BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ulat Sutera Bombyx mori L.
2.1.1 Klasifikasi Ulat Sutera Bombyx mori L.
Ulat sutera merupakan serangga yang memiliki keuntungan yang ekonomis bagi manusia karena mampu menghasilkan benang sutera. Menurut Borror et al., 1992,
klasifikasi dari Bombyx mori L. sebagai berikut: Kingdom
: Animalia Filum
: Arthropoda Sub Filum
: Mandibulata Klass
: Insecta Sub Klass
: Pterygota Ordo
: Lepidoptera Family
: Bombycidae Genus
: Bombyx Spesies
: Bombyx mori L.
Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun murbei Morus sp.. Ulat sutera memiliki bentuk tubuh yang berwarna putih, serta
berbulu. Ulat sutera dapat melalukan molting berganti kulit pada saat memasuki instar baru Borror et al., 1992.
Tubuh ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala memiliki antenna yang terdiri dari tiga segmen pendek, dan
bagian mulut terletak ke bawah dan di depan wajah yang terdiri dari sepasang rahang dengan maksila dengan labrum dan labium. Pada bagian perut terdiri dari tiga segmen
dengan sepasang spirakel dan tiga pasang kaki toraks Tazima, 1978.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Siklus Hidup Ulat Sutera Bombyx mori L.
Menurut Jumar 2000, siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi
dewasa. Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta setelah menetas dari telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan ukuran hingga mencapai
serangga dewasa.
Perubahan bentuk dan ukuran yang bertahap disebut dengan metamorfosis. Ulat sutera merupakan salah satu serangga yang mengalami metamorfosis sempurna.
Sepanjang hidupnya, ulat sutera mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa dan imago. Pada fase larva terdiri dari beberapa tahap yaitu instar I sampai V Katsumata,
1964 Gambar 2.1.
a. Telur
Telur ulat sutera berbentuk agak gepeng, ukurannya kira-kira 1,3 mm, lebar 1 mm dan tebal 0,5 mm beratnya hanya ± 0,5 mg. Warna telur hari pertama keluar dari
induknya adalah kuning sampai kuning susu. Lama stadia telur akan sangat tergantung pada kondisi iklim atau perlakuan yang diberikan. Apabila suhu tinggi dapat
menyebabkan telur menjadi tidak aktif, maka telur dapat menetas setelah 4-10 bulan, bila suhu normal telur akan menetas setelah 9-12 hari Mujiono, 2000.
b. Larva
Menurut Wyman 1974, perkembangan ulat sutera terjadi perubahan instar dimana pada setiap perubahan instar ditandai dengan adanya molting. Lamanya dalam
tahapan instar adalah instar I berlangsung selama 3-4 hari, instar II lamanya 2-3 hari, instar III lamanya 3-4 hari, instar IV lamanya 5-6 hari dan instar V lamanya 6-8 hari.
Peralihan instar ke instar berikutnya ditandai dengan berhentinya makan, tidur dan pergantian kulit. Pada akhir instar V tidak terjadi pergantian kulit, tetapi
badannya berangsur-angsur transparan seolah-olah tembus cahaya dan larva berhenti makan.
Larva sudah mulai mengeluarkan serat sutera dan membuat kokon Sunanto, 1996.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Siklus hidup ulat sutera Bombyx mori L. sumber. http:img11.imagesh ack.usimg111928silkworm.jpg
c. Pupa
Perubahan dari larva menjadi pupa ditandai dengan berhentinya aktivitas makan. Proses pergantian kulit larva menjadi pupa akan terjadi di dalam kokon.
Pembentukan pupa berlangsung 4-5 hari setelah ulat selesai mengeluarkan serat sutera untuk membentuk kokon. Lama masa pupa 9-14 hari. Menuru Siregar 2009, dalam
bentuk pupa tidak tampak gejala hidup, pada hal terjadi perubahan besar yang sukar dilukiskan. Tungkai tambahan yang terdapat disepanjang perut ulat menghilang. Pada
bagian dada muncul tiga pasang tungkai baru berbentuk tungkai dewasa. Bentuk tungkai baru ini lebih panjang dan lebih langsing. Selain itu disusun pula sayap,
sistem otot baru dan semua bagian tubuh dewasanya.
d. Imago
Pada tahapan imago berlangsung selama 5-7 hari. Pada tahap imago merupakan tahapan yang reproduktif dimana terjadi perkawinan, dan betina
mengeluarkan telur-telurnya. Kupu-kupu ini tidak dapat terbang dan kehilangan
Universitas Sumatera Utara
fungsional dari bagian mulutnya, sehingga tidak dapat mengkonsumsi makanan. Subandy 2008, menyatakan bahwa pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh
kondisi iklim di lokasi pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara, cahaya, dan sebagainya.
2.1.3 Sistem Pencernaan Ulat Sutera