fungsional dari bagian mulutnya, sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan. Subandy 2008, menyatakan bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh
kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, cahaya, dan sebagainya.
2.1.3 Sistem Pencernaan Ulat Sutera
Serangga makan hampir segala zat organik yang terdapat di alam. Sistem percernaan pada serangga sangat beragam tergantung macam-macam makanan yang dimakan.
Kebiasaan-kebiasaan makan bahkan mungkin sangat beragam pada satu jenis tunggal. Larva dan serangga dewasa biasanya mempunyai kebiasaan makan yang sama sekali
berbeda dan hal ini tentu akan menyebabkan perbedaan dalam sistem pencernaan Batubara, 2002.
Saluran pencernaan usus serangga merupakan struktur dasar sistem pencernaan yang berupa pembuluh memanjang dari mulut sampai anus. Usus dapat
dibedakan dalam tiga bagian yaitu usus depan stomodaeum, usus tengah mesenteron, dan usus belakang proktodaeum. Bagian-bagian ini biasanya
dipisahkan oleh katup. Katup kardiak dibagian depan dan katup pilorik dibagian belakang. Struktur lain yang berasosiasi dengan usus meliputi sepasang kelenjar saliva
dengan pembuluh yang terhubung ke saluran pra oral, hipofarings, dan tubulus Malpighi yang bergabung dengan intestin sebelum katup pilorik. Tubula ini berbentuk
organ utama ekskretori Hadi et al., 2009.
2.1.4. Sistem Respirasi Ulat Sutera
Respirasi adalah alat atau bagian tubuh tempat oksigen dapat berdifusi masuk dan sebaliknya karbon dioksida dapat berdifusi keluar. Corong hawa trakhea adalah alat
pernapasan yang dimiliki oleh serangga dan arthropoda lainnya. Pembuluh trakhea bermuara pada lubang kecil yang ada di kerangka luar eksoskeleton yang disebut
spirakel. Spirakel berbentuk pembuluh silindris yang berlapis zat kitin, dan terletak
Universitas Sumatera Utara
berpasangan pada setiap segmen tubuh. Spirakel mempunyai katup yang dikontrol oleh otot sehingga membuka dan menutupnya spirakel terjadi secara teratur. Pada
umumnya spirakel terbuka selama serangga terbang, dan tertutup saat serangga beristirahat Jumar, 2000.
Pada serangga, khususnya pada ulat sutera cara respirasi utamanya adalah melalui difusi oksigen dan karbon dioksida melalui sistem trakhea, dibantu oleh
ventilasi mekanis dari trakhea abdominal dan kantung udara. Difusi oksigen ke sistem trakhea terjadi karena turunnya tekanan oksigen pada ujung trakheolus. Karbon
dioksida juga dapat berdifusi keluar melalui sistem trakhea Hadi et al., 2009.
2.2. Daun Murbei Morus sp.
Murbei termasuk marga Morus dari keluarga Moraceae, ordo Urticales, kelas Dicotyledonae. Secara umum murbei merupakan pohon, perdu dan semak, serta
memiliki getah. Tinggi maksimalnya mencapai 15 m dengan diameter tajuk 60 cm. memiliki daun tunggal dan stipula. Murbei dapat hidup di daerah hangat sampai
dingin. Menurut Wyman 1974, murbei dapat tumbuh atau hidup pada berbagai jenis tanah, serta pada ketinggian antara 0-3000 m di atas permukaan laut. Oleh karena itu
dibeberapa tempat di Indonesia banyak ditemukan murbei tumbuh dengan liar.
Perkembangan murbei biasanya melalui biji dan stek. Biji berkecambah selama 9-14 hari tergantung pada musim. Perbanyakan vegetatif pada tanaman murbei
lebih banyak dilakukan untuk memperbanyak bibit tanaman murbei. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan stek. Stek diambil dari tanaman induk yang unggul dan
berumur sekitar 12-20 bulan dengan pertumbuhan yang bagus, bebas hama penyakit, batang tegak, produksi daun tinggi, serta ukuran daun lebar-lebar. Tanam murbei
paling ideal ditaman pada ketinggian 400-800 m di atas permukaan laut. Dengan daerah yang mempunyai temperatur rata-rata 21-23°C sangat cocok untuk murbei.
Tanah sebaiknya memiliki pH di atas 6, teksturnya gembur, ketebalan lapisan paling tidak 50 cm. Tanah yang subur tentu akan memberikan dukungan pertumbuhan yang
Universitas Sumatera Utara
baik. Walaupun begitu, tanah yang kurang subur bisa dibantu dengan dosis pemupukan yang tepat Subandy, 2008.
Daun murbei juga mempunyai kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu sekitar 18-28 dan mengandung serat kasar yang rendah sekitar 10,57
Ekastuti, 1996 dalam Rifai, 2009. Daun murbei mengandung asam askorbat, asam folat, karoten, vitamin B1, pro vitamin D, mineral Si, Fe, Al, Ca, P, K, dan Mg.
Menurut Shimizu Tajima 1972 dalam Andadari Prameswari 2005, bahwa tanaman murbei Morus sp. merupakan pakan sutera Bombyx mori L. yang
produksi serta kualitas daunnya berpengaruh terhadap produksi dan kualitas kokon. Makanan adalah salah satu faktor terpenting yang menentukan sifat fisiologi seperti
pergantian kulit dan masa istirahat ulat Bombyx mori L. Makanan yang kurang baik selama stadia larva kadang-kadang menyebabkan terlambatnya waktu pergantian kulit
sehingga stadia larva lebih panjang. Penambahan nutrisi pada makanan ulat sutera adalah penting dalam rangka meningkatkan produksi dan mutu kokon serat yang
dihasilkan.
Jumlah daun yang dikonsumsi pada ulat sutera akan mempengaruhi efisiensi kecernaan dan konversi makanan yang tertelan dan dicerna, baik secara langsung atau
tidak langsung dalam kondisi ulat. Efisiensi berkembang biak sebagai alat untuk mengkonversi daun murbei sebagai pakan ulat sutera dalam berbagai kondisi ekologi,
daun murbei dari tingkat konversi ulat sutra adalah karakter fisiologis yang komprehensif dan indeks ekonomi yang penting dalam produksi kepompong
Gangwar, 2011.
2.3. Vitamin B1 Tiamin
Tiamin adalah zat berupa kristal tersusun dari unsur-unsur karbon hidrogen-oksigen dan belerang, mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Vitamin ini tidak
mudah mengalami oksidasi, tetapi dapat rusak karena pemanasan di dalam larutan Budiyanto, 2009. Tiamin mudah diserap dalam saluran pencernaan dari sebagian
Universitas Sumatera Utara
besar, tetapi jumlahnya dalam darah jauh daripada konstan, tergantung dari jumlahnya yang dimakan Sediaoetama, 1976.
Menurut Almatsier 2002, bahwa vitamin B1 atau tiamin, yang dibentuk aktifnya berupa koenzim tiamin pirofosfat TPP. TPP diketahui sebagai koenzim
reaksi enzimatis transketolase yang terlibat dalam biosintesis polisakarida melalui jalur pentose fosfat dan memegang peranan esensial dalam transfer energi, konduksi
membran dan saraf. TPP merupakan kofaktor pada dekarboksilasi oksidatif alfa- ketoglutarat menjadi suksinil-KoA.
Tiamin didapati hampir pada semua tanaman dan jaringan tubuh hewan yang lazim digunakan sebagai makanan, tetapi kandungannya biasanya kecil, yang paling
utama pada daun murbei mengandung vitamin A, B1, C, asam folat, fitoestrogen, asam amino, copper, zinc, dan karoten. Sedangkan bagian ranting murbei
mengandung tanin dan vitamin A. Buahnya mengandung sakarida, asam linoleat, asam oleat, vitamin B1, B2, C, dan karoten. Kulit batang mengandung triterpenoid
dan flavonoid. Kulit akar mengandung derivat flavone mulberri, sedangkan bijinya urease Rahayu, 2000.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2012 sampai November 2012 di Laboratorium Genetika, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah cawan petri, gunting, botol aquades, timbangan digital, kamera digital, kertas pembungkus makanan kertas alas, kertas
karbon, kertas putih HVS, kapur tembok dan kaporit, pinset, baskomember, kuas, kertas saring, pipet tetes, gelas ukur, keranjang plastik, oven, tabung winkler, tabung
respirometer, dan gelas beker. Bahan yang digunakan adalah telur ulat sutera Bombyx mori L., daun murbei Morus sp., aquades, aluminiun foil, tissu, kapas, KOH 4,
eosin dan vitamin B1 tiamin merk kimia farma.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap RAL yang terdiri dari 5 perlakuan yaitu konsentrasi vitamin B1 tiamin 0mg100ml, 0,1mg100ml,
0,2mg100ml, 0,3mg100ml dan 0,4mg100ml. Setiap perlakuan terdiri dari 10 ekor ulat. Satu unit perlakuan dengan 3 kali ulangan dengan menggunakan 30 ekor larva.
Jumlah larva yang digunakan untuk semua perlakuan adalah 150 ekor larva.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Prosedur Percobaan 3.4.1 Penetasan Telur
Telur ditetaskan dan dibungkus pada kertas HVS putih dan kertas karbon berwarna hitam dan disusun di dalam keranjang plastik. Sebelum telur menetas, akan
terlihat bintik gelap keseluruh pada permukaan telur, sampai telur menetas dan muncul ulat kecil berwarna hitam penuh bulu. Tiga hari sebelum pemeliharaan
ruangan dan semua peralatan disterilkan dengan menggunakan larutan formalin 2. Upaya desinfektan dilakukan untuk menjaga kesehatan larva Siregar, 2009.
3.4.2 Pemeliharaan Ulat 3.4.2.1 Pemeliharaan Ulat Kecil
Ulat yang baru menetas tergolong ulat kecil yaitu ulat yang baru mencapai instar I, II dan III. Ulat yang baru menetas didesinfeksi dengan campuran serbuk kapur dan
kaporit dengan perbandingan 95:5 secara merata. Ulat diberi daun murbei yang muda dan segar dan dipotong kecil-kecil. Ulat dipindahkan ke cawan petri yang telah diberi
tissu basah dan dilapisi dengan kertas alas. Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Pada saat instar ulat akan mengalami masa istirahat
dan berganti kulit, dan sebagian besar ulat istirahat maka pemberian pakan dihentikan. Pada setiap akhir instar ulat harus ditempatkan sesuai dengan perkembangan ulat.
Pembersihan tempat ulat dan pencegahan hama dan penyakit harus dilakukan secara teratur Siregar, 2009.
Pembersihan tempat pemeliharaan ulat sutera dilakukan pada instar I dan II, pembersihan dilakukan masing-masing 1 kali. Selama instar III dilakukan 1-2 kali
yaitu sebelum pemberian makan dan menjelang ulat istirahat. Ulat ditempatkan di cawan petri atau keranjang plastik dan ditaruh di rak. Tubuh ulat di desinfektan
dengan campuran kapur kaporit dan dilaksanakan setelah ulat ganti kulit sebelum
pemberian pakan pertama.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2.2 Pemeliharaan Ulat Besar
Ulat besar yaitu ulat sutera yang sudah memasuki instar IV dan V. Ulat diberi pakan lebih banyak dari ulat yang masih kecil. Daun yang dipersiapkan untuk ulat
besar disimpan pada tempat yang bersih dan sejuk serta ditutup dengan kain basah. Daun murbei yang diberikan pada ulat besar tidak lagi dipotong-potong melainkan
secara utuh atau bersama batang daun. Pemberian pakan pada ulat besar instar IV dan V dilakukan 3-4 kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari. Menjelang ulat
istirahat, pemberian pakan dikurangi atau dihentikan, Pada saat ulat istirahat, tubuh ulat di desinfektan dengan ditaburi kapur secara merata. Desinfektan tubuh ulat
dilakukan setiap pagi sebelum pemberian pakan dengan menggunakan campuran kapur dan kaporit dan ditaburi secara merata. Pada instar IV, pembersihan tempat
pemeliharaan dilakukan minimal 3 kali yaitu pada hari kedua dan ketiga serta menjelang ulat istirahat. Pada instar V pembersihan tempat dilakukan setiap hari
untuk mencegah datangnya hama penyakit Siregar, 2009.
3.4.3 Pemberian Perlakuan