Politik Pembangunan Masa Pemerintahan Soeharto

BAB III PERBANDINGAN POLITIK PEMBANGUNAN MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING

A. Politik Pembangunan Masa Pemerintahan Soeharto

Pembangunan merupakan usaha kita untuk hidup terhormat sebagai manusia dan sebagai bangsa yang berada di tengah-tengah kehidupan dan pergaulan antar bangsa. Karena itu usaha kita bukan sekedar perwujudan sikap pragmatis melainkan benar-benar merupakan perwujudan semangat idealisme. Dengan demikian, apa yang kita lakukan bukan dimaksudkan hanya untuk mempertahankan hidup melainkan untuk mengisi dan memberi makna pada hidup kita , baik sebagai manusia maupun sebagai bangsa. Ungkapan pandangan yang falsafi ini diutaraan oleh Soeharto kepada tokoh-tokoh pemuda perserta penataran p4 tingkat nasional di jakarta pada tanggal 27 Juni 1978. Dalam pandangan Soeharto diatas terdapat beberapa esensi pembangunan bangsa kita. Pertama, kehormatan sebagai manusia dan sebagai bangsa. Kedua, pragmatisme dan idealisme. Ketiga, mengisi dan memberi makna hidup manusia dan bangsa Indonesia. Pembangunan adalah usaha manusia di muka bunmi untuk mencapai tujuan hidupnya. Kesejahteraan lahir dan batin. Bagi bangsa Indonesia , hal ini telah dengan sadar dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai salah satu tujuan nasionalnya mewujudkan kesejahteraan umum. Para pendahulu pendiri Republik ini menyadari benar untuk apa kita merdeka adan apa arti kemerdekaan bagi suatu bangsa. Maka, kalimat mewujudkan kesejahteraan umum yang mereka sulam kedalam Mukadimah Undang-Undang Dasar adalah refleksi kejiwaan yang berabad-abad lamanya Universitas Sumatera Utara tertindas dan terhina oleh penjajahan dan karenanya terpateri keinginan dan tekad untuk mengembalikan harga diri, harkat, martabat, dan kehormatan. 50 Selain itu, salah satu istilah politik ekonomi yang terkenal dalam Orde Baru ini adalah “Peraturan 3 Oktober” dalam tahun 1966. Ia terkenal, karena Peraturan tersebut disatu pihak merupakan tindakan konkrit yang pertama dari Pemerintah Orde Baru Kabinet Ampera, dalam meletakkan dasar bagi proses stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi yang kita alami dewasa ini, dan dilain pihak telah menimbulkan polemik-polemik yang cukup tegang, kritik-kritik yang pedas dan emosi politik yang meluap-luap yang masih terasa sampai akhir 1969. Dengan terbentuknya Kabinet Ampera sebagai hasil sidang MPRS 1966 maka terciptalah iklim politik yang penuh optimisme dan penuh harapan. Sebab barulah tiba saat dimana dapat dimulai dengan pembangunan dan pembinaan Orde baru secara mantap. Bagi pemerintah sebetulnya tidak ada alternatip lain, kecuali melaksanakan apa yang sudah ditetapkan oleh MPRS No. XXIII tahun 1966. Sebab kalau kita lanjutkan kebijaksanaan yang terdahulu maka keganasan dari inflasi yang sudah memuncak sampai dengan 668 Pct setahunnya akan berjalan terus beserta dengan kerusakannya dari pada modal sehinggah dengan demikian dis-investasi berjalan sangat ganasnya. Essensi dari pada peraturan 3 Oktober 1966 dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kebijaksanaan Anggaran Belanja yang seimbang untuk meniadakan salah satu sebab daripada inflasi, yaitu defisit didalam Anggaran belanja. 2. Kebijaksanaan Perdagangan Luar Negeri yang lebih memberikan keluasan ruang gerak bagi exportir. 50 Abdul Gafur. 1987. Pak Harto Pandangan dan Harapannya. Jakarta: Pustaka Kartini. Hal. 307 Universitas Sumatera Utara 3. Kebijaksanaan kredit secara selektif dan lebih rendah pada usaha produktif. 4. Kebijaksanaan penyelesaian dan penundaan pembayaran hutang- hutang Luar Negeri dengan maksud mengurangi beban pembayaran didalam rencana pembayaran. 5. Kebijaksanaan mengundang penanaman modal asing yang dimaksudkan untuk membuka kesempatan kepada Luar Negeri untuk turut serta membuka kekayaan alam tanah air kita. Salah satu dari ketentuan dalam Ketetapan MPRS XXIII menyebutkan bahwa prioritas harus diberikan pada peningkatan produksi, eksport dan perbaikan prasarana-prasarana ekonomi. 51 III.1 Trilogi Pembangunan Untuk membangun bangsa indonesia dari keterpurukan, Soeharto tentu memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Soeharto memperkenalkan konsep Trilogi Pembangunan pada awal pelita I. Soeharto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal dengan “Akselarasi Pembangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan” dengan konsep dasar Trilogi Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan menjadi tujuan dan dapat dilaksanakan. Karena itu bagi Soeharto, rehabilitasi politik dalam rangka stabilitas nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan 51 Soeharto. 1983. Presiden Soeharto Bapak Pembangunan Indonesia. Jakarta: Yayasan Dana Bantuan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Hal. 99 Universitas Sumatera Utara pembangunan di segala bidang, hinggah bermuara pada pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia. Soeharto menetapkan Trilogi pembangunan, yaitu: 1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah pada kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Soeharto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai starategi untuk tinggal landas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan pertumbuhan ekonomi dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi maka dapat dilakukan pemerataaan. Maka menurut Soeharto, stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan. Trilogi Pembangunan, Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan, adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Soeharto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia yang sangat efektif dalam melaksanakan demokrasi. Karena itu kedua negara tersebut hinggah kini terus mengalami kemajuan. Di Singapura, misalnya, pada awal pertumbuhannya hanya terdapat sebuah koran saja guna mengamankan stabilitas di dalam negeri. Sementara itu, Malaysia di bawah kepemimpinan Mahatir Mohammad sangat mengutamakan stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi. Bahkan, dengan berani tegas demi menjaga Universitas Sumatera Utara stabilitas ia berani memecat wakil perdana Menteri Anwar Ibrahim yang diam- diam akan melakukan “reformasi” di negara jiran, Malaysia. 52 Arah pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, ia terus menumbuhka ekonomi dan bersama-sama dengan itu meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta semakin meratakan pembangunan, dengan tetap memelihara kemantapan stabilitas ekonomi. Maka pembangunan harus terarah dan dipertajam demi tercapainya masyarakat yang sejahtera. 53 Soeharto dihadapan 120 orang pemuda, peserta Penataran Kewaspadaan Nasional VIII yang berkunjung ke peternakan Tapos, menyebutkan, pemuda harus mendalami Pancasila dan UUD ’45. Jika para pemuda tidak mendalami Pancasila dan UUD ’45, dan malah mengajukan pemikiran alternatif lain yang belum teruji, ini merupakan gangguan dan bahkan ancaman. Kemudian Soeharto menjelaskan perkembangan dunia, khususnya perkembangan di negara-negara komunis yang mengalami kehancuran dari dalam. Meskipun ideologi komunis sudah hancur, namun hendaknya kita tidak begitu naif untuk menyatakan, ideologi tadi sudah mati. Bukan mustahil pula, karena alternatif baru yang dijanjikan pemimpin-pemimpin di bekas negara komunis tadi tidak berhasil, mereka akan kembali ke ideologi lama. Bagi Indonesia hal ini berarti ancaman dari luar sudah semakin berkurang atau tidak ada, namun ancaman tadi akan terbuka dari dalam sendiri. Karena itu adalah kewajiban kita untuk benar-benar mendalami pancasila dan UUD ’45, untuk meningkatkan ketahanan nasional dalam menghadapi ancaman tadi. Ancaman dari luar dengan kekuatan senjata juga terbukti tidak ampuh. Hal ini dapat kita buktikan dengan kekalahan Amerika di Vietnam, karena hanya bersandar kepada keunggulan senjata belaka. 52 Dewi Ambar Sari. 2006. Ibid. Hal. 147 53 Soeharto. 1983. Ibid. Hal. 205 Universitas Sumatera Utara Soeharto menyebutkan bahwa kehancuran suatu bangsa tidak hanya datang dari luar, akan tetapi juga dari dalam. Ancaman tadi bisa dari kekuatan senjata, bisa dari ideologi dan bahkan juga dari bidang ekonomi dan budaya. Karena itu kita harus mampuh menyusun kekuatan ekonomi kita agar ia tetap berlandaskan kepada kekuatan rakyat dan tidak terbentuk eksploitasi ekonomi dari luar terhadap rakyat kita. Dalam bidang kebudayaan kita memerlukan pula pembinaan ketahanan budaya, agar ia pun secara ulet dan luwes dapat menangkal penetrasi budaya luar. Yang menarik untuk diperhatikan adalah uraian Soeharto mengenai Trilogi pembangunan, yakni stabilitas politik, pembagunan ekonomi, dan pemerataan. Trilogi pembangunan tadi harus dipertahankan, karena stabilitas politik akan menjamin berlangsungnya pembangunan. Pembangunan akan meningkat tingkat pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi inilah yang harus dapat diratakan hasilnya dengan pemerataan ekonomi. Dari uraian Soeharto kepada para pemuda tadi, jelas terkait keharusan kita mendalami Pancasila dan UUD ’45 yang terkait pula dengan Trilogi Pembangunan. Karena betapapun juga Pancasila merupakan falsafah negara dimana kita menyusun prinsip-prinsip demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Namun kita harus pula menyadari bahwa penyusunan kekuatan dan ketahanan dalam negeri, haruslah pula disandarkan kepada adanya iklim keterbukaan, sehinggah ia pun tidak akan mematikan respons kita terhadap perkembangan dunia dan penetrasi teknologi, ekonomi, dan budaya dari luar. 54 III.2 Melaksanakan Repelita Rencana pembangunan lima tahun diterapkan Soeharto dalam kepemimpinannya. Dalam pelaksanaan pembangunan yang telah berjalan mulai 54 Djafar Husin Assegaff. 2013. Zaman Keemasan Soeharto. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Hal. 324-326 Universitas Sumatera Utara dicanangkan mulai 1 April tahun 1969, dapat dilihat prioritas dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan Soeharto. Dilancarkan Trilogi Pembangunan merupakan kebijaksanaan umum pembangunan. Kita dapat melihat secara pokok perkembangan dan kemajuan dari Pelita satu ke Pelita lain dengan membandingkan prioritas dan program tiap Kabinet Pembangunan yang melaksanakan pembangunan pada tahap bersangkutan. 55 Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 319 Tahun 1968 Tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun: 1. Bahwa tujuan perjuangan Orde Baru adalah meningkatkan tingkat kehidupan Rakyat Indonesia, yang hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan pembangunan bertahap dan berencana 2. Bahwa hasil-hasil yang telah dicapai dalam program stabilisasi politik dan ekonomi, dewasa ini telah merupakan landasan yang cukup kuat guna pelaksanaan pembangunan 3. Bahwa berdasarkan Ketetapan MPRS No. XLIMPRS1968, penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun menjadi salah satu tugas Kabinet Pembangunan 4. Bahwa dewasa ini pemerintah telah berhasil menyiapkan Rencana Pembangunan Lima Tahun 1969-1973, yang menjadi landasan dan pedoman bagi pemerintah dalam melaksanakan Ketetapan MPRS tersebut tahun- demi- tahun 5. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dipandang perlu mengeluarkan Keputusan Presiden untuk menetapkan Pembangunan Lima Tahun 1969-1973. 56 55 Dewi Ambar Sari. Ibid. Hal. 158 56 Soeharto. 1983. Ibid. Hal. 131 Universitas Sumatera Utara III.2.1 Repelita I tahun 1969-1973 Pelita Pertama ini memberikan prioritas pembangunan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian. Kabinet pembangunan I menentukan Panca Krida sebagai program kerja, yakni: a. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya Rencana Pembangunan Lima Tahun dan Pemilihan Umum. b. Menyusun dan melaksanakan Repelita c. Melaksanakan Pemilihan Umum paling lambat 5 Juli 1971 d. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G-30 SPKI dan setiap rongrongan , penyelewengan serta penghianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945 e. Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan aparatur negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. III.2.2 Repelita II tahun 1974-1979 Dalam pelita kedua ini, prioritas pembangunan tetap diletakkan di sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Program kerja Kabinet Pembangunan II disebut Sapta Krida, berisi: a. Memelihara dan meningkatkan stabilitas politik b. Memelihara dan meningkatkan stabilitas ekonomi c. Memelihara dan meningkatkan keamanan dan ketertiban d. Menyelesaikan Pelita I dan melaksanakan Pelita II berdasarkan GBHN e. Meningkatkan kesejahteraan rakyat f. Meningkatkan penertiban dan pendayagunaan aparatur negara Universitas Sumatera Utara III.2.3 Repelita III tahun 1979- 1984 Repelita ketiga ini menitik beratkan pembangunan sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Kabinet pembangunan III melakukan tugasnya dengan program yang disebut Sapta Krida, yang isinya: a. Terciptanya keadaan dan suasana yang makin menjamin tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia b. Terlaksananya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi c. Terpeliharanya stabilitas nasional yang makin mantap d. Tercitanya aparatur negara yang makin bersih dan berwibawa e. Terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa yang makin kokoh, yang dilandasi oleh Penghayatan dan Pengamalan Pancasila P4 f. Terlaksananya Pemilu yang Luber Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia dalam rangka memperkuat kehidupan demokrasi Pancasila g. Makin berkembangnya politik Luar Negeri yang bebas dan aktif untuk diabdikan kepada kepentingan nasional dalam rangka memperkuat Ketahanan Nasional. III.2.4 Repelita IV tahun 1984- 1989 Pelita keempat ini tetap menitik beratkan pembangunan sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun ringan yang akan terus dikembangkan dalam repelita- repelita selanjutnya. Universitas Sumatera Utara Untuk itu Kabinet Pembangunan IV yang dibentuk bulan Maret 1983 menetapkan Pancakrida sebagai program kerja, yang berisi: a. Meningkatnya Trilogi Pembangunan yang didukung oleh Ketahanan Masional yang makin mantap b. Meningkatnya pendayagunaan aparatur negara menuju terwujudnya Pemerintahan yang bersih dan berwibawa c. Meningkatnya pemasyarakatan ideologi Pancasila dalam mengembangkan demokrasi Pancasila dan P4 dalam rangka memantapkan Persatuan dan Kesatuan bangsa. d. Meningkatnya pelaksanaan Politik Luar Negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional e. Terlaksananya Pemilu yang Luber dalam tahun 1987. III.2.5 Repelita V tahun 1989-1994 Dalam Repelita ini menitik beratkan kepada penekanan: a. Bidang transportasi b. Komunikasi dan c. Industri Demikian secara singkat Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto adalah sebagai beikut: Repelita I 1969 – 1974 bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. Repelita II 1974 – 19 79 bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau- pulau selain Jawa, Bali dan Madura, diantaranya melalui transmigrasi. Universitas Sumatera Utara Repeilita III 1979 – 1984 menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor Repelita IV 1984 – 1989 bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri Repelita V 1989 – 1994 menekankan bidang transporatsi, komunikasi dan pendidikan. 57 III.3 Membuat Konsep GBHN III.3.1 Pengertian GBHN: 1. Garis-Garis Besar Haluan Negara adalah suatu Haluan Negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat yang pada hakekatnya adalah suatu Pola Umum Pembangunan Nasional yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2. Pola Umum Pembangunan Nasional tersebut merupakan rangkaian Program-program Pembangunan yang menyeluruh , terarah dan terpadu yang berlangsung secara terus menerus. Rangkaian Program-program Pembangunan yang terus menerus tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan Tujuan Nasional seperti termaksud di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah Darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi, kemerdekaan dan keadilan sosial. III.3.2 Maksud dan Tujuan: 57 Dewi Ambar Sari. 2006. Ibid. Hal. 158-161 Universitas Sumatera Utara Maksud ditetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara adalah untuk memberikan arah bagi perjuangan Negara dan Rakyat Indonesia, yang pada tingkat sekarang ini sedang melakukan pembangunan Nasional dengan tujuan, agar dapat diwujudkan keadaan yang diinginkan dalam waktu lima tahun, tahun berikutnya dan dalam jangka panjang, sehinggah secara bertahap dapat terwujud cita-cita Bangsa Indoensia, seperti termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. III.3.3 Pokok-Pokok Penyusunan GBHN: Untuk memberikan gambaran mengenai wujud masa depan yang diinginkan, baik dalam waktu lima tahun berikutnya, maupun dalam jangka panjang, maka Garis-Garis Besar Haluan Negara perlu disusun dan dituangkan didalam pola umum pembangunan nasional secara sistematis sebagai berikut: 1. Pola Dasar Pembangunan Nasional 2. Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang 3. Pola Umum Pelita IV 58 Soeharto adalah pemimpin yang bekerja berdasarkan konsep. Selain itu juga berdasarkan mekanisme dan peraturan yang ada. Karena itu, kebijaksanaan pembangunan Soeharto selalu dibekali oleh Tap-Tap MPRS, antara lain, melaksanakan pembangunan lima tahun pertama, menyederhanakan partai-partai politik dalam kehidupan Demokrasi Pancasila, dan melaksanakan Pemilu sebagai wujud dari pembangunan demokrasi di negeri ini. Karena Soeharto menyadari , selaku pimpinan nasional ia memperoleh mandat dari MPR. 58 Soeharto. Ibid. Hal. 235 Universitas Sumatera Utara Maka berdasarkan mandat tersebut, disusun perencanaan pembangunan lima tahun pertama dari 19691970 sampai 19731974. Strategi Soeharto, pembangunan pertanian dengan dukungan industri, dengan sasaran, cukup pangan, cukup sandang, cukup papan, cukup lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendidikan serta kebudayaan sesuai dengan kemampuan. Bappenas menyusun perencanaan pembangunan makro, sedangkan departemen dan lembaga melaksanakannya. Didalam pidato lisannya di Pasar Klewer, Solo 9 Juni 1971, Soeharto memaparkan bahwa masyarakat adil dan makmur hanya bisa terwujud bilamana melakukan serangkaian pembangunan dalam segala bidang. Untuk sampai ketujuan tersebut diperlukan waktu yang bertahun-tahun dan dilakukan secara bertahap. Kalau setiap tahap diperlukan lima tahun, maka untuk lima tahap diperlukan waktu 25 tahun. Dalam tempo sepanjang itu, baru akan sampai pada landasan penting; yaitu perkembangan industri dan pertanian yang seimbang . Pemikiran Soeharto di Pasar Klewer inilah kemudian dirumuskan dan dijadikan konsep GBHN yang diajukan di dalam Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1971. Titik tolaknya, apa yang ada di dalam UUD 1945, bahwa Presiden diangkat oleh MPR untuk waktu 5 tahun dan boleh dipilih kembali. Didalam pidatonya itu pula, Soeharto dengan tegas menolak setiap teror keagamaan. Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara teokratis, tetapi Negara berdasarkan Pancasila. 59 59 Op.cit. Hal. 148 Universitas Sumatera Utara III.4 Delapan Jalur Pemerataan Kebijaksanaan politik pemerintah dalam masalah keadilan sosial dilihat menurut perspektif peranan negara dalam kehidupan masyarakat, meliputi aspek- aspek hakekat, sifat, tujuan dan lapangan , tugas negara dalam teori dan praktek, serta kegiatan-kegiatan pemerintah untuk mencapai tujuannya. Hal ini jelas tersurat dan tersirat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “ Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Perhatian pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pembangunan, ditekakan dalam Repelita IV yang dijelaskan oleh Soeharto: “Secara keseluruhan, maka keadilan sosial akan mendapat tempat utama dalam Repelita IV dengan melanjutkan, memperluas dan memberi kedalaman-kedalaman pada pelaksanaan 8 delapan jalur pemerataan yang selama ini telah kita tempuh” Adapun delapan jalur pemerataan yang dimaksud oleh Soeharto adalah: 1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sadang, pangan dan perumahan. Tiga kebutuhan pokok tersebut selalu mengalami peningkatan seiring peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok bukan saja menekankan pada upaya menutupi devisit kebutuhan yang terjadi dalam wilayah tertentu, akan tetapi memperhitungkan peningkatan kebutuhan akibat pertumbuhan penduduk. Kebutuhan pangan dilakukan dengan mendorong intensifikasi dan ekstensifikasi usaha pertanian. Pemenuhan kebutuhan sandang dilakukan dengan mendorong industri sandang yang bisa dijangkau oleh masyarakat luas. Sedangkan untuk memenuhi Universitas Sumatera Utara kebutuhan papan pemerintah menyelenggarakan program Perumnas dan kredit perumahan sehinggah mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah sebagai tempat tinggalnya. 2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. Pemenuhan kebutuhan ini tidak hanya pada aspek keterjangkauan masyarakat dalam pembiayaan, akan tetapi penyediaan infrastruktur dan sumber daya profesional yang merata di seluruh wilayah indonesia. 3. Pemerataan pembagian pendapatan Jalur pemerataan ketiga ini terkait dengan jalur keempat ‘kesempatan kerja’ yang dilakukan dengan political will perluasan kesempatan kerja untuk memperbanyak lapangan kerja dengan mendorong investasi sebanyak mungkin. 4. Pemerataan pembagian kesempatan kerja Selain memperbanyak lapangan kerja, jalur ini dilakukan untuk memperbanyak lembaga-lembaga pendidikan terapan seperti BLK Balai Lapangan Kerja untuk melahirkan tenaga-tenaga terampil sehinggah dapat terserap diberbagai lapangan kerja. 5. Pemerataan kesempatan berusaha Jalur ini dilakukan dengan untuk mempermudah permodalan usaha ini dimaksudkan untuk meningkatkan penguatan permodalan usaha bagi masyarakat. 6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita Jalur ini dilakukan dengan menggalakkan PKK untuk mendorong kreaktifitas produksi bagi kalangan wanita. Sedangkan pemerataan pembangunan bagi generasi muda dilakukan dengan menggairahkan kegiatan-kegiatan kepemudaan sehinggah dapat berjalan Universitas Sumatera Utara kreaktifitasnya dalam menginstegrasikan dirinya dengan agenda pembangunan bangsa. 7. Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh tanah air Jalur ini dilakukan dengan memberikan perhatian khusus bagi daerah- daerah tertinggal atau kantong-kantong wilayah yang kurang menikmati akses pembangunan untuk diberikan intervensi khusus sehinggah dapat mensejajarkan diri dengan daerah-daerah lain. 8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan Jalur ini tidak hanya menekankan pada terpenuhinya pemerataan keadilan hukum, akan tetapi keadilan pada bidang-bidang lain seperti keadilan pada bidang ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan dan pemerintahan. Semua warga negara berhak memperoleh keadilan pada semua bidang kehidupan tanpa membeda-bedakan suku, ras dan antar golongan. Dari sini sangat jelas keberpihakan Soeharto pada rakyat melalui 8 delapan jalur pemerataan yang dimaksud. Artinya semua memang untuk kepentingan rakyat. Akan tetapi kemudian, 8 Jalur pemerataan itu dirubah karena dalam keadaan bangsa Indonesia yang masih miskin, berbagai usaha pemerataan memang sulit terwujud. Ibarat membagi kue, apa yang mau dibagi? Karena memang kuenya tidak ada. Pada waktu itu Bung Hatta berpendapat, sebaiknya memang membuat kue lebih dahulu. Sesudah kue itu ada baru kemudian dibagi. Usaha membuat kue, dilanjutkan dengan membangun industri, pembagian kue-nya adalah pembagian lapangan pekerjaan. Untuk membagi kue yang besar diperlukan ketenangan kerja. Maka tumbuh lah Trilogi Pembagunan. Dahulu Trilogi pembangunan pertama diutamakan pada pemerataan, baru kemudian pembangunan dan stabil. Namun, Trilogi terakhir yang diutamakan adalah stabilitas nasional dimana dalam membangun diperlukan stabilitas politik dan Universitas Sumatera Utara keamanan agar investor dalam dan luar negeri memperoleh ketenangan kemudian pembangunan dan terkahir pemerataan. Karena itu, stabilitas menjadi kunci bagi langkah pembangunan dan pemerataan dari hasil pembangunan itu. 60 Selain melalui delapan jalur pemerataan itu, pembangunan pro rakyat tercermin dari gencarnya pemerintahan Soeharto melakukan penguatan kelembagaan dan pencerdasan petani, gerakan posyandu dan penggalangan koperasi. Penguatan kelembagaan dan pencerdasan petani dilakukan dengan gerakan Klompencapir kelompok pendengar pembaca dan pemirsa dalam rangka menggalakkan masyarakat khususnya petani dan nelayan agar well informed terhadap dinamika pembangunan khususnya pembangunan pertanian. Kegiatan ini didukung temu wicara-temu wicara yang dihadiri Soeharto sendiri secara intensif sehinggah menggairahkan petani untuk mencari informasi, membangun kelembagaan dan mendialektikakan kemajuan dirinya dengan sesamanya. Melalui kegiatan Klompencapir ini informasi pengembangan usaha pertanian termasuk teknologi-teknologi baru dengan cepat ditransformasikan dan diserap petani. Dukungan political will yang kuat dari Soeharto membangkitkan gairah petani untuk berpacu memajukan usaha taninya. Kegiatan Posyandu juga mendorong gairah para ibu untuk peduli terhadap kesehatan diri dan ank-anaknya. Begitu pula dengan penggalakan koperasi beserta pengembangan infrastruktur pendukungnya telah mendorong gairah masyarakat untuk membangun jaringan usaha bersama sehinggah memberikan kontribusi dalam menggerakkan kekuatan ekonomi rakyat. Kesemuanya merupakan Soeharto sangat pro rakyat sehinggah program pembangunan menyentuh hinggah lapisan terbawa. 61 60 Dewi Ambar Sari. 2006. Ibid. Hal. 162 61 http:soeharto.cotagdelapan-jalur-pemerataan Diakses 10 Juli 2014 Pukul 17.16 Wib Universitas Sumatera Utara III.5 Bidang Politik Dalam bidang politik dalam negeri dimantapkan kesadaran kehidupan politik dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bagi setiap warga Negara, sehinggah dapat terjamin kelancaran usaha mencapai tujuan nasional. Dalam rangka mencapai sasaran itu termasuk didalamnya usaha-usaha untuk menciptakan, mengkosolidasikan dan memanfaatkan kondisi-kondisi serta situasi untuk memungkinkan terlaksananya proses-proses pembaharuan kehidupan politik, sehinggah dapat diciptakan keadaan dengan sistem politik yang benar- benar demokratis, stabil, dinamis, efektif dan efesien yang dapat memperkuat kehidupan konstitusional, mewujudkan Pemerintahan yang bersih, berkemampuan dan berwibawa, pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang semakin efektif serta terwujudnya kesadaran dan kepastian hukum dalam masyarakat yang semakin mantap. Dalam bidang politik luar negeri yang bebas aktif diusahakan agar Indonesia dapat terus meningkatkan peranannya dalam membersihkan sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera. 62 III.5.1 Sikap Politik Bebas Aktif Sikap politik yang bebas dan aktif ini memang mencerminkan konsistensi Soeharto terhadap Pancasila dan amanat UUD 1945. Soeharto membuktikannya dengan kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB, membuka kembali hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura yang sempat terputus selama era konfrontasi tahun 1964 di masa Orde Lama, juga membuka kembali hubungan diplomatik dengan RRC yang dibekukan menyusul G-30-SPKI tahun 1965. 62 Soeharto. Ibid. Hal. 243 Universitas Sumatera Utara Misalnya, dengan masuknya kembali Indonesia ke dalam PBB, pelopor berdirinya GNB, anggota OKI Organisasi Konferensi Islam, OPEC Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak, APEC Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik dan Anggota G-15. Kemudian Indonesia menjadi pelopor pembetukan Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara ASEAN. Semula ASEAN hanya beranggotakan lima negara, kemudian bertambah menjadi sepuluh negara. Jakarta disepakati sebagai tuan rumah Sekretariat Jenderal ASEAN. Melalui ASEAN Soeharto mengupayakan terciptanya ketentraman, rasa aman, kemajuan, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama bagi segenap rakyat di kawasan ini. ASEAN menjadi kawasan yang damai, bebas dan netral. Ini menjadi konsesus bersama di antara para negara anggota ASEAN. Dalam kaitan ini, Indonesia mengedepankan konsesp wawasan ketahanan nasional. Karena diyakini dengan tercapainya ketahanan nasional di masing- masing anggota ASEAN, maka terwujud ketahanan regional. Sejak awal menjadi Presiden, Soeharto melangkah dengan prinsip utama tersebut. III.5.2 Diplomasi Internasional Soeharto adalah pemimpin yang disegani dalam percaturan diplomasi di dunia internasional. Bahkan ia tempat bertanya bagi sebagian pemimpin negara, terutama di negara-negara Asean. Di dalam membangun hubungan dengan bangsa-bangsa lain, Soeharto secara konsekuen menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Soeharto tidak ingin memihak kepada salah satu kekuatan besar dunia yang saling berhadapan. Atas konsistensi sikapnya itu, Soeharto pun kemudian dipilih menjadi Ketua Gerakan Non-Blok GNB Perang dingin antara dua kekuatan adidaya super power berlangsung tidak lama setelah berahirnya Perang Dunia Kedua sampai runtuhnya komunis Universitas Sumatera Utara tahun 1990-an. Dunia terbagi dalam dua kekuatan, yaitu blok Barat dan Timur, blok antara negara-negara liberal dan komunis. September 1985, Soeharto melakukan muhibah ke Turki, Romania dan Hongaria setelah melakukan kunjungan serupa ke sejumlah negara Eropa Barat, Australia, negara-negara Asia dan Timur Tengah, dan tiga kali ke Amerika Serikat. Turki merupakan negara demokrasi dan sekuler. Sedangkan Rumania, keluar tidak sepenuhnya mengikuti garis Moskow Unit Soviet, tetapi kedalam sangat sentralistik sosialis. Sementara Hongaria lebih liberal ke dalam, tetapi keluar mengikuti garis Moskow. Setelah melakukan lawatan ketiga negara tersebut, Soeharto semakin menyakini Pancasila, baik sebagai dasar negara, ideologi maupun pandangan hidup bangsa Indonesia yang mempunyai kelebihan. Karena Pancasila menyeleraskan pengembangan individu dan kebersamaan. Dalam berbagai kesempatan, termasuk di depan Sidang Majelis Umum PBB di New York, Soeharto selalu mengedepankan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, karena dinilainya paling tepat untuk menjaga kemandirian dan kemerdekaan nasional secara terhormat. Juga untuk memberikan sumbangan bagi perdamaian, kestabilan dan keadilan dunia. politik luar negeri tersebut memberi jalan untuk membangun kerjasama aktif dengan negara-negara di dunia yang benar-benar cinta damai, mengatasi bersama persoalan-persoalan di dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia. Pandangan dan sikap ini tercermin di dalam pemerintahnya yang membangun persahabatan yang tulus dan kerjasama yang saling memberi manfaat dengan semua negara, tanpa membedakan sistem politik dan sosial yang mereka anut. Universitas Sumatera Utara Soeharto, selalu Ketua GNB, selalu memperjuangkan dunia yang adil di berbagai forum internasional. Soeharto tidak segan-segan mengkritik ketidakadilan sebagai akibat kebijkan negara-negara maju yang menyampaikan kepentingan negara-negara miskin dan sedang berkembang. Inilah yang selalu diperjuangkan lewat GNB dan G-15 Didalam mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru, Soeharto terus berupaya meningkatkan kerjasama ekonomi sesama negara berkembang. Kepada para Dubes RI, selalu diingatkan bahwa mereka harus melakukan diplomasi perjuangan sejalan dengan sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar. 63

B. Politik Pembangunan Masa Pemerintahan Deng Xiaoping