110
SD Kelas V
Belanda memanfaatkan perselisihan antara Kaum Padri pembaharu agama Islam dan Kaum Adat.
Pada 1821, Belanda dengan bantuan Kaum Adat memerangi Kaum Paderi. Tuanku Imam
Bonjol memimpin pasukan Paderi untuk meng- hadapi Belanda. Dalam peperangan ini Belanda
dapat dikalahkan. Belada terpaksa mengadakan perjanjian Masang pada 1824. Akan tetapi,
perjanjian ini kemudian dilanggar oleh Belanda. Perang pun terjadi lagi.
Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda membawa pasukan yang besar ke Sumatra Barat. Wilayah-wilayah di Sumatra
Barat mulai dapat dikuasai. Pada 1837, pasukan Belanda dibawah pimpinan Letkol Michels menyerbu Bonjol. Dalam peperangan ini Kaum Padri dapat dikalahkan.
Namun Tuanku Imam Bonjol berhasil memoloskan diri.
Pada Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Ia kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Ia dipindahkan lagi ke Ambon dan akhirnya ke Lotan dekat
Manado. Ia meninggal pada 8 November 1864 dan dimakamkan di sana.
d. Pangeran Antasari
Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan terdapat kerajaan yang besar. Daerah ini banyak menghasilkan
rempah-rempah dan intan. Belanda dengan ingin menguasai daerah itu dengan jalan mengadu domba
kerabat keraton.
Setelah Sultan Adam wafat, Belanda meng- angkat Pangeran Tamjidillah. Padahal ia tidak dise-
nangi rakyat. Tindakan Belanda di Kesultanan Banjar semakin semena-mena. Pangeran Tamjidillah pun
mendapat perlawanan dari Pangeran Hidayat dengan dukungan rakyat. Namun, ia mengalami kegagalan
dan ditangkap lalu dibuang ke Cianjur.
Kemudian muncullah Pangeran Antasari yang menolak campur tangan Belanda. Pangeran Antasari memimpin rakyat
Banjar melawan Belanda sejak 1859 – 1862. Ia diangkat oleh rakyat Banjar menjadi sultan. Pasukan Antasari berhasil meledakkan kapal Belanda beserta pasukannya.
Perlawanan Antasari terhenti karena sakit. Akhirnya ia meninggal pada 1862.
Gambar 6.7 Pangeran Antasari
Sumber: Album Pahlawan Bangsa
Gambar 6.6 Tuanku Imam Bonjol
Sumber: Album Pahlawan Bangsa
111
Pergerakan Nasional
e. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII menjadi raja sejak umur 18 tahun. Waktu kecilnya bernama Patuan Bosar
Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli 1849. Belanda datang ke Tapanuli secara terang-terang
untuk mengusai tanah Batak. Oleh karena itu, Sisinga- mangaraja XII mengangkat senjata untuk menumpas
Belanda.
Pada 1878, pasukan Sisingamangaraja melakukan perlawanan. Mereka menyerang pos-pos pertahanan
Belanda. Penyerangan ini dilakukan secara bergerilya. Serangan ini berhasil mengalahkan Belanda.
Untuk mengatasi keadaan, Belanda menambah kekuatannya. Kemudian Belanda melakukan penyerangan. Daerah pertempuran Sisingamangaraja semakin
sempit dan pasukannya semakin berkurang. Sisingamangaraja XII dipaksa menyerah di tempat persembunyiannya. Akan
tetapi, ia menolak. Ia gugur tertembak pada 17 Juni 1907. Ia dimakamkan di Pulau Samosir, Sumatra Utara.
f. Raja Buleleng dan Gusti Ketut Jelantik
Di Bali berlaku hukum adat Tawan Karang. Hukum adat ini menyatakan bahwa setiap kapal
asing yang terdampar di perairan Bali akan menjadi milik raja Bali. Hukum ini diterapkan oleh kerajaan-
kerajaan di Bali seperti, Buleleng, Klungkung, Gianyar, Karangasem, Jembrana, Badung, dan Pemecutan.
Pada 1846, Belanda mendarat di sebelah utara Bali. Daerah ini merupakan daerah kerajaan Buleleng.
Belanda memerintahkan Raja Buleleng untuk segera mengakui kekuasaan Belanda. Hukum Tawan Karang
dihapuskan. Raja Buleleng pun harus memberi perlindungan kepada perdagangan Belanda.
Karena ultimatum ditolak raja, terjadilah pertempuran antara Belanda dan rakyat Bali. Raja Buleleng dibantu oleh Patih Gusti Ketut Jelantik. Akan tetapi,
pasukan yang dipimpin oleh Gusti Ketut Jelantik akhirnya terdesak dan mundur ke luar Benteng Jagaraga. Benteng tersebut dapat dikuasai oleh Belanda sehingga
Raja Buleleng menyingkir.
Gambar 6.8 Sisingamangaraja XII
Sumber: Album Pahlawan Bangsa
Gambar 6.9 I Gusti Ketut Jelantik
Sumber: Album Pahlawan Bangsa