KERANGKA KERJA BIMBINGAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA TUNAGRAHITA SEDANG BERDASARKAN PENDEKATAN PERILAKU.

(1)

SISWA TUNAGRAHITA SEDANG

BERDASARKAN PENDEKATAN PERILAKU

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Promovendus:

IDING TARSIDI

NIM. 1009659

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI

Promotor Merangkap Ketua:

Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd.

Ko-promotor Merangkap Sekretaris:

Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja

Anggota:


(3)

”Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ” KERANGKA KERJA BIMBINGAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA TUNAGRAHITA SEDANG BERDASARKAN PENDEKATAN PERILAKU” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan,

Iding Tarsidi NIM. 1009659


(4)

KEMANDIRIAN SISWA TUNAGRAHITA SEDANG BERDASARKAN PENDEKATAN PERILAKU

Iding Tarsidi/1009659/Prodi Bimbingan dan Konseling SPS UPI

Kemandirian bagi siswa tunagrahita sedang mengarah kepada pengembangan keterampilan perilaku adaptif, terutama keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari (activity of daily living) dan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (social adaptive skills). Kenyataan menunjukkan bahwa saat ini masih banyak anak tunagrahita yang sudah menyelesaikan pendidikan di sekolah khusus tunagrahita (SLB C) namun belum mampu mandiri. Hal ini tampak dari gejala perilaku, diantaranya anak belum mampu melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam upaya membantu mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, guru seyogyanya mampu memilih pendekatan dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa dengan mengoptimalkan dan merekayasa lingkungan belajar secara kondusif bagi siswa untuk belajar.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, sebagai rujukan guru untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) baru siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku didesain berdasarkan data hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian melibatkan guru, kepala sekolah, dan siswa tunagrahita sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku layak digunakan untuk memfasilitasi perolehan atau penguasaan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Indikator kelayakannya ditandai oleh: (1) perolehan keterampilan baru siswa, (2) pemenuhan kebutuhan mengurus diri atau merawat diri dalam keseharian, dan (3) antusiasme siswa dalam proses bimbingan atau pembelajaran kemandirian. Kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku direkomendasikan untuk diimplementasikan guru atau pembimbing di SLB C, sebagai rujukan pendekatan bimbingan untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Kata kunci: Kerangka Kerja, Bimbingan untuk Mengembangkan Kemandirian, Siswa Tunagrahita Sedang, Pendekatan Perilaku, Sekolah Luar Biasa Tunagrahita (SLB C)


(5)

GUIDANCE FRAMEWORK FOR DEVELOPING INDEPENDENCY OF MODERATE MENTALLY RETARDED STUDENTS

BASED ON BEHAVIORAL APPROACH

Iding Tarsidi/1009659/Prodi Bimbingan dan Konseling SPS UPI

Independency for moderate mentally retarded students lead to development of adaptive behavior, especially on their ability to perform activity in daily living and social adaptive skills. Recently most of moderate mentally retarded student graduated from mentally retarded shool are still less able to behave independency. In the effort to help them developing dependency optimally the teacher should be able to choose appropriate approach and strategy technique of intervention in accordance with the characteristic of their learning needs, with optimum and arrangement of their-learning environment and condusive.

This study is an effort to provide a teachers with information about of guidance framework for developing independency moderate mentally retarded students based on behavioral approach in special school education. This study adopts a qualitative approach to improve indpendency for moderate mentally retarded students. This study involved classroom teachers and principals to design a guidance framework for developing independency moderate mentally retarded students based on behavioral approach. The techniques for the data collection consisted of interviews, observation, questionnaires, and documentary study. Qualitative data analysis was done during and after data collection.

The finding show that the frame work has been effectively implemented for moderate mentally retarded students. The effectivenees was indicated by: (1) the new skills acquired for moderate mental retardation students,(2) the self help to meet need fully functioning, or the self-care to meet need fully functioning, and (3) the moderate mentally retarded students were antusiasme in learning to activity in daily living. Based on the finding, it is necessary to apply a guidance developing moderate mentally retarded students independency based on behavioral approach a framework for teachers in special school education for mentally retarded.

Key word: Guidance Framework, Independency, Moderate Mentally Retarded, Behavioral Approach, Special School Education for Mentally Retarded


(6)

HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi dan Perumusn Masalah ... 6

C. Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9 E. Metode Penelitian ... 10

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 11

BAB II PENDEKATAN PERILAKU DALAM BIMBINGAN KEMANDIRIAN SISWA TUNAGRAHITA SEDANG ... 13

A. Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang ... 13

1. Konsep Tunagrahita ... 13

2. Hubungan Perilaku Adaptif dengan Kecerdasan ... 16

3. Karakteristik Siswa Tunagrahita Sedang ... 18

4. Hakikat Kemandirian ... 21

5. Kebutuhan terhadap Kemandirian ... 24

6. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 27

7. Konstruk Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang ... 28

B. Pendekatan Perilaku dalam Pembelajaran Kemandirian... 30

1. Teori Pembelajaran Sosial ... 30

2. Aspek-Aspek Penting dalam PBM Kemandirian ... 32

3. Pendidikan Bina Diri Siswa Tunagrahita Sedang... 43

C. Bimbingan untuk Siswa Tunagrahita Sedang ... 47

1. Konsep Bimbingan ... 47

2. Peran Bimbingan ... 47

3. Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Bimbingan ... 49

4. Tujuan dan Fungsi Bimbingan ... 50

5. Prinsip-Prinsip Layanan, Pendekatan, Teknik/Strategi, dan Ruang Lingkup Bimbingan Kemandirian ... 50


(7)

4. Kontribusi Pendekatan Perilaku dalam Bimbingan... 65

E. Kerangka Kerja Bimbingan untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang berdasarkan Pendekatan Perilaku ... 66

BAB III METODE PENELITIAN ... 67

A. Metode Penelitian dan Justifikasi Penggunaannya ... 67

B. Desain Penelitian dan Justifikasi Pemilihannya ... 68

C. Analisis Data ... 72

D. Subyek, Sumber Data dan Lokasi Penelitian ... 72

E. Penjelasan Istilah atau Konsep dan Instrumen ... 73

F. Teknik Pengumpulan Data, Rasional dan Justifikasinya ... 78

G. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 79

H. Proses Pengembangan Instrumen ... 82

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….………… 83

A. Pemaparan Data Hasil Penelitian ... 83

1. Pemaparan Data Hasil Wawancara dengan Guru SLB C ….. 83

2. Pemaparan Data Hasil Observasi dalam PBM Kemandirian.. 89

3. Konseptualisasi Prinsip-Prinsip Bimbingan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang ……….…………..…… 90

4. Kerangka Kerja Bimbingan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang berdasarkan Pendekatan Perilaku…..... 101

5. Implementasi Bimbingan Kemandirian berdasarkan Pendekatan Perilaku ... 125

B. Pembahasan ……….…….……….…... 155

1. Hakikat Ketunagrahitaan dan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang ………... 155

2. Pelaksanaan Bimbingan Kemandirian Siswa Tunagrahita Tunagrahita Sedang di SLB C ... 160

3. Bimbingan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang secara Terpadu dalam Pembelajaran di Sekolah... 165

4. Implementasi Kerangka Kerja Bimbingan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang berdasarkan Pendekatan Perilaku ...167

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...175

A. Kesimpulan ...175

B. Rekomendasi ...179


(8)

Halaman

Tabel 2. 1 Karakteristik Siswa Tunagrahita Sedang ... 19

Tabel 2. 2 Standard Kompetensi dan Kompetensi Dasar Program Bina Diri SDLB C1 ... 46

Tabel 2. 3 Keunikan dan Keterkaitan Pelayanan Guru dan Konselor ... 48

Tabel 3. 1 Kisi-Kisi Instrumen dan Sumber Data ... 80

Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Panduan Wawancara ... 81

Tabel 4. 1 Satuan Layanan Bimbingan Kemandirian Pendekatan Perilaku... 126

Tabel 4. 2 Form Layanan Individual Bimbingan Kemandirian ...129

Tabel 4. 3 Form Evaluasi Hasil Belajar (Kuantitatif) ... 131

Tabel 4. 4 Form Evaluasi Hasil Belajar (Kualitatif) ... 132

Tabel 4. 5 Komparasi Keterampilan Bina Diri antara Sebelum dan Sesudah Implementasi ... 151


(9)

Halaman Gambar 2.1 Tipe Peristiwa (Operant Conditioning) ... 41 Gambar 3.1. Tahapan-Tahapan Penelitian ... 71


(10)

Halaman

1. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian dan Sumber Data ... 187

2. Kisi-Kisi Panduan Wawancara ... 188

3. Instrumen (Panduan Wawancara) ... 189

4. Deskripsi Data Hasil Wawancara ... 191

5. Instrumen (Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran) ... 203

6. Instrumen (Lembar observasi/skala kematangan sosial/kemandirian siswa tunagrahita) ... 205

7. Contoh Pembelajaran Kemandirian ... 207

8. Proses Perubahan Perilaku ………. 213

9. Satuan Analisis Tugas ……… 213

10. Proses urutan dan fokus latihan melalui analisis tugas ……… 214

11. Proses penyusunan urutan analisis tugas ……….. 215

12. Urgensi Bimbingan Pendekatan Perilaku dalam Pengembangan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang ……….……….… 216


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

“Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri ...” (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 1 ayat 1). Pencapaian tujuan pendidikan tersebut secara umum ditujukan bagi segenap peserta didik, termasuk didalamnya peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus tunagrahita. Hak peserta didik yang berkelainan atau berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan khusus dijamin dalam UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab IV pasal 5 ayat 2 yaitu “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita dapat diselenggarakan dalam berbagai alternatif sistem penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak, antara lain berupa sekolah luar biasa tunagrahita (SLB C). Sebagai lembaga formal, SLB C mempunyai tugas menyelengarakan pendidikan, pengajaran, latihan, dan bimbingan bagi peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikannya secara optimal, terutama kemandiriannya dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Dilihat dari rentang atau derajat kemandiriannya, tingkat kemandirian anak tunagrahita tentu berbeda-beda, sekalipun di dalam kelompok tunagrahita yang sejenis atau sama. Ukuran perkembangan optimal kemandirian anak tunagrahita bersifat relatif, yaitu bergerak dari kemampuan untuk mengurus diri sendiri (activity in daily living) sampai betul-betul mampu menunjukkan ciri ciri pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Secara spesifik ukuran optimal bagi siswa tunagrahita lebih mengarah kepada kemampuan mengurus diri sendiri (Suhaeri dan Purwanta, 1996:27-28). Hal ini sejalan pendapat Bailey (1982: 19) bahwa aspek kemandirian siswa tunagrahita berhubungan dengan kemampuan menolong diri sendiri (self-help) berupa kemampuan makan, minum, kemampuan mobilitas, menggunakan toilet/WC, mandi,


(12)

berpakaian, serta berhias. Wehman (1981: 185) menyebutnya sebagai kemampuan merawat diri meliputi: makan, berpakaian, kebersihan, keamanan, dan keterampilan kesehatan. Hal senada dikemukakan pula oleh Alimin (2006), bahwa kemandirian anak tunagrahita yang harus dimiliki diantaranya adalah keterampilan perilaku adaptif, yaitu keterampilan mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari (personal living skills) dan keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (social adaptive skills).

Adanya perubahan cara pandang masyarakat dunia atau paradigma pendidikan anak berkebutuhan khusus bersamaan dengan lahirnya Deklarasi Salamanca tentang pendidikan untuk semua (Education for All), yang dideklarasikan oleh bangsa-bangsa di dunia telah menginspirasi dan mendorong perubahan cara pandang dan orientasi penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus tunagrahita termasuk di Indonesia. Dalam konteks ini, Kartadinata (2002) mengemukakan pandangannya bahwa “Sudut pandang pendidikan luar biasa sudah berubah dari semula berorientasi Medical Approach kini lebih mengarah kepada Educational Approach. Dengan kata lain, penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita kini lebih diarahkan berdasarkan prinsip the Least Restrictive Environment, Ecological Oriented dan atau Behavioral Oriented. Pendekatan ini mengandung arti bahwa dalam mendidik anak tunagrahita diupayakan dalam lingkungan yang tidak terpisah, tidak dibatasi dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya, dengan berorientasi kepada tingkah laku dan lingkungannya, melalui layanan pendidikan khusus sesuai kebutuhan anak. Kecacatan yang disandang anak tidak lagi dipandang sebagai hambatan bagi individu tunagrahita untuk mengembangkan dirinya secara optimal.

Permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita tentu relatif berbeda-beda baik dari segi kedalaman, keluasan, jenis, maupun intensitasnya. Masalah-masalah yang dihadapi anak tunagrahita dalam konteks pendidikan, antara lain: masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, masalah kesulitan belajar, masalah penyesuaian diri, masalah penyaluran ke tempat kerja,


(13)

ganguan kepribadian dan emosi, dan masalah pemanfaatan waktu luang (Amin, 1995: 41-50). Meskipun demikian, pada dasarnya anak tunagrahita memiliki potensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan pencapaian tugas perkembangannya. Bagi siswa tunagrahita tunagrahita sedang, mereka dapat dilatih membaca, menulis dan berhitung yang bersifat fungsional-sosial, belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri, serta dilatih keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari (Activity of daily living).

Dalam konteks pendidikan siswa tunagrahita, bimbingan merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang dalam pelaksanaannya terintegrasi dalam proses pembelajaran itu sendiri. Kebutuhan bimbingan dalam proses pendidikan siswa tunagrahita pada dasarnya berkaitan erat dengan makna dan fungsi pendidikan itu sendiri, yaitu upaya untuk mewujudkan manusia sebagai totalitas kepribadian dari setiap subyek didik tunagrahita yang berkualitas, yaitu suatu pribadi yang paripurna, pribadi yang serasi, selaras dan seimbang dalam aspek-aspek spiritual, moral, sosial, intelektual, fisik, dan sebagainya. Dengan kata lain, titik tolak pendekatan layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus tunagrahita lebih kepada upaya memfasilitasi pengembangan dan memberdayakan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal, dimana kebutuhan dan kemampuan individual anak tunagrahita merupakan dasar dalam upaya pencapaiannya.

Berdasarkan studi pendahuluan di SLB C melalui observasi, wawancara, dan analisis dokumen, diperoleh informasi bahwa untuk siswa tunagrahita tunagrahita sedang pada jenjang SDLB pelaksanaan pendidikannya lebih diarahkan pada penguasaan keterampilan dasar untuk memenuhi atau melayani kebutuhan hidup sehari-hari (pribadi), melalui program khusus bina diri, misalnya: merawat diri, mengurus diri, menolong diri, melakukan komunikasi dengan orang lain, dan melakukan adaptasi di lingkungan. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung juga diajarkan atau dilatihkan untuk hal-hal yang bersifat fungsional-sosial dalam kehidupan sehari-hari.


(14)

Namun pada kenyataannya masih banyak siswa tunagrahita sedang yang belum mandiri, hal ini tampak dari gejala diantaranya siswa belum mampu melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Bahkan ada siswa yang sudah lulus namun masih kembali ke sekolah asalnya. Hal ini kecuali atas kemauan anak juga juga karena orang tua menganggap bahwa anaknya belum mandiri untuk melayani kebutuhan dirinya sendiri. Berdasarkan hasil analisis terhadap dokumen rencana pembelajaran siswa tunagrahita sedang secara administratif dan pelaksanaannya dalam pembelajaran, dapat dideskripsikan bahwa pada dasarnya guru menerapkan prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku misalnya, merumuskan tujuan pembelajaran, melakukan pembelajaran individualisasi, memberikan latihan dan penguatan. Namun, dalam praktik pelaksanaan pembelajarannya tampak guru belum melakukannya secara optimal, konsisten dan proporsional. Demikian pula dalam hal individualisasi pengajaran sebagai prinsip utama pembelajaran bagi siswa tunagrahita, dimana bahan ajar yang disampaikan guru lebih berorientasi kepada kurikulum yang ada, tidak secara sungguh-sungguh didasarkan atas hasil asesmen kebutuhan belajar siswa atau berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki siswa tunagrahita sedang secara individual. Hal ini menunjukkan masih ada kesenjangan dalam pelaksanaan pembelajarannya, sehingga berdampak pula terhadap perolehan hasil belajar atau pencapaian kemandirian siswa tunagrahita sedang terutama dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Kondisi demikian tentu cukup memprihatinkan sekaligus merugikan siswa, karena tidak kondusif dalam upaya membantu mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedangsecara secara optimal. Mengingat demikian besar peran guru dalam proses bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB yang pelaksanaannya terpadu dalam pembelajaran di sekolah, hal ini mengandung implikasi bahwa guru seyogyanya mampu melakukan reorientasi pendekatan dengan cara mensinergikan antara pendekatan pengajaran (Instructional Approach) dengan pendekatan


(15)

psycho-education (melalui penerapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan pendekatan perilaku) dalam proses pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang. Upaya mensinergikan kedua pendekatan tersebut di atas, dimaksudkan untuk meletakkan dasar perspektif ke arah upaya memfasilitasi pengembangan potensi siswa tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal. Hal ini mengingat bahwa pada dasarnya bimbingan sejalan dengan pendidikan itu sendiri, dimana upaya bimbingan dan pendidikan terarah kepada tujuan yang sama yaitu membantu tercapainya kedewasaan atau kemandirian. Dalam arti memfasilitasi anak tunagrahita sedang agar mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari untuk mengurus diri atau merawat diri dalam memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Mencermati fenomena tersebut di atas, dan dengan mempertimbangkan aspek-aspek karakteristik kebutuhan belajar, kecerdasan dan fungsi mental siswa tunagrahita sedang yang mengalami hambatan secara signifikan, sehingga berdampak pula diantaranya terhadap kemampuan belajar, perolehan hasil belajar dan pencapaian kemandiriannya yang belum optimal. Oleh karena itu, dalam upaya membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandiriannya secara optimal diperlukan kepedulian, komitmen, dedikasi dan upaya sungguh-sungguh dari pihak-pihak terkait dalam proses pendidikan siswa tunagrahita terutama guru atau pembimbing. Sebagai ujung tombak pelaksana pembelajaran di sekolah guru seyogyanya memiliki kemampuan: pemahaman mendalam tentang berbagai karakteristik siswa tunagrahita sedang; mengelola dan memberdayakan sumber-sumber lingkungan secara kondusif untuk belajar siswa; memilih pendekatan, metode, dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa dan mampu mensinergikannya dengan nilai-nilai bimbingan dan konseling, serta menjadi model sosial yang baik dan efektif dalam proses pembelajaran kemandirian siswa. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan harus dilakukan secara profesional yang dirancang secara sistematis dan prosedural. Yakni dilakukan guru


(16)

berdasarkan suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian yang merujuk kapada nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Dalam kaitan ini konsep teori sebagai rujukan pendekatan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yang diasumsikan sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedangadalah pendekatan perilaku.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang tersebut, maka dapat ditarik pemahaman bahwa pada pada dasarnya profesi seorang guru SLB tunagrahita senantiasa terkait dengan pengubahan perilaku (behavior modification) peserta didiknya. Sehubungan dengan hal ini, dalam kegiatan mendidik (mengajar, melatih, dan membimbing) siswa tunagrahita sedang, guru akan terlibat dalam proses menganalisis perilaku atau kinerja siswanya untuk menentukan tujuan pembelajaran secara spesifik, yaitu meliputi kondisi, faktor penyebab (stimulus), dan perilaku secara operasional sekaligus menentukan kriteria penilaiannya. Secara umum keterkaitan guru dengan pengubahan perilaku siswa tunagrahita tunagrahita sedang sebagai berikut: (1) membentuk atau mempertahankan perilaku positif pada diri siswa, (2) mengurangi, mencegah atau bahkan meniadakan perilaku negatif (tidak baik atau tidak diinginkan) lingkungannya. Perilaku positif yang dibentuk dan dipertahankan pada diri siswa tunagrahita tersebut, mengacu kepada perilaku atau aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (activity of daily living), meliputi: bina diri, menolong diri, merawat diri, berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya:

Dengan demikian dapat ditarik pemahaman bahwa pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan untuk membantu mengembangkan potensi kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi siswa dalam pembentukan perilaku baru dan memelihara perilaku positif yang sudah dimiliki serta mengurangi atau mencegah perilaku negatif yang tidak dikehendaki, adalah pilihan yang tepat.


(17)

Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian, diidasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan siswa tunagrahita sedang adalah pencapaian kemandirian, yang menekankan kepada penguasaan kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, (2) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan potensinya dalam konteks lingkungannya, (3) bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C pelaksanaannya secara terpadu dengan proses pembelajarannya. Hal ini selaras dengan pendapat Hoyt (Shertzer & Stone, 1984: 69), bahwa ”... bimbingan hanya akan berhasil jika tujuan-tujuannya terintegrasi dalam tujuan pendidikan”, (4) bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku dapat memberikan nilai-nilai fungsional-aplikatif dalam kehidupan sehari-hari siswa tunagrahita sedang, (5) bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku berorientasi pada penyesuaian diri dan realitas lingkungan pada kondisi saat kini dan masa mendatang. Dengan kata lain, kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang melalui penerapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: ”Kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku seperti apa yang dapat digunakan guru sebagai rujukan pendekatan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri?”.

C. Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Penelitian


(18)

Teori bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku memandang individu memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman atau tingkah laku baru melalui pengamatan terhadap lingkungannya sekaligus mengembangkan potensi individu dalam konteks lingkungannya. Penelitian tentang kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, dilakukan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Oleh karena itu fokus penelitian adalah aspek-aspek yang terkait dengan konstruk kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, meliputi: hakikat ketunagrahitaan dan kemandirian, kondisi aktual kemandirian siswa tunagrahita sedang, kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian di sekolah, konsep pendekatan perilaku, konsep kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain atau prosedur implementasinya dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara terstruktur, sistematis dan terprogramkan di lapangan.

2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan untuk memperoleh data empirik sebagai dasar mengkonstruk kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku sebagai berikut:

a. Bagaimana kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang? b. Bagaimana kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa

tunagrahita sedang tunagrahita sedang di SLB C?

c. Bagaimana rumusan konstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku?

d. Bagaimana prosedur implementasi bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku?


(19)

e. Bagaimana kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dalam implementasinya di lapangan untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan kemandirian didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi faktual dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita tunagrahita sedang adalah secara terpadu dalam pembelajaran di sekolah, khususnya dalam cara-cara pendekatan pembelajaran untuk perolehan keterampilan siswa yang lebih ditekankan kepada hal yang bersifat nyata, dapat damati dan dirasakan langsung oleh siswa atau bersifat fungsional aplikatif untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Misalnya melalui pemberian contoh-contoh kongkrit, modeling dan pemberian penghargaan atau reinforcement oleh guru.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu untuk memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) baru siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri sesuai dengan potensi dan karakteristik kebutuhan belajarnya.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data berkenaan dengan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk mengkonstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu:

a. Memperoleh data tentang kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang


(20)

b. Memperoleh data secarai objektif tentang pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C.

c. Mendapatkan rumusan konstruk kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku.

d. Menemukan desain atau prosedur implementasi pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang pelaksanaannya secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah.

e. Mengetahui kelayakan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dalam implementasinya di lapangan.

E. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang dianggap relevan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: (1) masalah penelitian memerlukan suatu pengungkapan secara deskriptif dan komprehensif; (2) pendekatan kualitatif lebih peka, fleksibel dan mampu menyesuaikan diri jika dipergunakan untuk menelaah berbagai pengaruh fenomena dan pola-pola nilai yang dihadapi responden dalam setting natural; (3) temuan penelitian kualitatif dapat memberikan kesan yang lebih aktual dan bermakna, sehingga dianggap lebih meyakinkan dan dapat diterima; (4) penelitian ini bermaksud untuk merumuskan kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain penerapannya yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita tunagrahita sedang, (5) temuan penelitian berimplikasi terutama kepada kinerja guru untuk membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal, dalam arti memfasilitasi perolehan keterampilan siswa untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.


(21)

Menurut Nasution (1988:19) penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri, antara lain: (1) penelitian dilakukan dalam setting natural, (2) peneliti sebagai human instrument, (3) sangat deskriptif, (4) mementingkan proses, (5) mencari makna, (6) mengutamakan data dari tangan pertama, first hand, (7) melakukan triangulasi, (8) menonjolkan konteks, (9) peneliti berkedudukan sama dengan yang diteliti, (10) mengutamakan pandangan emic, (11) sampling purposif, dan (12) berpartisipasi tanpa mengganggu, unobtrusive.

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Temuan penelitian, diharapkan memberikan manfaat/signifikansi baik secara teoretis maupun praktis bagi pihak-pihak terkait dengan pelaksanaan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang, sebagai berikut:

1. Manfaat/signifikansi secara teoretis, yaitu: memberikan wawasan ke arah pengembangan mendasar secara konsep tentang bagaimana suatu kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilakudikonstruk, dirumuskan, didesain, dan dilaksanakan secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di SLB C. 2. Manfaat/signifikansi hasil penelitian secara praktis adalah sebagai bahan

masukkan atau sumbangan pemikiran aplikatif sekaligus sebagai rujukan pendekatan guru atau pembimbing dalam melakukan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang secara optimal di sekolah, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, dalam suatu wadah kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku yang didesain secara sistematis dan terprogramkan.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian dan Justifikasi Penggunaannya.

Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk menemukan dan merumuskan suatu kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku di SLB C, maka metode penelitian yang dianggap relevan yaitu kualitatif. Dasar pertimbangannya sebagai berikut: (1) masalah penelitian memerlukan suatu pengungkapan secara deskriptif dan komprehensif; (2) pendekatan kualitatif lebih peka, fleksibel dan mampu menyesuaikan diri jika dipergunakan untuk menelaah berbagai pengaruh fenomena dan pola-pola nilai yang dihadapi responden dalam setting natural; (3) temuan penelitian kualitatif dapat memberikan kesan yang lebih actual dan bermakna, sehingga dianggap lebih meyakinkan dan dapat diterima; (4) penelitian tentang kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, dimaksudkan untuk membantu siswa mencapai kemandirian secara optimal, yaitu memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, yang pelaksanaannya terpadu dengan pembelajaran di sekolah, (5) temuan penelitian berimplikasi terutama kepada kinerja guru atau pembimbing di SLB C dalam upaya membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita mencapai kemandirian secara optimal.

Menurut Nasution (1988:19) penelitian kualitatif memiliki ciri-ciri, antara lain: (1) penelitian dilakukan dalam setting natural, (2) peneliti sebagai human instrument, (3) angat deskriptif, (4) mementingkan proses, (5) mencari makna, (6) mengutamakan data dari tangan pertama, first hand, (7) melakukan triangulasi, (8) menonjolkan konteks, (9) peneliti berkedudukan sama dengan yang diteliti, (10) mengutamakan pandangan emic, (11) sampling purposif, dan (12) berpartisipasi tanpa mengganggu (unobtrusive).


(23)

Setting penelitian adalah proses bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang pelaksanaannya terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah. Lokasi penelitian adalah SLB C Purnama Asih Bandung. Tahapan-tahapan penelitian ini mengacu kepada prosedur yang dikemukakan oleh Nasution (1996: 33) meliputi tiga tahapan sebagai berikut: (1) tahap orientasi, (2) tahap eksplorasi, dan (3) tahap member check.

Tahap pertama, orientasi dimaksudkan untuk memotret kondisi

lapangan sehingga diperoleh gambaran lengkap, akurat, dan jelas mengenai setting penelitian, lingkungan perkembangan belajar, dan kegiatan-kegiatan (pembelajaran) yang dilakukan di SLB C, terutama kedudukan pembelajaran bina diri bagi siswa tunagrahita sedang dalam upaya membantu mengembangkan potensi siswa mencapai kemandirian secara optimal. Kegiatan yang dilakukan adalah menentukan setting penelitian yaitu melakukan pendekatan dengan mengkomunikasikan arah dan tujuan penelitian kepada pihak-pihak terkait (kepala sekolah, guru, pihak keluarga siswa, dan siswa tunagrahita) itu sendiri. Dengan demikian peneliti menjadi familier dan memiliki gambaran komprehensif tentang setting penelitian, sehingga penelitian yang akan dilakukan dapat terlaksana dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Tahap kedua, eksplorasi, adalah tahap pelaksanaan penelitian yakni

menggali informasi dan mengumpulkan data lapangan sesuai dengan fokus penelitian dengan bantuan teknik pengumpulan data: observasi, wawancara, dan dokumentasi, sebagai berikut: (1) teknik observasi dilakukan kepada guru dan siswa, dengan maksud untuk mendeskripsikan data kegiatan pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang di sekolah, mendeskripsikan kondisi objektif lingkungan perkembangan belajar, dan mendeskripsikan kemampuan dasar kemandirian serta pencapaian kemandirian siswa tunagrahita sedang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, (2) teknik wawancara dilakukan kepada guru dan kepala sekolah untuk memperoleh informasi/data persepsi guru dan kepala sekolah tentang hakikat tunagrahita sedang, konsep kemandirian siswa tunagrahita sedang, pembelajaran kemandirian (bina diri)


(24)

bagi siswa tunagrahita sedang beserta tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan guru di sekolah, dan kendala-kendala yang dihadapi guru dalam pembelajaran bina diri beserta upaya mengatasinya, (3) analisis dokumen dilakukan untuk (a) menganalisis kurikulum atau silabus Program Khusus Pendidikan Bina Diri siswa tunagrahita sedang jenjang SDLB, (b) mengnalisi naskah persiapan mengajar yakni Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun/dibuat oleh guru dan digunakan dalam pembelajaran bina diri bagi siswa tunagrahita sedang jenjang SDLB.

Tahap ketiga, uji keabsahan data atau member check, dimaksudkan

untuk mencek kebenaran atau keabsahan setiap informasi atau data yang diperoleh dari berbagai sumber, maupun dengan data yang diperoleh dengan teknik yang berbeda. Uji keabsahan data dilakukan melalui triangulasi (sumber dan metode/teknik), yaitu mencek kebenaran data yang diperoleh berdasarkan data hasil observasi, wawancara dan analisis dokumen, meliputi: (1) melakukan konfirmasi kembali hasil (data) kepada semua sumber data; dan (2) melakukan crosschek data dengan sumber data dari guru-guru SLB C yang berbeda, (3) meminta tanggapan, masukan atau penilaian tentang catatan lapangan hasil observasi kepada sumber data tertentu, dan (4) mengecek ulang kebenaran data yang diperoleh dari sumber data guru melalui teknik wawancara dan studi dokumentasi dengan data yang diperoleh dari observasi proses pembelajaran bina diri dari di sekolah.

Berdasarkan temuan faktual/data empiris yang terkumpul kemudian dilakukan generalisasi, reduksi dan konseptualisasi, setelah dirangkum kemudian dilakukan forum group discussion kepada pihak-pihak atau sumber data terkait/terlibat (kepala sekolah dan guru-guru). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan perbaikan sekaligus untuk mencek kebenarannya, sehingga diperoleh temuan penelitian tentang pengembangan kemandirian siswa tunagrahita sedang jenjang SDLB dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku.


(25)

Iding Tarsidi, 2013

Kerangka Kerja Bimbingan Untuk Mengembangkan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang Berdasarkan Pendekatan Perilaku

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kegiatan berikutnya yaitu: (1) mengkaji kerangka teoretis yang terkait dengan temuan penelitian tersebut, meliputi: konsep-konsep ketunagrahitaan, kemandirian, pembelajaran bina diri, konsep bimbingan, pendekatan perilaku dalam pembelajaran, dan kerangka kerja bimbingan. Berdasarkan kajian kerangka teoretis tersebut dirumuskan konstruk kerangka kerja bimbingan pengembangan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, dan (2) melakukan uji validasi, dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan dari setiap komponen kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku. Dilakukan secara professional judgement oleh para praktisi (kepala sekolah dan guru) melalui forum group discussion, dan expert judgement oleh para ahli atau akademisi yang relevan (ahli pendidikan anak tunagrahita dan ahli bimbingan dan konseling). Berdasarkan hasil validasi tersebut dilakukan revisi sehingga dihasilkan kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku. Untuk mengetahui kelayakan (aplicability) kerangka kerja bimbingan kemandirian tersebut, maka diimplementasikan secara terbatas pada tujuah orang siswa tunagrahita sedang jenjang SDLB. Berdasarkan hasil implementasi, direkomendasikan bahwa kerangka kerja bimbingan kemandirian tersebut layak (aplicable) diterapkan guru sebagai rujukan dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

TAHAP MEMBER

CHEK

 Triangulasi data lapangan

 Konfirmasi dengan sumber data/informan

 Pengecekan TAHAP EKSPLORASI Menggali informasi lapangan sesuai dengan fokus peneltian, melalui teknik :

 Observasi TAHAP

ORIENTASI

 Memotret kondisi objektif secara umum seting penelitian.

Mengkomunikasi kan arah, tujuan, dan fokus


(26)

Gambar 3. 1. Tahapan-tahapan Penelitian

C. Analisis Data dan Penafsirannya

Menurut Moleong (1993: 103) analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh sata. Analisis data dalam penelitian ini mengacu kepada tahapan-tahapan kegiatan yang dikemukakan oleh Moleong

Diperoleh Data awal kondisi objektif setting

penelitian

Temuan data mentah

lapangan sebagai bahan kajian

Display dan analisis data penelitian

Kajian Teoretis, Kerangka Kerja

Bimbingan Kemandirian Pendekatan Perilaku,

Uji Validasi

Temuan Empirik Keterampilan Bina Diri dalam Kehidupan

Sehari-hari Siswa Tunagrahita Sedang

Kerangka Kerja Bimbingan Pengembangan Kemandirian

Siswa Tunagrahita Sedang berdasarkan Pendekatan


(27)

(1993: 190). sebagai berikut: (1) pemrosesan satuan (unityzing), dan (2) kategorisasi (categoryzing), selanjutnya (3) penafsiran (interpretation). Dua kegiatan tersebut di atas (poin 1 dan 2) berkenaan dengan identifikasi informasi dan pengorganisasian data hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Pemrosesan satuan (unitisasi) yaitu berupa kegiatan memberi kode yang mengidentifikasi unit informasi yang terpisah dari teks, dan (2) kategorisasi yaitu menyusun dan mengorganisasikan data berdasarkan persamaan makna. Selanjutnya dilakukan penafsiran, yaitu memberikan arti secara signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian (Patton, 1980: 268, dalam Moleong, 1993: 103)

Dalam proses menemukan tema, peneliti mengikuti tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor (1975: 82-85, dalam Moleong, 1993: 104-105) sebagai berikut: (a) membaca secara teliti catatan lapangan dari observasi, (b) memberikan kode pada beberapa judul pembicaraan tertentu, (c) menyusun kode-kode tersebut ke dalam kelompok tertentu (sebagai bakal tema) menurut tipologinya, (d) mengkaji kepustakaan yang ada kaitannya dengan masalah dan latar penelitian,

D. Sumber Data dan Lokasi Penelitian

Sumber informasi/data utama dalam penelitian ini adalah guru beserta siswa tunagrahita sedang jenjang SDLB di SLB C Purnama Asih Kabupaten Bandung Barat berjumlah tujuh siswa, yaitu: Ian M Fakhri (IMF), Agustin (AGS), Silma Dwi Zuliani (SDZ), Annisa Al Zahra, (AAZ), Mulyani (MYN), Eli S, Dhika (ESD), dan Ario Suryo (ARS). Unit analisisnya adalah proses pembelajaran kemandirian (bina diri) siswa tunagrahita sedang SDLB di SLB C. Sumber data/informan terutama adalah guru dan siswa tunagrahita sedang. Sumber data untuk studi pendahuluan atau survey adalah guru-guru dari beberapa SLB C di wilayah Jawa Barat berjumlah 15 orang meliputi: SLB C Purnama Asih Bandung, SLB C YPLB Hegar Asih Bandung, SLB C Sukapura Bandung, SLB C Kasih Ibu Kopo, SLB C Ciamis, SLB C Plus Asih


(28)

Manunggal Bandung, SLB C Wathoniyah Cirebon, dan SLB C PGRI Ciawi Tasikmalaya, dan SLB C Bina Kasih Cianjur.

E. Penjelasan Istilah atau Konsep dan Instrumen Penelitian 1. Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang jenjang SDLB

Merujuk kepada konsep ketunagrahitaan dan tujuan pendidikan sebagaimana diuraikan pada kajian teoretis, dapat ditarik pemahaman bahwa kemandirian bagi siswa tunagrahita sedang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan kehidupan sehari-hari dan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena itu, program pendidikan kemandirian siswa tunagrahita sedang adalah yang bersifat praktis-fungsional untuk hidup mandiri sekaligus sebagai kompetensi yang harus dimiliki agar terampil melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri (Activity of Daily Living) atau untuk menolong diri sendiri (Self Help Skill). Untuk mencapai hal tersebut, implementasinya melalui program khusus pendidikan bina diri, yang memiliki fungsi, tujuan, standar kompetensi & kompetensi dasar sebagai berikut:

Fungsi pendidikan bina diri bagi siswa tunagrahita sedang yaitu: (1) menghantarkan peserta didik tunagrahita dalam melakukan bina diri untuk dirinya sendiri, seperti merawat diri, mengurus diri, menolong diri, komunikasi dan adaptasi di lingkungan sesuai dengan kemampuannya, (2) mengaktualisasikan dan mengembangkan kemampuan peserta didik tunagrahita dalam melakukan bina diri untuk kebutuhan dirinya sendiri sehingga mereka tidak membebani orang lain. Tujuannya yaitu agar siswa memiliki kemampuan: (1) mengenal cara-cara melakukan bina diri (merawat diri, mengurus diri, menolong diri, berkomunikasi dan beradaptasi) untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari; (2) dapat melakukan sendiri kegiatan bina diri dalam hal merawat diri, mengurus diri, menolong diri, berkomunikasi dan adaptasi


(29)

dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menyesuaikan diri baik di keluarga, sekolah dan masyarakat. Dilihat dari standard kompetensi dan kompetensi dasar program bina diri siswa tunagrahita sedang untuk jenjang sekolah dasar maupun sekolah menengah secara umum sama, meliputi aspek-aspek: Merawat diri, mengurus diri, menjaga keselamatan diri, berkomunikasi dengan orang lain, dan terampil beradaptasi di lingkungannya.

2. Pembelajaran Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang

Pembelajarn kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C secara khusus diimplementasikan melalui program khusus pendidikan bina diri meliputi bidang-bidang keterampilan: mengurus, memelihara, merawat, membina dan menolong diri sendiri serta beradaptasi dalam lingkungannya. Proses pembelajarannya dapat digambarkan sebagai berikut: dilaksanakan sesuai situasi dan kondisi, menggunakan pendekatan individualisasi, lebih banyak berorientasi pada praktek langsung daripada penyampaian informasi, dilaksanakan setiap hari belajar dengan durasi waktu yang disesuaikan dengan materi pokok yang terintegrasi dalam pelaksanaan mata pelajaran lainnya, serta penilaian mengacu kepada analisis tugas yang dibuat guru berdasarkan materi pokok dan derajat ketunagrahitaan.

Mengingat hambatan yang dialami oleh siswa tunagrahita sedang SDLB dalam berbagai aspek perkembangan: kecerdasan, fungsi, mental, sosial-emosional, dan organisme, sehingga berdampak diantaranya terhadap kemampuan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri yang kurang optimal. Oleh karena itu, dalam konteks pendidikan siswa tunagrahita sedang guru atau pembimbing memiliki peran sangat penting dan strategis dalam upaya memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) baru dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hal ini mengandung implikasi bahwa guru atau pembimbing seyogyanya


(30)

memiliki kemampuan: (1) berperan sebagai model perilaku yang baik bagi para siswanya, (2) mengembangkan urutan dan tahapan pembelajaran, (3) menerapkan aktivitas pengajaran dan membimbing aktivitas pembelajaran siswa dalam pembentukan perilaku (keterampilan) baru, (4) memahami secara mendalam karakteristik siswa terutama yang berkaitan dengan perbedaan individual, kesiapsediaan, dan keterampilan siswa untuk belajar bagaimana belajar mengurus diri dalam kehidupan sehari-hari, (5) menata lingkungan belajar secara kondusif sehingga memberikan dukungan bagi proses pembelajaran, dan membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif dan mengurangi atau mencegah perilaku negatif, (6) mengupayakan agar proses pembelajaran tidak terpisah dari lingkungan sosial dan kehidupan nyata, (7) menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak, (8) memberikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahapan perkembangannya, dan (10) memberikan kesempatan kepada anak untuk saling berbicara atau berdiskusi dengan teman-temannya. Dengan kata lain, guru SLB C seyogyanya memiliki kemampuan untuk memilih pendekatan, metode dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang, serta mampu mensinergikan antara pendekatan pengajaran dengan pendekatan psycho-education (melalui penerapan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku dalam pembelajaran kemandirian siswa).

3. Bimbingan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang berdasarkan Pendekatan Perilaku

Secara umum tugas guru dalam pembelajaran berdasarkan pendekatan perilaku adalah menganalisis tingkah laku yang dinilai menyimpang (inappropriate), menganalisis hubungan antara tingkah laku dan peristiwa di lingkungannya, mengkonseptulisasikan perilaku yang sudah dipelajari


(31)

dan mengubah perilaku sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Tingkah laku menyimpang tersebut harus digambarkan secara jelas dan terukur. Tugas guru atau pembimbing dalam bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku senantiasa terkait dengan pengubahan perilaku (behavior modification), yakni mencakup dua hal: (1) membentuk, membangun atau mempertahankan perilaku yang sesuai, positif atau yang diinginkan, dan (2). mengurangi, mencegah atau menghilangkan perilaku yang tidak sesuai, negatif atau yang tidak diinginkan. Modifikasi perilaku berdasar kepada asumsi sebagai berikut: (1). tingkah laku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya dan atau akibat dari perilaku itu sendiri (consequences), (2) tingkah laku yang baik dan yang buruk adalah hasil belajar, (3) tingkah laku manusia dapat diubah atau dimodifikasi dengan memberikan stimulus kepada lingkungannya. Lingkungan tersebut adalah segala sesuatu yang ada di sekitar siswa yang dapat mempengaruhi perilakunya (misalnya, guru, program pembelajaran, pendekatan dan metode atau teknik pembelajaran).

Berkaitan dengan hal ini, implikasinya adalah bahwa guru atau pembimbing seyogyanya memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan pembelajaran secara spesifik/jelas yang mencakup condition, faktor penyebab (antecedents), merumuskan bentuk perilaku atau kegiatan secara operasional yang ditargetkan untuk dicapai anak, (2) melaksanakannya, yaitu menentukan apa yang akan dibimbingkan kepada anak, dan (3) menentukan tolok ukur atau kriteria keberhasilan belajar atau bimbingan.

Dengan demikian, dapat ditarik pemahaman bahwa bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku adalah layanan ahli dengan kepedulian guru atau pembimbing terhadap perilaku yang dapat diamati sebagai tolak ukur keberhasilan belajar atau bimbingan, yaitu berupa perubahan perilaku khusus atau perilaku social yang bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku adalah suatu proses membantu individu siswa untuk mencapai kemandirian secara


(32)

optimal, dalam arti memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Tujuannya untuk mengubah tingkah laku yang tidak selaras dengan tuntutan masyarakat dan kebutuhan pribadi atau memperbaiki perilaku salah suai. Metode bimbingannya lebih kepada Operant Learning dengan pemanfaatan penguatan melalui tokens economy dalam proses pembelajaran dan Unitative Learning atau Social modeling, dengan merancang suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model bagi siswa tunagrahita. Dalam pelaksanaannya guru atau pembimbing perlu memperhatikan prinsip-prinsip utama dalam bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, yaitu: (a) asesmen, (b) individualisasi pengajaran, (c) analisis tugas (task analysis), dan (d) reward: Reinforcement dan Punishment., sebagai suatu kreasi guru dalam upaya memperkuat perilaku yang dikehendaki dan mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak dikehendaki.

4. Kerangka Kerja Bimbingan Kemandirian Siswa Tunagrahita Sedang berdasarkan Pendekatan Perilaku

Kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku adalah kerangka kerja bimbingan secara operasional yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berupa serangkaian kegiatan yang disusun dalam tahapan-tahapan sistematik, dilaksanakan dengan berorientasi kepada tugas perkembangan siswa, karakteristik kebutuhan belajar siswa, lingkungan perkembangan belajar siswa, pendekatan, metode dan teknik atau strategi, serta asumsi dan prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku. Tujuannya untuk membantu siswa tunagrahita sedang SDLB mencapai kemandirian secara optimal, yaitu memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam


(33)

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri.

Kerangka kerja bimbingan tersebut merupakan wadah atau bingkai kegiatan sebagai rujukan guru dalam bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB berdasarkan pendekatan perilaku, meliputi komponen-komponen sebagai berikut: (1) rasional: dasar pemikiran, (2) visi dan misi bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku, (3) tujuan bimbingan siswa tunagrahita, (4) mengapa dan apa pendekatan perilaku?, (5) tema sentral pendekatan perilaku, (6) pendekatan perilaku dalam konteks bimbingan kemandirian, (7) setting dan bentuk intervensi, (8) kerangka penerapan bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku, (9) implementasinya bagi guru atau pembimbing, (10) satuan layanan bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku, dan (11) penutup.

F. Teknik Pengumpulan Data, Rasional dan Justifikasinya.

Dalam penelitian kualitatif kedudukan peneliti sangat berperan penting, dapat dipandang sebagai ”key instrument”. Dalam arti diperlukan kemampuan peneliti untuk memahami setting penelitian, kontekstual penelitian, memahami informasi/data yang dikumpulkan, mengolah data, menganalisis data, dan menginterpretasikan data serta mengambil kesimpulan.

Teknik pengumpulan data menggunakan lembar observasi, panduan wawancara, dan studi dokumentasi. Observasi dilakukan kepada: (1) siswa tunagrahita sedang jenjang SDLB, dengan maksud untuk memperoleh data kematangan sosial atau kemampuan dasar kemandirian siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, (2). guru dan siswa tunagrahita sedang dalam proses pembelajaran bina diri di sekolah, dengan maksud untuk memperoleh data pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang pelaksanaannya secara terpadu dalam pembelajaran bina diri, (3) dampak penerapan prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan


(34)

pendekatan perilaku bagi siswa tunagrahita sedang dalam pencapaian atau perolehan keterampilan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Wawancara ditujukan kepada guru-guru dan kepala sekolah dengan maksud untuk memperoleh data tentang: (1) persepsi guru dan atau kepala sekolah tentang hakikat ketunagrahitaan dan kemandirian siswa tunagrahita sedang, (2) kondisi objektif pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang pelaksanaannya terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah beserta tahapan-tahapan kegiatannya, (3) kendala-kendala yang dihadapi guru dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang di sekolah beserta upaya mengatasinya, (4) pihak-pihak yang berperan dan paling berperan dalam upaya membantu pencapaian kemandirian siswa tunagrahita sedang, Teknik dokumentasi digunakan untuk menganalisis dokumen/naskah kurikulum atau silabus program khusus pendidikan bina diri dan menganalisis naskah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat guru untuk pembelajaran bina diri bagi siswa tunagrahita sedang jenjang SDLB.

G. Kisi-Kisi dan Instrumen Penelitian

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Instrumen dan Sumber Data

No Data yang Diperlukan Instrumen Sumber Data

1.

2.

3.

Perspektif guru tentang hakikat tunagrahita dan kemandirian siswa tunagrahita sedang Kondisi objektif kemandirian siswa tunagrahita sedang dalam keseharian.

Kondisi objrktif pelaksanaan Pelaksanaan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang yang terpadu dalam

Panduan wawancara

Panduan wawancara dan observasi (skala kematangan sosial)

Panduan wawancara dan observasi

Guru, Kepala Sekolah

Guru dan siswa tunagrahita

Guru dan siswa tunagrahita dalam PBM


(35)

4. . 5. 7. 8. 9. 10.

PBM di sekolah

Permasalahan atau kendala yang dihadapi guru dalam bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang dan upaya mengatasinya

Pihak-pihak yang terlibat, berperan dan paling berperan dalam upaya memandirikan siswa tunagrahita

Kompetensi guru yang dibutuhkan dalam bimbingan kemandirian siswa tunagrahita Validasi prinsip-prinsip bimbingan kemandirian yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang

Desain penerapan prinsip-prinsip bimbingan kemandirian pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan Kelayakan Penerapan prinsip-prinsip bimbingan kemandirian pendekatan perilaku dalam kerangka kerja bimbingan.

Panduan wawancara dan observasi

Panduan wawancara

Panduan wawancara dan observasi

Observasi dan wawancara

Naskah rumusan prinsip-prinsip bimbingan kemandirian pendekatan perilakui

Satuan layanan bimbingan kemandirian pendekatan perilaku, Form evaluasi pencapaian hasil belajar Siswa

Guru, kepala sekolah

Guru

Guru dalam

pembelajaran Guru, ahli PLB dan BK

Guru, kepala sekolah, peneliti

Guru dan peneliti berkolaborasi dalampelaksanaan PBM kemandirian

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Panduan Wawancara dengan Guru SLB C

ASPEK INDIKATOR BUTIR

SOAL

JML

1. Perspektif ketunagrahitaan dan kemandirian siswa tunagrahita sedang

2. Kondisi objektif kemandirian

Persepsi guru tentang kemandirian, tujuan pendidikan siswa tunagrahita sedang SDLB, aspek/bidang kemandirian yang dibutuhkan siswa, dan pihak-pihak yang terlibat/berperan dan paling berperan membantu kemandirian siswa

Urgensi kemandirian,

1, 2, 3, 4,

5, 6, 7, 4


(36)

siswa tunagrahita sedang dan pencapaian kemandiriannya

3. Kondisi objektif pelaksanaan bimbingan siswa tunagrahta sedang di sekolah SLB C

4. Kendala/hambatan yang dihadapi guru dalam mengembangkan kemandirikan siswa tunagrahita sedang dan upaya mengatasinya

aspek/bidang kemandirian yang dimiliki siswa, dan pencapaian kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari. Cara guru melaksanakan dan tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan guru dalam bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang SDLB di sekolah

Kendala/hambatan keuangan, sarana prasarana, hubungan kerjasama dengan pihak keluarga, masyarakat dan pemerintah, terkait kemampuan profesional, terkait kesinambungan upaya pendidikan anak di sekolah dengan di rumah

8, 9 10, 11, 12, 13 2 2

Jumlah 13

H. Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen penelitian dijudgement oleh para pakar atau akademisi dalam bidang bimbingan dan konseling dan pendidikan luar biasa serta praktisi di lapangan (guru SLB C) sebagai berikut: Dr. Suherman, Dr. Endang Rochyadi, Dr. Tjutju Soendari, dan Neni, S.Pd. Aspek-aspek yang dijudgement untuk instrumen penelitian terutama berkenaan kesesuaian antara tujuan dengan aspek-aspek yang akan diungkap atau ditanyakan, kesesuaian isi dengan data yang dibutuhkan, tata kalimat, tata bahasa atau pilihan kata. Demikian pula hal yang sama dilakukan terhadap naskah kerangka kerja bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, terutama masukan perbaikan atau penilaiannya berkenaan dengan konten naskah kerangka kerja, sistematika, kejelasan prosedur dan kontekstual atau alur pikir antara subjudul dengan subjudul atau keterkaitan antara satu tema dengan tema lainnya sebagai suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian secara utuh.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah melalui kajian konsep, proses penelitian, temuan objektif di lapangan, dan pengujian kelayakan penerapannya di lapangan, secara umum dapat disimpulkan bahwa kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, layak untuk diimplementasikan guru atau pembimbing dalam bimbingan kemandirian yang pelaksanaannya secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah SLB C. Kerangka kerja bimbingan kemandirian tersebut, merupakan wadah atau bingkai kegiatan sekaligus sebagai rujukan pendekatan guru dalam pelaksanaan bimbingan kemandirian untuk membantu mengembangkan potensi siswa mencapai kemandirian secara optimal, yakni memfasilitasi perolehan perilaku (keterampilan) tertentu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Kesimpulan hasil penelitian dideskripsikan sebagai berikut:

Pertama, pelaksanaan layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita

sedang berdasarkan pendekatan perilaku adalah secara terpadu dalam pembelajaran di sekolah dengan mengacu kepada kurikulum atau silabus program pendidikan khusus bina diri yang dijabarkan dalam suatu layanan bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku. tujuan pendidikan dan kemampuan siswa tunagrahita. Namun, layanan bimbingan kemandirian tersebut belum dirancang secara sistematik dan berkesinambungan serta pelaksanaannya belum secara sungguh-sungguh mengacu kepada karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang secara individual berdasarkan hasil identifikasi atau asesmen. Karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang yang seyogyanya dipahami dan dimiliki informasinya oleh guru, diantaranya: penguasaan kemampuan dasar sebagai prasyarat dalam mempelajari suatu bahan


(38)

ajar atau perilaku (keterampilan, aktivitas) tertentu untuk dipelajari selanjutnya, terutama yang bersifat fungsional aplikatif dalam kehidupan sehari-hari siswa. Layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku dalam implementasinya di sekolah tentu perlu dirancang secara sistematis dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku. Dari segi konten/materi harus sesuai dengan kemampuan anak dan secara rasional valid dengan memperhatikan masukan dari para ahli, dan perbaikan-perbaikan dari segi isi, kebutuhan akan kemandirian, maupun prosedur berdasarkan pendekatan perilaku, sehingga perolehan keterampilan siswa tunagrahita sedang lebih efektif dan akurat.

Kedua, temuan penelitian menghasilkan suatu kerangka kerja bimbingan

kemandirian sebagai rujukan guru dalam pelaksanaan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku. Kerangka kerja bimbingan pengembangan kemandirian pada dasarnya adalah tatacara atau tatalaksana yang dirancang secara khusus dan operasional yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar berupa serangkaian kegiatan yang disusun dalam tahapan-tahapan sistematik, dan dilaksanakan dengan berorientasi kepada tugas perkembangan siswa, karakteristik kebutuhan belajar siswa, lingkungan perkembangan belajar siswa, nilai-nilai atau prinsip belajar, dan kompetensi guru-pembimbing yang dibutuhkan dengan tujuan untuk memfasilitasi pembentukan dan perolehan perilaku (keterampilan) siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Kerangka kerja bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku mencakup komponen-komponen sebagai berikut: (1) rasional: dasar pemikiran, (2) visi dan misi bimbingan kemandirian, (3) mengapa dan apa pendekatan perilakau dalam bimbingan kemandirian?, (4) tujuan bimbingan kemandirian, (5) tema sentral bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku, (6) bimbingan kemandirian


(39)

berdasarkan pendekatan perilaku, (7) setting dan bentuk intervensi, (8) kerangka penerapan bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku, (9) kompetensi dalam implementasinya bagi guru atau pembimbing, (10) satuan layanan bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, dan 11 Penutup.

Dalam implementasinya di lapangan mengacu kepada panduan bimbingan dalam bentuk satuan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku, layanan individual, form penilaian kuantitatif atau form penilaian kualitatif, dengan prosedur penerapan sebagai berikut: (a) menentukan kondisi kemampuan awal (entering behavior) siswa secara individual melalui proses asesmen sehingga diketahui kemampuan dan kelemahan siswa sebelum bimbingan dimulai; (b) analisis komprehensif tentang tugas untuk dapat dilakukan (dikuasai) siswa, (c) menentukan tujuan dengan berorientasi kepada kemampuan siswa dan merumuskan secara jelas, spesifik menggunakan kata kerja operasional (sehingga tingkah laku siswa yang diinginkan dapat diukur atau diamati), (d) mempersiapkan urutan analisis tugas (keterampilan) yang dibutuhkan untuk dicapai siswa, (e) proses pembelajaran kemandirian dapat digambarkan sebagai berikut: guru atau pembimbing menata, mengelola, dan merekayasa lingkungan belajar secara kondusif untuk belajar siswa melalui: praktek pengajaran langsung, belajar secara individualisasi, melakukan pengulangan melalui latihan-latihan, memberikan penghargaan: menerapkan reinforcement untuk memperkuat tingkah laku positif yang diinginkan dan hukuman (jika diperlukan) untuk mengurangi, mencegah atau menghilangkan tingkah laku negatif yang tidak diinginkan; mengacu kepada urutan langkah-langkah analisis tugas, pemodelan dan pembentukan tingkah laku yang ingin dicapai, (f) melakukan evaluasi terhadap performa siswa dengan kriteria mengacu kepada analsis tugas.


(40)

bimbingan kemandirian berdasarkan pendekatan perilaku adalah layak untuk diterapkan guru dalam upaya membantu siswa tunagrahita sedang SDLB mencapai kemandirian secara optimal, yaitu untuk memfasilitasi siswa memperoleh keterampilan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Kelayakan kerangka kerja bimbingan pengembangan kemandirian tersebut ditandai dengan munculnya indikator-indikator sebagai berikut: (1) kompetensi siswa tunagrahita sedang, yaitu dimilikinya sejumlah keterampilan untuk merawat diri atau mengurus diri (bina diri) dalam kehidupan sehari-hari, (2) terpenuhinya kebutuhan sesuai tuntutan kebutuhan pribadi individual siswa dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari, dan (3) siswa tampak antusias mau melakukan aktivitas merawat diri atau mengurus diri dalam proses bimbingan atau pembelajaran bina diri di sekolah, sehingga berkurang kebergantungannya pada bantuan pihak lain (guru atau temannya).

Sehubungan dengan pencapaian siswa dalam bimbingan atau pembelajaran aspek kemandirian tertentu, perlu upaya guru untuk senantiasa menjaga, memelihara atau mempertahankan perilaku positif yang sudah dimiliki siswa atau mengurangi dan mencegah perilaku negatif yang tidak diinginkan muncul kembali. Untuk itu, guru atau pembimbing perlu untuk senantiasa (1) menciptakan suasana lingkungan belajar yang merangsang siswa mau belajar dan meniadakan rangsangan-rangsangan yang dapat mengganggu atau memecah konsentrasi belajar, (2) konsisten dan berkesinambungan dalam menerapkan prosedur pendekatan perilaku maupun dalam memelihara pencapaian belajar siswa. Misalnya dengan mengendapkannya dalam waktu tertentu kemudian dievaluasi kembali, sebagai tindak lanjut kemudian diberikan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa tunagrahita tersebut, (3) komunikasi dan kerjasama dengan pihak orang tua/keluarga terkait dengan program bimbingan atau pembelajaran kemandirian yang diberikan di sekolah untuk ditindaklanjuti dalam kehidupan sehari-hari di


(41)

lingkungan keluarga atau rumah.

Pilihan terhadap pendekatan perilaku dalam upaya bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang adalah pilihan tepat, terutama dari sudut pandang kebutuhan siswa atau dalam hal ini karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Meskipun demikian, pilihan terhadap suatu pendekatan, metode dan teknik atau strategi intervensi tertentu kecuali mengandung kelebihan-kelebihan sekaligus juga kelemahannya. Oleh karena itu, dalam penerapannya perlu kecermatan dan kreativitas guru sehingga tujuan yang diharapkan dapat dicapai secara efektif. Yaitu dengan cara memilih, menentukan dan menerapkan secara tepat nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang. Dengan demikian diharapkan upaya membantu mengembangkan potensi siswa tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal, yaitu memfasilitasi perolehan atau penguasaan perilaku (keterampilan) siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dapat diwujudkan.

B. Rekomendasi

Mengacu kepada hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan penelitian yang telah dirumuskan, maka sebagai akhir penulisan disertasi ini peneliti menyampaikan rekomendasi sebagai berikut: (1) guru atau pembimbing di SLB C, dan (2) terkait temuan penelitian, dan untuk peneliti selanjutnya.

1. Guru atau Pembimbing di sekolah SLB C

Karakteristik siswa tunagrahita sedang secara umum adalah tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata secara signifikan disertai hambatan dalam berperilaku adaptif, sehingga berdampak diantaranya terhadap kemampuan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Merujuk kepada karakteristik tersebut, maka untuk membantu mengembangkan potensi siswa


(42)

tunagrahita sedang mencapai kemandirian secara optimal, dalam arti untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa dalam dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, dibutuhkan pendekatan, metode dan teknik atau strategi intervensi yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang, yaitu melalui pendekatan perilaku. Dengan demikian, agar bimbingan kemandirian siswa tunagrahita sedang berdasarkan pendekatan perilaku yang pelaksanaannya secara terpadu dalam pembelajaran bina diri di sekolah mencapai hasil yang diharapkan, maka harus dilakukan dalam suatu kerangka kerja bimbingan kemandirian yang didesain secara sistematis dan terprogramkan dalam implementasinya di lapangan. Implikasinya bagi guru atau pembimbing siswa tunagrahita sedang di SLB C perlu memiliki wawasan pemahaman secara teoretis atas konsep-konsep perspektif pendekatan perilaku secara memadai, mampu merancang satuan layanan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang, serta mampu menerapkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan sesuai prosedur bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku secara tepat sesuai dengan kondisi dan karakteristik kebutuhan belajar siswa tunagrahita sedang.

Merujuk kepada temuan penelitian berupa rumusan nilai-nilai atau prinsip-prinsip bimbingan berdasarkan pendekatan perilaku beserta desain penerapannya dalam pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang, maka direkomendasikan kepada guru atau pembimbing di SLB C untuk menerapkannya sebagai rujukan pendekatan bimbingan untuk mengembangkan kemandirian siswa tunagrahita sedang, yaitu untuk memfasilitasi perolehan keterampilan siswa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Hal penting yang perlu diwaspadai guru dalam implementasinya terutama dalam hal pemberian reward atau reinforcement, yaitu agar dilakukan secara slektif, tepat sasaran sesuai dengan kondisi kebutuhan siswa sehingga tidak merasa ketergantungan.


(43)

2. Menyangkut Temuan, dan untuk Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini sudah dilakukan melalui tahapan atau prosedur penelitian ilmiah, namun tidak mustahil masih ada kekurangan atau kelemahannya. Misalnya berkenaan dengan masalah teknis pelaksanaan penelitian, teknik pengumpulan data, akurasi analisis data maupun kekurangan atau kelemahan yang bersumber dari keterbatasan kemampuan peneliti sendiri.

Untuk peneliti selanjutnya, mengingat bahwa penelitian ini dilakukan dalam seting dan focus penelitian yang terbatas yaitu proses pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C, maka bagi peneliti yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini sebaiknya dilakukan secara lebih mendalam dan komprehensif dengan focus penelitian yang lebih luas baik dari segi cakupan subjek dan objek penelitian, kajian teoretis, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang lebih akurat sebagai pisau analisisnya. Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian akan lebih bermakna dan dapat teruji keampuhannya dalam implementasinya di lapangan (kondisi, waktu, dan tempat) yang berbeda.


(1)

176

2. Menyangkut Temuan, dan untuk Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini sudah dilakukan melalui tahapan atau prosedur penelitian ilmiah, namun tidak mustahil masih ada kekurangan atau kelemahannya. Misalnya berkenaan dengan masalah teknis pelaksanaan penelitian, teknik pengumpulan data, akurasi analisis data maupun kekurangan atau kelemahan yang bersumber dari keterbatasan kemampuan peneliti sendiri.

Untuk peneliti selanjutnya, mengingat bahwa penelitian ini dilakukan dalam seting dan focus penelitian yang terbatas yaitu proses pembelajaran kemandirian siswa tunagrahita sedang di SLB C, maka bagi peneliti yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini sebaiknya dilakukan secara lebih mendalam dan komprehensif dengan focus penelitian yang lebih luas baik dari segi cakupan subjek dan objek penelitian, kajian teoretis, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang lebih akurat sebagai pisau analisisnya. Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian akan lebih bermakna dan dapat teruji keampuhannya dalam implementasinya di lapangan (kondisi, waktu, dan tempat) yang berbeda.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (1996). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar: Jakarta: Dirjen Dikti-Depdikbud.

Ahman. (1998). Bimbingan Perkembangan: Model Bimbingan dan Konseling Perkembangan di Sekolah Dasar. Disertasi PPS IKIP Bandung.

Alimin, Z. (2006). Model Pembelajaran Anak Tunagrahita Melalui Pendekatan Kanseling. Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Amin, M. (1984). Pedoman Bimbingan Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud Tidak diperdagangkan.

Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagtahita. Jakarta: Depdikbud.

Anastasi, Anne. (1989). Psychological Testing. New York: Macmillan Publishing Company.

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education). Bandung: Alfabeta Ashman, A & Eikin, J., Ed. (1994). Educating Children with Special Needs.

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Astati. (1999). Program Layanan Dasar Bimbingan Dalam Meningkatkan Persiapan Pekerjaan Anak Tunagrahita Ringan (Penjajakan Model Bimbingan dan Konseling Pendekatan Ekologis) pada Siswa Sekolah Menengah Tunagrahita Ringan di SPLB-C Bandung. Tesis PPS UPI Bandung.

Bailey, R.D. (1982). Therapeutic Nursing for The Mentally Handicapped. New York: Oxford University Press.

Blocher, D.H. (1987). The Professional Counselor. New York: Macmillan Publishing Company.

Beirne-Smith, Ittenbach & Patton. (2002). Mental Retardation, Sixth Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Bieliauskas, L.A. (1983). The Influence of Individual Differences in Health and Illness. Boulder-Colorado: Westview Press, Inc.

Delphie, B. (2005). Bimbingan Konseling untuk Perilaku Adaptif. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.


(3)

Depdikbud. (1999). Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan di SLB-C. Jakarta: Depdikbud.

Depdikbud. (1999). Standard Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Program Pendidikan Khusus Bina Diri Siswa Tunagrahita Sedang. Jakarta: Depdikbud. Departemen Sosial RI. (2007). Bimbingan Keterampilan Kehidupan Sehari-Hari

Penyandang Tunagrahita (Bantu Diri Umum). Temanggung: BBRSBG Kartini.

Departemen Sosial RI. (2007). Bimbingan Keterampilan Kehidupan Sehari-Hari Penyandang Tunagrahita (Makan & Minum). Temanggung: BBRSBG Kartini.

Departemen Sosial RI. (2007). Bimbingan Keterampilan Kehidupan Sehari-Hari Penyandang Tunagrahita (Lokomosi). Temanggung: BBRSBG Kartini. Departemen Sosial RI. (2007). Bimbingan Keterampilan Kehidupan Sehari-Hari

Penyandang Tunagrahita (Okupasi). Temanggung: BBRSBG Kartini.

Dharma, A. (Ed.). (1991). Child Development (Perkembangan Anak). Jilid 1, Cetakan Kedua, Alih Bahasa: Tjandrasa dan Zarkasih. Jakarta: Erlangga.

Efendi, J. (1999). Pengembangan Program Bimbingan Konseling Perkembangan Melalui Kegiatan Belajar Mengajar dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Tunagrahita Ringan. Tesis, PPS UPI Bandung.

Gall & Borg. (2003). Educational Research, An Introduction, Seventh Edition. New York: Pearson Education, Inc.

Geldard & Geldard. (2001). Basic Persona! Counseling, A Training Manual for Counselor, Fourth Edition. Prentice-Hall, Inc. An Imprint of Pearson Education Australia.

Ginintasasi, R. (2003). Peranan Kegiatan Kepramukaan dalam Mengembangkan Kemandirian Remaja Anggota Pramuka dan Kaitannya dengan Pola Pengasuhan Orang Tua. Tesis pada PPS Universitas Padjadjaran Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hadis, FA. (1996). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hallahan and Kauffman. (1988). Exceptional Children Introduction to Special Education. New York: Prentice-Hall International, Inc.

Hardnan, Drew, Egan & Wolf. (1990). Human Exceptionality, Society, School and Family. Needham Heights, Massachussets: Allyn and Bacon.


(4)

Hopkin, D. (2003). A Teacher's Guide to Classroom Action Research. Open University Press: Philadelphia.

Hurlock, E.B. (1978). Child Development, Sixth Edition, New York: McGrawHill, Inc. Hurlock, E.B. (1993). Child Development (Perkembangan Anak). Jilid 2, Cetakan

Keempat, Alih Bahasa: Tjandrasa. Jakarta: Erlangga.

Kartadinata, S. (1988). Profil Kemandirian dan Orientasi Timbangan Sosial Mahasiswa serta Kaitannya dengan Periiaku Empatik dan Orientasi Niai Rujukan (Studi.

Deskriptif-Analitik tentang Kemandirian Para Mahasiswa Beberapa Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Kotamadya Bandung). Disertasi PPs IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

Kartadinata, S. (2002). Kompilasi Isu Etik Dan Moral Dalam Konseling. PPS UPI.

Kartadinata, S. (2010). Isu-Isu Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan. Bandung: UPI PRESS

Kartadinata, S. dkk. (2007b). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Ditjen PMPTK Depdiknas.

Lerner, Richard M & Hultsch, David I. (1983). Human Development, A Life Span Perspective. New York: McGraw-Hill, Inc.

Liando, J. (1993). Kesesuaian antara Pelaksanaan Bimbingan oleh Guru dengan Harapan Orang Tua di SLB-C Cipaganti Bandung. Tesis PPS IKIP Bandung:

Tidak Diterbitkan.

Lynn, SJ & Garske, JP. (1985). Contemporary Psychotheraphies, Models and Methods. Columbus, Ohio: A Bell & Howell Company.

Macmillan, D.L., (1973). Behavior Modification in Education. New York: The Macmillan Company.

Maslow, A.H. (1970). Motivasi dan Kepribadian (Penterjemah Nurul Iman). Jakarta: Gramedia.

Moleong, L.J. (1993). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muro, J. J. & Kottman, T. (1995). Guidance and Counseling in the Elementary and Middle Schools. Wisconsin, Iowa: C. Brown Communications, Inc.

Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito Nasution, S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif. Bandung: Tarsito


(5)

Natawidjaja, R., dan Alimin, Z. (1996). Penelitian Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Neely, A.M. (1982). Counseling and Guidance Practices with Special Education Students. Homewood, Illionois: The Dorsey Press.

Purnamawati, S. (1997). Skala Kematangan Sosial Vineland. Bandung: PLB FIP IKIP Rochyadi, E., dan Alimin, Z. (2005). Pengembangan Program Pembelajaran Individual

bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas.

Schulz, J.B., Carpenter, D.C., and Turnbull, A.P. (1991). Mainstreaming Exceptional Students a Guide for Classroom Teachers. Needham Height: Allyn and Bacon, Inc.

Steinberg, L. (1993). Adolescence (Third Edition). New York: McGraw-Hill, Inc.

Suhaeri dan Purwanta. (1996). Bimbingan dan Konseling Anak Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Surya, M. (2002). Teori-Teori Konseling. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Surya, M. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.

Sunanto, J., et al., (2005). Pengantar Penelitian dengan Subyek Tunggal. Tsukuba: CRICED: University of Tsukuba.

Supratiknya, A, (Ed). (1993). Psikologi Kepribadian 3. Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI

Wallace, W.A. (1986). Theory of Counseling and Psychotheraphy. New York: Allyn and Bacon., Inc.

Wantah, M.J. (2007). Pengembangan Kemandirian Anak Tunagrahita sedang . Jakarta: Depdiknas.

Wehman, P., et al. (1980). Functional Living Skills for Moderately and Severely Handicapped Individuals

Weiner, I.B. (1982). Child and Adolescent Psychopathology. New York: John Wiley & Sons, Inc.


(6)

Yusuf, S. L. N. (1998). Model Bimbingan dan Konseling dengan Pendekatan Ekologis. Disertasi, PPS IKIP Bandung.