Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Telah Dilaksanakan di Pemerintah
1. Kegiatan Siskamling yang dilaksanakan setiap hari, kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kemanan warga masyarakat;
2. Rapat pertamuan antar ketua RT dan warga setiap dua minggu sekali. Pertemuan itu bertujuan untuk membahas kemajuan pembangunan di
setiap padukuhan; 3. Gotong royong, yakni kerja bakti yang diadakan setiap 1satu bulan
sekali. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai pemupuk rasa persaudaraan antar warga masyarakat di setiap padukuhan;
4. Merti Dusun. Upacara Merti Dusun biasanya diiringi dengan acara kenduri, malam tahlilan, dan puncaknya diadakan Pagelaran Wayang
Kulit. Joko Sumarsono selaku Kepala Bagian Tata Pemerintahan
menjelaskan bahwa dengan latarbelakang berbagai perubahan kebudayaan di Kabupaten Sleman, Pemerintah Kabupaten Sleman juga memiliki
Program Kecamatan sebagai Pusat Pelestarian Kebudayaan. Hal ini didukung pula oleh pernyataan Anas Mubakkir bahwa kecamatan dalam
pengertian wilayah kerja, diarahkan sebagai wahana masyarakat untuk melakukan aktivitas pelestarian kebudayaan agar tetap terjaga eksistensi
kebudayaan yang dimiliki dan berinteraksi dalam masyarakat sehingga tumbuh kantong-kantong budaya. Selanjutnya, camat sebagai pemimpin
unit kerja diarahkan agar camat mampu memberikan inspirasi dan keteladanan dalam lingkungan kerjanya, termasuk peningkatan koordinasi
dengan kepala desa sehingga masyarakat termotivasi untuk melestarikan kebudayaan. Camat juga diharapkan mampu membuat kebijakan yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undanganan yang berlaku, untuk memberikan ruang gerak terhadap tumbuh dan berkembangnya
kebudayaan baik dalam lingkungan maupun wilayah kerjanya. Kegiatan yang dapat dilaksanakan dalam program ini adalah:
1. Pendapa Kecamatan digunakan tempat kegiatan budaya masyarakat;
2. Optimalisasi peran forum komunikasi pelestarian kebudayaan;
3. Pembuatan dan pemasangan slogan Bahasa Jawa disertai dengan
maknanya Bahasa Indonesia; 4.
Penamaan ruang kantor bernuansa budaya Jawa; 5.
Pemasangan tokoh wayang disertai dengan watak dari tokoh tersebut; 6.
Penggunaan Bahasa Jawa atau busana Jawa pada hari tertentu; 7.
Pemberian pelayanan pada masyarakat dengan sikap andhapasor; 8.
Memperdengarkan musik gamelan pada jam kantor; 9.
Membuat kebijakan yang menumbuhkembangkan kebudayaan di lingkungan kantor;
10. Kegiatan lain yang memberikan ruang gerak terhadap pelestarian
kebudayaan; 11.
Pembuatan kelompok budaya di tingkat DesaDusun; 12.
Mendorong sosialisasi terhadap nilai budaya melalui pemberian nama gang atau jalan di tingkat Desa atau Dusun;
13. Mengapresiasi terhadap penyelenggaraan kegiatan budaya yang
dilakukan masyarakat, seperti merti desa, upacara adat, dan lain-lain; 14.
Mendorong perilaku sadar budaya masyarakat terpeliharanya rumah tradisional, terjaganya temuan cagar budaya dan sebagainya;
15. Mendorong forum-forum atau sarasehan budaya yang diselenggarakan
masyarakat; dan 16.
Membuat kebijakan yang menumbuhkembangkan kebudayaan di wilayah kerjanya.
Berdasarkan hasil penelitian, dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Pemerintah Kabupaten Sleman pada bulan Agustus
2014 mengesahkan Peraturan Bupati Nomor 13 tahun 2014 tentang Pedoman Pelimpahan Kewenangan Bupati kepada Camat dan Keputusan
Bupati Sleman Nomor 59Kep. KDHA2014 tentang Pelimpahan Kewenanangan Bupati kepada Camat.
Pendelegasian kewenangan ini muncul untuk merespon dinamika perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah menuju tata kelola
pemerintahan yang baik. Camat juga diberikan kewenangan untuk mengelola pelayanan perizinan dan izin gangguan izin HO. Berkenaan
dengan pelimpahan kewenangan tersebut Pemerintah Kabupaten Sleman juga akan memberikan bimbingan teknis terkait dengan pelaksanaan dan
aturannya.
Camat pada kemudian hari akan berwenang dalam menyeleksi permohonan izin berskala kecil di wilayah hukum masing-masing. Prinsip
dari pelimpahan wewenang ini adalah untuk lebih memudahkan pelayanan terhadap masyarakat. Kebijakan ini untuk mersepon keluhan masyarakat
tentang rumit dan lamanya dalam mengurus perizinan di Kabupaten Sleman. Bupati membagi kewenangan perizinan didasari tingginya
pengajuan permohonan perizinan di Kantor Pelayanan Perijinan Sleman. Pelimpahan kewenangan ini menuntut camat lebih profesional, terlebih
pada kewenangan perizinan. Pertimbangannya, bahwa camat berinteraksi langsung dengan masyarakat sehingga dituntut untuk memberikan
pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat. Diharapkan bahwa camat bisa meminimalisasi potensi konflik atau friksi antar warga terkait
perizinan oleh lembaga tertentu atau perseorangan. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui, bahwa dalam
rangka mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Sleman, diperlukan suatu acuan untuk memotivasi dan mengerahkan seluruh
potensi masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut Kabupaten Sleman mencanangkan slogan gerakan pembangunan desa terpadu SLEMAN
SEMBADA. Dasar hukum landasan kekuatan slogan tersebut adalah Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 4 Tahun 1992 tentang Slogan
Gerakan Pembangunan Desa Terpadu SLEMAN SEMBADA. Gerakan pembangunan desa terpadu SLEMAN SEMBADA merupakan gerakan
dari, oleh dan untuk masyarakat Sleman dengan kekuatan sendiri. Artinya, hasil-hasil dari dinamika tersebut diharapkan dapat dinikmati dan
dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Tak dapat dipungkiri, SLEMAN SEMBADA merupakan slogan baru. Akan tetapi nilai-nilai
yang dikandungnya bukanlah sesuatu yang baru karena slogan tersebut merupakan kristalisasi dan formulasi dari nilai-nilai budaya dan kehidupan
keseharian masyarakat Sleman. Secara harafiah Slogan SLEMAN SEMBADA diartikan sebagai
kondisi: S : Sehat
E : Elok dan Edi M : Makmur dan Merata
B : Bersih dan Berbudaya A : Aman dan Adil
D : Damai dan Dinamis A : Agamis
Dengan nilai-nilai tersebut diharapkan dapat menciptakan Dati II Sleman yang Sejahtera, LEstari dan MANdiri. Ujung tombak gerakan
slogan SLEMAN SEMBADA berada di tingkat dusun, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja LKMD bersama
tokoh masyarakat dan semua lembaga masyarakat yang di tingkat dusun. Sedangkan pelaksanaan di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten pada
hakekatnya merupakan pendukung pelaksanaan slogan SLEMAN SEMBADA di tingkat dusun. Dalam kehidupan sehari-hari, Slogan
SLEMAN SEMBADA diharapkan mewujud dalam: pembangunan berwawasan lingkungan, budaya hidup bersih dan sehat, memberikan
motivasi dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan Sleman yang bersih dan sehat
Kata SEMBADA memiliki makna utuh sebagai sikap dan perilaku rela berkorban dan bertanggungjawab untuk menjawab dan mengatasi
segala masalah, tantangan, baik yang datang dari luar maupun dalam, untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, kata
SEMBADA merupakan sikap yang SEMBADA Bahasa Jawa yang merupakan kepribadian pantang menyerah, tabu berkeluh kesah, menepati
janji, taat azas dan bertekad bulat. SLEMAN SEMBADA dinilai sejalan dengan prinsip-prinsip Good
Governance menurut UNDPBPKPLAN yakni, Partisipasi, Akuntabilitas, Transparansi, Daya tanggap responsive, Efektivitas dan efisien,
Kesetaraan, Penegakan Hukum, Wawasan ke depan, dan consensus oriented.
Sunarso 2013: 173 mengutip definisi good governance menurut UNDP yakni sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif, di antara
negara, sektor swasta dan masyarakat. Secara umum good governance
mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan aturan hukum. Unsur-unsur tersebut meliputi:
1. Akuntabilitas 2. Transparansi
3. Keterbukaan 4. Aturan hukum
Berdasarkan perihal tersebut UNDP badan PBB untuk program pembangunan 1996 merumuskan karakteristik good governance sebagai
berikut: 1. Partisipasi, yaitu setiap warga masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan, harus mempunyai hak suara yang sama dalam proses pemilihan umum dengan kebebasan berpendapat secara konstruktif.
2. Penegakan hukum, yaitu kerangka yang dimiliki haruslah berkeadilan dan dipatuhi.
3. Transparan, yaitu bahwa transparansi pemerintahan harus dibangun dalam kebebasan aliran informasi yang ingin dimiliki oleh mereka
yang membutuhkan. 4. Daya tanggap, bahwa setiap lembaga dan prosesnya harus diarahkan
pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan masyarakat.
5. Berorientasi pada consensus, yaitu bahwa pemerintahan yang baik adalah yang dapat menjadi penengah bagi berbagai perbedaan dan
memberikan suatu penyelesaian. 6. Berkeadilan,
yaitu memberikan
kesempatan upaya
untuk meningkatkan kualitas hidup.
7. Efektivitas dan efisiensi, yaitu bahwa setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan suatu yang benar-benar
dibutuhkan. 8. Akuntabilitas, yaitu bahwa para pengambil keputusan dalam pemerintah
dapat memiliki pertanggungjawaban pada publik. 9. Bervisi strategis, yaitu bahwa para pengambil keputusan dalam
pemerintah dapat memiliki pandangan yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan pembangunan
manusia. 10.Kesalingterikatan,
yaitu bahwa
kesuluruhan ciri
pemerintah mempunyai kesalingterikatan yang saling memperkuat dan tidak bisa
berdiri sendiri. Sebagaimana hasil wawancara terhadap subjek penelitian,
Pemerintah Kabupaten Sleman telah melaksanakan beberapa kebijakan yang terkait dengan slogan Sleman Sembada. Program-program yang
telah dilaksanakan dan diambil dari nilai-nilai SEMBADA, yakni:
1. S yaitu Sehat, Pemerintah Kabupaten Sleman menyatakan bahwa
masyarakat Kabupaten Sleman harus sehat. Upaya dari Pemerintah Kabupaten Sleman yakni menggiatkan seluruh Puskesmas memiliki
standar ISO. Standar kesehatan di Kabupaten Sleman lebih tinggi, misalnya di dalam aturan Jampersal, ibu hamil minimal melakukan
pemeriksaan empat kali, akan tetapi di Kabupaten Sleman menerapkan standar minimal pemeriksaan ibu hamil adalah dua belas kali.
2. E yaitu Elok, implementasinya adalah Pemerintah Kabupaten Sleman
mengusahakan tentang Ruang Terbuka Hijau. Pemerintah Kabupaten Sleman juga sedang mengusahakan pembuatan Taman Sehati untuk
penanaman pohon-pohon khas dari Kabupaten Sleman. 3.
M adalah Makmur, implementasinya adalah Pemerintah Kabupaten Sleman memberikan subsidi untuk pupuk kepada petani yang ada di
Kabupaten Sleman. 4.
B yaitu Bersih, Pemerintah Kabupaten Sleman sedang menggalakkan pengelolaan sampah mandiri ditingkat RT dan RW, pada akhirnya
Pemerintah Kabupaten Sleman hanya mengelola residu dari sampah rumah tangga. Diharapkan dengan kegiatan pengelolaan sampah
mandiri tersebut menciptakan lingkungan yang bersih dan ramah lingkungan.
5. A yaitu Aman, selain menjadi tugas dari aparat kepolisian, keamanan
dapat tercipta dari sifat kegotongroyongan. Penanaman sifat
kegotongroyongan antar warga terus diupayakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. Setiap pos ronda di Kabupaten Sleman diusahakan
tidak dalam kondisi mangkrak terbengkalai dan fungsi pos ronda ditingkatkan untuk keamanan warga masyarakat.
6. D yaitu Damai, Pemerintah Kabupaten Sleman telah mengupayakan
kedamaian warga masyarakatnya dengan adanya koordinasi di pemerintah di bawah, yakni RT, RW dan Dukuh, jadi ketika ada
permasalahan antar warga diharapakan ada penyelesaian secara musyawarah dan mufakat.
7. A yaitu Agamis, Kabupaten Sleman telah mengupayakan rasa
tenggang rasa antar umat beragama yang ada di Kabupaten Sleman dengan rutin mengadakan acara-acara keagamaan baik ditingkat
pemerintahan maupun di masyarakat. Upaya lainnya dalam melayani masyarakat, mempunyai program
indeks kepuasan masyarakat IKM. Pemerintah Kabupaten Sleman menargetkan untuk indeks kepuasan masyarakat IKM di tahun 2015
mencapai 79, karena peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan perubahan program reformasi birokrasi yang paling strategis dan
dampaknya dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Pelayanan ini termasuk pelayanan publik infrastruktur perhubungan, pertanisan,
pendidikan, kesehatan, air bersih, bahan pangan, perumahan, dan fasilitas
umum. Sedangkan dalam pelayanan jasa, termasuk kesehatan, pelayanan administrasi perizinan maupun non-perizinan.
Pengaduan masyarakat terhadap Pemerintah Kabupaten Sleman masih sering terjadi karena pelayanan publik masih sering terjadi pula.
Terutama dalam salah satu indikator dalam survey kepuasan masyarakat yakni keramahan petugas. Pegawai front office sebagai aparat yang
melakukan hubungan dan komunikasi langsung dengan masyarakat perlu dibangun dan dikembangkan sikap dan perilaku yang melayani, bukan
dilayani.