Politik Pembangunan Indonesia-Cina (Studi Kasus : Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)

(1)

POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA ─ CINA

(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik

Ebta Winarnda Zalukhu Nim: 100906076

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA

(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)

Rincian sikripsi, 120 halaman, 1 Tabel, 29 bku, 5 situs internet, 5 surat kabar, 5 Jurnal. (Kisaaran buku dari tahun 1983-2013)

ABSTRAK

Penelitian ini menggambarkan bagaimana perbandingan politik pembangunan yang dilaksanakan Indonesia khususnya pemerintahan Soeharto dan Cina di masa pemerintahan Deng Xiaoping, serta menjelaskan apa saja pembangunan yang telah dibuat dimasa pemerintahan selama kepemimpinan yang menjadi tolak ukur suksesnya kepemimpinan dalam masa pemerintahan. Selain menilai hasil dari implementasi dari pembangunan yang telah dilaksanakan dalam masa pemerintahan baik pada pemerintahan Soeharto maupun masa pemerintahan Deng Xiaoping.

Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Politik Pembangunan seperti yang diungkapkan oleh Warjio dalam politik pembangunan dan implementasinya, yang menjelaskan pembangunan pada dasarnya adalah cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula berdasarkan platform yang dibuat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa politik pembangunan antara Soeharto dan Deng Xiaoping mempunyai tujuan yang sama, namun dalam iplmentasinya pembangunan yang dibuat oleh Deng Xiaoping lebih baik dan sistematis dibanding dengan Soeharto dengan pembangunan yang tidak dilaksanakan secara berkesinambungan sedangkan Deng Xiaoping pembangunan lebih massif dan terencana.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITICAL DEVELOPMENT-CHINA INDONESIA

(Case Study: Comparison Against the Reign of Suharto and Deng Xiaoping) Details sikripsi, 120 pages, 1 table, 29 BKU, 5 websites, 5 newspapers, 5 Journal. (Range of book from the year 1983-2013)

ABSTRACT

This study describes how the construction carried out comparative politics Indonesia and China in particular Soeharto government in the reign of Deng Xiaoping, as well as explain what development has been made during the reign of leadership are cornerstones of successful leadership in the reign. In addition to assessing the results of the implementation of the development which has been implemented in both the reign of Soeharto’s rule and reign of Deng Xiaoping.

The theory used in this research is to explain Political Development Theory as expressed by Warjio in political development and implementation, which describes the construction is basically the way or the best way to achieve the goals set by the platform originally made.

Based on the research conducted, it can be concluded that the political development between Suharto and Deng Xiaoping have the same goal, but in the development iplmentasinya made by Deng Xiaoping better and systematically compared with Suharto with development that is not conducted continuously while the more massive development of Deng Xiaoping and planned.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, oleh:

     

Nama : Ebta Winarnda Zalukhu

Nim : 100906076

Judul : POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA

(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)

Dilaksanakan pada:

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Tim Penguji:

Ketua :

NIP. ( )

PengujiUtama :

NIP. ( )

PengujiTamu :


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh

Nama : Ebta Winarnda Zalukhu

Nim :100906076

Judul : POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA

(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)

Menyetujui:

KetuaDepartemenIlmuPolitik DosenPembimbing

Dra. T. Irmayani, M.Si Warjio MA, Ph.D

(NIP. 19680630199403200) (NIP. 197408062006041003)

Mengetahui, Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(6)

Karya ini saya persembahkan untuk


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan berkat dan rahmatnya sehinggah penulis mampuh menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA (Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)” sehinggah dapat dislesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Didalam penulisan skripsi ini penulis mencoba menggambarkan dan menganalisis tetang Politik Pembangunan Indonesia-Cina terutama dalam masa pemerintahan Soeharto dan masa pemerintahan Deng Xiaoping. Pada Bab I penulisan skripsi ini berisikan tentang latar belakang pemilihan masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian sampai dengan sistematika penulisan, pada bab ini penulis mencoba mengarahkan alur cerita ini ketitik permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian ini. Disini penulis juga memaparkan secara umum gambaran-gambaran kondisi politik pembagunan dimasa pemerintahan Soeharto maupun Deng Xiaoping serta kondisi perekonomian Indonesia dan Cina sebelum dan sampai dengan era Soeharto dan Deng Xiaoping, sehinggah gambaran-gambaran itu penulis menarik suatu fokus penelitian yang akan diteliti.

Kemudian isi tulisan pada Bab II skripsi ini lebih melihat kepada gambaran umum politik pembangunan masa pemerintahan soeharto dan Deng Xiaoping serta memaparkan profil dari kedua pemimpin. Bab ini penulis juga menjelaskan aspek pada bidang politik dari dua masa pemerintahan baik dimasa Soeharto maupun masa Deng Xiaoping.


(8)

Pada Bab III penulisan skripsi ini, penulis mencoba menguraikan politik pembangunan apa saja yang telah dibuat pada masa pemerintahan Soeharto maupun masa Deng Xiaoping, penulis juga melakukan suatu studi perbandingan analisis dari rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini, dengan mencoba mengkombinasikan dengan teori-teori yang sudah dipilih oleh penulis pada Bab I skripsi ini, disini penulis mengungkapkan berbagai fakta-fakta sosial, ekonomi, dan politik di RRC dan Indonesia, sehinggah melahirkan sebuah politik pembangunan di Indonesia dan reformasi pembangunan yang dipelopori Deng Xiaoping, dan didalam reformasi pembangunan itu mengarah dalam reformasi ekonomi yang berlandaskan dari sosialisme komunis yang sudah mapan kearah ekonomi kapitalisme.

Sejalan dengan gambaran umum isi skripsi diatas pada Bab IV isi skripsi ini penulis mencoba menarik kesimpulan, yang berisikan tentang politik pembangunan yang dibuat oleh Soeharto dan Deng Xiaoping yang memiliki tujuan politik pembangunan yang sama, tetapi dari beberapa pembangunan tersebut terlihat berbeda dengan pelaksanaan ataupun implementasinya yang tidak sejalan. Hal ini yang membedakan bahwa pembangunan dimasa pemerintahan Deng Xiaoping lebih baik dan terencana yang selalu dilaksanakan dengan berkesinambungan dan sistematis, sehinggah memilki dampak yang sangat luar biasa dan membawa Cina sukses sampai sekarang, sedangkan masa pemerintahan Soeharto politik pembangunan cukup sukses namun dalam pembangunan ekonomi dalam implementasinya tidak merata masih memiliki banyak kelemahan akibat dari kekuasaan yang dimiliki yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan yang baik pada masa itu tidak dilanjutkan lagi dengan pemimpin berikutnya bahkan beberapa kebijakan pembangunan yang telah dihapus dan tidak dilaksnakan kembali.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi. Dengan kererendahan hati penulis mengucapkan terimaksih kepada: Bapak Prof.


(9)

Dr. Badarudin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ibu T. Irmayani M.si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik, Bapak Warjio M.A, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, pikiran dan masukan-masukan dalam membimbing dan mengarahkan dengan sabar dari awal hinggah selesainya skripsi ini.

Tidak lupa buat ayahanda (Yas. Zalukhu) dan Ibunda (Yus. Gulo) tercinta, saya mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya buat segala jerih payah dari saya kecil sampai saat ini untuk menjadikan saya orang yang berhasil melalui doa, kasih sayang, perhatian semangat, dukungan dan biaya selama ini. Itu semua tidak dapat saya balas selain memanjatkan doa kepada Allah Yang Maha Esa untuk memberikan umur yang panjang dan kesehatan sehinggah kelak melihat saya menjadi anak yang berhasil dan lebih berbakti untuk Ayah dan Ibu.

Tidak lupa pula buat abang, kakak dan adik saya yang memberikan semangat untuk cepat menyelesaikan skripsi ini, terimakasih banyak untuk semuanya, teman-teman seperjuangan seluruh anak politik stambuk 2010, dan terlebih organisasi saya ForMaN-USU. Saya juga berterimakasih kepada teman seperjuangan saya Muhammad Arif Zebua, dan teman saya Syarif Hidayatullah, Damelisa Pratiwi, Ester Zega, Rida Zega, bng Timo Zendrato, Endi Zebua dan orang yang khusus buat yang disana Marwati Telaumbanua terimakasih atas dukungan dan motivasinya, semangat juga ya dalam kuliahnya, dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih untuk semuanya.


(10)

Tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak, seandainya dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritiknya agar penulisan isi skripsi ini dapat lebih baik dan bermanfaat.

Medan, Agustus 2014

Ebta Winarnda Zalukhu Nim: 100906076


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ……… i

Abstrak ……… ii

Abstract ……….. iii

Halaman Pengesahan ……… iv

Halaman Persetujuan ……… v

Lembar Persembahan ………... vi

Kata Pengantar ………. vii

Daftar Isi ……… viii

Daftar Tabel ……….……. viiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Rurumusan Masalah ………. 14

1.3 Pembatasan Masalah ………... 15

1.4 Tujuan Penelitian ………... 15

1.5 Manfaat Penelitian ……… 15


(12)

1.6.1 Teori Politik Pembangunan ……….. 16

1.7 Metodologi Penelitian ………... 22

1.7.1 Metode Penelitian ……… 22

1.7.2 Jenis Penelitian ……… 23

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ……….. 23

1.7.4 Teknik Analisis Data ……… 24

1.8 Sistematika Penulisan ……… 25

BAB II GAMBARAN KEBIJAKAN POLITIK PEMBANGUNAN SERTA PROFIL MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING II.1 Biografi Kepemimpinan dan Perjalanan Karir Soeharto ..… 27

II.2 Gambaran Politik Pembangunan Soeharto ……….….. 29

II.2.1 Trilogi Pembangunan ……….. 30

II.2.2 Membuat Konsep GBHN ………... 32

II.2.3 Melaksanakan Repelita ………..…. 33

II.2.4 Delapan Jalur Pemerataan ……….. 34

II.3 Bidang Politik ……… 36

II.4 Biogafi Kepemimpinan dan Perjalanan Karir Deng Xiaoping. 37 II.5 Gambaran Politik Pembangunan Deng Xiaoping ………….. 40


(13)

II.5.2 Strategi Pembangunan ………. 42

II.5.3 Pembangunan RRC ……….. 43

II.5.4 Negara Dalam Industrialisasi ……… 45

II.5.5 Reformasi Negara Membuka Diri ……… 46

II.5.6 Pembangunan Dalam Reformasi Ekonomi ………….. 49

II.6 Bidang Politik ………. 51

BAB III PERBANDINGAN POLITIK PEMBANGUNAN MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING III.1 Politik Pembangunan Masa Pemerintahan Soeharto ………. 53

III.1.1 Trilogi Pembangunan ………. 55

III.1.2 Melaksanakan Repelita ………. 58

III.1.3 Membuat Konsep GBHN ………. 63

III.1.4 Delapan Jalur Pemerataan ………. 66

III.2 Bidang Politik ……… 70

III.2.1 Sikap Politik Bebas Aktif ………. 70

III.2.2 Diplomasi Internasional ……… 71

III.3 Politik Pembangunan Masa Pemerintahan Deng Xiaoping.. 73

III.3.1 Konsep Reformasi ……… 73


(14)

III.3.2.1 Penghapusan Komune Rakyat ……… 79 III.3.2.2 Penghapusan Monopoli Negara …………. 82 III.3.2.3 Liberalisasi Usaha dan Manajemen ……… 86 III.3.2.4 Pembukaan Diri Terhadap Modal Asing .... 90 III.3.2.5 Integrasi Dalam Ekonomi Internasional …. 93 III.3.3 Kunci Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Cina 104

III.3.3.1 Stabilitas Politik ………... 105 III.3.3.2 Upah Buruh Yang Rendah ………... 106 III.3.3.3 Investasi di Bidang Pendidikan ………... 107 III.3.3.4 Semangat Wirausaha ……… 108 III.3.3.5 Pembangunan Infrastruktur ………. 110 III.4 Analisis Perbandingan ……… 111

BAB IV PENUTUP

VI.1 Kesimpulan ……….. 118

VI.2 Saran ……… 120


(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA

(Studi Kasus: Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping)

Rincian sikripsi, 120 halaman, 1 Tabel, 29 bku, 5 situs internet, 5 surat kabar, 5 Jurnal. (Kisaaran buku dari tahun 1983-2013)

ABSTRAK

Penelitian ini menggambarkan bagaimana perbandingan politik pembangunan yang dilaksanakan Indonesia khususnya pemerintahan Soeharto dan Cina di masa pemerintahan Deng Xiaoping, serta menjelaskan apa saja pembangunan yang telah dibuat dimasa pemerintahan selama kepemimpinan yang menjadi tolak ukur suksesnya kepemimpinan dalam masa pemerintahan. Selain menilai hasil dari implementasi dari pembangunan yang telah dilaksanakan dalam masa pemerintahan baik pada pemerintahan Soeharto maupun masa pemerintahan Deng Xiaoping.

Teori yang digunakan dalam menjelaskan penelitian ini adalah Teori Politik Pembangunan seperti yang diungkapkan oleh Warjio dalam politik pembangunan dan implementasinya, yang menjelaskan pembangunan pada dasarnya adalah cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula berdasarkan platform yang dibuat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa politik pembangunan antara Soeharto dan Deng Xiaoping mempunyai tujuan yang sama, namun dalam iplmentasinya pembangunan yang dibuat oleh Deng Xiaoping lebih baik dan sistematis dibanding dengan Soeharto dengan pembangunan yang tidak dilaksanakan secara berkesinambungan sedangkan Deng Xiaoping pembangunan lebih massif dan terencana.


(16)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

EBTA WINARNDA ZALUKHU (100906076) POLITICAL DEVELOPMENT-CHINA INDONESIA

(Case Study: Comparison Against the Reign of Suharto and Deng Xiaoping) Details sikripsi, 120 pages, 1 table, 29 BKU, 5 websites, 5 newspapers, 5 Journal. (Range of book from the year 1983-2013)

ABSTRACT

This study describes how the construction carried out comparative politics Indonesia and China in particular Soeharto government in the reign of Deng Xiaoping, as well as explain what development has been made during the reign of leadership are cornerstones of successful leadership in the reign. In addition to assessing the results of the implementation of the development which has been implemented in both the reign of Soeharto’s rule and reign of Deng Xiaoping.

The theory used in this research is to explain Political Development Theory as expressed by Warjio in political development and implementation, which describes the construction is basically the way or the best way to achieve the goals set by the platform originally made.

Based on the research conducted, it can be concluded that the political development between Suharto and Deng Xiaoping have the same goal, but in the development iplmentasinya made by Deng Xiaoping better and systematically compared with Suharto with development that is not conducted continuously while the more massive development of Deng Xiaoping and planned.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik, dan organisasi pokok

dari kekuasaan politik. Negara merupakan alat (agency) dari masyarakat yang

mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejaka kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasana kerjasama, sekaligus suasana antagonis dan penuh pertentangan. Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaanya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu, serta menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat dipergunakan dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan atau

asosiasi, maupun oleh negara sendiri.1

Namun dalam hal ini negara tidak terlepas dari sebuah politik yang berorientasi kepada masyarakat, kekuasaan yang di dapatkan berawal dari kedaulatan rakyat yang mempunyai hak untuk pengambilan atau keputusan yang berdampak kepada kesejahteraan. politik adalah sistem konsep resmi yg menjadi landasan atau pedoman perilaku (dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak) dalam perpolitikan negara.

Demokrasi yang dianut indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan pancasila, masih dalam perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat di dalam Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen. Selain itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah       

1


(18)

itu, dan di catumkan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu:

1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat). Negara

indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan

kekuasaan belaka (Machtsstaat).

2. Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi

(Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (Kekuasaan yang tidak terbatas).

Berdasarkan dua istilah Rechtsstaat dan sistem konstitusi, maka jelaslah bahwa

demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945 yang belum diamandemen ialah demokrasi kontitusional. Disamping itu corak khas demokrasi indonesia, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dimuat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar. Demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah yang terbatas kekuasaanya,

suatu Negara Hukum (Rechtsstaat) yang tunduk kepada rule of law. Sebaliknya,

demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencita-citakan pemerintah

yang tidak boleh dibatasi kekuasaanya (machsstaat), dan yang bersifat totaliter.2

Republik Rakyat Cina (RRC) adalah sebuah negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh wilayah kebudayaan, sejarah, dan geografis. Sejak didirikan pada tanggal 1 Oktober 1949 Cina telah dipimpin oleh Partai Komunis Cina (PKC), Hal ini yang menjadi kekuatan penuh dalam menjalankan sistem politik bahwa Partai Komunis Cina akan mengambil langkah-langkah lebih terbuka dan menjalankan sistem yang lebih demokratis atau pluralistis. Namun, pada kenyataannya PKC dewasa ini adalah satu-satunya kekuatan politik di Cina yang terorganisir dengan baik. Pada masa Revolusi Kebudayaan, politik menjadi komando dalam segala segi kehidupan. Keputusan-keputusan yang berkaitan

       2


(19)

dengan politik dan ekonomi harus disesuaikan dengan perangkat-perangkat ideologis.

Deng Xiaoping muncul dan mengganti tujuan nasional menjadi pembangunan ekonomi dan ideologi baru yang disebut “melihat kebenaran dari

kenyataan-kenyataan”.3

Akan tetapi setiap negara, terlepas dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa minimun fungsi yang mutlak perlu, yaitu:

1. Melaksanakan penertiban (law and order). Untuk mencapai tujuan

bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara dapat bertindak sebagai stabilisator.

2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dewasa ini fungsi

ini sangat penting, terutama bagi negara-negara baru.

3. Pertahanan. Hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari

luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.

4. Menegakkan keadilan. Hal ini dilaksanakan melalui badan-badan

peradilan.4

Negara strukturalis klasik yang sering diklaim sebagai basis teoritis-konseptual negara modern dengan bapak pembangunannya Max Weber, selalu menganggap bahwa negara merupakan agen yang berhak melakukan monopoli penggunaan kekerasan fisik dan mampuh memaksakan kehendaknya atas masyarakat, karena negara memiliki kekuasaan otoritatif yang sah. Tugas utama negara adalah menjamin ketertiban masyarakat melalui agen-agennya yaitu, polisi, tentara, dan birokrasi dengan usaha sungguh-sungguh untuk menciptakan lahirnya kepatuhan masyarakat terhadap negara. Konsep-konsep negara yang lahir dari kajian terhadap negara ini yang kurang mendukung demokrasi adalah negara       

3

Umar Suryadi Bakri. 1996. Pasca Deng Xiaoping, Cina Quo Vadis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal. 5 4


(20)

birokratis (bureaucratic state) yang dikembangkan oleh Riggs, negara organik (organic state) yang dicetuskan oleh stepan dan negara korporatis (corporatise state). Tipe negara korporatis, melihat negara dalam posisi yang sangat otonom karena masyarakat dianggap sebagian dari negara, sedangkan negara organik dan negara korporatis melihat negara sebagai representasi kepentingan publik. Baik negara birokratis, negara organik, maupun negara korporatis merupakan kategori negara otoritarian yang bercorak masif dan represif. Tipe negara ini paling rentan menghadapi gempuran krisis, walaupun dipermukaan tampaknya negara ini sangat otonom dan mampuh mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi setiap persoalan.

Negara Orde Baru dalam banyak hal bersinggungan langsung dengan ketiga corak dan bentuk negara tersebut dengan kemenonjolannya yang unik terhadap peran besar Soeharto sebagai pelaku utama yang beridiri diatas

instrumentarium kekuasaan. Dalam negara birokratik Orde Baru, peran birokrasi sebagai aparatur negara cenderung diterjemahkan sebagai alat Soeharto yang melakukan regulasi dan pengaturan yang ketat terhadap kehidupan publik. Disini Soeharto bertindak sebagai sang administrator yang memainkan peran sentral dengan menyelipkan kepentingan terselubung dalam pemanfaatan tugas-tugas birokrasi, tetapi juga Soeharto sangat tergantung kepada struktur birokratik yang mampuh memberikan lisensi jaminan kepada Soeharto untuk menanggulangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh proses difererensiasi sebagai salah satu hasil modernisasi yang dapat membawa malapetaka bagi kekuasaan Soeharto sendiri. Golkar sebagai kekuatan legitimatif untuk memperbaharui kekuasaan Soeharto, justru mendapatkan kesemuan legitimasi itu dalam setiap Pemilu Orde Baru, walaupun secara eksplisit diatas kertas tertulis kemenangan besar Golkar dalam

pemilihan.5

       5

Gregorius Sahdan. 2004. Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto. Bantul: Pustaka Jogja Mandiri. Hal. 107-111


(21)

Tentara sendiri (ABRI) yang seharusnya merupakan alat negara yang bertugas menjaga pertahanan dan keamanan, memberikan perlindungan kepada masyarakat, dan menjamin hak-hak- politik masyarakat, justru terjebak dalam permainan politik Orde Baru dengan tidak malu-malu menghalau para perwira potensialnya untuk menduduki jabatan politis seperti menjadi Gubernur, Bupati atau menjadi Kepala Desa dengan tujuan untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945, menjaga stabilitas politik dan mengawasi jalannya pembangunan sesuai dengan instruksi Soeharto sebagai komandernya.

Dalam kenyataanya, tentara, birokrasi, dan Golkar justru menjadi mesin yang tangguh bagi kekuasaan Soeharto. Melalui mesin-mesin ini, Soeharto memekarkan struktur kekuasaanya memperluas patron bisnisnya dan menghalau para penentangnya dengan jaminan konsensi, lisensi dan kontrak politik berupa pangkat, jabatan, dan kedudukan yang seimbang dengan pola kerja dan

mesin-mesin ini.6

Sejak awal sudah disadari oleh militer bahwa keikutsertaan partai-partai politik pada masa demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin pada masa Soekarno, hanya sebagai mesin pelindung bagi kepentingan sebagian kelompok masyarakat saja, bahkan tak jarang menimbulkan instabilitas politik. Oleh karena itu, militer pada dasarnya adalah sangat antipartai. Pihak militer berpendapat bahwa kesadaran militer untuk memberikan kekuasaan pada partai-partai politik justru akan membuat instabilitas politik. Namun demikian, Harold Crouch dalam

buku “Militer dan Politik di Indonesia” menyebutkan bahwa pandangan pihak

militer terpecah menjadi dua kelompok meskipun mereka sama-sama anti partai. Kelompok pertama adalah kelompok militan atau berhaluan keras yang ingin mengubah struktur politik dengan sistem dwigrup (dwi partai). Kelompok ini terdiri dari sekelompok perwira senior yang terpengaruh oleh anggota Partai Sosialis Indonesia (PSI) serta erat hubungannya dengan para mahasiswa dan para       

6


(22)

cendekiawan yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Sarjana Indonesia (KASI). Mereka berpendapat bahwa harus diambil tindakan tegas untuk mencgah timbulnya kembali partai-partai sebagai kekuatan lokal dan nasional, serta militer harus bersandar pada kesatuan aksi untuk mendapat dukungan.

Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok moderat. Meskipun mereka juga anti partai, mereka tetap ingin mempertahankan sistem politik yang ada tanpa perubahan yang radikal, tetapi secara bertahap dan alami. Kelompok moderat sangat menyadari pengaruh besar partai di kalangan masyarakat. Mereka menyadari bahwa partai-partai yang telah mapan itu mempunyai dukungan massa yang kuat dan mengakar dimasyarakat. Jika mereka ditindak mereka bisa menghimpun oposisi rakyat untuk melawan pemerintah sehinggah sulit bagi militer untuk menyingkirkannya.

Pertarungan dua kelompok tersebut akhirnya dimenangkan oleh kelompok moderat pro-stabilitas keamanan yang menginginkan perubahan secara bertahap. Presiden Soeharto tetap memilih jalan demokratis, tidak akan mengubah struktur politik dengan paksaan, lebih-lebih dengan membubarkan partai-partai politik. Tindakan demikian, apapun alasannya, bukanlah langkah yang baik dan bijaksana karena dapat menimbulkan kesan bahwa pemerintah Orde Baru mengarah pada diktatorisme. Soeharto berpendapat bahwa penguatan sistem dan kehidupan

politik harus dijalankan dengan jalan demokratis, yaitu lewat pemilihan umum.7

Orde Baru telah berhasil dalam mengentaskan rakyat Indonesia dari kemiskinan. Banyak program modenisasi yang ditempuh, berbagai bentuk pembangunan sarana-sarana umum, berikut pesatnya penanaman modal asing di Indonesia, merupakan tanda akan betapa suksesnya Orde Baru dalam membangun bangsa. Ditengah “sukses” itu pemerintah Orde Baru merasa perlu dan wajib       

7

Arif Yulianto. 2002. Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca ORBA di Tengah Pusaran Demokrasi. Jakarta. PT Raja Gravindo Persada. Hal. 248-252


(23)

untuk mengangkat Presiden Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan”.

8

Pembangunan dipandang sebagai kata kunci yang membawa kemakmuran masyarakat. Lahirnya berbagai simbol modernitas dan terciptanya segala bentuk kemudahan yang terjadi selama Orde Baru dirasakan sebagai bukti keberhasilan rezim tersebut. Angka pertumbuhan ekonomi yang dikatakan mencapai tujuh persen per tahun menjadi tolak ukur yang populer mengenai kejayaan Orde Baru.

Demikianlah, Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah luar negeri dari jalan yang di tempuh oleh Soekarno pada masa akhir jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh nya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli

ekonomi didikan barat.9

Untuk membangun bangsa indonesia dari keterpurukan, Soeharto tentu memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Soeharto memperkenalkan konsep Trilogi Pembangunan pada awal pelita I.

Soeharto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal dengan “Akselarasi Pembangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan” dengan

konsep dasar Trilogi Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan

Ekonomi dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan menjadi tujuan dan dapat dilaksanakan. Karena itu bagi Soeharto, rehabilitasi politik dalam rangka stabilitas nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala bidang, hinggah bermuara pada pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia.

       8

Asvi Warman Adam. 2006. Soeharto Sehat. Yogyakarta: Galang Press. Hal. 22 9


(24)

Ini karena Soeharto menetapkan Trilogi pembangunan, yaitu (1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan (3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah pada kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Soeharto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai starategi untuk tinggal landas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi maka dapat dilakukan pemerataaan. Maka menurut Soeharto, stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Stabilitas Pembangunan─Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan

Pemerataan ─ adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan

dalam pemerintahan Soeharto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia yang sangat efektif dalam melaksanakan demokrasi. Karena itu kedua negara tersebut hinggah kini terus mengalami

kemajuan.10

Sekarang kita melihat Republik Rakyat Cina (RRC) yang disanjung sebagai sebuah negara penerap eksperimen pembangunan sosialis yang berhasil. Negara tersebut menerapkan sistem dengan pengerahan tenaga kerja yang besar atau sistem padat karya dalam praktik pembangunannya, sehinggah diidentifikasikan sebagai model pembangunan yang mendukung partisipasi       

10


(25)

rakyat. Strategi pembangunan berdikari RRC yang bersumber dari prinsip swadayanya Mao Zedong, dikenal secara umum oleh masyarakat dunia. Pembangunan RRC yang bertujuan dasar memberantas kemiskinan absolut, dengan memusatkan perhatian terhadap upaya pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penciptaan kesempatan kerja penuh dalam ekonominya. Ternyata mencapai tingkat pemerataan yang lebih baik dari negara sedang berkembang pada umumnya.

Pada tahun 1949 kaum komunis mulai berkuasa, segala bentuk kegiatan ekonomi diluar jalur resmi dalam skala kecil apapun, dianggap sebagai kegiatan diluar hukum dan mendapat cap sebagai “ekor kapitalis”. Dalam hal penguasaan pemerintah atas segala kegiatan ekonomi masyarakat ini pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) terutama pada masa Mao Zedong (1949-1976) bertindak lebih ekstrim. Bukan hanya kegiatan ekonomi saja yang diatur pemerintah, tetapi segala macam kehidupan masyarakat di Cina. Sistem ini lebih diperketat lagi pelaksanaanya dengan berlakunya hukum besi “politik sebagai panglima” yang ditekan oleh Mao Zedong sebagai pendiri RRC dan seorang yang revolusioner. Dalam hal ini ia berpendapat bahwa yang paling terpenting dalam kehidupan Rakyat Cina adalah “kesadaran politik yang benar” hanya dengan kesadaran politik yang benar itulah tugas bisa dijalankan dengan benar. Tetapi terlepas dari hal itu bahwa masa kepemimpinannya tidak berjalan dengan benar, terlalu

mementingkan politik dan menelantarkan pembangunan ekonomi.11

Reformasi ekonomi Cina dimulai era Deng Xiaoping pada tahun 1976 dimana memiliki pemikiran yang berbeda dengan Mao Zedong mengenai strategi pembangunan yang selayaknya dijalankan RRC. Deng Xiaoping memandang prioritas pemerataan ekonomi seperti yang digariskan Mao, memperlambat RRC dalam mencapai kemajuan yang diharapkan. Strategi pembangunan Mao yang radikal telah mengakibatkan biaya sosial yang besar dan membawa pengaruh       

11

Poltak Partogi Nainggolan. 1995. Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xiaoping, Pasar Bebas dan Kapitalisme di Hidupkan lagi. Jakarta: Pustaka Sinar Harpan. Hal. 17-19


(26)

buruk pada terhambatnya gerak laju pembangunan RRC. Deng Xiaoping seorang komunis tulen tetapi berbeda dengan Mao Zedong. Deng tidak menganggap politik sebagai panglima. Bagi Deng, pandangan politik haruslah komunis, tetapi ekonomi tidak harus. Sebab tujuan pembangunan ekonomi China adalah kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tidak peduli apakah jalan yang ditempuh untuk itu ditempuh jalan kapitalis. Berkat pandangan-pandangan Deng yang kapitalis itulah reformasi ekonomi China Daratan begemuruh.

Sesuatu hal yang baru dalam pemikiran Deng Xiaoping untuk membawa Cina lebih maju dan bebas dari keterpurukan, dengan menerapkan emansipasi pikiran rakyat yang hanya dipahami oleh konteks waktu. Hampir 1 milliar manusia terbelah dalam pertarungan kelas harus disatukan dalam satu tujuan bersama untuk mentransformasi bangsa. Kekuatan destruktif revolusi kebudayaan harus diubah menjadi energi konstruktif untuk membangun China baru. China pada bulan Mei 1978, dimana Deng Xiaoping mengambil langkah pertama dan penting bagi perjalanan China menuju modernitas serta ekonomi pasar saat dia berseru kepada rakyatnya “Kita perlu menjalankan emansipasi besar dalam pola pikir kita.”

Perkembangan dinamika arahan top-down dan pemerintah China dan

inisiatif bottom-up, itulah sistem yang diterapkan oleh Deng Xiaoping untuk

membentuk rakyatnya dengan model yang baru yang disebut “demokrasi vertikal.” Orang China percaya bahwa kita semua dilahirkan saling berhubungan, dan setiap individu adalah bagian dari keseluruhan. Harmoni dengan orang lain adalah kunci hidup ditengah masyarakat tradisional China. Akuntabilitas personal tidak sepenting kualitas hubungan anda dengan orang disekitar anda. Dalam gambaran ini, politik tidak dijalankan oleh partai atau politisi yang saling

bersaingan, tetapi mulai musyawarah dengan proses top-down dan botton-up.


(27)

mengalami perubahan mendasar. Dengan dimulainya emansipasi pikiran, opini

perlahan mulai beragam, dan suara dari bawah mulai didengar.12

Deng Xiaoping sangat kreatif dikembangkan dan diperkaya prinsip hidup berdampingan secara damai dan mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama dengan semua negara-negara lain dengan meningkatkan perbedaan antara sistem sosial dan ideologi. Deng Xiaoping diusulkan untuk membangun tatanan internasional yang baru untuk membangun, tidak hanya tatanan ekonomi baru internasional, tetapi orde baru politik internasional yang membangkitkan dampak yang luar biasa dalam komunitas internasional . Ini akan menjadi tatanan internasional yang baru yang secara diametral bertentangan dengan hegemonisme dan politik kekuasaan dan yang bertujuan untuk mereformasi tatanan lama saat tidak adil dan tidak masuk akal. Disini menujukkan hegemonisme dalam bentuk apapun sekarang harus berakhir , dan harus dilakukan upaya untuk membangun tipe baru negara -negara ke hubungan. Urusan berbagai negara harus ditangani oleh orang-orang mereka sendiri, dan berbagai negara di dunia harus berpartisipasi dalam urusan internasional pada pijakan yang sama. Dia menganjurkan menggunakan ide-ide baru dan metode untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan antara negara-negara dan menentang beralih ke

penggunaan atau ancaman kekerasan.13

Reformasi ekonomi RRC pasca 1978 dibawah pemerintahan Deng Xiaoping telah memberikan dampak kepada masyarakat untuk untuk terjun kedalam kenyataan agar dapat menemukan cara untuk memodernisasikan negerinya. Maka langkah yang yang dikemukakannya tersebut, sudah mantap dan tidak akan tergoyahkan, sekalipun ia menyadari akan menghadapi berbagai tantangan. Tetapi bagi Deng, apa yang dijalankan sekarang memang       

12 Jhon & Doris Naisbitt. 2010. China’s Megatrends: 8 Pilar yang Membuat Dahsyat China. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 34-35

13 Chinese Party Journal Stresses Role of Deng Xiaoping Theory in Development dalam

http://search.proquest.com/docview/461074845/24A7F94F8EC94282PQ/3?accountid=50257 diakses pada 31 Mei 2014.


(28)

membutuhkan ketabahan, dan bila tidak dilaksanakan masa depan RRC akan lebih sulit lagi. Jadi, pembaharuan ekonomi RRC yang diterapkan oleh Deng Xiaoping adalah:

1. Penghapusan Komune Rakyat

2. Penghapusan Monopoli Negara

3. Liberalisasi Usaha dan Manajemen

4. Pembukaan Diri Terhadap Modal Asing

5. Integrasi dalam Perekonomian Internasional.14

Inilah konsep Deng Xiaoping mengenai sosialisme yang dijalankan dengan karakteristik China. Prioritas diletakkan pada pembangunan ekonomi, dengan menggeser tekanan pada terminologi sosialisme China dengan pertumbuhan ekonomi dan tujuan akhir kemakmuran bersama. Dalam hal ini, prinsip ekonomi pasar adalah netral secara ideologis dan reformasi ekonomi merupakan sebuah orientasi. Karenanya, Deng dalam pemikirannya mempromosikan peran sektor non negara dan perdangangan, dan menjalankan secara gencar pintu terbuka untuk menarik modal asing dan teknologi.

Unsur penting lain di luar kata kunci pembangunan dan ekonomi pasar, adalah rasionalisasi politik dan bukan demokratisasi. Deng mendesak perbaikan efesiensi sistem politik tanpa perubahan secara mendasar. Deng berpikir, demokrasi yang didasarkan atas perbedaan politik akan memecah-belah RRC dan mempersulit transisi menuju ekonomi pasar. Tetapi, otoritasme dibutuhkan. Dalam hal ini, Deng menginginkan bentuk otoriterisme yang probisnis, sebagai

bentuk kombinasi negara yang kuat dan soft economy, dengan keberadaan partai

yang elitis untuk mendorong reformasi dan menangkal tekanan-tekanan dari

kelompok-kelompok sosial tertentu dan kepentingan-kepentingan partisipan.15

       14

Poltak Partogi Nainggolan, Ibid. Hal. 142 15


(29)

Deng Xiaoping berhasil dengan berbagai yang dibuat saat melakukan reformasi ekonomi yang mencakup ruang lingkup aspek ekonomi makro, perubahan pertanian, kinerja industri, energi, investasi asing, perdangangan luar negeri dan konsumsi serta standar hidup di Cina. Hal ini yang menjadi faktor-fator penting dalam pertumbuhan ekonomi Cina untuk meningkatkan pembangunan dalam semua dimensi kehidupan dan menjadikan masyarakat Cina lebih merasakan kesejahtraan dan kemakmuran. ini tidak terlepas dari badan pemerintahan di Cina terutama dalam masa kepemimpinan Deng Xiaoping yang

menjadikan tolak ukur demi kemajuan dan perkembangan Cina jauh kedepan.16

Selain itu, adanya kekuatan penuh didalam Partai Komunis Cina (PKC) yang dianggap sebagai partai tunggal yang memberikan pengaruh besar dalam pemerintahan, dimana partai ini mempunyai fungsi dan peran yang sangat besar terhadap jalannya politik di China sebagai kekuatan penuh. Partai ini selalu mengambil langkah-langkah yang terbuka dalam menjalankan sistem yang lebih demokratis atau pluralistis. Dimana PKC itu sendiri merupakan kekuatan penuh yang berada dalam tubuh pemerintahan RRC yang selalau terorganisir dengan baik. Militer juga merupakan sebagai pertahanan nasional, dimana militer China mempunyai dua kekuatan militer yaitu militer yang dimiliki oleh kaum komunis bernama Tentara Pembebasan Rakyata (TPR) dan militer dibawah aliran nasionalis dengan nama Tentara Revolusioner Nasioalis. Tetapi yang menjadi kekuatan dalam pertahanan China adalah Tentara Revolusioner Nasionalis sebagai kekuatan utama. Hubungan Sipil-militer tidak jauh berbeda karena pemimpin militer mempunyai jabatan di partai, begitu pula pemimpin partai mempuyai pengalaman militer. Jadi tidak membedakan posisi militer dan sipil, bahkan militer ikut dalam pembuatan nasional. Keterlibatan militer dalam arena politik akan mengakibatkan terjadinya perpecahan yang berdampak pada instabilitas       

16

China Stays on Path of Reform, Opening up in post Deng Xiaoping dalam

http://search.proquest.com/docview/460928356/24A7F94F8EC94282PQ/18?accountid=50257, Pada 28 Mei 2014


(30)

politik. Ketika masa Deng Xiaoping tahun 1977, militer malakukan penarikan diri dari dunia politik dan kembali kepada tugas militer yang berpolitik pasif. Hal ini yang diterapakan oleh Deng, supaya tidak terlalu ikut dalam masalah-masalah politik-ekonomi dan lebih memperkuat kekuatan nasional atau fungsi militer

daripada fungsi politik.17

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, Peneliti memiliki

ketertarikan untuk membahas perbandingan dan analisis untuk mengenal bagaimana politik pembangunan yang dibuat oleh Indonesia dan China, terutama di masa Soeharto dan Deng Xiaoping. Dimana kedua-duanya memiliki kekuatan dalam menjalankan roda pemerintahan. Dimana Soeharto yang lebih menekankan kepada pertumbuhan ekonomi dengan mempunyai beberapa elemen sebagai kekuatan sehinggah lahirnya Orde Baru, dan dimasa Deng Xiaoping sebagai reformasi ekonomi China. Maka dalam hal ini peneliti mengangkat judul

penelitian ini dengan “ Politik Pembangunan Indonesia-China (Studi kasus:

Terhadap Perbandingan Masa Pemerintahan Soeharto-Deng Xiaoping)”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Bagaimana Perbandingan

Politik Pembangunan Indonesia-China di Masa pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping?”

       17


(31)

1.3Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah berfungsi untuk membatasi pembahasan yang diangkat dalam sebuah karya ilmiah/penelitian agar tidak melebar dan tetap pada jalur permasalahan yang akan diteliti. Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah objek penelitian yang dilakukan fokus pada:

1. Menggambarkan Politik Pembangunan yang telah dibuat dimasa

pemerintahan serta bidang politik, dan ekonomi oleh Soeharto dan Deng Xiaoping.

2. Analisis pengguna dan pembedah masa pemerintahan Soeharto dan

Deng Xiaoping.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai atau didapatkan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui politik Pembangunan yang dibuat oleh pemerintah

Indonesia khususnya di masa pemerintahan Soeharto, dan politik Republik Rakyat Cina dimasa pemerintahan Deng Xiaoping.

2. Untuk mengetahui perbandingan diantara keduanya, baik dimasa

pemerintahan Soeharto maupun masa pemerintahan Deng Xiaoping.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampuh memberikan masukan bermanfaat, baik bagi peneliti maupun kepada semua pihak yang secara umum, yaitu:

1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambah referensi

dan menambah wawasan berpikir dikalangan mahasiswa, khususnya Departemen Ilmu Politik – FISIP USU.

2. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengasah kemampuan


(32)

melihat fenomena yang terjadi, terutama dalam melihat politik pembangunan serta perbandingannya.

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan

tentang politik pembangunan yang dilakukan oleh Indonesia terutama dimasa pemerintahan Soeharto dan Deng Xiaoping, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi semua kalangan dalam membuat penelitian mengenai politik pembangunan dan perbandingan.

1.6Kerangka Teori

Landasan teori merupakan suatu yang sangat penting dalam penulisan karya ilmiah. Fungsi dari teori itu sendiri digunakan sebagai suatu landasan berpikir dalam menganalisis sebuah fenomena yang sedang diteliti. Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi defensi dan proposis untuk menerangkan sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep. Dengan kata lain, teori adalah hubungan suatu konsep dengan konsep

lainnya untuk menjelaskan fenomena tertentu.18 Dalam penelitian ini, teori yang

digunakan adalah:

1.6.1 Teori Politik Pembangunan

Teori-teori pembangunan pada umumnya berhubungan dengan pengalaman negara-negara maju dengan menitikberatkan pada kemajuan dan perubahan masyarakat yang dianggap mampuh menyelesaikan berbagai persoalan, khususnya kemiskinan. Proyek-proyek pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara maju atau donor, biasanya ditransformasikan ke negara-negara-negara-negara berkembang. Karena itulah perspektif-perspektif pembangunan tradisional dinegara-negara yang kurang berkembang biasanya mengasumsikan kemungkinan       

18


(33)

pembangunan di setiap tempat, modal dan teknologi mungkin dapat disaring dari pengalaman negara maju untuk negara kurang berkembang. Penyebaran kapitalisme dipercayai, akan memecahkan masalah kemiskinan, kelaparan, kesehatan, dan sebagainya. Dimana inti dari teori pembangunan adalah persoalan

perubahan sosial.19

Disamping persoalan perubahan sosial, pembangunan juga dimaknai sebagai sebuah proses dalam demokrasi yang menekankan peran institusi dan partai politik. Dalam kaitan ini, Burnell & Randal menegaskan bahwa proses-proses politik yang terjadi khususnya di negara-negara berkembang sangat berpengaruh terhadap apa dan bagaimana pembangunan direncanakan ataupun dihasilkan. Kelompok-kelompok kepentingan, termasuk partai politik dan gerakan civil society, para elit, pemerintahan berperanan dalam menentukan arah tujuan pembangunan yang ingin dicapai. Dimana proses demokrasi ataupun tidak demokrasi yang dijalankan di negara berkembang mempengaruhi bagaimana keberhasilan dalam pembangunan.

Pandangan yang demikian, menegaskan bahwa konsep pembangunan banyak difahami sebagai proses tahap demi tahap menuju “modernitas”. Modernitas itu tercermin dalam bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh negara-negara industri maju. Mansour Faqih menjelaskan konsep pembangunan sebagai bentuk modernitas dan adopsi dari pengalaman barat karena menurutnya hal ini berakar pada sejarah barat melalui apa yang disebut Revolusi Industri. Sedangkan konsep pembangunan di Dunia ketiga, difahami sebagai perbaikan umum dalam standar hidup. Pembangunan juga di fahami sebagai sarana memperkuat negara, terutama melalui proses industrialisasi yang mengikuti pola yang beragam satu negara kenegara lainnya.

       19

Warjio. Dilema Politik Pembangunan PKS, Islam dan Konvesional. Medan: Perdana Publishing. Hal. 10


(34)

Menurut Warjio (2013), peran pemerintah menjadi subjek utama pembangunan yakni memperlakukan rakyat sebagai objek, resipient atau penerima. Pemahaman yang demikian tentang pembangunan memberikan satu kesimpulan bahwa pembangunan sangat terkait erat dengan proses dan kepentingan politik lembaga-lembaga internasional ataupun kepentingan negara. Pembangunan juga merupakan hasil dari proses ataupun kepentingan elit politik

pemerintah ataupun kelompok kepentingan dalam satu negara.20

Menurut Todaro, pembangunan adalah sebuah proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi, pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengetasan kemiskinan. Pembangunan juga diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial dengan partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan dan kualitas yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka.

Menurut Warjio (2013), Strategi pembangunan pada dasarnya adalah cara atau jalan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan semula berdasarkan platform yang di buat. Karena itu strategi pembangunan yang baik akan dapat menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara efesien dan efektif. Strategi pembangunan mestilah disesuaikan dengan kondisi, potensi yang dimiliki dan permasalahan pokok yang dihadapi serta sumber daya yang tersedia

yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.21

Pada hakikatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan sosial total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dan keinginan individu atau kelompok-      

20

Warjio. Ibid. Hal. 12 21


(35)

kelompok sosial yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spritual.

Politik pembangunan sebagai satu konsep diperlukan untuk menjelaskan bagaimana cara-cara (politik) atau strategi-strategi/aliran tertentu yang digunakan dalam konteks pembangunan mencapai sasarannya. Cara atau strategi tertentu ini dapat dilakukan oleh negara, institusi/organisasi ataupun partai politik. Oleh demikian, sesungguhnya pembangunan pada nya adalah hasil dari proses politik baik yang dilakukan oleh pemerintah dengan perang-perangkat lain seperti lembaga, partai politik atau bahkan kelompok masyarakat. Politik pembangunan juga diartikan sebagai cara, arah, untuk mencapai tujuan pembangunan, yang dipilih oleh pemerintah dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik berasaskan nilai-nilai yang dianut suatu negara tertentu dan pada waktu

tertentu (time specifik).22

Politik pembangunan adalah satu terminologi yang merupakan gabungan antara konsep politik dan pembangunan. Konsep politik selama ini banyak diartikan sebagai perebutan kekuasaan. Menurut para pakar, inti pati politik

adalah distribusi kekuasaan. Morgenthau mengistilahkan asas politik dengan the

struggle for power, perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. Namun demikian, dari pengertian diatas, politik sesungguhnya merupakan cara atau strategi untuk meraih kekuasaan dan dengan itu ia dapat menginplementasikan ide, gagasan atau ideologi perjuangan baik secara secara individu, kelompok atau negara.

Sama dengan konsep politik, pembangunan juga merupakan satu konsep yang masih diperdebatkan dan menuai banyak kritik. Misalnya, sekelompok

pemikir yang tergabung Dag Hammarsjkjold Foundation (Swedia) mengajukan

apa yang disebut “Pembangunan yang lain” (Another Delopment).

       22


(36)

Mereka percaya pembagunan harus berorientasi kebutuhan, sanggup mempertemukan keperluan materi dan non materi manusia, berasal dari hati masyarakat, percaya kepada diri sendiri, yang secara tidak langsung menyatakan bahwa setiap masyarakat intinya mengandalkan kekuatan dan sumberdayanya sendiri, mempunyai pertimbangan ekologis, pemanfaatan secara rasional sumberdaya biophere, dan didasarkan pada transformasi struktural serta keseluruhan yang terpadu. Dalam satu hal, kelompok ini menolak gagasan jalan pembangunan yang universal dan menganjurkan bahwa setiap masyarakat

memiliki strateginya sendiri.23

Tidak dapat dipungkiri, peran pemerintah, sangat besar dalam proses pembangunan. Merujuk pada kenyataan seperti ini, pembangunan seringkali dihubungkan dengan nasionalisme, dan akhir-akhir ini dihubungkan dengan merujuk pada negara-negara yang sedang bangkit seperti Afrika, Asia dan Amerika Latin. Di negara-negara ini, dapat disaksikan satu “nasionalisme baru”, ia menjadi satu loyalitas politik umum dari satu kelompok yang berjuang untuk memperoleh kemandirian dan lingkungan kebangsaan. Disamping pembangunan dihubungkan dengan proses politik dan nasionalisme, pembangunan juga dihubungkan dengan modernisasi. pembangunan yang dihubungkan dengan modernisasi diasaskan pada asumsi pertumbuhan.

Modernisasi sebagai gerakan sosial sesungguhnya bersifat revolusioner (perubahan cepat dari tradisi ke modern), berwatak kompleks, menjadi gerakan global dan bertahap menjadi satu homogenisasi dan bersifat progresif. Ada kepercayaan melalui modernisasi, pertumbuhan dapat dicapai dengan penerapan ilmu-ilmu dan teknologi Barat kepada problem produksi. Disisi lain, ia juga memberikan kesempatan yang luas atas bangkitnya institusi atau lembaga modern

seperti partai politik, yang menggantikan institusi nasional.24

       23

 Warjio. Politik Pembangunan Islam Pemikiran dan Implementasi. Medan: Perdana Publishing. Hal. 70-71   24


(37)

Visi pembagunan adalah kondisi objektif pembagunan yang dicita-citakan dimasa depan dapat diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam periode tertentu. Bryson (1955) menjelaskan bahwa visi pembangunan didefinisikan sebagai kondisi yang ingin dicapai dimasa depan setelah menyampaikan strategi dan kegiatan pembangunan. Visi pembangunan yang baik adalah mengakomodasi masalah pokok yang sangat mendasar bagi masyarakat yang dirumuskan secara konkrit dan jelas serta dapat diwujudkan dalam kenyataan (operasinalnya) dan bukan hal yang muluk-muluk atau sulit untuk mewujudkannya.

Dari pemahaman seperti itu dapat disimpulkan bahwa visi pembangunan memberikan paduan mengenai apa yang hendak dicapai pada masa depan. Masa depan yang ingin dicapai serta yang dicita-citakan. Namun demikian visi pembangunan adalah sebuah gambaran awal yang harus berpijak pada kenyataan yang diformulasikan dalam satu perancangan yang jelas akan menyebabkan

ketidak tercapaian tujuan pembangunan.25

Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan

ketertiban sosial, politik, dan administrasi.26

       25

 Ibid. Hal. 90  26

  http://blogspot.com/2012/03/politik-pembangunan-nasional-dan.html Diakses 07 Agustus 2014 Pukul 16.00 Wib 


(38)

1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab penelitian ini adalah

metode penelitian perbandingan (comparative). Metode perbandingan dapat

didasarkan atas keempat metode dalam ilmu politik seperti metode deskripsi, analisa, teori, dan penilaian dimana objek yang ingin diperbandingkan sudah diketahui sebelumnya. Perbandingan tersebut diadakan antara dua objek atau lebih untuk menambah atau memperdalam pengetahuan tentang objek yang diselidiki. Salah satu syarat utama dalam metode perbandingan adalah harus memiliki kedua objek atau lebih yang ingin diperbandingkan dan memiliki persamaan-persamaan

tertentu disamping perbedaan yang ada27.

Studi perbandingan adalah bidang di dalam Ilmu Politik yang acap kali mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan studi intensif untuk mengurangi kekakuan dalam sistem politik yang ada. Perbandingan melibatkan sebuah abstraksi situasi atau proses konkrit yang tidak pernah dibandingkan semata, setiap fenomena diharapkan merupakan peristiwa yang unik setiap

manifestasi adalah unik, setiap individu dan perilakunya adalah unik. Melakukan

perbandingan dalam studi politik, hanya akan memberikan sebuah teori politik yang secara umum, tetapi secara perlahan melalui berbagai proses akan terjadi pengembangan kondisi. Singkatnya pendekatan yang nantinya dilakukan dalam proses memperbandingkan juga akan menentukan deskripsi pendekatan, apakah akan terbatas pada pendekatan lembaga pemerintahan yang dibentuk secara formal atau lebih pada sebuah kontekstual dalam pembongkaran

kekuatan-kekuatan politik yang melatarbelakangi yaitu ideologi.28

Secara garis besar tinjauan didalam perbandingan ilmu politik dari awal perkembangannya sampai dengan kondisi politik yang mutakhir, terdapat       

27

F. Isjwara. 1974. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Bina Cipta. Hal. 57 28


(39)

beberapa teori yang mendukung yakni, Teori sistem, seperti apa yang diuatarakan

David Easton didalam bukunya “The Political System), yang memuat mengenai

konsep input dan out put politik, tuntutan dan dukungan serta umpan balik terhadap keseluruhan sistem yang saling berhubungan. Kedua, Teori Budaya, berangkat dari karya tradisional tentang budaya dalam dunia antopologi, studi sosialisasi dan kelompok-kelompok kecil dalam sosisologi, serta konsep kebudayaan yang dikaitkan dengan konsep negara dan budaya-budaya nasional. Ketiga, Teori Pembangunan, kemunculan negara di dunia ketiga mendorong kemunculan teori ini, yang tercurahkan pada wawasan keterbelakangan dan potensi untuk memajukan diri untuk tumbuh dan berkembang menjadi sebuah

bangsa, yang kesemua terkait dalam pola modernisasi politik.29

1.7.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode perbandingan. Dengan metode kualitatif, selain untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu hal yang baru dan sedikit diketahui, metode kualitatif juga akan memberikan rincian

tentang suatu fenomena yang sulit diungkap oleh penelitian kuantitatif30.

Penelitian kualitatif dalam perbandingan masa pemerintahan Soeharto dan masa pemerintahan Deng Xiaoping dalam menentukan arah politik pembangunan yang akan diambil dalam masa pemerintahan.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan data sekunder yang merupakan data primer, dimana data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan       

29 Ronald Chilcote. 2002. Teori Perbandingan Politik. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada. Hal. 11-13 30

Ansem Strauss dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Tata Langkah, dan Teknik-Teknik Teorisasi Data. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 5.


(40)

kedua). Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini data sekunder nantinya didapatkan dari literatur, buku dan media cetak lainnya atau internet. Adapun literatur yang dianggap relevan adalah buku-buku politik yang berkaitan dengan masa pemerintahan Indonesia khususnya pemerintahan Soeharto dan pemerintah Deng Xiaoping.

1.7.4 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan guna mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif, dimana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehinggah di peroleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.


(41)

1.8Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari penelitian ini, maka penulisan dilakukan secara terperinci dan sistematis sebagai salah satu syarat penelitian ilmiah, maka dalam penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teoritis, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : GAMBARAN POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA-CINA SERTA PROFIl MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO-DENG XIAOPING.

Bab ini akan mendeskripsikan bagaimana politik pembangunan yang telah dibuat oleh Indonesia terutama dalam masa pemerintahan Soeharto, dan politik pada masa pemerintah Deng Xiaoping, serta dibidang ekonomi, dan politik.. Selain itu, dalam bab ini akan memaparkan biografi dari kedua tokoh tersebut untuk mengetahui awal karir sehinggah masuk dalam badan pemerintahan dan menjadi orang yang berpengaruh dalam masa pemerintahan sehinggah menjadi seorang pemimpin.

BAB III : PERBANDINGAN POLITIK PEMBANGUNAN SERTA ANALISIS DI MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING.


(42)

Dalam bab ini akan lebih mendalam membahas bagaimana politik pembangunan masa pemerintahan Soeharto dan masa pemerintahan Deng Xiaoping serta analisis perbandingannya dalam membuat politik pembangunan.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini akan berisi kesimpulan, saran dan implikasi teoritis dari hasil analisis data dan hasil penelitian yang telah dilakukan.


(43)

BAB II

GAMBARAN POLITIK PEMBANGUNAN SERTA PROFIL MASA PEMERINTAHAN SOEHARTO DAN DENG XIAOPING

II.1 Biografi Kepemimpinan dan Perjalanan Karir Soeharto

Jenderal TNI Purnawirawan H.M Soeharto adalah Presiden Republik Indonesia yang kedua. Lahir di desa Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921 dari pasangan Kertosudiro (ayah) dan Sukirah (ibu). Soeharto dari keluarga petani miskin, yang kedua orang tuanya bercerai. Kemudian, ia dititipkan kepada bulik dan pamannya, Prawirodihardjo, yang adalah seorang pegawai mantri tani di kawedan Wuryantoro. Soeharto disekolahkan dan dibesarkan bersama dengan saudara-saudaranya, putra Pak Prawirodihardjo.

Sewaktu masih di Kemusuk, sebagaimana juga anak-anak desa lainnya, Soeharto saat kecil sangat senang bermain disawah. Ia pandai menangkap belut dan tak pernah melewatkan kesempatan mencicipi nikmatnya belut panggang. Permainan kesukaanya dimasa kanak-kanak ialah plinteng dan bandil, bikinannya sendiri.

Soeharto menikah dengan Siti Hartinah yang lebih dikenal dengan nama Ibu Tien pada tanggal 26 Desember 1947, di Solo. Pasangan ini dikarunia tiga orang putra dan tiga orang putri yaitu: Siti Hardijanti Hastuti (Tutut), Sigit Harjojudanto (Sigit), Bambang Trihatmodjo (Bambang), Siti Hediati Harjadi (Titik), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih

(Mamiek).31

       31


(44)

Pendidikan umum yang pernah ditempuh Soeharto adalah Sekolah Dasar (Ongko Loro), di Kemusuk (1929-1931), Sekolah Rakyat di Wuryantoro (1931-1935), SMP di Yogyakarta (1935-1939), dan SMA di Semarang (1956).

Jalan panjang dan berliku memang dilalui Soeharto. Karirnya dimulai dari lapis terbawah hinggah kelapis tertinggi. Riwayat pekerjaan dan jabatan Soeharto begitu panjang, bahkan sempat pula bekerja sebagai pegawai saat belum memasuki militer yang kemudian membawanya kejenjang karirnya yang lebih tinggi, yaitu pada tahun 1940, Soeharto bekerja sebagai pembantu klerk bank desa di Wuryantoro.

Kemudian karir Soeharto Sebagai militer dimulai ketika jaman Belanda, ia memasuki Sekolah Dasar Militer (1940), Sekolah Kader Kopral (1940), Sekolah Kader Sersan (1941), kemudian dijaman jepang menjadi Anggota Kepolisian di Yogyakarta (1942), Shodancho PETA (1943), Tjudancho PETA (1944). Selama tahun 1945-1950, Soeharto terlibat secara langsung dalam perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Selama kurun waktu itu, Soeharto memegang jabatan sebagai Komandan Kompi, Komandan Batalion A, Komandan Brigade, Komandan WK (Wehr Kreise) Yogyakarta. Pada tahun 1950 Soeharto menjabat sebagai Komandan

Brigade Pragola Solo (1951-1953) dan Komandan Resimen 15 (1953-1956).32

Pada tahun 1956 Soeharto menjabat sebagai Perwira Menengah yang diperbantukan Kastaf untuk mengikuti Planning SUAD. Kemudian Soeharto ditunjuk untuk menjabat sebagai Kepala Staf Teritorial IV, Semarang (1956). Jabatan selanjutnya adalah Pejabat Panglima Teritorial IV/Png Terr.IV Semarang (1956-1959) sekaligus merangkap sebagai Dewan Kurator AMN (1957-1959), Deputy I Kasad (1960-1961), Deputy I Kasad merangkap Ketua Adhoc Retolong Depad, merangkap Panglima Korsp Tentara I Tjaduad. Merangkap Panglima       

32


(45)

Konud AD (1961), Panglima Konud AD (1961). Panglima Mandala (1962-1963), Panglima KOSTRAD (1963-1965). Menteri Pangad/Kastaf KOTI dan Menteri Panglima AD pada tanggal 1 Juli 1966.

Usai menangani pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965, Soeharto tampil bagaikan sebuah sinar terang. Karena keberaniannya, seluruh bangsa Indonesia pada waktu itu melihat Soeharto sebagai sosok yang layak dan pantas untuk menjadi pemimpin bangsa. Soeharto pun akhirnya menuju kepuncak karirnya, setelah melewati kepemimpinan secara tahap demi tahap. Langkah demi langkah, penuh perjuangan yang tidak mudah, namun ia lakoni terus dengan bijak.

Pada Tanggal 12 Maret 1967 Soeharto dipercaya menjabat sebagai pejabat Presiden RI sampai tanggal 27 Maret 1968, sebelum kemudian dipercaya menjadi Presiden RI secara definitip. Pada pemilihan umum berikutnya, tahun 1971, Soeharto kembali dipercaya rakyat untuk memimpin bangsa sebagai Presiden RI. Selanjutnya secara berturut-turut pada pemilu tahun 1977, pemilu tahun 1982, pemilu tahun 1987, pemilu tahun 1992 dan pemilu tahun 1997 terpilih sebagai Presiden RI hinggah akhirnya, ia mengundurkan diri secara konstitusional sebagai

Presiden RI pada 21 Mei 1998.33

II.2 Gambaran Politik Pembangunan Soeharto

Pembangunan merupakan usaha kita untuk hidup terhormat sebagai manusia dan sebagai bangsa yang berada di tengah-tengah kehidupan dan pergaulan antar bangsa. Karena itu usaha kita bukan sekedar perwujudan sikap pragmatis melainkan benar-benar merupakan perwujudan semangat idealisme. Dengan demikian, apa yang kita lakukan bukan dimaksudkan hanya untuk mempertahankan hidup melainkan untuk mengisi dan memberi makna pada hidup kita , baik sebagai manusia maupun sebagai bangsa.

       33


(46)

Ungkapan pandangan yang falsafi ini diutaraan oleh Soeharto kepada tokoh-tokoh pemuda perserta penataran p4 tingkat nasional di jakarta pada tanggal 27 Juni 1978.

Dalam pandangan Soeharto diatas terdapat beberapa esensi pembangunan

bangsa kita. Pertama, kehormatan sebagai manusia dan sebagai bangsa. Kedua,

pragmatisme dan idealisme. Ketiga, mengisi dan memberi makna hidup manusia

dan bangsa Indonesia. Pembangunan adalah usaha manusia di muka bunmi untuk mencapai tujuan hidupnya. Kesejahteraan lahir dan batin. Bagi bangsa Indonesia , hal ini telah dengan sadar dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 sebagai salah satu tujuan nasionalnya mewujudkan kesejahteraan umum.34

II.2.1 Trilogi Pembangunan

Untuk membangun bangsa indonesia dari keterpurukan, Soeharto tentu memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Soeharto memperkenalkan konsep Trilogi Pembangunan pada awal pelita I.

Soeharto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal dengan “Akselarasi Pembangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan” dengan

konsep dasar Trilogi Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan

Ekonomi dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan menjadi tujuan dan dapat dilaksanakan. Karena itu bagi Soeharto, rehabilitasi politik dalam rangka stabilitas nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala bidang, hinggah bermuara pada pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia.

       34


(47)

Soeharto menetapkan Trilogi pembangunan, yaitu:

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.

3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah

pada kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Soeharto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai starategi untuk tinggal landas menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi maka dapat dilakukan pemerataaan. Maka menurut Soeharto, stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Trilogi Pembangunan, Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan, adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Soeharto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia yang sangat efektif dalam melaksanakan demokrasi. Karena itu kedua negara tersebut hinggah kini terus mengalami kemajuan.

Di Singapura, misalnya, pada awal pertumbuhannya hanya terdapat sebuah koran saja guna mengamankan stabilitas di dalam negeri. Sementara itu, Malaysia di bawah kepemimpinan Mahatir Mohammad sangat mengutamakan stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi. Bahkan, dengan berani tegas demi menjaga


(48)

stabilitas ia berani memecat wakil perdana Menteri Anwar Ibrahim yang

diam-diam akan melakukan “reformasi” di negara jiran, Malaysia.35

II.2.2 Membuat Konsep GBHN

Soeharto adalah pemimpin yang bekerja berdasarkan konsep. Selain itu juga berdasarkan mekanisme dan peraturan yang ada. Karena itu, kebijaksanaan pembangunan Soeharto selalu dibekali oleh Tap-Tap MPRS, antara lain, melaksanakan pembangunan lima tahun pertama, menyederhanakan partai-partai politik dalam kehidupan Demokrasi Pancasila, dan melaksanakan Pemilu sebagai wujud dari pembangunan demokrasi di negeri ini. Karena Soeharto menyadari , selaku pimpinan nasional ia memperoleh mandat dari MPR.

Maka berdasarkan mandat tersebut, disusun perencanaan pembangunan lima tahun pertama dari 1969/1970 sampai 1973/1974. Strategi Soeharto, pembangunan pertanian dengan dukungan industri, dengan sasaran, cukup pangan, cukup sandang, cukup papan, cukup lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendidikan serta kebudayaan sesuai dengan kemampuan. Bappenas menyusun perencanaan pembangunan makro, sedangkan departemen dan lembaga melaksanakannya.

Didalam pidato lisannya di Pasar Klewer, Solo (9 Juni 1971), Soeharto memaparkan bahwa masyarakat adil dan makmur hanya bisa terwujud bilamana melakukan serangkaian pembangunan dalam segala bidang. Untuk sampai ketujuan tersebut diperlukan waktu yang bertahun-tahun dan dilakukan secara bertahap.

       35


(49)

Kalau setiap tahap diperlukan lima tahun, maka untuk lima tahap diperlukan waktu 25 tahun. Dalam tempo sepanjang itu, baru akan sampai pada

landasan penting; yaitu perkembangan industri dan pertanian yang seimbang. Pemikiran Soeharto di Pasar Klewer inilah kemudian dirumuskan dan

dijadikan konsepGBHN yang diajukan di dalam Sidang Umum MPR hasil Pemilu

1971. Titik tolaknya, apa yang ada di dalam UUD 1945, bahwa Presiden diangkat oleh MPR untuk waktu 5 tahun dan boleh dipilih kembali.

Didalam pidatonya itu pula, Soeharto dengan tegas menolak setiap teror keagamaan. Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara teokratis, tetapi

Negara berdasarkan Pancasila.36

II.2.3 Melaksanakan Repelita

Rencana Pembangunan Lima Tahun diterapkan Soeharto dalam kepemimpinannya. Dalam pelaksanaan pembangunan yang telah berjalan mulai dan dicanangkan mulai 1 April tahun 1969, dapat dilihat prioritas dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan Soeharto.

Dilancarkannya Trilogi Pembangunan merupakan kebijaksanaan umum pembangunan. Kita dapat melihat secara pokok perkembangan dan kemajuan dari Pelita satu ke Pelita lain dengan membandingkan prioritas dan program tiap Kabinet Pembangunan yang melaksanakan pembangunan pada tahap

bersangkutan.37

Pemerintah Orde Baru mengawali kerjanya dengan mencanangkan program akselerasi (percepatan) modernisasi pembangunan 25 tahun, program ini sering diceramahkan oleh asisten pribadi (Aspri) Presiden yaitu Mayjen Ali Moertopo. Dalam jangka 25 tahun (1971-1996) direncanakan pendapatan       

36

Dewi Ambar Sari. 2006. op.cit. Hal. 149 37


(50)

perkapita penduduk Indonesia naik 3 kalilipat dan pendapatan nasional rata-rata naik 8 persen/tahun. Jelas program ini mendorong penyusunan strategi dan sasaran pembangunan baik secara konsep pemikiran maupun konsep-konsep proyeknya. Adanya sasaran yang lengkap dengan cara pencapaiannya jelas sangat menolong penyusunan perencanaan tahunan.

Maka Soeharto segera mengumpulkan para tehnokrat baik dari kalangan perguruan tinggi khususnya dari Universitas Indonesia Prof Widjojo cs yang dikenal sebagai CSIS (Centre For Strategic and Internasional Studies), dimana Ali Mortopo ikut memimpinnya

Sub program yang terpenting adalah program pembangunan lima tahun (PELITA), tiap usai pembentukan kabinet baru maka disusunlah Rencana Pelita (Repelita) yang dirinci dalam rencana pembangunan tahunan sesuai dengan RAPBN (Rencana Anggaran Pembangunan Dan Belanja Negara). Repelita dan RAPBN disamping menghasilkan proyek-proyek yang bermanfaat namun juga menumbuhkan jaringan korupsi dan kolusi dalam pengajuan DUP (Daftar Usulan proyek) dan DIP (Daftar Isian Proyek) yang diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dilaksanakan di daerahnya. Sistem Repelita ini berhasil mengamankan proyek, kalau jaman Orde Lama yang dikorupsikan seluruh batang tubuh proyek sehinggah proyek gagal atau setelah beberapa bulan ambruk, maka pada jaman Repelita orang tidak berani merusak proyek artinya yang dikorupsikan sebagian dana proyek saja supaya proyek-proyek yang direncanakan dalam 5 tahun

berlangsung terus menerus.38

II.2.4 Delapan Jalur Pemerataan

Kebijaksanaan politik pemerintah dalam masalah keadilan sosial dilihat menurut perspektif peranan negara dalam kehidupan masyarakat, meliputi aspek-      

38


(51)

aspek hakekat, sifat, tujuan dan lapangan , tugas negara dalam teori dan praktek, serta kegiatan-kegiatan pemerintah untuk mencapai tujuannya. Hal ini jelas tersurat dan tersirat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “ Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Perhatian pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pembangunan, ditekakan dalam Repelita IV yang dijelaskan oleh Soeharto:

“Secara keseluruhan, maka keadilan sosial akan mendapat tempat utama dalam Repelita IV dengan melanjutkan, memperluas dan memberi kedalaman-kedalaman pada pelaksanaan 8 (delapan) jalur pemerataan yang selama ini telah kita tempuh”

Adapun delapan jalur pemerataan yang dimaksud oleh Soeharto adalah:

1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sadang,

pangan dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan

kesehatan

3. Pemerataan pembagian pendapatan

4. Pemerataan pembagian kesempatan kerja

5. Pemerataan kesempatan berusaha

6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya

bagi generasi muda dan kaum wanita

7. Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh tanah air

8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan

Dari sini sangat jelas keberpihakan Soeharto pada rakyat melalui 8 (delapan) jalur pemerataan yang dimaksud. Artinya semua memang untuk kepentingan rakyat.


(52)

Akan tetapi kemudian, 8 Jalur pemerataan itu dirubah karena dalam keadaan bangsa Indonesia yang masih miskin, berbagai usaha pemerataan memang sulit terwujud. Ibarat membagi kue, apa yang mau dibagi? Karena memang kuenya tidak ada. Pada waktu itu Bung Hatta berpendapat, sebaiknya memang membuat kue lebih dahulu. Sesudah kue itu ada baru kemudian dibagi.

Usaha membuat kue, dilanjutkan dengan membangun industri, pembagian kue-nya adalah pembagian lapangan pekerjaan. Untuk membagi kue yang besar diperlukan ketenangan kerja. Maka tumbuh lah Trilogi Pembagunan. Dahulu Trilogi pembangunan pertama diutamakan pada pemerataan, baru kemudian pembangunan dan stabil. Namun, Trilogi terakhir yang diutamakan adalah stabilitas nasional dimana dalam membangun diperlukan stabilitas politik dan keamanan agar investor dalam dan luar negeri memperoleh ketenangan kemudian pembangunan dan terkahir pemerataan. Karena itu, stabilitas menjadi kunci bagi

langkah pembangunan dan pemerat dari hasil pembangunan itu.39

II.3 Bidang Politik

Pada masa Orde Baru politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif kembali dipulihkan. dan MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia harus didasarkan pada kepentingannasional, seperti pembangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan. Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan untuk kembali menjadi anggota PBB dikarenakan pemerintah sadar bahwa banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota pada tahun 1955-1964.

       39


(53)

Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB disambut baik oleh negara-negara Asia lainnya bahkan oleh PBB sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan dipilihnya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa siding tahun 1974. Dan Indonesia juga memulihkan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Thailand, Australia, dan negara negara lainnya yang sempat

renggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.40

II.4 Biografi Kepemimpinan dan Perjalanan Karir Deng Xiaoping

Deng Xiaoping dilahirkan dalam sebuah keluarga etnis Hakka Han di desa Paifang , di kotapraja Xiexing provinsi Sichuan, sekitar 160 km (99 mi) dari Chongqing. Nenek moyang Deng Xiaooping dapat ditelusuri kembali ke Mei County, Guangdong, daerah leluhur terkemuka untuk orang-orang Hakka, dan telah menetap di Sichuan selama beberapa generasi. Deng memiliki nama Deng Xiansheng, dengan nama yang diberikan berarti "awal/pertama" "sage/suci." Semua saudara-saudaranya telah memberikan nama yang diawali dengan "xian." ayah Deng Xiaoping , Deng Wenming, adalah seorang tuan tanah tingkat menengah dan pernah belajar di Universitas Hukum dan Ilmu Politik di Chengdu. Ibunya, bermarga Dan, meninggal di awal kehidupan Deng Xiaoping, tiga bersaudara dan tiga saudara perempuan.

Pada usia lima tahun, Deng Xiaoping dikirim ke Cina sekolah dasar tradisional swasta, diikuti dengan primer yang lebih modern sekolah pada usia tujuh tahun. Istri pertama Deng Xiaoping, salah satu teman sekolahnya dari Moskow, meninggal ketika dia masih umur 24 tahun, beberapa hari setelah melahirkan anak pertama Deng, seorang bayi perempuan, yang juga meninggal. Istri keduanya, Jin Weiying, meninggalkan dirinya setelah Deng diserang politik pada tahun 1933. Istri ketiganya, Zhuo Lin, adalah putri dari seorang industrialis di Provinsi Yunnan.

       40


(1)

negara-negara lain yang sebelumnya masih tertutup. ini sampai sekarang masih tetap dijalankan dan salah satu sumber kekuatan bagi negara untuk memperoleh keuntungan yang membawa pembangunan lebih efektif sehinggah membawakan hasil yang berdampak bagi kesejahteraan rakyat terlebih-lebih bagi negara sendiri.

3. Sejumlah yang telah dibuat masing-masing pada masa pemerintahan baik pada masa Soeharto maupun Deng Xiaoping, tetapi yang pailing berpengaruh sampai sekarang adalah yang dibuat oleh Deng Xiaoping bagi negeri Cina. yang dibuat oleh Soeharto pada masa pemerintahannya sangat efektif walaupun secara penuh tidak merata pembangunan yang dibuat, dari sejumlah yang dibuat oleh Soeharto sampai sekarang sudah dihapuskan dan tidak digunakan lagi walaupun ada beberapa yang masih tetap di jalankan. Hal ini yang membedakan antara perbandingan yang dibuat oleh Soeharto dan Deng Xiaoping sebagai tolak ukur, bahwa negeri Cina sampai sekarang masih berpengaruh didunia dan salah satu negara yang paling subur.

4. yang dibuat pada masa pemerintahan Deng Xiaoping selalu berkesinambungan dan terus bergerak sampai pada pemimpin berikutnya dengan berpedoman dari strategi pembangunan yang dibuat oleh Deng Xiaoping sehinggah terus berkembang, sedangkan pada masa pemerintahan Soeharto politik pembangunan tidak diteruskan oleh pemimpin berikutnya sehinggah itu tidak efektif walaupun pada masa itu itu sudah cukup berhasil dalam pembangunan ekonomi Indonesia.


(2)

IV.2 Saran

1. Nilai yang sangat positif yang dapat kita petik dari politik pembangunan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan Soeharto ataupun Deng Xiaoping sama-sama membawa negara untuk maju dan berhasil dalam pembangunan ekonomi dengan membuka diri/pintu terbuka dengan negara-negara lain, untuk bisa maju dalam diplomasi internasional yang berdampak dalam kesejahteraan.

2. Indonesia dalam hal ini, seharusnya terus melaksanakan pembangunan yang baik pada masa itu, dan diteruskan oleh pemimpin berikutnya untuk tetap terus berkembang dan maju serta menciptakan kembali - politik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan negara.

3. Meski demikian, nilai negatif dari politik dalam reformasi ekonomi Cina seperti pengekangan terhadap kebebasan berpolitik memang perlu dihindari. Maka yang menjadi tugas pokok pemerintah dan bangsa Indonesia pada saat ini adalah bagaimana menyeleraskan demokrasi sosial-politik dengan kesejahteraan ekonomi rakyat. Jika hal ini sudah terlaksana dan telah memperlihatkan hasil positif, seperti PM Wen yang percaya diri tatkala mengatakan bahwa sosialisme pasar adalah kunci sukses Cina, Indonesia pun akan memiliki kepercayaan diri untuk berkata pada dunia: demokrasi adalah kunci sukses perekonomian Indonesia, demokrasi adalah kunci sukses Indonesia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adam, Asvi Warman. 2006. Soeharto Sehat, Yogyakarta: Galangpress (Anggota IKAPI).

A, Nanda Akbar. 2011. Transformasi Besar China: Dinamika Negara dalam

Kebangkitan Ekonomi. Yogyakarta: Jogja Media Utama.

Assegaff, Djafar Husin. 2013. Zaman Keemasan Soeharto. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bakri, Umar Suryadi. 1996. Pasca Deng Xaioping, Cina Quo Vadis?, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Chilcote, Ronald. 2002. Teori Perbandingan Politik, Jakarta: PT Gravindo Persada.

Gafur, Abdul. 1987. Pak Harto Pandangan Dan Harapannya. Jakarta: Pustaka Kartini.

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Gava Media.

Isjwara, F. 1974. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Binacipta.

Ikbar, Yanuar. 2007. Ekonomi Politik Internasional, Implikasi Konsep Dan Teori. Bandung: PT. Rafika Aditama.

Kasiyanto, M.J. 1999. Mengapa Orde Baru Gagal. Jakarta: Yayasan Tri Mawar dan CV Cakra Media.


(4)

Kornberg, Jhon F & Faust, John R. 2005. China in World Politics: Policies,

Process, Prospect, Boulder-London: Lynne Riener Publishing.

Mackridis, Roy. 1992. Perbandingan Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mahendra, Pascal L. 1995. Isu Suksesi Kepemimpinan Indonesia Pasca Soeharto

China, Pasca Deng Xiaoping. Jakarta: PT. Golden Terayon Press.

Nainggolan, Poltak Partogi. 1995. Reformasi Ekonomi RRC Era Deng Xaioping

Pasar Bebas dan Kapitalisme di Hidupkan Lagi, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Naisbitt, John Doris. 2010. China’s Megatrends 8 Pilar Yang Membuat Dahsyat

China, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rachbini, Didik J. 2002. Ekonomi Politik (Paradigma dan Teori Pilihan Publik), Ghalia Indonesia.

Sahdan, Gregorius. 2004. Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Bantul: Pustaka Jogja Mandiri.

Strauss, Ansem dan Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Tata

Langkah, dan Teknik-Teknik Teorisasi Data. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Singarimbun, Masri & Sofian Ependi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3S.

Sari, Dewi Ambar. 2006. Beribu Alasan Rakyat Mencintai Pak Harto, Jakarta: Citra.

Soeharto. 1983. Presiden Soeharto Bapak Pembangunan Indonesia. Jakarta: Yayasan Dana Bantuan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia.

Taher, Tarmizi. 1997. Masyarakat CINA Ketahanan Nasional Dan Integritas


(5)

Widyahartono, Bob. 2004. Bangkitnya Naga Besar Asia, Peta Politik, Ekonomi,

dan Sosial China Menuju China Baru. Yogyakarta: Andi Offset.

Winarno, Budi. 2010. Melawan Gurita Neoliberalisme, Jakarta: Erlangga.

Warjio. 2013. Dilema Politik pembangunan PKS, Islam dan Konvesional. Medan: Perdana Publishing.

___________ Politik Pembangunan Islam Pemikiran dan Implementasi. Medan: Perdana Publishing.

Yulianto, Arif. 2002. Hubungan Sipil Militer di Indonesia Pasca Orde Baru di

Tengah Pusaran Demokrasi, Jakarta: Raja Grafindo Utama.

Yap, Lepman. 2009. The Best Of Chinese Heroic Leaders. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jurnal:

Anonymous. 2009. Chinese agency reviews Deng Xiaoping US visit in 1979. London: BBC Worldwide Limited.

BBC Monitoring Asia Pacific. 2004. Chinese Party Journal Stresses Role of Deng

Xiaoping Theory in Development. London: BBC Worldwide Limited.

BBC Monitoring Asia Pacific. 2007. China stays on path of Reform, Opening up

in Post Deng Xiaoping era. London: BBC Worldwide Limited.

Clem, Tisdell. 1997. The Chinese Economy Under Deng Xiaoping. London: Taylor & Francis Ltd.

Islam and Chowdhury, Asia-Pasifik Economies, 1997. Journal of economic perspectives (China’s Macroecnomic Performance and Management


(6)

Surat Kabar:

 Pernyataan pemerintah Deng di Renmin Ribao, 7 Desember 1984, lihat pula, “teori marxis tidak pecahkan masalah RRC”, Kompas, 8 Desember 1984. Hal. 07

Kompas “RRC Hapus Komune Rakyat dan Brigade Produksi”. 7 Januari

1984. Hal. 7

Xinhua, “RRC Hapuskan Monopoli Pertanian, Kompas, 3 Januari 1985.

Hal.7

Kompas. Dikutip dalam artikel The Kian Wie, “Deng Xiaoping dan

Pembaharuan Ekonomi di RRC”. 5 Maret 1997

Kompas, Dikutip dalam artikel The Kian Wie, “Ekonomi Cina Setelah

Pertumbuhan 30 Tahun”. 1 Oktober 2009.

Situs Internet:

Teori Politik dalam http://topihukum.blogspot.com/2013/06/teori- -publik.html.

diakases pada 21 Mei 2014.

Pemerataan dalam http://soeharto.co/tag/delapan-jalur-pemerataan/ diakses pada

5 Juli 2014

Sejarah Indonesia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah Indonesia . diakses

pada 30 Juni 2014

Sejarah Deng Xiaoping http://en.wikipedia.org/wiki/Deng_Xiaoping/ Diakses 07

Juli 2014

Politik Pembangunan