Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang
Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
“Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri ...” UURI No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas Bab 1 ayat 1. Pencapaian tujuan pendidikan tersebut secara umum ditujukan bagi segenap peserta didik, termasuk didalamnya
peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus tunagrahita. Hak peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus untuk memperoleh
pendidikan khusus dijamin dalam UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab IV pasa
l 5 ayat 2 yaitu “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual danatau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus”. Pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita dapat diselenggarakan dalam berbagai alternatif sistem penyelenggaraan pendidikan
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak, antara lain berupa sekolah luar biasa tunagrahita SLB C. Sebagai lembaga formal, SLB C mempunyai tugas
menyelengarakan pendidikan, pengajaran, latihan, dan bimbingan bagi peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikannya secara optimal, terutama
kemandiriannya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Dilihat dari rentang atau derajat kemandiriannya, tingkat kemandirian
anak tunagrahita tentu berbeda-beda, sekalipun di dalam kelompok tunagrahita yang sejenis atau sama. Ukuran perkembangan optimal kemandirian anak
tunagrahita bersifat relatif, yaitu bergerak dari kemampuan untuk mengurus diri sendiri activity in daily living sampai betul-betul mampu menunjukkan
ciri ciri pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Secara spesifik ukuran optimal bagi siswa tunagrahita lebih mengarah kepada kemampuan mengurus
diri sendiri Suhaeri dan Purwanta, 1996:27-28. Hal ini sejalan pendapat Bailey 1982: 19 bahwa aspek kemandirian siswa tunagrahita berhubungan
dengan kemampuan menolong diri sendiri self-help berupa kemampuan makan, minum, kemampuan mobilitas, menggunakan toiletWC, mandi,
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang
Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
berpakaian, serta berhias. Wehman 1981: 185 menyebutnya sebagai kemampuan merawat diri meliputi: makan, berpakaian, kebersihan, keamanan,
dan keterampilan kesehatan. Hal senada dikemukakan pula oleh Alimin 2006, bahwa kemandirian anak tunagrahita yang harus dimiliki diantaranya
adalah keterampilan perilaku adaptif, yaitu keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari personal living skills dan keterampilan menyesuaikan
diri dengan lingkungan social adaptive skills. Adanya perubahan cara pandang masyarakat dunia atau paradigma
pendidikan anak berkebutuhan khusus bersamaan dengan lahirnya Deklarasi Salamanca tentang pendidikan untuk semua Education for All, yang
dideklarasikan oleh bangsa-bangsa di dunia telah menginspirasi dan mendorong perubahan cara pandang dan orientasi penyelenggaraan
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tunagrahita termasuk di Indonesia. Dalam konteks ini, Kartadinata 2002 mengemukakan
pandangannya bahwa “Sudut pandang pendidikan luar biasa sudah berubah dari semula berorientasi Medical Approach kini lebih mengarah kepada
Educational Approach. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita kini lebih diarahkan berdasarkan prinsip the
Least Restrictive Environment, Ecological Oriented dan atau Behavioral Oriented. Pendekatan ini mengandung arti bahwa dalam mendidik anak
tunagrahita diupayakan dalam lingkungan yang tidak terpisah, tidak dibatasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, dengan berorientasi
kepada tingkah laku dan lingkungannya, melalui layanan pendidikan khusus sesuai kebutuhan anak. Kecacatan yang disandang anak tidak lagi dipandang
sebagai hambatan bagi individu tunagrahita untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita tentu relatif berbeda-beda baik dari segi kedalaman, keluasan, jenis, maupun intensitasnya. Masalah-
masalah yang dihadapi anak tunagrahita dalam konteks pendidikan, antara lain: masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, masalah kesulitan
belajar, masalah penyesuaian diri, masalah penyaluran ke tempat kerja,
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang
Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
ganguan kepribadian dan emosi, dan masalah pemanfaatan waktu luang Amin, 1995: 41-50.
Meskipun demikian, pada dasarnya anak tunagrahita memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan pencapaian tugas
perkembangannya. Bagi siswa tunagrahita tunagrahita sedang, mereka dapat dilatih membaca, menulis dan berhitung yang bersifat fungsional-sosial,
belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri, serta dilatih keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari
Activity of daily living. Dalam konteks pendidikan siswa tunagrahita, bimbingan merupakan
bagian integral dari proses pendidikan yang dalam pelaksanaannya terintegrasi dalam proses pembelajaran itu sendiri. Kebutuhan bimbingan
dalam proses pendidikan siswa tunagrahita pada dasarnya berkaitan erat dengan makna dan fungsi pendidikan itu sendiri, yaitu upaya untuk
mewujudkan manusia sebagai totalitas kepribadian dari setiap subyek didik tunagrahita yang berkualitas, yaitu suatu pribadi yang paripurna, pribadi yang
serasi, selaras dan seimbang dalam aspek-aspek spiritual, moral, sosial, intelektual, fisik, dan sebagainya. Dengan kata lain, titik tolak pendekatan
layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus tunagrahita lebih kepada upaya memfasilitasi pengembangan dan memberdayakan potensi siswa
tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal, dimana kebutuhan dan kemampuan individual anak tunagrahita merupakan dasar dalam upaya
pencapaiannya. Berdasarkan studi pendahuluan di SLB C melalui observasi, wawancara,
dan analisis dokumen, diperoleh informasi bahwa untuk siswa tunagrahita tunagrahita sedang pada jenjang SDLB pelaksanaan pendidikannya lebih
diarahkan pada penguasaan keterampilan dasar untuk memenuhi atau melayani kebutuhan hidup sehari-hari pribadi, melalui program khusus bina
diri, misalnya: merawat diri, mengurus diri, menolong diri, melakukan komunikasi dengan orang lain, dan melakukan adaptasi di lingkungan.
Kemampuan membaca, menulis dan berhitung juga diajarkan atau dilatihkan untuk hal-hal yang bersifat fungsional-sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang
Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Namun pada kenyataannya masih banyak siswa tunagrahita sedang yang belum mandiri, hal ini tampak dari gejala diantaranya siswa belum mampu
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Bahkan ada siswa yang sudah lulus namun masih kembali ke
sekolah asalnya. Hal ini kecuali atas kemauan anak juga juga karena orang tua menganggap bahwa anaknya belum mandiri untuk melayani kebutuhan
dirinya sendiri. Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen rencana pembelajaran
siswa tunagrahita
sedang secara
administratif dan
pelaksanaannya dalam pembelajaran, dapat dideskripsikan bahwa pada dasarnya guru menerapkan prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku
misalnya, merumuskan tujuan pembelajaran, melakukan pembelajaran individualisasi, memberikan latihan dan penguatan. Namun, dalam praktik
pelaksanaan pembelajarannya tampak guru belum melakukannya secara optimal, konsisten dan proporsional. Demikian pula dalam hal individualisasi
pengajaran sebagai prinsip utama pembelajaran bagi siswa tunagrahita, dimana bahan ajar yang disampaikan guru lebih berorientasi kepada
kurikulum yang ada, tidak secara sungguh-sungguh didasarkan atas hasil asesmen kebutuhan belajar siswa atau berdasarkan kemampuan awal yang
dimiliki siswa tunagrahita sedang secara individual. Hal ini menunjukkan masih ada kesenjangan dalam pelaksanaan pembelajarannya, sehingga
berdampak pula terhadap perolehan hasil belajar atau pencapaian kemandirian siswa tunagrahita sedang terutama dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Kondisi demikian tentu cukup memprihatinkan sekaligus merugikan
siswa, karena tidak kondusif dalam upaya membantu mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedangsecara secara optimal. Mengingat
demikian besar peran guru dalam proses bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB yang pelaksanaannya terpadu dalam pembelajaran
di sekolah, hal ini mengandung implikasi bahwa guru seyogyanya mampu melakukan reorientasi pendekatan dengan cara mensinergikan antara
pendekatan pengajaran Instructional Approach dengan pendekatan
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang
Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
psycho-education melalui penerapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku dalam proses pembelajaran kemandirian
siswa tunagrahita sedang. Upaya mensinergikan kedua pendekatan tersebut di atas, dimaksudkan untuk meletakkan dasar perspektif ke arah upaya
memfasilitasi pengembangan potensi siswa tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal. Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya
bimbingan sejalan dengan pendidikan itu sendiri, dimana upaya bimbingan dan pendidikan terarah kepada tujuan yang sama yaitu membantu tercapainya
kedewasaan atau kemandirian. Dalam arti memfasilitasi anak tunagrahita sedang agar mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari untuk mengurus
diri atau merawat diri dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Mencermati fenomena tersebut di atas, dan dengan mempertimbangkan
aspek-aspek karakteristik kebutuhan belajar, kecerdasan dan fungsi mental siswa tunagrahita sedang yang mengalami hambatan secara signifikan,
sehingga berdampak pula diantaranya terhadap kemampuan belajar, perolehan hasil belajar dan pencapaian kemandiriannya yang belum optimal.
Oleh karena itu, dalam upaya membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal diperlukan kepedulian,
komitmen, dedikasi dan upaya sungguh-sungguh dari pihak-pihak terkait dalam proses pendidikan siswa tunagrahita terutama guru atau pembimbing.
Sebagai ujung tombak pelaksana pembelajaran di sekolah guru seyogyanya memiliki kemampuan: pemahaman mendalam tentang berbagai karakteristik
siswa tunagrahita sedang; mengelola dan memberdayakan sumber-sumber lingkungan secara kondusif untuk belajar siswa; memilih pendekatan,
metode, dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa dan mampu mensinergikannya dengan nilai-nilai
bimbingan dan konseling, serta menjadi model sosial yang baik dan efektif dalam proses pembelajaran kemandirian siswa. Dengan kata lain, dalam
pelaksanaan layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan harus dilakukan secara profesional
yang dirancang secara sistematis dan prosedural. Yakni dilakukan guru
Iding Tarsidi, 2013 Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang
Berdasarkan Pendekatan Perilaku Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
berdasarkan suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian yang merujuk kapada nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan yang sesuai dengan kondisi
dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Dalam kaitan ini
konsep teori
sebagai rujukan
pendekatan bimbingan
untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yang
diasumsikan sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang adalah pendekatan perilaku.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah