Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2013

(1)

KEBIASAAN PENCUCIAN RASKIN DAN RESIDU ZAT PEMUTIH (KLORIN) DI KELURAHAN SIDORAME TIMUR

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

ADELINA IRMAYANI LUBIS NIM. 091000080

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KEBIASAAN PENCUCIAN RASKIN DAN RESIDU ZAT PEMUTIH (KLORIN) DI KELURAHAN SIDORAME TIMUR

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

ADELINA IRMAYANI LUBIS NIM. 091000080

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Raskin merupakan beras yang diterima oleh rumah tangga miskin yang disubsidi oleh pemerintah untuk menjamin agar masyarakat dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi. Namun, akhir-akhir ini, banyak penggunaan bahan kimia tambahan untuk mempercantik tampilan, memperlama daya simpan, dan lain-lain. Diduga ada klorin yang digunakan pada raskin yang diterima masyarakat di Kelurahan Sidorame Timur Karena memiliki warna yang putih bersih, tidak banyak butiran yang patah, tidak berkutu dan baunya sedikit menyengat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) dalam raskin di Kelurahan Sidorame Timur.

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, dengan raskin dan keluarga yang memperoleh raskin sebagai sampel penelitian. Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dengan menggunakan metode Argentometri. Cara pengambilan sampel keluarga dengan systematic random sampling sebanyak 84 KK yang mendapat dan yang mengonsumsi raskin. Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang memperoleh raskin.

Berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa klorin ditemukan dalam raskin. Kandungan klorin pada raskin sebelum pencucian sebesar 17,70%. Setelah pencucian pertama kandungan klorin turun menjadi 14,16%, pencucian kedua menjadi 10,18%, pencucian ketiga menjadi 5,75% dan pada pencucian keempat kandungan klorin menurun menjadi 3,98%.

Sebagian besar masyarakat mencuci beras dengan cara mengaduk-aduk beras sambil mengalirkan air. Sebesar 38,55% masyarakat mencuci beras sebanyak 1 kali. Sebesar 31,33% masyarakat mencuci beras sebanyak 2 kali. Umumnya masyarakat mencuci beras 1 sampai 2 kali tetapi hal ini masih meninggalkan klorin yang cukup besar pada beras jika dibandingkan dengan yang mencuci raskin sampai 4 kali.

Disarankan bagi Bulog agar memperhatikan lagi kualitas beras yang didistribusikan kepada masyarakat dari segi keamanan pangan pada beras. Bagi masyarakat sebaiknya mencuci raskin sebanyak 4 kali atau lebih untuk mengurangi residu klorin.


(5)

ABSTRACT

Rice is the fundamental food material for most of Indonesian people. Raskin is rice received by poor household which subsidized by the government to ensure that people can access rice in sufficient quantities. However, lately, there are many use of chemical additives to enhance the appearance, prolong shelf life, etc. The estimated, there are chlorine used in the Raskin which received by people in the village of East Sidorame because has a white color, not much grain is broken, and it has a little sting smell. The aim of this study is to describe the habit of washing Raskin and the residual chlorine in Raskin in the village of East Sidorame.

This is the descriptive survey study, with Raskin and the poor family who receive it as a sample. Measurement of chlorine is using argentometry method. The sample is taken with systematic random sampling for 84 families who getting and consuming the Raskin. Raskin sample is obtainable with buy from poor family who receive raskin.

Base on the laboratory test show that the chlorine found in the Raskin. It has 17,70% chlorine before washing. After the first wash of rice, there was chlorine content decreased to 14,16%, the second wash decreased to 10,18%, the third wash to 5,75%, and the fourth wash, chlorine content decreased to 3,98%.

Almost the people wash the rice by stirring the rice and draining the water at the same time while washing the rice. 38,55% of them washing the rice once. 31,33% of them washing the rice twice. Almost of them washing rice once or twice, but there is still chlorine in great enough quantities if compared washing Raskin to four times.

Suggested for Bulog to attention to the quality of rice which distributed to people in terms of food security in rice. Recommended to people to washing Raskin to fourth wash or more to reduce residual chlorine.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Adelina Irmayani Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 11 Agustus 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 3 dari 5 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Madio Utomo No. 80c Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996-1997 : TK Aisyiyah Bustanul Athfal 2. Tahun 1997-2003 : SD Negeri No.060879 Medan 3. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 12 Medan

4. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri 3 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota

Medan Tahun 2013”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah Drs. Asrin Lubis, M.Pd dan Ibu Dra. Rosdiana, M.Pd yang tiada henti memberikan kasih sayang, mendidik, mendoakan penulis tiada henti, serta selalu memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam menulis skripsi ini. Terima kasih juga kepada kakak, abang dan adik-adikku yang selalu mendukung dan mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan saran, dukungan, bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

4. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Pembimbing II skrips yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan dukungan dan saran-saran selama penulis menjalani pendidikan. 8. Bapak Marihot Samosir, ST yang sudah banyak meluangkan waktu, saran serta

tenaga untuk mengurus segala keperluan yang harus dipersiapkan demi terselesaikannya skripsi ini.

9. Seluruh Dosen dan Staff serta seluruh civitas Akademika FKM USU yang telah membimbing dan membantu selama perkuliahan.

10.Bapak Hermanto, SE selaku Lurah Sidorame Timur dan ibu Sri Pinangsih Selaku Sekretaris Lurah Sidorame Timur yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian dan membantu saya dalam memperoleh data-data yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Kak Ayu dan Bang Ilman yang telah meluangkan waktu dalam membantu penelitian saya dan memberikan saran serta masukan sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.

12.Sahabat dan keluarga kecilku Dewi Juliatin, SKM, Dwi Putri SN, SKM, Fadillah Ismy, SKM, Rahma Fazrina, SKM, Rizqiana Halim, SKM, dan Winda Melisa,


(9)

SKM atas segala doa, perhatian, semangat dan dukungannya selama ini. Terima kasih juga sudah menjadi tempat berbagi cerita, berbagi pengalaman, dan berbagi suka duka.

13.Sahabat-sahabatku Suliyanti, Rahmawati Hasibuan, Defi Wahyuningsih, Isnatur Rahmi, Nur Aswat, SKM, Shafratul Husna atas segala doa, motivasi, semangat, dan dukungan selama ini.

14.Seluruh teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Yati, Ayu, Anggi, Puput, Santi, Atina, Kak Lamria, Kak Angel, Kak Rani, Kak Farah, Kak Taty, Nurmaida, Cristi dan seluruh rakan-rekan angkatan 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat USU dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu, meberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan sarran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2013


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras ... 7

2.1.1 Proses Pasca Panen ... 8

2.1.2 Komposisi Gizi Beras ... 10

2.1.3 Sifat-sifat Beras ... 11

2.1.4 Beras Berklorin ... 14

2.2 Program Raskin ... 15

2.3 Zat Pemutih (Klorin) ... 18

2.3.1 Kegunaan Klorin ... 19

2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan ... 21

2.4 Kebiasaan Pencucian Beras ... 22

2.5 Kerangka Konsep ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 26

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4.1 Data Primer ... 28

3.4.2 Data Sekunder ... 28

3.5 Instrumen Penelitian ... 29

3.6 Definisi Operasional ... 29

3.7 Aspek Pengukuran ... 29


(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 33

4.1.1 Geografis ... 33

4.1.2 Demografi ... 33

4.2 Karakteristik Ibu ... 36

4.2.1 Tingkat Penghasilan Keluarga ... 38

4.3 Kondisi Raskin ... 38

4.4 Pendapat Keluarga Tentang Raskin dan Nasi ... 38

4.5 Bahan yang di Campur dalam Memasak Raskin ... 39

4.6 Cara Mencuci Raskin ... 39

4.7 Frekuensi Penggantian Air Cucian ... 40

4.8 Hasil Pemeriksaan Klorin Pada Beras ... 41

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Klorin Pada Beras Sebelum Dilakukan Pencucian dan Sesudah Dilakukan Pencucian ... 43

5.2 Kondisi Raskin dan Pendapat Masyarakat Mengenai Rasa dari Raskin ... 46

5.3 Kebiasaan Pencucian Raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 61


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan) ... 11 Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Pengukuran Zat Pemutih... 31 Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidorame

Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 34 Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan

Tahun 2012 ... 35 Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sidorame Timur

Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 35 Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Sidorame Timur

Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 36 Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Ibu di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan

Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 37 Tabel 4.6 Distribusi Responden yang Mencampur Raskin dengan Bahan Lain dalam

Memasak Nasi dan Jenis Bahannya di Kelurahan Sidorame Timur

Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 39 Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Frekuensi Penggantian Air Cucian di Kelurahan

Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 40 Tabel 4.8 Tabulasi Silang Pendidikan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di

Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan

2013 ... 40 Tabel 4.9 Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di

Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan

2013 ... 41 Tabel 4.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Klorin Pada Beras Miskin yang Belum Dicuci

dan Residu Klorin Pada Pencucian Beras Pertama Sampai dengan


(13)

DAFTAR GAMBAR


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Hasil Pemeriksaan Klorin

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2013

Lampiran 5 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Laboratorium Ilmu Dasar Lampiran 6 Gambar Penelitian


(15)

ABSTRAK

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Raskin merupakan beras yang diterima oleh rumah tangga miskin yang disubsidi oleh pemerintah untuk menjamin agar masyarakat dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi. Namun, akhir-akhir ini, banyak penggunaan bahan kimia tambahan untuk mempercantik tampilan, memperlama daya simpan, dan lain-lain. Diduga ada klorin yang digunakan pada raskin yang diterima masyarakat di Kelurahan Sidorame Timur Karena memiliki warna yang putih bersih, tidak banyak butiran yang patah, tidak berkutu dan baunya sedikit menyengat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) dalam raskin di Kelurahan Sidorame Timur.

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, dengan raskin dan keluarga yang memperoleh raskin sebagai sampel penelitian. Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dengan menggunakan metode Argentometri. Cara pengambilan sampel keluarga dengan systematic random sampling sebanyak 84 KK yang mendapat dan yang mengonsumsi raskin. Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang memperoleh raskin.

Berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa klorin ditemukan dalam raskin. Kandungan klorin pada raskin sebelum pencucian sebesar 17,70%. Setelah pencucian pertama kandungan klorin turun menjadi 14,16%, pencucian kedua menjadi 10,18%, pencucian ketiga menjadi 5,75% dan pada pencucian keempat kandungan klorin menurun menjadi 3,98%.

Sebagian besar masyarakat mencuci beras dengan cara mengaduk-aduk beras sambil mengalirkan air. Sebesar 38,55% masyarakat mencuci beras sebanyak 1 kali. Sebesar 31,33% masyarakat mencuci beras sebanyak 2 kali. Umumnya masyarakat mencuci beras 1 sampai 2 kali tetapi hal ini masih meninggalkan klorin yang cukup besar pada beras jika dibandingkan dengan yang mencuci raskin sampai 4 kali.

Disarankan bagi Bulog agar memperhatikan lagi kualitas beras yang didistribusikan kepada masyarakat dari segi keamanan pangan pada beras. Bagi masyarakat sebaiknya mencuci raskin sebanyak 4 kali atau lebih untuk mengurangi residu klorin.


(16)

ABSTRACT

Rice is the fundamental food material for most of Indonesian people. Raskin is rice received by poor household which subsidized by the government to ensure that people can access rice in sufficient quantities. However, lately, there are many use of chemical additives to enhance the appearance, prolong shelf life, etc. The estimated, there are chlorine used in the Raskin which received by people in the village of East Sidorame because has a white color, not much grain is broken, and it has a little sting smell. The aim of this study is to describe the habit of washing Raskin and the residual chlorine in Raskin in the village of East Sidorame.

This is the descriptive survey study, with Raskin and the poor family who receive it as a sample. Measurement of chlorine is using argentometry method. The sample is taken with systematic random sampling for 84 families who getting and consuming the Raskin. Raskin sample is obtainable with buy from poor family who receive raskin.

Base on the laboratory test show that the chlorine found in the Raskin. It has 17,70% chlorine before washing. After the first wash of rice, there was chlorine content decreased to 14,16%, the second wash decreased to 10,18%, the third wash to 5,75%, and the fourth wash, chlorine content decreased to 3,98%.

Almost the people wash the rice by stirring the rice and draining the water at the same time while washing the rice. 38,55% of them washing the rice once. 31,33% of them washing the rice twice. Almost of them washing rice once or twice, but there is still chlorine in great enough quantities if compared washing Raskin to four times.

Suggested for Bulog to attention to the quality of rice which distributed to people in terms of food security in rice. Recommended to people to washing Raskin to fourth wash or more to reduce residual chlorine.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primer tersebut adalah makanan. Salah satu kebutuhan makanan pokok adalah nasi (Ahmad, 1990). Makanan pokok yaitu makanan yang paling banyak dan paling sering dimakan. Pengertian kata makan tersebut menunjukkan keterkaitan dan keterikatan yang kuat, yang menjadikan perasaan belum makan kalau belum makan nasi, meskipun sudah makan makanan yang lainnya (Haryadi, 2006).

Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga berfungsi sebagai sumber kalori utama. Beras merupakan bahan makanan pokok terpenting yang memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan kandungan kalori cukup tinggi serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).

Menurut FAO tahun 2001 dalam buku karangan Haryadi, beras merupakan salah satu padi-padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia. Negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja, Cina, Indonesia, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam, beras merupakan pangan pokok. Sebanyak 75% masukan kalori harian masyarakat di negara-negara Asia tersebut berasal dari beras. Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama (Haryadi, 2006).


(18)

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia dan penduduk daerah tropik lainnya. Selain rakyat di wilayah ini sudah begitu mahir dalam teknologi bercocok tanam padi, teknik pengolahan dan pemasakan terhadap beras juga sangat mudah. Tingkat daya beli, pengetahuan mengolah dan menyajikan yang telah dikuasai oleh masyarakat Indonesia sangat sesuai dengan beras sebagai bahan makanan pokok (Sediaoetama, 2009).

Beras mengandung nilai gizi yang cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg. Vitamin yang utama pada beras adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan piridoksin (Astawan, 2004).

Di zaman seperti sekarang ini, banyak berbagai macam makanan di Indonesia yang sudah mengandung zat kimia tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Kasus beras dicampur pemutih ini sudah ada sejak tahun 2006. Balai Pengawasan Obat dan Makanan Kota Tangerang menemukan pedagang menjual beras ini dengan bebas. Untuk membuat beras terlihat lebih putih, biasanya beras dicampur dengan klorin. Balai Pengawasan Obat dan Makanan Kota Tangerang menemukan kadar klorin seberat 0,05 ppm dalam beras curah yang diperdagangkan di pasar Tradisional, Tangerang (Lukman, 2010).

Klorin merupakan bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pemutih pakaian. Sekarang klorin tidak hanya digunakan sebagai bahan pemutih pakaian saja, tetapi juga telah digunakan sebagai bahan pemutih/pengilat beras agar beras yang berkualitas rendah dapat telihat lebih putih. Dampak dari beras yang mengandung klorin tidak terjadi sekarang, melainkan bahaya kesehatannya akan muncul 15 hingga


(19)

20 tahun mendatang, khususnya jika beras tersebut dikonsumsi secara terus menerus. Zat klorin yang ada dalam beras akan menggerus usus pada lambung (korosit). Akibatnya, lambung akan rawan terhadap penyakit maag. Dalam jangka panjang, klorin akan mengakibatkan penyakit kanker hati dan ginjal (Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Novita pada tahun 2009 di Laboratorium Daerah Kesehatan Medan bahwa terdapat beras yang mengandung klorin di salah satu Pasar Tradisional Kota Medan. Kadar klorin yang terdapat dalam beras tersebut relatif tinggi yaitu sebesar 45,361 ppm. Hal ini berarti masih cukup tingginya kandungan klorin yang terdapat pada beras dan beras berklorin pun ternyata masih beredar di masyarakat.

Sebagian besar penduduk di Indonesia masih mengalami kondisi rawan pangan diantaranya adalah penduduk miskin. Bahkan mereka sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan akan pangan. Permintaan akan beras yang terus-menerus meningkat pada gilirannya menimbulkan masalah dimana persediaan yang tidak mencukupi. Hal ini menjadikan masalah pangan kemudian diartikan sebagai masalah kecukupan beras sehingga pemerintah lebih memprioritaskan upaya penyediaan beras.

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009), pemerintah telah mengembangkan program subsidi/bantuan pangan berupa beras untuk meningkatkan akses pangan rumah tangga miskin yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Mengingat beras adalah bahan pangan pokok yang paling banyak dikonsumsi, maka prioritas utama pemerintah adalah untuk menjamin masyarakat agar dapat mengakses beras


(20)

dalam jumlah yang mencukupi melalui program subsidi pangan untuk rumah tangga miskin. Beras yang diterima oleh rumah tangga miskin tersebut disebut dengan istilah raskin. Melalui program ini pemerintah mendistribusikan beras dengan harga bersubsidi sehingga masyarakat miskin yang daya belinya sangat terbatas bisa mendapatkan bahan pangan pokok yaitu beras.

Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin), pada awalnya disebut Operasi Pasar Khusus (OPK), diluncurkan sejak bulan Juli 1998. Program ini diterapkan sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kekurangan pangan pada rumah tangga miskin yang pada masa krisis ekonomi paling menderita (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007).

Kelurahan Sidorame Timur merupakan salah satu kelurahan dari Kecamatan Medan Perjuangan. Jumlah penduduk yang mendapat raskin di kelurahan ini adalah sebanyak 534 KK. Mereka mendapat raskin dengan membelinya di kantor kelurahan dengan harga Rp 24.000. Jatah beras yang mereka dapat setiap bulan adalah 15 kg/KK. Harga raskin ini jauh lebih murah jika dibandingkan harga beras yang dijual di pasar. Dengan begitu masyarakat miskin dapat tercukupi kebutuhan pokok keluarganya.

Berdasarkan survei pendahuluan, dari segi fisik raskin yang diterima warga memiliki tampilan yang bagus, yaitu putih bersih dan bentuk berasnya masih bagus dan utuh. Namun, dari segi aroma, raskin tidak memiliki aroma seperti beras lain. Raskin baunya sedikit menyengat. Air cucian raskin tidak keruh dan kotor ketika dicuci sehingga masyarakat merasa tidak perlu mencuci beras berulang kali karena airnya tidak kotor. Hal ini berbeda ketika kita mencuci beras pada umumnya. Raskin


(21)

ini pun lebih tahan lama disimpan dan tidak memiliki kutu beras apabila disimpan dalam waktu yang lama. Apabila raskin dimasak dengan jumlah air yang biasa, nasi yang dihasilkan akan keras. Oleh karena itu, pada saat pengolahan warga membutuhkan air yang lebih banyak untuk memasak raskin ini daripada beras biasa. Setelah dimasak menjadi nasi, apabila dibiarkan nasinya akan menjadi keras. Dari segi rasa, raskin ini juga kurang enak apabila dikonsumsi.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat apakah terdapat zat pemutih dalam raskin yang diterima masyarakat dan residu zat pemutih setelah dilakukan pencucian serta kebiasaan masyarakat dalam melakukan pencucian raskin.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2013.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui apakah ada kandungan zat pemutih (klorin) dalam raskin yang belum dicuci.


(22)

2. Mengetahui residu zat pemutih (klorin) setelah beberapa kali pencucian raskin 3. Mengetahui berapa kali pencucian raskin yang biasa dilakukan oleh masyarakat pada saat setiap kali akan memasak raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai beras berpemutih dan penanganannya serta bagaimana pencucian beras yang sebaiknya.

2. Memberikan informasi kepada Bulog dan Kelurahan Sidorame Timur mengenai beras berpemutih.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras

Tanaman padi (Oryza sativa L) diduga berasal dari Asia. Terdapat sekitar 20.000 varietas padi di dunia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa dormansinya lama (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar beras yang dikonsumsi secara garis besar berupa beras sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi sebelum digiling). Beras juga dikonsumsi dalam bentuk bihun, hasil fermentasi beras ketan, dan makanan cemilan yang dibuat dengan cara pemasakan ekstruksi (Haryadi, 2006).

Beras adalah bahan pokok terpenting dalam menu makanan Indonesia. Sebagai makanan pokok, beras memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan kandungan kalori cukup tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).

Beras merupakan butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang menjadi dedak kasar. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).

Menurut Hadrian (1981), beras merupakan suatu bahan makanan yang merupakan sumber pemberi energi untuk umat manusia. Zat-zat gizi yang dikandung


(24)

oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80% dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk.

Menurut Timbul Haryono (1997) yang dikutip oleh Haryadi, Kebiasaan makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal dari kata weas dalam bahasa Jawa kuno, seperti tertulis dalam prasasti Taji yang bertahun 901. Jenis pangan pokok dipilih antara lain berdasarkan pemikiran apakah pangan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa kerusakan yang berat. Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi kesehatan (Haryadi, 2006).

2.1.1 Proses Pasca Panen

Pada biji yang dipanen muda, karena ikatan antargranula patinya masih longgar dan kadar air seimbangnya tinggi, maka lebih mudah pecah oleh penggilingan dan lebih mudah rusak oleh serangan serangga dan jasad renik selama penyimpanan. Sebaliknya biji yang dipanen lewat tua, sudah banyak mengalami keretakan mulai dari sawah yang mengakibatkan mudah pecah pada saat penggilingan. Oleh sebab itu, pemanenan pada umur yang tepat diperlukan untuk mendapatkan beras dalam jumlah dan mutu yang optimal (Haryadi, 2006).

Selama penyimpanan, kerusakan dan kehilangan gabah dapat terjadi karena metabolisme jaringan biji, kegiatan jasad renik, dan serangan serangga dan tikus. Metabolisme dikatalisa oleh enzim-enzim yang masih aktif setelah padi dipanen.


(25)

Enzim-enzim ini diantaranya menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu dan kemudian mengakibatkan penurunan viabilitas (kemampuan biji berkecambah), perubahan dan penurunan kandungan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain. Kerusakan biji karena penyimpanan yang kurang baik atau karena serangan serangga dapat mengakibatkan biji pecah selama penggilingan (Haryadi, 2006).

Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras pecah kulit yang berwarna kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas beberapa bagian pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyososhan terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling (Hadrian, 1981).

Penurunan mutu beras selama penyimpanan dapat disebabkan ketengikan. Beras pecah kulit lebih mudah rusak daripada gabah. Kegiatan enzim lipase memecah lemak menghasilkan asam lemak bebas. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tengik. Pada penyimpanan biji utuh, ketengikan lebih banyak terjadi pada biji yang berkadar air tinggi. Biji yang rusak karena penggilingan juga rentan terhadap ketengikan (Haryadi, 2006).

Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan lebih dahulu. Pada penyosohan beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi, 2006).


(26)

2.1.2 Komposisi Gizi Beras

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg (Astawan, 2004).

Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75% karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya adalah lemak, serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling, mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras terutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati (Haryadi, 2006).

Berdasarkan kadar amilosanya, beras (tidak termasuk beras ketan) dapat dikelompokkan menjadi beras beramilosa rendah, yaitu kadar amilosanya 10-20%; beras beramilosa sedang, yaitu mengandung 20-25% amilosa; dan beras beramilosa

tinggi yang lazim disebut “beras keras” mengandung amilosa 25-33% (Juliano, 1994).

Protein merupakan penyusun utama kedua beras setelah pati. Beras pecah kulit mengandung protein sekitar 8% pada kadar air 14% dan sekitar 7% pada beras


(27)

giling. Vitamin pada beras yang utama adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan piridoksin, masing-masing terdapat dalam 4µg/g, 0,6 µg/g dan 50 µg/g. Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya riboflavin sebanyak 75% terdapat dalam bentuk ester. Beras mengandung vitamin A dan vitamin D sangat sedikit, tidak mengandung vitamin C. Kadar abu dari beras giling 0,5% atau kurang. Mineral pada beras terutama terdiri atas unsur-unsur fosfor, magnesium dan kalium. Selain itu terdapat kalsium, klor, natrium, silica, dan besi (Haryadi, 2006).

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan) No. Komposisi Gizi Beras Giling

1. Energi (kal) 360

2. Protein (gr) 6,8

3. Lemak (gr) 0,7

4. Karbohidrat (gr) 78,9

5. Kalsium (mg) 6

6. Fosfor (mg) 140

7. Besi (mg) 0,8

8. Vitamin A (SI) 0

9. Vitamin B1 (mg) 0,12

10. Vitamin C (mg) 0

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005 2.1.3 Sifat-Sifat Beras

2.1.3.1 Sifat Fisikokimia

Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa, kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras. Kandungan amilosa berkorelasi positif dengan aroma nasi dan berkorelasi negatif


(28)

dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap (Haryadi, 2006). Beras yang mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering, sebaliknya beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak (Juliano, 1994).

Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air, viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak, dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).

Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano, 1994).

2.1.3.2 Mutu Beras

Beras yang dijual di pasar bermacam-macam jenisnya dan berbeda-beda pula mutunya. Berikut dikemukakan secara umum kriteria dan pengertian mutu beras yang meliputi mutu pasar, mutu rasa, mutu tanak (Haryadi, 2006).

Tinggi rendahnya mutu beras bergantung pada beberapa faktor, yaitu spesies dan varietas, kondisi lingkungan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan, dan cara penyimpanan (Astawan, 2004).

Di Indonesia, tingkat mutu didasarkan antara lain pada kesepakatan oleh sebagian besar pedagang beras. Tingkatan mutu yang berlaku di masyarakat sangat


(29)

beragam. Menurut Haryadi (2006), secara umum mutu beras dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji.

a. Mutu giling

Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang menentukan mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras giling, rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras. (Balittan Sukamandi, 1987 dalam Damardjati dan Endang Y. Purwani, 1991). b. Mutu rasa dan mutu tanak

Di Indonesia, mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menetapkan mutu beras. Lain halnya dengan dunia internasional, khususnya di Amerika Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan terutama dalam pengolahan beras. Ciri-ciri umum yang memengaruhi mutu tanak ialah perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan nasi parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati.

c. Mutu gizi

Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah persentase kecil konsumen meskipun beras pecah kulit mengandung protein, vitamin, mineral, dan lipid lebih banyak daripada beras sosoh.

d. Mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji

Ketampakan biji pada umunya ditemukan berdasarkan keburaman endosperm, yaitu bagian biji yang tampak putih buram, baik pada sisi dorsal


(30)

biji, sisi ventral, maupun tengah biji. Keburaman biji menentukan mutu beras yang dalam persyaratan mutu dikenal sebagai butir mengapur.

2.1.4 Beras Berklorin

Untuk mempercantik penampilan beras menjadi putih cemerlang, ada produsen nakal yang menambahkan klorin pada beras. Ciri-ciri beras berklorin adalah jika dicium berbau bahan kimia, sedangkan beras alami memiliki bau alami beras. Warnanya sangat putih atau putih bersih, sedangkan beras alami warna putihnya wajar bahkan sedikit kusam. Beras berklorin setelah dimasak menjadi nasi lebih cepat kuning dan lebih cepat basi dibandingkan beras alami (Ide, 2010).

Ada pabrik yang mencampur beras yang tidak baik kualitasnya yang telah diputihkan dengan klorin atau bahan pemutih tekstil atau oksidator seperti benzoil peroksida. Beras oplosan berklorin inilah yang menyebabkan kualitas nasi menurun drastis.

Dalam memilih beras, tentunya kita menginginkan beras yang putih, mengkilap, dan licin. Padahal beras yang baik adalah beras yang berwarna putih kekuningan. Sekarang banyak beredar beras berpemutih yang diduga mengandung zat yang dapat membahayakan kesehatan lambung. Adapun ciri-ciri beras yang mengandung pemutih sebagai berikut (Salim, 2008):

1. Warnanya putih bersih, mengkilap, licin dan tercium bau bahan kimia 2. Jika dicuci warna air hasil cuciannya agak putih bersih

3. Jika beras direndam dalam air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau 4. Ketika sudah dimasak dan ditaruh dalam penghangat nasi dalam semalam nasi


(31)

2.2 Program Raskin

Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Pada 2007, Program Raskin menargetkan penyediaan 1,9 juta ton beras bagi 15,8 juta rumah tangga miskin dengan total biaya Rp 6,28 triliun (Mawardi, dkk, 2008).

Raskin merupakan program bantuan pangan dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter 1997/1998. Program ini berlanjut hingga saat ini dengan tujuan utama mengurangi beban rumah tangga sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Program yang sebelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar Khusus (OPK) ini awalnya merupakan program darurat bagian dari jaring pengaman sosial, namun kemudian fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial, khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster pertama (Hastuti, dkk, 2012).

Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2011), Program Raskin adalah program nasional yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Melalui program ini Pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan. Jika rata-rata kebutuhan beras sebesar 139 kg/jiwa/tahun dan setiap RTS-PM terdiri atas 4 (empat) jiwa, maka Program Raskin memberikan bantuan sebesar 32% dari kebutuhan beras setiap tahunnya.


(32)

Operasi Pasar Khusus (OPK) memberikan subsidi beras secara targeted

kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Sejak 2006, RTS-PM raskin didefinisikan sebagai rumah tangga sangat miskin, miskin, dan hampir miskin berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 dan hasil verifikasinya, yang kemudian diperbarui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008. Hingga pelaksanaan tahun 2007, RTS-PM raskin hanya mencapai 47% - 83% dari RTM terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTM terdata. Pada 2011, RTS-PM raskin berjumlah 17,5 juta rumah tangga atau mencakup 28,6% dari total rumah tangga di Indonesia (Hastuti, dkk, 2012).

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Pelaksanaan program raskin melibatkan berbagai lembaga di semua tingkat pemerintahan, dengan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) sebagai penanggung jawab utama program. Secara teknis, penanggung jawab pelaksanaan distribusi beras sampai dengan titik distribusi (umumnya di kantor


(33)

desa/kelurahan) adalah BULOG dan penanggung jawab untuk menyampaikan beras dari titik distribusi ke setiap RTS-PM adalah pemerintah daerah (Hastuti, dkk, 2012).

Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan program, sedangkan pelaksanaannya sangat tergantung kepada Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah sangat penting dalam peningkatan efektifitas Program Raskin. Pedoman Umum Raskin 2011 menyatakan bahwa indikator kinerja Program Raskin adalah tercapainya target “Enam Tepat”, yaitu Tepat Sasaran Penerima Manfaat, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Melalui program raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10-20 kg per distribusi dan pada tahun 2011 berjumlah 15 kg. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp 1.000 per kg di titik distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg. Frekuensi distribusi juga mengalami perubahan antara 10-13 distribusi per tahun rata-rata satu kali setiap bulan (Hastuti, dkk, 2012).

Berdasarkan Pedum, beras Raskin adalah beras berkualitas medium kondisi baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah yang diatur dalam perundang-undangan. Pembagian beras dikatakan tepat kualitas apabila terpenuhinya persyaratan kualitas yang sesuai dengan kualitas beras BULOG (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).


(34)

2.3 Zat Pemutih (Klorin)

Klor adalah desinfektan kimia yang digunakan secara luas, terutama digunakan dalam klorinasi air untuk air minum dan tujuan pengolahan. Paling efektif bekerja pada harga pH yang rendah (Desrosier, 1988).

Klor yang biasa digunakan sebagai pemutih jenis dasar adalah Sodium Hipoklorit dan Kalsium Hipoklorit. Kedua senyawa tersebut juga bisa sebagai penghilang noda atau desinfektan. Pemutih jenis dasar terdiri atas dua yaitu padat dan cair. Pemutih padat adalah Kalsium Hipoklorit (CaOCl2) berupa bubuk putih atau yang biasa dikenal sebagai kaporit. Sedangkan pemutih cair adalah Sodium Hipoklorit (NaOCl) yang merupakan cairan berwarna sedikit kekuningan, beraroma khas dan menyengat (Parnomo, 2003).

Menurut Suryatin (2008), Bahan pemutih dibedakan berdasarkan jenis penggunaannya. Terdapat beberapa jenis bahan pemutih yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bahan untuk memutihkan pakaian, bahan pemutih kulit, dan bahan pemutih untuk makanan.

a. Bahan Pemutih Pakaian

Bahan pemutih untuk pakaian adalah senyawa klorin. Senyawa ini dapat mengoksidasi zat warna yang melekat pada pakaian sehingga pakaian menjadi putih. Zat warna yang melekat pada pakaian dapat berasal dari luar pakaian, dapat pula dari zat warna pada pakaian itu sendiri. Efek negatif bahan pemutih pakaian diantaranya dapat menyebabkan kita terbakar, bersifat racun, berbahaya jika terkena mata.


(35)

b. Bahan pemutih kulit

Bahan pemutih untuk kulit tubuh manusia biasanya digunakan para wanita agar kulitnya kelihatan lebih putih. Bahan pemutih untuk kulit sangat berbeda dengan bahan pemutih pakaian. Aluminium Stearat merupakan salah satu contoh bahan pemutih kulit.

c. Bahan pemutih makanan

Bahan pemutih untuk makanan biasanya digunakan untuk memutihkan terigu, tepung sagu, dan tepung jagung agar makanan yang dihasilkan kelihatan bersih dan tidak kusam warnanya.

Beberapa contoh pemutih makanan yaitu benzoil peroksida, kalium bromat, kalsium iodat, dan asam askorbat. Bahan pemutih makanan ini akan mengoksidasi pigmen karotenoid pada makanan sehingga makanan menjadi putih.Fungsi bahan pemutih makanan adalah mengoksidasi gugus sulfhibrid dalam gluten menjadi ikatan disulfide. Ikatan ini bersifat menahan gas pada roti atau kue sehingga roti atau kue itu mengembang dan berongga-rongga.

Penggunaan pemutih makanan juga ada ambang batasnya agar tidak berbahaya jika digunakan oleh manusia. Penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan rusaknya makanan.

2.3.1 Kegunaan Klorin

Klorin digunakan secara besar-besaran pada proses pembuatan kertas, zat pewarna, tekstil, produk olahan minyak bumi, obat-obatan, antiseptik, insektisida, pelarut, cat, plastik, dan banyak produk lainnya. Kebanyakan klorin diproduksi untuk digunakan dalam pembuatan senyawa klorin untuk sanitasi, pemutihan kertas,


(36)

desinfektan, dan proses tekstil. Lebih jauh lagi, klorin digunakan untuk pembuatan klorat, kloroform, karbon tetraklorida, dan ekstraksi brom (Anonim, 2009).

Klorin memiliki titik didih dan titik leleh/beku yang lebih rendah dari suhu kamar (250C). Oleh karena itu, ketika klorin berada dalam suhu kamar, maka klorin akan berwujud gas (Fitrah, 2008).

Kimia organik sangat membutuhkan klorin, baik sebagai zat oksidator maupun sebagai subtitusi, karena banyak sifat yang sesuai dengan yang diharapkan dalam senyawa organik ketika klor mensubtitusi hidrogen, seperti dalam salah satu bentuk karet sintetis (Anonim, 2009).

Menurut Sari (2011), adapun kegunaan dari klorin adalah sebagai berikut: 1. Desinfektan. Klorin digunakan untuk desinfeksi air termasuk air untuk mandi,

kolam renang dan juga air minum. Klorin digunakan sebagai desinfektan air minum karena mempunyai efek dapat membunuh bakteri E. Coli serta Giardia dan harganya murah. Penambahan klorin pada air minum menjadi standar yang harus dipenuhi penyedia layanan air minum hingga sekarang. Di bidang kesehatan, larutan klorin 0,5% telah sejak lama digunakan untuk dekontaminasi alat-alat bedah seperti jahit set dan partus set.

2. Pemutih. Pada proses produksi kertas dan pakaian, klorin digunakan sebagai cairan pemutih (bleaching). Di pasaran, klorin dikemas sebagai pemutih pakaian dengan berbagai merk. Bahan dasarnya dibuat dari natrium hidroksida dan gas klor (gas klorin dialirkan ke dalam larutan natrium hidroksida sehingga membentuk natrium hipoklorit (NaOCl) yang disebut zat pemutih).


(37)

3. Senjata kimia. Karena efeknya yang sangat iritatif, gas klorin telah digunakan sebagai senjata kimia pada perang dunia II.

2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan

Selain memiliki banyak manfaat, ternyata klorin juga sangat berbahaya bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena klorin sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan segala jenis unsur untuk membentuk senyawa baru. Senyawa baru yang terbentuk antara lain adalah organoklorin yang bersifat toksik dan mempunyai efek karsinogenik.

Klorin merupakan zat asam yang korosif.Klorin akan berperan sebagai iritan kuat pada jaringan yang sensitif. Kontak jangka panjang dengan klorin dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Sari, 2011).

Klor dapat mengiritasi sistem pernafasan. Bentuk gasnya mengiritasi lapisan lendir dan bentuk cairnya bisa membakar kulit. Baunya dapat dideteksi pada konsentrasi sekecil 3,5 ppm dan pada konsentrasi 1000 ppm berakibat fatal setelah terhisap dalam-dalam. Klorin dapat masuk ke tubuh dengan cara (Sari, 2011):

1. Terhirup melalui saluran nafas. Klorin sangat berbahaya bila terhirup ke saluran pernafasan. Paparan klorin pada anak-anak dapat menyebabkan serangan asma. 2. Kontak dengan kulit atau mata. Efek klorin sangat negatif untuk kosmetik. Klorin

dapat menyebabkan hilangnya kelembaban kulit dan rambut sehingga terlihat keriput dan kering. Kontak dengan cairan klorin dapat menyebabkan kulit dan mata terbakar.


(38)

3. Masuk ke saluran cerna melaui air atau makanan yang terkontaminasi. Menurut U.S. Council of Environmental Quality, risiko terjadinya kanker meningkat sebesar 93% pada penduduk yang mengonsumsi air berklorinasi dibandingkan dengan yang tidak mengandung klorin. Pada penelitian binatang, tikus yang terpapar klorin dan kloramin menderita tumor ginjal dan usus.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen (2008), dampak penggunaan klorin dalam beras bagi kesehatan tubuh manusia adalah dapat menimbulkan kanker darah, merusak sel-sel darah, mengganggu fungsi hati, dapat merusak sistem pernafasan dan selaput lendir dalam tubuh, dapat mengganggu kesehatan mata, kulit dan batuk-batuk serta dapat menyebabkan kematian apabila terlalu banyak klorin yang masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus.

2.3 Kebiasaan Pencucian Beras

Beras mengandung bekatul meskipun dalam jumlah sedikit. Adanya bekatul ini yang menyebabkan air cucian beras menjadi keruh atau kotor. Bekatul berasal dari proses penyosohan beras atau gesekan antarbutir beras. Keberadaan bekatul pada beras sebenarnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai kotoran. Namun dalam jumlah sedikit, keberadaan bekatul pada beras dipandang wajar dan dapat diterima (Khalimah, 2010).

Dari aspek gizi, bekatul memang baik bagi tubuh. Oleh karena itu, sebenarnya beras dapat langsung dimasak tanpa harus mencucinya terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan terutama jika keadaan beras sudah bersih. Tetapi nasi yang dihasilkan dari beras yang dimasak tanpa dicuci kemungkinan memiliki aroma dan rasa yang kurang disukai karena masih mengandung bekatul. Selain itu, mungkin juga lebih cepat basi.


(39)

Proses pencucian beras akan menghilangkan bekatul. Hal itu berarti mengurangi zat gizi beras seperti vitamin B (Khalimah, 2010).

Beras yang bersih tidak perlu dicuci lagi. Namun, sudah merupakan kebiasaan ibu untuk mencuci beras sampai bersih baru ditanak. Mencuci beras akan membuang zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh, terutama bagi anak-anak dalam masa pertumbuhannya (Sitorus, 2009).

Pada waktu membeli beras di pasar dianjurkan untuk membeli beras yang bersih. Jika beras itu ternyata kurang bersih juga, cukup mencucinya sekali saja. Itupun dengan cara menuangkan cukup air lalu menggoyang-goyang wadah beras itu, kemudian ditiriskan airnya. Sebaiknya jangan mengaduk-aduk beras dengan kedua tangan, karena hanya akan membuang segenap zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh. Dalam suatu penelitian, mencuci beras berarti kehilangan 25% vitamin B-nya. Ini cukup besar artinya bagi yang menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok (Sitorus, 2009).

Dengan pencucian yang berlebihan (digosok dengan kuat), vitamin B1 pada beras akan larut dan hilang bersama air pencuci. Dianjurkan, pencucian beras sebaiknya hanya untuk menghilangkan benda-benda asing yang terikut seperti sisa bekatul dan debu, bukan menggosoknya hingga nutrisi pada lapisan kulit ari larut dan hilang bersama air pencuci (Khomsan, 2009).

Klorin yang terdapat pada beras sebenarnya dapat hilang dengan pencucian yang berulang-ulang. Klorin akan larut di dalam air cucian beras. Semakin banyak pencucian yang dilakukan, maka kemungkinan akan hilangnya klorin pada beras juga


(40)

semakin besar. Hilangnya klorin pada beras bergantung juga pada kandungan klorin itu sendiri.

Kebiasaan ibu-ibu di masyarakat dalam mencuci beras adalah mencuci beras sampai airnya bersih. Pada beras berklorin, air cucian beras terlihat tidak keruh. Hal ini membuat para ibu merasa tidak perlu mencuci beras berulang-ulang. Beberapa ibu hanya mencuci beras sebanyak 1 sampai 3 kali. Padahal klorin pada beras akan larut ketika dicuci, untuk itu perlu dilakukan pencucian yang berulang-ulang pada beras berklorin meskipun hal itu akan mengurangi vitaminnya.

Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga di Indonesia, beras dicuci sebelum dimasak. Pencucian dengan air yang banyak atau dengan air yang mengalir dengan diaduk keras-keras dengan tangan sampai air cuciannya bening, adalah cara yang tidak dianjurkan. Dengan cara mencuci demikian, banyak zat gizi yang larut dalam air akan terbuang percuma yang terpenting adalah berbagai vitamin dari kelompok vitamin B (Lukman, 2010).

Mencuci yang baik adalah beras diletakkan dalam wadah kemudian diberi air bersih, lalu diaduk dengan ringan saja, agar kotoran yang lebih ringan dari air akan terapung dan dapat dibuang bersama air pencuci itu. Mencuci cukup satu kali saja, tidak perlu diulang-ulang sampai air pencucinya menjadi bening (Lukman, 2010).

2.5 Kerangka Konsep

Pada kerangka konsep berikut dapat dilihat bahwa peneliti ingin mengetahui kebiasaan pencucian raskin di masyarakat dan residu klorinnya. Kebiasaan yang akan dilihat mulai dari bagaimana cara mencuci raskin dan berapa kali penggantian air


(41)

cucian raskin. Dengan adanya dugaan klorin pada raskin, maka akan dilihat kebiasaan pencucian raskin di masyarakat, dimana kandungan korin pada beras akan mengalami penurunan dengan perlakuan pencucian seperti cara mencuci raskin dan berapa kali penggantian air cucian raskin. Sebagaimana diketahui bahwa klorin memiliki sifat larut dalam air. Sehingga dari kebiasaan yang ada di masyarakat, akan dilihat seberapa besar residu klorin dalam beras.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Kebiasaan pencucian di masyarakat: 1. Cara mencuci

2. Frekuensi penggantian air cucian

Residu Klorin pada raskin


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kebiasaan pencucian raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan. Setelah dilakukan survei, akan dilanjutkan dengan melihat kandungan dan residu klorin pada raskin.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian berupa survei kebiasaan pencucian raskin melalui wawancara dilakukan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan. Alasan pemilihan lokasi adalah karena daerah tersebut paling banyak KK yang menerima raskin. Untuk pemeriksaan klorin serta residu klorin akan dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar Universitas Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus tahun 2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang menerima raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Sidorame Timur yang terdapat sebanyak 534 KK yang memperoleh raskin.


(43)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini ada dua yaitu raskin dan keluarga yang memperoleh raskin.

1. Raskin

Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang memperoleh raskin sebagai sampel yang akan diukur. Raskin yang belum dicuci akan diukur untuk melihat apakah terdapat zat pemutih atau klorin di dalam beras. Jika terdapat klorin pada beras maka beras akan dilakukan proses pencucian sebanyak 4 kali yaitu pada saat pencucian pertama akan diambil beras untuk dilihat residu klorinnya, kemudian dilakukan pencucian yang kedua dan diambil berasnya lalu dilihat residu klorinnya, dan seterusnya dilakukan sampai 4 kali pencucian. Setiap proses pencucian akan dilihat berapa residu klorin yang terdapat pada beras.

2. Keluarga yang Memperoleh Raskin

Adapun kriteria sampel yaitu keluarga yang mendapatkan raskin dan yang mengonsumsi raskin. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang diperoleh dengan rumus:

n =

1+�( 2)

Dimana N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = 0,10

n = 534


(44)

n = 84,22 ≈ 84

Sehingga diperoleh besar sampel adalah 84 KK.

Pengambilan sampel diperoleh dengan teknik systematic random sampling

yaitu dengan cara membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, yang disebut dengan interval sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai dengan banyaknya anggota populasi. Kemudian ditentukan angka berapa yang akan dijadikan sampel pertama, setelah itu untuk sampel kedua dan seterusnya akan ditentukan dengan kelipatan dari interval yang sudah ditetapkan (Notoatmodjo, 2010).

Interval sampel = �� � ℎ � ���

�� �ℎ �� �� � �� �� �

Interval sampel = 534 84

Interval sampel = 6,36 ≈ 6

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data identitas responden dan kebiasaan pencucian raskin yang meliputi bagaimana cara mencuci raskin dan berapa kali pencucian beras yang diperoleh melalui kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah ibu.

b. Data hasil pemeriksaan residu klorin pada raskin

3.4.2 Data Sekunder


(45)

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

3.6 Definisi Operasional

1. Raskin adalah singkatan dari beras miskin yang merupakan program pemerintah melalui subsidi beras untuk rumah tangga miskin agar masyarakat dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi.

2. Pemeriksaan zat pemutih (klorin) adalah pengukuran yang dilakukan untuk melihat apakah terkandung zat pemutih (klorin) pada raskin yang dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode Argentometri di Laboratorium Ilmu Dasar Universitas Sumatera Utara.

3. Residu zat pemutih (klorin) adalah jumlah sisa klorin yang terkandung pada raskin setelah dilakukan pencucian.

4. Kebiasaan pencucian raskin adalah kegiatan yang biasanya dilakukan berulang-ulang seperti cara mencuci dan penggantian air cucian raskin sebelum raskin dimasak.

5. Cara mencuci raskin adalah cara yang biasa dilakukan oleh ibu dalam mencuci beras sebelum dimasak.

6. Frekuensi penggantian air cucian adalah berapa kali ibu mengganti air pada saat mencuci beras.

2.7Aspek Pengukuran

1. Kebiasaan Pencucian Raskin

Bahwa kebiasaan pencucian raskin diukur melalui kuesioner dan hasilnya akan dinarasikan.


(46)

2. Karakteristik Responden a. Pekerjaan

Pekerjaan responden dikelompokkan menjadi: a). IRT

b). Wiraswasta b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden dikelompokkan menjadi: a). SD

b). SMP c). SMA

c.Tingkat Penghasilan Keluarga

Tingkat Penghasilan Keluarga dikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnya Pendapatan keluarga (Upah Minimum Kota Medan tahun 2013):

a). Tinggi ≥ Rp. 1.650.000 b). Rendah < Rp. 1.650.000

3. Pengukuran zat pemutih (klorin) dan residu klorin

Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dan diperiksa di Laboratorium Ilmu Dasar Universitas Sumatera Utara. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Argentometri (Yoshida, dkk, 1976). Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam prosedur pemeriksaan klorin, yaitu:


(47)

Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Pengukuran Zat Pemutih

Alat Bahan

Buret AgNO3 0,05 N

Beaker Glass Aquadest

Cawan Porselin Asam asetat

Erlenmeyer Beras

Hot Plate CaO

Kertas Saring Whatman K2CrO4 1 % Pengaduk

Ph Meter Plastik Pipet Tetes Statif And Klem Timbangan Tanur

a) Prosedur pemeriksaan klorin: 1) Sampel beras dihaluskan

2) Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin dan tambahkan CaO

3) Kemudian tambahkan aquadest secukupnya lalu diaduk 4) Masukkan ke dalam tanur selama 90 menit pada suhu 550o C

5) Setelah di tanur selama 90 menit, keluarkan cawan porselin dari tanur dan didinginkan

6) Tambahkan 15 ml aquadest panas sambil di hot plate 7) Saring dengan kertas saring whatman

8) Kemudian residunya dicuci lagi dengan aquadest panas sebanyak 10 ml dan disaring

9) Diukur pH-nya, tambahkan asam asetat sampai dengan pH 6-7 10) Kemudian tambahkan 5 tetes K2CrO4 1 %


(48)

11) Titrasi dengan larutan standar AgNO3 0,05 N hingga terjadi perubahan warna menjadi coklat kemerahan

12) Ukur volume AgNO3 0,05 N yang digunakan sampai terbentuk warna coklat kemerahan

Untuk 1 g sampel:

Kadar Klorin = V x N x 0,177 x 100% Keterangan:

V = Volume AgNO3 0,05 N yang dipakai N = Normalitas larutan AgNO3

3.8 Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dan dilakukan analisa terhadap data yang diperoleh yang akan disajikan dalam bentuk narasi dengan menggunakan analisis deskriptif.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Geografis

Berdasarkan letak goegrafisnya, Kelurahan Sidorame Timur terletak di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan dengan luas wilayah ± 50 Ha dan terdiri dari 15 lingkungan. Kelurahan Sidorame Timur merupakan salah satu dari 9 kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan. Kelurahan Sidorame Timur memiliki batasan sebagai berikut:

a. Sebelah timur : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Kera Hilir I b. Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Kera Hilir II c. Sebelah barat : Berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Barat d. Sebelah utara : Berbatasan dengan Kelurahan Tegal Rejo

Keadaan geografis Kelurahan Sidorame Timur berada pada ketinggian 12 meter dari permukaan laut, sedangkan topografi berada pada daratan dan jarak dari pusat pemerintahan Kelurahan ke pusat Pemerintahan Kecamatan berjarak 2 km.

4.1.2 Demografi a. Jumlah Penduduk

Kelurahan Sidorame Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.071 jiwa. Dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.566 KK. Jumlah penduduk berasarkan jenis kelamin adalah dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 5.947 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 5.124 jiwa.


(50)

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

No. Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. 0-2 107 260 367

2. 3-4 315 388 703

3. 5-6 260 386 646

4. 7-12 396 551 947

5. 13-15 786 594 1380

6. 16-18 337 528 865

7. 19-25 469 634 1103

8. 26-35 737 701 1438

9. 36-45 557 601 1158

10. 46-50 456 568 1024

11. 51-60 406 365 771

12. 61-75 188 245 433

13. ≥ 76 110 126 236

Jumlah 5124 5947 11071

Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk paling tinggi berada pada usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 1.438 orang. Sedangkan jumlah penduduk terendah berada pada usia ≥ 76 tahun yaitu sebanyak 236 orang.

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.2.


(51)

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Taman Kanak-kanak 149

2. Sekolah Dasar 674

3. SLTP Sederajat 1935

4. SLTA Sederajat 3891

5. Diploma I 204

6. Diploma II 77

7. Diploma III 103

8. Strata I 196

9. Strata II 16

10. Strata III 6

Jumlah 7250

Beradasarkan tabel 4. 2 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Sidorame Timur yang paling tinggi adalah SLTA yaitu sebanyak 3.891 orang.

d. Agama

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

No. Agama Jumlah

1. Islam 6103

2. Kristen Protestan 4772

3. Kristen Katolik 181

4. Hindu 2

5. Budha 13

Jumlah 11071

Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak dianut di Kelurahan Sidorame Timur adalah agama Islam yaitu sebanyak 6.103 orang.


(52)

e. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

No. Pekerjaan Jumlah

1. Pegawai Negeri Sipil 260

2. Pegawai Swasta 557

3. Wiraswasta 1489

4. Pensiunan PNS 117

5. ABRI 18

6. Pensiunan ABRI 24

7. Petani 2

8. Tukang 63

9. Pegawai BUMN 52

10. Pensiunan BUMN 24

11. Dokter 36

12. Bidan 7

13. Perawat 20

Jumlah 2669

Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pekerjaan yang paling banyak dimiliki oleh penduduk di Kelurahan Sidorame Timur adalah wiraswasta yaitu sebanyak 1.489 orang.

4.2 Karakteristik Ibu

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 84 KK, maka diperoleh karakteristik ibu seperti pada tabel 4.5.


(53)

Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Ibu di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013

No. Karakteristik Ibu Jumlah %

1. Kategori Umur

24-29 5 5,95

30-35 15 17,86

36-41 17 20,24

42-47 20 23,81

48-53 10 11,91

54-59 8 9,52

60-65 1 1,19

66-71 8 9,52

Jumlah 84 100,00

2. Pekerjaan

IRT 64 76,19

Wiraswasta 20 23,81

Jumlah 84 100,00

3. Pendidikan

SD 13 15,48

SMP 18 21,43

SMA 53 63,09

Jumlah 84 100,00

4. Jumlah Anggota Keluarga

2-4 48 57,14

5-7 33 39,29

8-10 2 2,38

11-13 1 1,19

Jumlah 84 100,00

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 84 responden, yang terbesar adalah berada pada kategori umur 42-47 tahun yaitu sebanyak 20 orang (23,81%). Sedangkan yang paling sedikit adalah pada kategori umur 60-65 tahun yaitu sebanyak 1 orang (1,19%). Jenis pekerjaan ibu yang paling banyak adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 64 orang (76,19%). Sedangkan yang bekerja sebagai wiraswasta adalah sebanyak 20 orang (23,81%). Tingkat pendidikan ibu yang paling banyak adalah SMA yaitu sebanyak 53 orang (63,09%). Sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah SD yaitu sebanyak 13 orang (15,48%). Jumlah


(54)

anggota keluarga yang tinggal di rumah paling banyak adalah 2-4 yaitu sebesar 48 orang (57,14%).

4.2.1 Tingkat Penghasilan Keluarga

Berdasarkan hasil wawancara, maka diperoleh tingkat penghasilan keluarga yang menerima raskin di Kelurahan Sidorame Timur seluruhnya masih rendah (100%) yaitu di bawah Rp 1.650.000 (Upah Minimum Kabupaten/Kota Medan tahun 2013).

4.3 Kondisi Raskin

Distribusi responden beradasarkan kondisi raskin yang diterima di Kelurahan Sidorame Timur adalah bahwa seluruh responden sebanyak 84 orang (100%) menerima raskin dalam kondisi beras yang bagus, warnanya putih, butirannya masih utuh dan tidak banyak yang patah. Raskin memiliki bau yang sedikit menyengat. Selain itu, raskin yang diterima juga tidak berkutu.

4.4Pendapat Keluarga Tentang Raskin dan Nasi

Pendapat keluarga mengenai rasa nasi dari raskin yang paling banyak adalah berpendapat bahwa rasanya tidak enak yaitu sebanyak 72 orang (85,71%) dan yang berpendapat bahwa rasanya enak ada sebanyak 12 orang (14,29%). Ibu dalam memasak nasi sehari-hari ada yang memasak untuk sekali makan langsung habis dan ada juga yang memasak nasi 2 kali dalam sehari (pagi dan sore). Ibu yang memasak nasi untuk sekali makan saja (langsung habis) ada sebanyak 69 orang (82,14%). Sedangkan 15 orang (17,86%) memasak nasi di saat pagi dan sore hari. Rata-rata nasi yang mereka masak hanya dapat bertahan sekitar 10 jam. Selain itu, ibu juga mengatakan bahwa jika nasi dibiarkan dalam waktu yang lama maka nasinya akan


(55)

menjadi keras, itulah sebabnya mengapa banyak ibu-ibu yang hanya memasak nasinya untuk sekali makan saja (langsung habis).

4.5 Bahan yang di Campur dalam Memasak Raskin

Dalam memasak raskin, masyarakat ada yang mencampurnya dengan bahan lain dan ada juga yang tidak. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh responden yang mencampur raskin dengan bahan lain dalam memasak dan jenis bahannya dapat dilhat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Responden yang Mencampur Raskin dengan Bahan Lain dalam Memasak Nasi dan Jenis Bahannya di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013

No. Pertanyaan Jumlah %

1. Mencampur Raskin dengan Bahan Lain

Ya 24 28,57

Tidak 60 71,43

Jumlah 84 100,00

2. Jenis Bahan Campuran

Beras yang dibeli di pasar 23 95,83

Beras ketan 1 4,17

Jumlah 24 100,00

Berdasarkan tabel 4.6 bahwa sebanyak 60 orang (71,43%) responden tidak mencampur raskin dengan bahan makanan lain saat memasak. Sedangkan responden yang mencampur raskin dengan beras lain saat memasak adalah sebanyak 23 orang (95,83%).

4.6 Cara Mencuci Raskin

Distribusi responden berdasarkan cara mencuci raskin adalah bahwa hampir seluruh responden atau sebanyak 83 responden (98,81%) mencuci raskin dengan cara mengaduk-aduk beras ketika dicuci dengan menggunakan wadah panci ataupun


(56)

wadah rice cooker. Sedangkan 1 orang responden (1,19%) mencuci raskin dengan menggunakan wadah saringan dengan cara mengalirkan air sambil di aduk-aduk.

4.7 Frekuensi Penggantian Air Cucian

Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh bahwa frekuensi responden dalam penggantian air cucian raskin dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Frekuensi Penggantian Air Cucian di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013

No. Frekuensi Jumlah %

1. 1 kali 32 38,55

2. 2 kali 26 31,33

3. 3 kali 15 18,07

4. 4 kali 10 12,05

Jumlah 83 100,00

Berdasarkan tabel 4.7 bahwa frekuensi penggantian air cucian yang paling banyak adalah 1 kali yaitu sebanyak 32 orang (38,55%). Sedangkan frekuensi penggantian air cucian yang paling sedikit adalah 4 kali yaitu sebanyak 10 orang (12,05%).

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Pendidikan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013

No Pendidikan Frekuensi Penggantian Air Cucian Jum

lah %

1 kali % 2 kali % 3 kali % 4 kali %

1 SD 3 23,08 5 38,46 4 30,77 1 7,69 13 100

2 SMP 3 16,67 8 44,44 4 22,22 3 16,67 18 100

3 SMA 26 50,00 13 25,00 7 13,46 6 11,54 52 100

Berdasarkan tabel 4.8 bahwa ibu yang memiliki pendidikan terakhir SD lebih banyak mencuci beras sebanyak 2 kali (38,46%). Ibu yang berpendidikan terakhir SMP lebih banyak mencuci beras sebanyak 2 kali (44,44%) dan ibu yang berpendidikan terakhir SMA lebih banyak mencuci beras sebanyak 1 kali (50,00%).


(57)

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013

No Pekerjaan Frekuensi Penggantian Air Cucian Juml

ah

%

1 kali % 2 kali % 3 kali % 4 kali %

1 IRT 27 42,86 21 33,33 7 11,11 8 12,70 63 100

2 Wiraswasta 5 25,00 5 25,00 8 40,00 2 10,00 20 100

Berdasarkan tabel 4.9 bahwa ibu rumah tangga (IRT) lebih banyak mencuci beras sebanyak 1 kali (42,86%) dan ibu yang bekerja sebagai wiraswasta lebih banyak mencuci beras sebanyak 3 kali (40%).

4.8 Hasil Pemeriksaan Klorin Pada Beras

Pemeriksaan klorin dilakukan pada beras miskin. Diperoleh klorin positif dari sampel beras miskin yang diperiksa dengan terbentuknya warna coklat kemerahan. Kemudian sampel beras miskin juga diperiksa pada sampel beras yang belum dicuci dan pada sampel beras yang dicuci. Adapun hasil pemeriksaan kuantitatif klorin pada beras dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Klorin Pada Beras Miskin yang Belum Dicuci dan Residu Klorin Pada Pencucian Beras Pertama Sampai dengan Pencucian Beras Keempat

No. Sampel Kadar Klorin (%)

1. Beras yang belum dicuci 17,70

2. Pencucian beras pertama 14,16

3. Pencucian beras kedua 10,18

4. Pencucian beras ketiga 5,75

5. Pencucian beras keempat 3,98

Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa kandungan klorin pada beras miskin sebesar 17,70%. Sedangkan pada proses pencucian pertama pada beras miskin diperoleh kandungan klorin 14,16%. Pada proses pencucian kedua pada beras miskin diperoleh kandungan klorin 10,18%. Pada proses pencucian yang ketiga pada beras miskin diperoleh kandungan klorin 5,75%. Pada proses pencucian yang


(58)

keempat pada beras miskin diperoleh kandungan klorin 3,98%. Dapat dilihat bahwa terjadi penurunan kandungan klorin pada setiap kali proses pencucian terhadap beras dan kandungan klorin terendah terdapat pada proses pencucian yang keempat.


(59)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Klorin Pada Beras Sebelum Dilakukan Pencucian dan Sesudah Dilakukan Pencucian

Klorin biasa digunakan sebagai pemutih. Klorin yang ditambahkan ke dalam beras juga berfungsi untuk memutihkan beras agar terlihat putih bersih dan mengkilap. Beras yang kualitasnya kurang bagus biasanya akan ditambahkan klorin oleh pedagang-pedagang yang curang agar beras yang tadinya kualitasnya buruk akan terlihat seperti beras kualitas baik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan di laboratorium diperoleh bahwa terdapat klorin pada raskin. Dari hasil pemeriksaan diperoleh kandungan klorin sebesar 17,70% pada raskin. Namun, kandungan klorin pada raskin mengalami penurunan setelah dilakukan pencucian terhadap raskin. Proses pencucian yang dilakukan sebanyak 4 kali. Pada pencucian pertama diperoleh kandungan klorin 14,16%. Pada pencucian kedua diperoleh kandungan klorin 10,18%. Pada pencucian ketiga diperoleh kandungan klorin 5,75%. Pada pencucian keempat diperoleh kandungan klorin 3,98%. Hal ini terbukti semakin banyaknya pencucian yang dilakukan semakin banyak juga klorin yang terlarut dengan air pencucian beras. Hal ini sesuai dengan sifat klorin yang dapat larut dengan mudah dalam air (Oxtoby, dkk, 2003).

Klorin merupakan bahan pemutih yang biasa digunakan sebagai pemutih pakaian ataupun pemutih kertas. Klorin juga digunakan sebagai desinfektan pada pengolahan air minum. Klorin yang digunakan adalah gas klor (Cl2) atau kalsium


(60)

hipoklorit (Ca(OCl)2). Klorin ini pun digunakan pada beras untuk membuat beras terlihat lebih putih dan bersih.

Klorin merupakan salah satu unsur yang ada di bumi dan jarang dijumpai dalam bentuk bebas. Pada umumnya klorin dijumpai dalam bentuk terikat dengan unsur atau senyawa lain membentuk garam natrium klorida (NaCl). Klorin merupakan hasil tambahan yang dibuat dari sodium hydroxide dengan jalan mengelektrolisasikan Sodium hydroxide. Klorin memiliki sifat sebagai oksidator kuat, memudahkan klorin berikatan dengan senyawa lain, membentuk senyawa-senyawa yang bersifat racun seperti senyawa-senyawa organoklorin yang memiliki efek karsinogen (Hasan, 2006).

Pada umumnya bahan kimia yang digunakan sebagai pemutih adalah bahan kimia yang bersifat mengoksidasi. Beberapa bahan kimia yang digunakan sebagai pemutih antara lain: kaporit (CaOCl2), kalsium hipoklorit (Ca(OCl)2), natrium hipoklorit (NaOCl), dan natrium perborat (NaBO3) (Dian, 2013).

Pemutih tersedia dalam bentuk larutan atau serbuk. Bahan aktif dalam pemutih cair adalah natrium hipoklorit (NaClO), sedangkan bahan aktif dalam serbuk pemutih adalah kalsium hipoklorit (Ca(OCl)2). Senyawa hipoklorit mudah melepaskan gas klorin. Bahan aktif dalam pemutih tergolong bahan yang reaktif (Rini, 2012).

Kalsium hipoklorit merupakan bahan kimia berwujud padat dan berwarna putih. Kalsium hipoklorit (Ca(OCl)2) menghasilkan dua kali lebih banyak ion hipoklorit dalam larutan sehingga membuatnya menjadi lebih efektif sebagai pemutih. Dibuat dengan mengalirkan gas klor ke dalam kalsium hidroksida. Kalsium


(61)

hipoklorit merupakan pembawa gas klor yang stabil. Dampak negatif yaitu bersifat racun bila terkena kulit dan terhirup (Oxtoby, dkk, 2003).

Raskin merupakan beras IR III kelas medium. Raskin yang diterima masyarakat berasal dari Bulog. Raskin disimpan terlebih dahulu di gudang bulog dalam jangka waktu tertentu sebelum didistribusikan ke masyarakat. Beras yang disimpan dalam waktu yang lama akan mengalami penurunan kualitas. Untuk mempertahankan kualitas beras menjadi tetap baik, kemungkinan dilakukan penambahan zat pemutih seperti klorin pada beras agar terlihat lebih putih. Klorin biasa digunakan untuk pemutih kertas dan pemutih pakaian. Apabila klorin digunakan pada bahan pangan, pastinya akan sangat berbahaya bagi kesehatan.

Pada kain, cara kerja bahan pemutih yaitu bahan pemutih bereaksi (mengoksidasi) dengan kotoran sehingga kotoran tidak tampak lagi (kain terlihat lebih bersih). Selain dengan kotoran, bahan pemutih juga akan bereaksi dengan zat warna (pada kain berwarna). Bahan pemutih pakaian umumnya mengandung senyawa klorin yang dapat merusak serat kain dan warna pakaian. Selain itu, senyawa klorin juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Mengingat sifat bahan pemutih di atas, dituntut kehati-hatian pada penggunaan bahan pemutih (Dian, 2013).

Klorin yang digunakan untuk memutihkan pakaian biasanya dapat merusak pakaian apabila penggunaannya berlebihan. Apalagi apabila klorin digunakan ke dalam bahan pangan, tentunya akan sangat membahayakan kesehatan. Bahaya kesehatan yang terjadi apabila klorin masuk ke dalam tubuh manusia memang tidak terjadi dalam waktu singkat tetapi dalam jangka waktu panjang.


(62)

Dampak dari kandungan klorin pada beras sangatlah berbahaya bagi kesehatan tubuh. Dampaknya memang tidak terjadi sekarang. Bahaya kesehatan akan muncul 15 sampai 20 tahun mendatang, khususnya apabila beras tersebut dikonsumsi secara terus-menerus. Bahaya yang ditimbulkan antara lain dapat menyebabkan terganggunya sistem saraf dan ginjal. Gangguan kesehatan lainnya yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi beras yang mengandung klorin dalam jangka panjang adalah gangguan usus, ginjal dan hati (Saridewi, 2012).

Klorin merupakan bahan kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan, ditinjau dari segi manapun penggunaan zat pemutih apabila dicampurkan terhadap beras, sangat tidak dibenarkan karena dampaknya yang begitu besar bagi kesehatan manusia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, menyatakan bahwa klorin dilarang digunakan pada beras. Klorin tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih dan pematang tepung.

5.2 Kondisi Raskin dan Pendapat Masyarakat Mengenai Rasa dari Raskin

Raskin yang diterima oleh masyarakat memiliki kondisi fisik seperti warna beras yang putih bersih, butirannya tidak banyak yang patah dan tidak berkutu. Namun, beras tersebut memiliki bau yang agak menyengat seperti bau bahan kimia kaporit. Dapat terlihat bahwa kondisi fisik tersebut memiliki ciri-ciri seperti beras yang mengandung klorin.

Beras yang baik adalah beras yang berwarna putih kecoklatan atau agak kekuningan. Namun, banyak masyarakat menganggap bahwa beras yang baik adalah beras yang berwarna putih bersih. Padahal beras yang berwarna putih bersih sudah


(1)

(2)

(3)

(4)

Gambar 1. Sampel Raskin Gambar 2. Proses Pencucian Raskin

Gambar 3. Sampel Setelah di Tanur Gambar 4. Sampel di Hot Plate

ar 5. Gambar 5. Sampel di Saring ar 5. Gambar 6. Filtrat Ditambahkan Asam Asetat


(5)

Gambar 7. Proses Penambahan K2CrO4 Gambar 8. Proses Titrasi


(6)

Gambar 10. Pembagian Kuesioner Gambar 11. Pembagian Kuesioner

Gambar 12. Pembagian Kuesioner Gambar 13. Sampel Raskin

Gambar 14. Pembagian Kuesioner Gambar 15. Identifikasi Secara Fisik