Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2 pendidikan inklusif perlu perubahan yang besar. Dalam proses perubahan tersebut
meliputi kemungkinan ditemukannya kesulitan, memerlukan banyak waktu dan dalam pelaksanaannya banyak hal yang sangat menantang. Walaupun dalam
pelaksanaannya muncul permasalahan-permasalahan yang menantang juga sekaligus menghadirkan kesempatan bagi guru untuk memberikan sumbangan
yang sangat berarti bagi sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan lingkungan belajar yang menghargai semua perbedaan.
Terjadinya reformasi dibidang pendidikan tersebut mengakibatkan perubahan struktur di sekolah yaitu pelayanan pendidikan mengakomodasi
kebutuhan dari kelompok-kelompok yang berbeda yaitu anak-anak pada umumnya dan anak-anak yanag memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Anak
dengan kebutuhan pendidikan khusus bukan hanya anak dengan kecacatan saja tetapi juga anak dengan kesulitan belajar dan kelainan perilaku, latar belakang
budaya dan bahasa yang berbeda,kecerdasan istimewa dan keberbakatan bagaimanapun hal tersebut akan membawa resiko bagi lingkungan sekolah.
Siswa berkebutuhan pendidikan khusus bersama-sama dengan teman – teman sebayanya mengembangkan kemampuan akademik dan sosialnya dalam
kebersamaan. Kurikulum yang diperlukan adalah kurikulum yang dapat memuat tujuan bersama, mengakui kekhasan setiap anak dan dapat mengakomodasi setiap
kebutuhan anak sehingga membantu perkembangan mereka untuk dapat berhasil dalam belajar. Banyak perubahan yang harus dibuat oleh guru dalam praktek
belajar mengajar di kelas, berupa menemukan jalan untuk mengelola kelas agar pembelajaran optimal yaitu dapat melayani kebutuhan yang berbeda-beda dari
3 setiap anak. Sekolah yang efektif adalah sekolah yang dapat menyediakan
kurikulum yang memiliki kualitas kesetaraan bagi setiap anak sehingga mereka dapat berhasil menempuh pendidikan.
Sebagai figur kunci kepala sekolah dan gurulah yang harus mempunyai komitmen untuk melaksanakan pendidikan inklusif, sehingga kompetensi yang
terkait dengan implementasi pendidikan inklusif perlu ditingkatkan agar mampu merespon perubahan. Oleh karena itu perlu dibuat program pengembangan
pendidik dan tenaga kependidikan yang terencana berikut model pelatihan yang inovatif dan efektif yang akan membantu meningkatkan kompetensi kepala
sekolah dan guru yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif sehingga membawa perubahan kepada kepala sekolah dan guru sekolah reguler
SDMI, SMPMTs, SMASMKMA dalam menyikapi pendidikan inklusif. Kompetensi yang perlu ditingkatkan adalah aspek pengetahuan dan
keterampilannya Untuk memenuhi hal tersebut Balai Pelatihan Guru Sekolah Luar Biasa
BPG SLB Dinas Pendidikan Prov. Jawa Barat melaksanakan pelatihan dengan mengundang seorang guru yang mewakili setiap sekolah untuk diberikan
pelatihan tentang pendidikan inklusif. BPG SLB sejak tahun 2005 s.d tahun 2008 telah melaksanakan pelatihan Pendidikan inklusif bagi KepalaGuru SD dan SLB
sebanyak 180 orang dengan rincian sebagai berikut : tahun 2005 peserta 30 orang Kepala sekolah dan guru SD, Tahun 2006 peserta 30 orang terdiri dari 26 guru
SD dan 4 guru SLB, tahun 2007 peserta 40 orang terdiri dari 27 guru SD dan 13 guru SLB dan tahun 2008 peserta 80 orang terdiri dari 47 guru SD, 6 guru SMP, 5
4 guru SMA, 1 guru MTs, dan 21 guru SLB Data ini diambil dari Laporan
Kegiatan Pelatihan Layanan Pendidikan Inklusif Tahun 2005 s.d 2008 BPG SLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Hasil dari pelatihann tersebut ternyata dalam implementasinya di sekolah mengalami banyak hambatan . Fakta tersebut dibuktikan dengan hasil
monitoring dan evaluasi kegiatan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan tahun 2008 yang dilaksanakan oleh BPG SLB Dinas Pendidikan Prov. Jabar,
informasi yang terjaring dari pelatihan pendidikan inklusif setelah dianalisis hasilnya antara lain : Kurangnya dukungan dari kepala sekolah dalam
melaksanakan pendidikan inklusif ; masih banyak Peserta Didik Berkebutuhan Khusus PDBK yang belum dilayani sesuai dengan kebutuhannya; kurang
tersedianya aksesibilitas fisik bagi ABK; dan kurang berperannya SLB sebagai resource center pusat sumber sistem dukungan bagi pelaksanaan pendidikan
inklusif. Hal tersebut menggambarkan bahwa pendidikan inklusif di sekolah reguler belum berjalan dengan baik dan pelatihan pendidikan inklusif yang
dilakukan oleh BPG SLB Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat belum efektif. Selain itu implementasi hasil pelatihan pendidikan inklusif sering
mengalami hambatan dikarenakan hanya seorang guru sebagai peserta pelatihan yang mewakili setiap sekolah , di mana mengimplementasikan hasil pelatihan
pendidikan inklusif adalah merubah sekolah agar menerapkan pendidikan inklusif dan merubah lingkungan sekolah menjadi lingkungan yang inklusif ramah
terhadap pembelajaran. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut dalam prakteknya tidak mudah, dan seringkali menemui banyak hambatan. Hambatan yang dihadapi
5 oleh sekolah umum yang melaksanakan pendidikan inklusif meliputi : Pertama,
memerlukan waktu untuk merubah budaya sekolah dan budaya masyarakat untuk menjadi inklusif. Kedua, sumber daya fisik maupun keahlian seperti pengetahuan
dan keterampilan orang-orang yang terlibat dalam perubahan tersebut. Ketiga, sistem organisasi yang belum terbentuktertata.
Untuk memenuhi tuntutan tersebut penulis bermaksud meneliti model pelatihan yang inovatif dan efektif yang akan membantu meningkatkan
kompetensi kepala sekolah dan guru yang terkait dengan implementasi pendidikan inklusif sehingga pengembangan pendidikan inklusif dapat berjalan dengan cepat.
Konsep mentoring merupakan satu pilihan untuk dijadikan model pelatihan dan diteliti sejauh mana keefektifannya dalam meningkatkan kompetensi kepala
sekolah dan guru. Konsep mentoring perlu diteliti keefektifannya karena seperti yang dikemukakan oleh Crandall : ”Model-model efektif pengembangan
profesional guru : pertama model mentoring yaitu para praktisi dan guru yang berpengalaman merilis pengetahuannya atau melakukan aktivitas mentor kepada
praktisi yang kurang berpengalaman ....” Danim, 2002: 45