Proses Pasca Panen Beras

oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80 dan protein 45-55 bagi rata-rata penduduk. Menurut Timbul Haryono 1997 yang dikutip oleh Haryadi, Kebiasaan makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal dari kata weas dalam bahasa Jawa kuno, seperti tertulis dalam prasasti Taji yang bertahun 901. Jenis pangan pokok dipilih antara lain berdasarkan pemikiran apakah pangan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa kerusakan yang berat. Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi kesehatan Haryadi, 2006.

2.1.1 Proses Pasca Panen

Pada biji yang dipanen muda, karena ikatan antargranula patinya masih longgar dan kadar air seimbangnya tinggi, maka lebih mudah pecah oleh penggilingan dan lebih mudah rusak oleh serangan serangga dan jasad renik selama penyimpanan. Sebaliknya biji yang dipanen lewat tua, sudah banyak mengalami keretakan mulai dari sawah yang mengakibatkan mudah pecah pada saat penggilingan. Oleh sebab itu, pemanenan pada umur yang tepat diperlukan untuk mendapatkan beras dalam jumlah dan mutu yang optimal Haryadi, 2006. Selama penyimpanan, kerusakan dan kehilangan gabah dapat terjadi karena metabolisme jaringan biji, kegiatan jasad renik, dan serangan serangga dan tikus. Metabolisme dikatalisa oleh enzim-enzim yang masih aktif setelah padi dipanen. Universitas Sumatera Utara Enzim-enzim ini diantaranya menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu dan kemudian mengakibatkan penurunan viabilitas kemampuan biji berkecambah, perubahan dan penurunan kandungan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain. Kerusakan biji karena penyimpanan yang kurang baik atau karena serangan serangga dapat mengakibatkan biji pecah selama penggilingan Haryadi, 2006. Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras pecah kulit yang berwarna kecoklatan brown rice. Secara keseluruhan, sekam tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas beberapa bagian pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyososhan terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling Hadrian, 1981. Penurunan mutu beras selama penyimpanan dapat disebabkan ketengikan. Beras pecah kulit lebih mudah rusak daripada gabah. Kegiatan enzim lipase memecah lemak menghasilkan asam lemak bebas. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tengik. Pada penyimpanan biji utuh, ketengikan lebih banyak terjadi pada biji yang berkadar air tinggi. Biji yang rusak karena penggilingan juga rentan terhadap ketengikan Haryadi, 2006. Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan lebih dahulu. Pada penyosohan beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut Haryadi, 2006. Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Komposisi Gizi Beras