118
SD Kelas V
Sementara itu, pada 30 Juli 1944 di Desa Cidempet, Lohbener, dan Sindang dekat Cirebon terjadi perlawanan terhadap Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh
H. Madriyas, H. Kartiwa, dan Kiai Srengseng.
Gambar 6.17 Rakyat yang sudah hidup miskin masih dibebani menyetorkan hasil bumi kepada Jepang.
Keadaan ini memicu pemberontakan Peta terhadap Jepang. Sumber: 50 thn Indonesia Merdeka
d. Perlawanan Tentara Pembela Tanah Air Peta
Jepang bertindak sewenang-wenang terhadap Bangsa Indonesia. Prajurit Peta tidak tahan melihat kesengsaraan rakyat tersebut. Apalagi banyak romusha pekerja
paksa yang meninggal selama dipekerjakan. Tentara Peta merasa tergugah untuk membela rakyat. Mereka harus melawan kekejaman pemerintah Jepang. Perlawan-
an tentara Peta terjadi di beberapa tempat, antara lain di Aceh, Cilacap, dan Blitar.
1 Perlawanan Peta di Aceh
Pada November 1944, di Aceh meletus perlawanan yang dipimpin oleh Teuku Hamid. Ia adalah seorang perwira Giguyun. Dalam pertempuran ini, Jepang menyan-
dera seluruh anggota keluarga pelaku perlawanan. Mereka diancam akan dibunuh. Oleh karena itu, Teuku Hamid terpaksa menyerah. Akan tetapi perlawanan
dilanjutkan di daerah yang sama, yaitu di Desa Pandreh, Kabupaten Berenaih. Perlawanan ini dipimpin oleh kepala desa dibantu satu regu Giguyun. Perlawanan
ini dapat dipatahkan Jepang. Hampir seluruh rakyat di daerah Pandreh dibunuh. Namun, kekejaman Jepang tidak mematikan semangat rakyat Aceh. Mereka terus
berjuang melawan Jepang.
119
Pergerakan Nasional
2 Perlawanan Peta di Cilacap
Khusaeri adalah seorang komandan regu Peta. Ia mengadakan perlawanan di Gumilir, Cilacap. Perlawanan ini cukup sengit. Aka tetapi, akhirnya Khusaeri
menyerah. Berkat usaha Daidanco komandan batalion Sudirman, ia terbebas dari hukuman.
3 Perlawanan Peta di Blitar
Perlawanan pasukan Peta terbesar terhadap Jepang terjadi di Blitar. Pada mula-
nya, pasukan Peta bertugas mengawasi romusha yang membuat pertahanan di
daerah Pantai Blitar Selatan. Mereka melihat sendiri betapa berat pekerjaan romusha dan
sengsara hidupnya. Ditambah lagi keadaan masyarakat yang sangat menderita. Mereka
harus menyetor hasil bumi secara besar- besaran. Perlakuan kejam ini mendorong
prajurit berjuang melawan Jepang. Mereka harus berjuang membela nasib bangsanya.
Pada 14 Februari 1945, berkobarlah perlawanan Peta di Blitar. Perlawanan ini
dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Muradi, Suparyono, dan Bundanco komandan regu
Sunanto, Sudarmo, Halir Mangkudidjaya. Adapula dr. Ismail sebagai sesepuhnya.
Setelah membunuh orang-orang Jepang di Blitar, mereka meninggalkan Blitar. Sebagian menuju lereng Gunung Kelud. Sebagian lagi ke Blitar Selatan. Sayang,
perlawanan mereka mengalami kegagalan. Hal ini karena persiapan merela belum matang. Selain itu, tidak adanya kerja sama dengan daidan-daidan di daerah lain.
Rakyat juga tidak siap mendukung mereka.
Anggota Peta yang melawan Jepang akhirnya dapat ditangkap. Pemimpin- pemimpinnya diajukan ke depan Mahkamah Militer Jepang di Jakarta. Mereka
diadili pada 16 April 1945. Mereka mendapat hukuman. Ada yang dihukum mati, dipenjara seumur hidup, dan dipenjara satu tahun. Hukuman mati diberikan
kepada mereka yang dianggap pemimpin dan terbukti membunuh orang Jepang. Perlawanan Peta telah gagal. Akan tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap
semangat dan perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia terus berjuang meraih kemerdekaan.
Gambar 6.18 Supriyadi, salah satu pe- mimpin Peta yang melawan Jepang di Bli-
tar Sumber: Album Pahlawan Bangsa