja, 2 kurangnya aplikasi dalam penyampaian karakter, mungkin kalau didukung oleh kegiatan lain seperti terjun ke masyarakat dapat lebih maksimal, namun secara keseluruhan pelaksanaan penelitian ini telah dilakukan dan memperoleh hasil yang efektif untuk menanamkan karakter siswa. Dalam penilaian karakter perlu diadakan pendalaman dan refleksi, untuk melihat sejauh mana kelebihan maupun kekurangannya.

4.2.2 Pemahaman Konsep