Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010

(1)

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SUKA KARYA KECAMATAN

SIMEULUE TIMUR KABUPATEN SIMEULUE PROPINSI ACEH

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 061000194 SRI JUNITA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SUKA KARYA KECAMATAN

SIMEULUE TIMUR KABUPATEN SIMEULUE PROPINSI ACEH

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 061000194 SRI JUNITA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ABSTRAK

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Desa Suka Karya merupakan salah satu desa di Kecamatan Simeulue Timur yang Endemis Malaria dengan AMI (Annual Malaria Incidence 23,0‰. yaitu 34,7‰. Kejadian malaria disebabkan adanya kontak manusia dengan nyamuk malaria dan didukung oleh kondisi perumahan dan lingkungan yang kurang baik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit malaria di wilayah Kabupaten Simeulue Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh.

Jenis Penelitian ini adalah survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 100 kepala keluarga. Data penelitian dianalisis dengan metoda analisis non parametrik dengan uji Chi Square. Nilai keyakinan uji statistik adalah 95% dan nilai kemaknaan (α) 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87% rumah yang tidak memakai kawat kasa nyamuk, 91% rumah berada pada daerah semak-semak, 92% rumah tidak memakai plafon/langit-langit, 52% rumah terdapat lubang ≥1,5 mm, 66% rumah memiliki selokan, 79% rumah memiliki pencahayaan yang kurang terang, 94% rumah Lembab, 65% rumah berada disekitar rawa-rawa atau lagun dan pH pada rawa-rawa dan lagun masing-masing 6,0 dan 7,0.

Hasil uji secara statistik dengan uji Chi Square, di ketahui bahwa ada hubungan yang siginifikan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi, semak-semak, langit-langit/plafon rumah, kerapatan dinding, kelembaban dan parit atau selokan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p<0,05) dan tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p>0,05).

Bagi Instansi Kesehatan Diperlukan adanya tambahan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang malaria. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi pada saat PKK, Posyandu, atau pada saat ke Puskesmas dan Perlu meningkatkan kegiatan PJB (Pemantauan Jentik Berkala) ditiap rumah atau di tempat-tempat umum seperti sekolah, masjid, pasar, terminal, serta mengangkat juru pemantau jentik dan Bagi Masyarakat Ventilasi yang ada di rumah hendaknya dipasang kawat kasa untuk menghindari masuknya nyamuk ke dalam rumah dan Rumah hendaknya dipasang langit-langit untuk mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah yang melalui celah atau lubang antara atap dengan dinding bagian atas.


(4)

ABSTRACT

Malaria remains a health problem in Indonesia. Suka Karya Village is one of the villages in the Eastern District of Simeulue AMI (Annual Malaria incidence 23,0 ‰. ie 34,7 ‰. Incidence of malaria caused by human contact with mosquitoes and malaria and supported by the housing condition and unfavorable environmental conditions. The purpose of this research is to know the relationship between physical environmental factors with the incidence of malaria in the area of Simeulue Regency Simeulue District of Eastern Province of Aceh.

This research was conducted in the form of Analytical survey with cross sectional design. The sample were 100 householders. Data were analyzed with non parametric methods of analysis with Chi Square. The value of statistical confidence is 95% and the value of significance (α) 0,05.

The result of research showed that 87% of the houses didn’t use mosquito wire netting, 91% of the houses in the region of shrubs, 92% of the houses did not use ceiling, 52% of the houses with holes ≥ 1.5 mm, 66 % of the houses had gutters, 79% of the houses had a less bright lighting, 94% of the houses were dump, 65% of the houses were around the marshes or lagoons and each pH in the swamps and lagoons is 6,0 and 7,0.

The result test of statistic by using Chi Square, known that there was a significant relationship between the use of wire netting on ventilation, bushes, langit-langit/plafon house, wall density, humidity and trenches or ditches with the incidence of malaria at the α 0, 05 where (p <0.05).

For the Health Agencies required additional public health education about malaria in particular. This can be done through socialization with PKK, IHC, or community health center and should increase the activity PJB (Larva Monitoring Periodic) in each home or in public places such as schools, mosques, markets, terminals, and raised his interpreter monitors larva. Society for the existing ventilation at home should be installed wire netting to prevent entry of mosquitoes into the house and the house should be mounted at the ceiling to prevent entry of mosquitoes into the house through cracks or holes between the roof with the upper wall.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : SRI JUNITA

Tempat/ Tanggal Lahir : Belawan, 13 Juni 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah Nama Orang Tua

Ayah : Supri Y.S.

Ibu : Rosmita

Anak ke : 4 (Empat) dari 5 orang bersaudara

Alamat Orang Tua : Jl. Angkatan Laut RT/RW 002/001 Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh

Alamat : Jl. Kapten Muslim Gang. Masjid No.7b Medan Helvetia Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri No. 050771 Pangkalan Susu Tahun 2000 – 2003 : SMP Negeri 1 Pangkalan Susu

Tahun 2003 – 2006 : SMA Swasta Panca Budi Medan Tahun 2006 – 2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU.

3. Ibu Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Ir. Evi Naria, MKes, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(7)

6. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, MKes, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku Dosen Penasihat Akademik.

8. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 9. Bapak Mohd. Arief, SH, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, Bapak

Darul Amin Adamy selaku Kepala Desa Suka Karya dan Bapak dr. Abdi selaku kepala Puskesmas Simeulue Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

10.Papa dan Mama tersayang yang telah memberikan doa tanpa kenal waktu, semangat, nasihat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Kalian adalah inspirasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.

11.Abang, kakak, dan adikku tersayang yang telah memberikan inspirasi untuk segala hal, dorongan, nasihat, rasa sayang, dan selalu membuatku tersenyum.

12.Sahabat-sahabat tersayang Dian Maya Sari, SKM, Thessiane Prahara Dipta, SKM, Khandila Sari, SKM, Wahyuni Deylyana Siregar, dan Dessy Puji Astuti, atas doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan telah menunjukkan arti sebuah persahabatan^^.

13.Sahabat-sahabat seperjuangan, Nazmi Alfiah Auda, SKM, Sari, Linda (Adek), Dahlia Kristina Silalahi, SKM, Conel, Ipak, Tya, Nana, Tika, Fitra, Darly, Andri Regar, Hengky, Mansyur, dan Iqbal, atas doa, Bantuan dan Semangat serta “Hiburan” yang telah diberikan kepada penulis selama ini^^.


(8)

14.Rekan-rekan peminatan Kesehatan Lingkungan dan seluruh teman-teman di FKM USU atas doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2010


(9)

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Persetujuan i

Abstrak ii

Riwayat Hidup Penulis iv

Kata Pengantar v

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Lampiran xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Penelitian Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Epidemiologi Penyakit Malaria ... 6

2.1.1. Pengertian Malaria ... 6

2.1.2. Etiologi Malaria... 7

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium ... 7

2.1.4. Patogenesis Malaria ... 9

2.1.5. Patologi Malaria ... 12

2.1.6. Penularan Malaria... 12

2.2. Hubungan Host, Agent, dan Environment ... 13

2.2.1. Host ... 13

2.2.2. Agent ... 14

2.2.3. Environment ... 18

2.3. Manifestasi Klinik ... 22

2.4. Diagnosis ... 25

2.5. Prognosis... 25

2.6. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria ... 26

2.6.1. Pengendalian Malaria ... 26

2.6.2. Pencegahan Penyakit Malaria ... 29

2.7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Malaria... 30

2.8. Perumahan ... 36

2.8.1.Rumah Sehat ... 36

2.8.2. Persyaratan Rumah Sehat ... 37

2.9. Kerangka Konsep ... 41

3.0. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 42


(10)

3.3. Populasi Dan Sampel ... 42

3.3.1. Populasi ... 42

3.3.2. Sampel ... 43

3.4. Teknik Pengambilan Sampel ... 43

3.5. Jenis Data ... 44

3.5.1. Data Primer ... 44

3.5.2. Data Sekunder ... 44

3.6. Definisi Operasional ... 44

3.7. Teknik Pengumpulan Data... 46

3.8. Aspek Pengukuran... 46

3.9. Pengolahan Data Analisis Data ... 47

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Gambaran umum hasil penelitian ... 48

4.2. Hasil Penelitian ... 48

4.2.1. Analisa Univariat ... 48

4.2.2. Analisa Bivaraiat ... 52

BAB 5 PEMBAHASAN ... 54

5.1 Karekteristik Umum Responden ... 57

5.1.1. Umur ... 57

5.1.2. Pendidikan... 57

5.1.3. Pekerjaan ... 58

5.2. Gambaran Kondisi Lingkungan Fisik Rumah ... 59

5.2.1. Kawat Kasa Pada Ventilasi ... 59

5.2.2. Semak-semak ... 60

5.2.3. Pencahayaan ... 60

5.2.4. Langit-langit/Plafon ... 60

5.2.5. Kerapatan Dinding ... 61

5.2.6. Kelembaban ... 61

5.2.7. Parit Atau Selokan ... 62

5.3. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Malaria ... 62

5.3.1. Hubungn Antara Ventilasi dengan Kejadian Malaria ... 63

5.3.2. Hubungn Antara Semak-semak di Sekitar Rumah dengan Kejadian Malaria ... 63

5.3.3. Hubungn Antara Plafon/Langit-langit dengan Kejadian Malaria .... 64

5.3.4. Hubungn Antara Kerapatan Dinding Rumah dengan Kejadian Malaria 65 5.3.5. Hubungn Antara Kelembaban Rumah dengan Kejadian Malaria .... 66

5.3.6. Hubungan Antara Selokan/Parit dengan Kejadian Malaria ... 67

5.3.7. Hubungan Antara Pencahayaan dengan Kejadian Malaria... 68

5.4. Keberadaab Rawa-rawa dan Lagun ... 69

5.5. pH pada Rawa-rawa dan Lagun ... 69

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1. Kesimpulan ... 70

6.2. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL Tabel

3.1. Aspek Pengukuran ... 46 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2010 ... 48 4.2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan Keluar malam di

Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2010 ... 50 4.3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan kebiasaan Keluar malam di

Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2010 ... 50 4.4. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Fisik Rumah di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 50 4.5. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Kimia di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 52 4.6. Distribusi Frekuensi Kondisi Lingkungan Biologi di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 52 4.7. Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 53 4.8. Hubungan Pencahayaan di Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka

Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 54 4.9. Hubungan Kelembaban Rumah dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka

Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 54 4.10. Hubungan Plafon Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa Suka Karya

Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 55 4.11. Hubungan Kerapatan Dinding Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Desa

Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh Tahun 2010 ... 55 4.12. Hubungan Keberadaan Semak-semak di Sekitar Rumah Dengan Kejadian


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar observasi

Lampiran 2 : Master data hasil penelitian faktor lingkunagan fisik rumah Lampiran 3 : Hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian malaria Lampiran 4 : Permohonan izin penelitian dari FKM USU

Lampiran 5 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Dinkes Kab Simeulue Lampiran 6 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Kecamatan Simelue

Timur

Lampiran 7 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Kepala Desa Suka Karya

Lampiran 8 : Keterangan telah selesai melakukan penelitian dari Puskesmas Kecamatan Simeulue Timur


(13)

ABSTRAK

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Desa Suka Karya merupakan salah satu desa di Kecamatan Simeulue Timur yang Endemis Malaria dengan AMI (Annual Malaria Incidence 23,0‰. yaitu 34,7‰. Kejadian malaria disebabkan adanya kontak manusia dengan nyamuk malaria dan didukung oleh kondisi perumahan dan lingkungan yang kurang baik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit malaria di wilayah Kabupaten Simeulue Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh.

Jenis Penelitian ini adalah survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Jumlah sampel sebanyak 100 kepala keluarga. Data penelitian dianalisis dengan metoda analisis non parametrik dengan uji Chi Square. Nilai keyakinan uji statistik adalah 95% dan nilai kemaknaan (α) 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 87% rumah yang tidak memakai kawat kasa nyamuk, 91% rumah berada pada daerah semak-semak, 92% rumah tidak memakai plafon/langit-langit, 52% rumah terdapat lubang ≥1,5 mm, 66% rumah memiliki selokan, 79% rumah memiliki pencahayaan yang kurang terang, 94% rumah Lembab, 65% rumah berada disekitar rawa-rawa atau lagun dan pH pada rawa-rawa dan lagun masing-masing 6,0 dan 7,0.

Hasil uji secara statistik dengan uji Chi Square, di ketahui bahwa ada hubungan yang siginifikan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi, semak-semak, langit-langit/plafon rumah, kerapatan dinding, kelembaban dan parit atau selokan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p<0,05) dan tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian malaria pada α 0,05 dimana (p>0,05).

Bagi Instansi Kesehatan Diperlukan adanya tambahan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang malaria. Hal ini dapat dilakukan melalui sosialisasi pada saat PKK, Posyandu, atau pada saat ke Puskesmas dan Perlu meningkatkan kegiatan PJB (Pemantauan Jentik Berkala) ditiap rumah atau di tempat-tempat umum seperti sekolah, masjid, pasar, terminal, serta mengangkat juru pemantau jentik dan Bagi Masyarakat Ventilasi yang ada di rumah hendaknya dipasang kawat kasa untuk menghindari masuknya nyamuk ke dalam rumah dan Rumah hendaknya dipasang langit-langit untuk mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah yang melalui celah atau lubang antara atap dengan dinding bagian atas.


(14)

ABSTRACT

Malaria remains a health problem in Indonesia. Suka Karya Village is one of the villages in the Eastern District of Simeulue AMI (Annual Malaria incidence 23,0 ‰. ie 34,7 ‰. Incidence of malaria caused by human contact with mosquitoes and malaria and supported by the housing condition and unfavorable environmental conditions. The purpose of this research is to know the relationship between physical environmental factors with the incidence of malaria in the area of Simeulue Regency Simeulue District of Eastern Province of Aceh.

This research was conducted in the form of Analytical survey with cross sectional design. The sample were 100 householders. Data were analyzed with non parametric methods of analysis with Chi Square. The value of statistical confidence is 95% and the value of significance (α) 0,05.

The result of research showed that 87% of the houses didn’t use mosquito wire netting, 91% of the houses in the region of shrubs, 92% of the houses did not use ceiling, 52% of the houses with holes ≥ 1.5 mm, 66 % of the houses had gutters, 79% of the houses had a less bright lighting, 94% of the houses were dump, 65% of the houses were around the marshes or lagoons and each pH in the swamps and lagoons is 6,0 and 7,0.

The result test of statistic by using Chi Square, known that there was a significant relationship between the use of wire netting on ventilation, bushes, langit-langit/plafon house, wall density, humidity and trenches or ditches with the incidence of malaria at the α 0, 05 where (p <0.05).

For the Health Agencies required additional public health education about malaria in particular. This can be done through socialization with PKK, IHC, or community health center and should increase the activity PJB (Larva Monitoring Periodic) in each home or in public places such as schools, mosques, markets, terminals, and raised his interpreter monitors larva. Society for the existing ventilation at home should be installed wire netting to prevent entry of mosquitoes into the house and the house should be mounted at the ceiling to prevent entry of mosquitoes into the house through cracks or holes between the roof with the upper wall.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara dengan Negara laindan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Pada peta di tunjukkan bahwa saat ini disribusi malaria endemic. Menurut WHO dalam Harijanto, P.N (2000), pada tahun 1990, 80% kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global. (Harijanto, P.N, 2000)

WHO menyatakan perlu pendekatan baru dalam pemberantasan malaria, walaupun upaya kemitraan global yang di kenal dengan Roll Back Malaria (RBM), di mana WHO selain memimpin prakarsa juga bertindak sabagai katalisator dalam kemitraan tersebut. Pada tanggal 8 April 2000, di Kupang Nusa Tenggara Timur dan di Kabupaten Simeulue pada tanggal 12 Agustus 2002 Menteri Kesehatan telah mencanangkan GEBRAK malaria sebagai gebrakan nasional dalam upaya pemberantasan malaria di Indonesia (Depkes, RI, 2001)


(16)

penderita malaria dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga pemerintah memprioritaskan penangulangan penyakit menular dan penyehatan Lingkungan (Depkes. RI, 2007)

Angka kejadian kasus malaria per seribu penduduk (API) di Jawa dan Bali sejak empat tahun terakhir menunjukkan kecendrungan menurun, dari 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 0,15 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Di luar Jawa dan Bali angka klinis malaria per 1000 penduduk (AMI) juga menunjukkan kecendrungan menurun yaitu dari 31,09 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 21,2 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Proporsi kematian karena malaria hasil survey kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001, adalah sebesar 2%. Jumlah kabupaten endemis di Indonesia adalah 424 kabupaten dari 576 kabupaten yang ada, dan diperkirakan 42,4% penduduk Indonesia berisiko tertular penyakit Malaria (Depkes RI, 2006)

Lingkungan fisik, lingkungan biologis dan sosial budaya masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit malaria, demikian pula dengan kondisi lingkungan Kabupaten Simeulue, merupakan daerah yang sangat potensial untuk tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. Di beberapa kecamatan yang berada di daerah-daerah dataran rendah yang umumnya terletak di sepanjang Pantai Timur Kabupaten Simeulue berada di pinggiran laut dimana sering terjadi pasang laut yang mencapai daratan, sehingga meninggalkan genangan-genangan air bila pasang berakhir. Demikian juga dengan perilaku penduduk yang membiarkan sampah-sampah berserakan dan tidak membersihkan lingkungan disekitar rumahnya, sehingga mempermudah penularan penyakit malaria.


(17)

Program pengendalian Anopheles spp yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan diteruskan oleh pemerintah Daerah Kabupaten Simeulue dengan srategi penurunan kasus malaria Anopheles spp dengan berbagai upaya di antaranya dengan klambunisasi di 5 kecamatan, Indoor Residure Suplayer (Penyemprotan Rumah) sebanyak 5000 rumah, Larvaciding di 20 Lokasi (Dinkes Kabupaten Simeulue, 2007), namun angka kejadian malaria masih saja ditemukan tinggi. Adapun angka kesakitan malaria di Kabupaten Simeulue di ukur dengan angka Annual Malaria Index (AMI) dan Standard Positif Rate (SPR)

Di Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue angka Annual Malaria Incidence (AMI) tahun 2002 adalah sebesar 66,20‰ yaitu desa Suka Jaya sebesar 22,0‰, Suka Karya 22,3‰ Suka Makmur 15,9‰ dan Air Dingin 11,8‰ .Di mana kasus positif paling tinggi pada tahun 2002 dan pada tahun 2004 mengalami peningkatan kasus yang sangat tinggi, sedangkan pada tahun 2004 terjadi penurunan kasus yaitu dari tahun 2005 sampai pada tahun 2008 mengalami penurunan kasus yang sangat signifikan, yaitu pada tahun 2005 sebesar 35,54‰ dan pada tahun 2008 menjdi 25,07‰ angka AMI tersebut sangan tinggi bila di bandingkan dengan standart nasional yaitu < 10,0‰ (Depkes RI, 2005) dan Angka Standard Positif Rate (SPR) di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue pada tahun 2009 adalah 93,8% (Dinkes Kabupaten Simeulue, 2009).

1.2. Perumusan Masalah

Tingginya kasus Malaria di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue sebagai salah satu Desa yang berada kecamatan Simeulue Timur


(18)

kecamatan lain karena banyak terdapat aliran sungai, lagun, hutan bakau (Mangrove), perbukitan, air terjun dan rawa-rawa serta kondisi fisik perumahan penduduk yang masih bisa dikatakan buruk. Hal inilah yang menjadi kontribusi bagi peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh sehingga dapat dibuat suatu perumusan masalah yaitu belum diketahuinya hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit Malaria Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh Tahun 2010. 1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian penyakit malaria di wilayah Kabupaten Simeulue Kecamatan Simeulue Timur Propinsi Aceh.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kejadian penyakit Malaria di desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue.

2. Mengetahui karakteristik responden meliputi umur, pendidikan, pekerjaan di desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

3. Mengetahui kondisi perumahan penduduk seperti ventilasi, plafon rumah, pencahayaan, kelembaban, kerapatan dinding dan parit/selokan, semak-semak dengan kejadian penyakit Malaria di desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

4. Mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah penduduk seperti ventilasi, Plafon rumah, pencahayaan, kelembaban, kerapatan dinding, semak-semak dan


(19)

parit/selokan dengan penyakit Malaria di Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

5. Untuk mengetahui pH air pada Lagun dan Rawa-rawa di desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Berguna bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simuelue dalam melaksanakan Program penurunan kasus malaria.

2. Hasil penelitian berguna bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Simelue Kecamatan Simuelue Timur untuk mengetahui lebih jelas tentang perkembangbiakan spesies nyamuk Anopheles spp.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memberikan masukan tentang pengetahuan penyakit malaria, pengendaliannya serta penangulanganya dalam menurunkan kasus malaria.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi Penyakit Malaria

Epidemiologi penyakit malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran malaria, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam masyarakat. Kata epidemiologi berasal dari bahasa yunani, Epi artinya pada, Demos artinya penduduk, Logos artinya ilmu (Marsaulina, 200)

2.1.1. Pengertian Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Prabowo, 2004 )

Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60 spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria ( Prabowo, 2004 ). Ciri nyamuk Anopheles Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di luar rumah, sesudah menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemari(www.Depkes.go.id )


(21)

2.1.2. Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto P.N.2000)

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000)

2.1.3. Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina.(Harijanto P.N.2000)

2.1.3.1 Silkus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000


(22)

lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(Depkes RI.2006)

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina. (Depkes RI. 2006)

2.3.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(Harijanto, 2000)

Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai


(23)

dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(Harijanto, 2000)

2.1.4. Patogenesis Malaria

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit (Harijanto, 2000)

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Harijanto, 200)

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting (Harijanto, 2000)


(24)

dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset (Harijanto, 2006).

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi. (Harijanto P.N, 2006)

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis Intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black White Fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal. (Pribadi W, 2000)

2. Mediator endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dansitokin dapat


(25)

menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa. (Pribadi W, 2000)

3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksia dan edema jaringan. (Pribadi W, 2000)

Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah dijelaskan sebelumnya digambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian penyakit diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan sumber penyakit, simpul 2 merupakan komponen lingkungan, simpul 3 penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, dan jender dan simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Berikut adalah teori simpul dari terjadinya penyakit malaria.


(26)

Teori Simpul Malaria

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

Sumber. Achmadi, Umar Fahmi, 2005 2.1.5. Patologi Malaria

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi. (Harijanto.P.N. 2006)

2.1.6. Penularan Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit yang disebut plasmodium spp yang hidup dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Parasit/plasmodium hidup dalam tubuh manusia.

Menurut epidemiologi penularan malaria secara alamiah terjadi akibat adanya interaksi antara tiga faktor yaitu Host, Agent, dan Environment. Manusia adalah host vertebrata dari Human plasmodium, nyamuk sebagai Host invertebrate, sementara Plasmodium sebagai parasit malaria sebagai agent penyebab penyakit yang

Penderita Malaria

Anopheles Spp

Anopheles Spp

Masyarakat Terkena

Resiko


(27)

sesungguhnya, sedangkan faktor lingkungan dapat dikaitkan dalam beberapa aspek, seperti aspek fisik, biologi dan sosial ekonomi (Chwatt-Bruce.L.J,1985).

2.2. Hubungan Host, Agent, dan Environment 2.2.1. Host

1. Manusia (Host Intermediate)

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria. Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangannya.

Ada dua macam kekebalan yaitu :

a. Kekebalan Alami (Natural Imunity)

Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu. b. Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari :

1)Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya atau akibat dari vaksinasi.

2)Kekebalan pasif (Pasif Immunity)

Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan bawaan pada bayi baru lahir dari seorang ibu yang kebal terhadap malaria didaerah yang tinggi endemisitas malarianya.


(28)

2. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive)

Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada hanya beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria (Vektor). Menurut data di Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia dijumpai beberapa jenis Anopheles spp sebagai vector Malaria, antara lain : An, sundaicus sp, An. Maculates sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2005). Di setiap daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Vector-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Achmadi, 2005).

Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bias juga hidup d daerah yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2003), nyamuk Anopheles betina membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya dapat berkembang biak. Anopheles mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam 18.00) hingga subuh dan puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2004), jarak terbang Anopheles tidak lebih dari 0,5 – 3 km dari tempat perindukannya. Waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara.

Menurut Achmadi (2005), secara umum nyamuk yang telah diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:


(29)

a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang. b. Anthropilik : nymuk yang menyukai darah manusia.

c. Zooanthropolik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia. d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan. e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.

f. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan. f. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.

Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles. Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumantra adalah An. andaicus, An. maculates, An. aconitus, An. balabacencis.

2.2.2. Agent

Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia yang rentan akan terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit. Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.

1. Jenis Parasit (Plasmodium)

Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu :

a. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap dua hari (48 jam) sekali.

b. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang setiap tiga hari (Sering Kambuh)


(30)

c. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangnya timbul berselang setiap empat hari sekali.

d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit falsiparum dengan parasit vivax atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali dijumpai (Depkes.RI.2005).

2. Siklus Hidup Parasit Malaria

Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.

a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual (sporozoa, merozoit dalam sel darah merah, sizon dalam sel merah).

b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk (Gametosit, Ookinet dan Ookista).

Siklus seksual ini juga bias disebut siklus sporogami karena menghasilkan sprozoit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia atau binatang. Lama dan masa berlangsungnya siklus ini disebut dengan masa inkubasi ekstrinsik, yaitu masuknya gametosit kedalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sprogami dalam bentuk sporosit yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur nyamuk. Masa inkubasi tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara sehingga berbeda-beda untuk setiap species. Prinsip pengendalian malaria antara lain didasarkan pada


(31)

siklus ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk harus lebih singkat dari masa inkubasi ekstrinsik sehingga siklus sprogami tidak dapat berlangsung dengan demikian rantai penularan akan terputus. (Depkes RI, 2005)

3. Morfologi Parasit Malaria

Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae dari Ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:

a. Stadium Tropozoit

Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini. Memeriksa SD malaria berarti mencari tropozoit pada SD tersebut.

Morfologi (cirri-ciri khas) inti:

a) Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi. Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang.

b) Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas.

b. Stadium Sizon

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah :

a) Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi) singkat sekali.

b)Bentuk sizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah dilakukan dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil). Keadaan klinis berat pada saat sporulasi menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit


(32)

kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif yang mengandung sizon.

c) Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.

d) Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon harus dicari bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan berikutnya untuk menentukan speciesnya.

c. Staduim gametosit

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :

a) Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10 hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit falciparum pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak semua SD positif mengandung gametosit.

b)Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat dibedakan demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.

c) Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species Falciparum.

2.2.3. Lingkungan (Environment) 1. Lingkungan Fisik

a. Suhu

Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu


(33)

terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut:

1. Parasit falciparum : 10 – 12 hari 2. Parasit vivax : 8 – 11 hari 3. Parasit malariae : 14 hari 4. Parasit ovale : 15 hari

Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :

1. Plasmodium falciparum : 10 – 14 hari (12) 2. Plasmodium vivax : 12 – 17 hari (13) 3. Plasmodium malariae : 18 – 40 hari (28) 4. Plasmodium ovale : 16 – 18 hari (7) b. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan.

c. Hujan

Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan


(34)

permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985)

d. Angin

Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.

e. Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung).

f. Arus air

Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda. An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir. An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006)

2. Lingkungan Kimia

Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang


(35)

disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006) 3. Lingkungan Biologi

Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.

Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984).

4. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, di mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang


(36)

intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status social masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan malaria (Iskandar,1985).

2.3. Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali. (Mansyor A dkk, 2001)

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut: 1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual). (Harijanto P.N, 2000)

2. Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas. (Harijanto P.N, 2000)


(37)

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan:

a. Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk, 2001)

b. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat. (Harijanto P.N, 2006)

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa. (Harijanto P.N, 2006)

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.


(38)

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. Pada infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut (Harijanto P.N, 2000):

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/µl.

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis. 9. Asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.


(39)

2.4. Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (Rapid Diagnotic Test)

2.5. Prognosis

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan. (Depkes RI, 2006)

2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50% (Depkes RI,2006)

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ. (Depkes RI, 2006)

a. Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

b. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. c. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: - Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.

- Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%. - Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.


(40)

2.6. Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Malaria 2.6.1. Pengendalian Malaria

Penagulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran yang tepat, yaitu :

1. Pemberantasan Vektor

Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003)

Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003)

Menurut Marwoto (1989) penangulangan vector dapat dilakukan dengan memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.

Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.

2. Pengendalian Vektor

Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif, Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :


(41)

1. Rational : Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada vektor) dan tingkat penularannya memenuhi criteria yang ditetapkan, antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah pemberantasan PR > 3%

2. Effective : Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.

3. Sustainable : Kegiatan pengendalian vektor yang di pilih harus dilaksanakan secara berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudah di capai harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan penemuan dan pengobatan penderita. 4. Acceptable : Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh

masyarakat setempat (Depkes RI, 2005)

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut :

1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.

2. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat


(42)

perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat. 3. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan

ikan pemakan jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.

4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vector dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes, 2005)

5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.

3. Penemuan dan Pengobatan Penderita Malaria A. Mencari Penderita Malaria

Salah satu cara memutuskan penyebaran penyakit malaria adalah dengan menemukan penderita sedini mungkin baik dilakukan secara aktif oleh petugas yang mengunjungi rumah secara teratur (Active Case detection) maupun dilakukan secara pasif (Passive Case Detection), yaitu memeriksa semua pasien yang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), yaitu Polindes, Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit baik


(43)

swasta maupun pemerintah yang menunnjukkan gejala malaria dan dilakukan pengambilan darah untuk diperiksa di labaratorium.

B. Pengobatan Penderita Malaria

Bebarapa cara dan jenis pengobatan terhadap tersangka atau penderita yaitu : a. Pengobatan Malaria Klinis

Pengobatan diberikan berdasarkan gejala klinis dan bertujuan untuk menekan gejala klinis dan membunuh gamet untuk mencegah terjadinya penularan.

b. Pengobatan Radikal

pengobatan diberikan dengan pemeriksaan laboratorium positf Malaria. c. Pengobatan Masal (Mass drug Administration = MDA)

Pemberian pengobatan malaria klinis kepada semua penduduk (>80%) didaerah KLB sebagai bagian dari upaya penanggulangan KLB malaria.

d. Pengobatan kepada Penderita Demam (Mass Fever Treatment = MFT)

Dilakukan untuk mencegah KLB dan penaggulangan KLB, yaitu diulang setiap 2 minggu setelah pengobatan MBA sampai penyemprotan selesai.

2.6.2. Pencegahan Penyakit Malaria

Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain :

1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai kelambu, tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion anti nyamuk, memasang kawat kasa pada jendela.

2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak disekitar rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam


(44)

3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida) 4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva 5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida.

2.7. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Malaria

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria antara lain : 1. Faktor Lingkungan fisik

a. Kondisi fisik rumah

Rumah adalah struktur fisik, orang menggunakan untuk tempat berlindung yang dilengkapi beberapa fasilitas yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani baik untuk keluarga maupun individu.

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping pangan dan sandang, agar rumah dapat berfungsi sebagai tempat tinggal yang baik diperlukan beberapa persyaratan. Rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : 1) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik

dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini ialah :

a) Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakan atas cahaya matahari dan lampu.

b) Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna, sehingga aliran udara segar dapat terpelihara.

c) Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan.

2) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :


(45)

a) Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga yang tinggal bersama.

b) Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

3) Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a) Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup. b) Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik. c) Terlindung dari pengotoran terhadap makanan.

d) Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit lainnya.

4) Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a) Rumah yang kokoh.

b) Terhindar dari bahaya kebakaran. c) Alat-alat listrik yang terlindungi.

d) Terlindung dari kecelakaan lalu lintas (Azwar, 1996).

Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama yang berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari


(46)

dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Darmadi, 2002).

b. Lingkungan rumah

Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk, dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah (Handayani dkk, 2008).

c. Kondisi lingkungan yang sesuai dengan bionomik vektor malaria. 1) Anopheles aconitus

Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak didapat di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m. Jentiknya terdapat di sawah dan saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami dan mulai diberi air, yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan, merupakan sarang yang sangat baik. Nyamuk dewasa hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat hinggap yang paling disukai ialah di luar rumah, pada tebing yang curam, gelap dan lembab. Juga terdapat diantara semak


(47)

belukar didekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam hari untuk menghisap darah. (Iskandar dkk, 1985)

2) Anopheles balabacensis

Anopheles balabacensis ditemukan sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan spesies tersebut adalah di aliran mata air yang tergenang, di genangan-genangan air hujan di tanah, dan di lubang- lubang batu. Sering didapatkan juga pada parit yang alirannya terhenti. Pada musim kemarau sumber air tanah berkurang sehingga terbentuk genangan-genangan air sepanjang sungai. Genangan-genangan air tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkembangbiakkan Anopheles balabacensis. Nyamuk dewasa lebih suka menghisap darah manusia dari pada darah binatang (Barodji dkk, 2001).

3) Anopheles maculatus

Spesies nyamuk ini umumnya berkembangbiak pada genangan-genangan air tawar jernih baik di tanah seperti di mata air, galian-galian pasir atau belik, genangan air hujan maupun genangan air di sungai yang berbatu-batu kecil yang terbentuk karena sumber air kurang sehingga air tidak mengalir dan menggenang di sepanjang sungai serta mendapat sinar matahari langsung. Perilaku menghisap darah baik di dalam maupun di luar rumah paling banyak sekitar pukul 22.00. Spesies ini pada siang hari ditemukan istirahat di luar rumah pada tempat-tempat yang teduh antara lain di kandang sapi dan kerbau, di semak-semak, di lubang-lubang di tanah pada tebing dan lubang-lubang tempat pembuangan sampah. Selama penangkapan pada siang hari tidak pernah


(48)

Jarak terbangnya kurang lebih 1 km tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya dan lebih suka mengigit binatang dari pada manusia (Iskandar dkk, 1985).

4) Anopheles sundaicus

Tempat perindukan nyamuk Anopheles sundaicus umumnya di air payau yang banyak tumbuhan air atau lumut dan mendapat sinar matahari langsung seperti muara sungai yang tergenang, di lagun, dan di genangan-genangan air payau diantara hutan bakau dengan salinitas 1,2-2%. Nyamuk dewasa senang hinggap di dalam rumah (Barodji dkk, 1993).

2. Faktor Perilaku

Upaya pencegahan penyakit malaria salah satunya adalah melalui pendidikan kesehatan masyarakat, dan tujuan akhir dari pendidikan kesehatan masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat, artinya perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan. Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi faktor prediposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku (Machfoedz dkk, 2005).

Strategi yang tepat agar masyarakat mudah dan cepat menerima pesan diperlukan alat bantu yang disebut peraga. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima pesan semakin banyak dan jelas pula pengetahuan yang diperoleh ( Depkes RI, 1999). Praktik atau perilaku keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk malaria adalah:


(49)

a. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria (Barodji 2000). b. Kebiasaan menghindari gigitan nyamuk

Untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk (Depkes RI, 1992).

c. Kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari

Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam hari. Menurut Lestari (2007) nyamuk Anopheles paling aktif mencari darah pukul 21.00-03.00. Menurut Darmadi (2002) kebiasaan penduduk barada di luar rumah pada malam hari antara pukul 21.00 s/d 22.00 berhubungan erat dengan kejadian malaria, karena frekuensi menghisap darah jam tersebut tinggi.

2.8. Perumahan

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal di gua-gua, kemudian berkembang dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah bertingkat dan dilengkapi dengan peralatan yang serba modern. Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendisain rumahnya dengan ide masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat (Notoatmodjo, 2003).


(50)

2.8.1. Rumah Sehat

Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) yang dikutip oleh Masyuda (2003) mendefenisikan rumah sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani, rohani dan sosial. Artinya dalam rumah diperlukan segala fasilitas untuk bertumbuh dan berkembang. Fasilitas tersebut harus ada di dekat rumah seperti sekolah, toko, pasar, tempat kerja, fasilitas air bersih, sanitasi dan lain- lain.

Rumah yang sehat menurut Winslow dan American Public Health Asosiation (APHA) yang dikutip oleh Masyuda (2003) harus memenuh persyaratan antara lain: 1. Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan ini meliputi pencahayaan, ventilasi, jauh dari kegaduhan dan cukupnya tempat bermain anak.

2. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

Kebutuhan psikologis meliputi cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni (kamar tidur), ada ruang makan sekaligus untuk ruang duduk (kamar tamu), lokasinya disekitar tetangga yang mempunyai tingkat ekonomi yang relatif sama, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan (estetika) tersedia WC dan kamar mandi dan adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga.

3. Mencegah Penularan Penyakit

Persyaratan ini meliputi persediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, bebas dari serangga dan tikus, pembuangan sampah yang saniter, pembuangan air limbah yang memenuhi syarat kesehatan dan harus cukup luasnya.


(51)

Persyaratan agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan meliputi konstruksi lemah dan material yang digunakan harus cukup kuat (berkualitas baik), diusahakan agar tidak mudah terbakar, pada bangunan bertingkat perlu dibuat tangga darurat yang terletak diluar bangunan, perlu adanya alat pemadam kebakaran dan dapat dihindari timbulnya kecelakaan lalu lintas.

2.8.2. Persyaratan Rumah Sehat

2.8.2.1. Luas Bangunan Rumah (Kepadatan Hunian Ruang Tidur)

Rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan psikologis meliputi privacy (kebebasan), security (keamanan), safety (perlindungan), comfirt (kesenangan) dan rileks (ketenangan). Disamping itu juga harus memenuhi persyaratan fisik yang meliputu konstriksi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan dan sanitasi yang baik (Reksosoebroto, 1978).

Menurut Regional Houseing Center, suatu bangunan harus memenuhi ukuran luas yang layak (dengan perhitungan untuk setiap keluarga yang terdiri dari 5 anggota keluarga rata-rata). Setidak-tidaknya harus ada batas-batas minimal dapat dianggap rumah tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan-persyaratan (Reksosubroto,1978).

Di berbagai negara persyaratan luas ruangan, perumahan biasanya ditentukan berdasarkan banyaknya penghuni. Over crowding (kepenuhsesakan) dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moral. Luas bangunan yang optimum menurut Notoatmodjo (2003) adalah apabila menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang atau tiap anggota keluarga. Menurut Lubis (1985) over crowding suatu perumahan apabila kondisi rumah terhadap jumlah penghuni sebagai berikut :


(52)

a. Dua individu dari jenis kelamin yang berbeda dan usia diatas 10 tahun yang bukan suami istri, tidur dalam satu kamar.

b. Jumlah penghuni dibandingkan dengan luas lantai melebihi ketentuan yang ditetapkan.

Di Indonesia ketentuan mengenai kepadatan hunian ruang tidur di tetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/ Menkes/ SK/ VII/ 1999, yaitu luas ruang tidur minimal 8 meter2 dan tidak dianjurkan/ digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Dan ukuran kamar tidur yang ideal minimal 9 meter2 untuk orang dewasa dan anak – anak diatas 5 tahun, sedangkan untuk anak balita ukuran minimal 4,5 m2 dan tidak dianjurkan digunakan untuk lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur.

2.8.2.2. Ventilasi

Suatu ruangan yang terlalu padat penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan penghuni rumah tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan. Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10 % dari luas lantai (Kepmenkes, 2002).

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar. Sehingga keseimbangan O2 yang diperlukan

oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2

di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi

meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen


(53)

(bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003).

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

1. Ventilasi alamiah, di mana aliran udara di dalam ruangan terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. 2. Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan

udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara (Notoatmodjo, 2003).

2.8.2.3. Lantai

Perkembangbiakan mikroorganisme pada ruangan rumah juga dipengaruhi oleh kondisi lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Lantai rumah biasanya hanya berupa tanah atau batu – batu yang langsung diletakkan di atas tanah, sehingga kelembabannya sangat tinggi.

Umumnya masyarakat Indonesia terutama yang tinggal di daerah pedesaan belum memperhatikan kondisi perumahan khususnya kondisi lantai yang biasanya hanya berupa tanah saja.

Lantai dari tanah atau batu bata biasanya langsung diletakkan di atas tanah sehingga menjadi lembab. Oleh karena itu perlu suatu lapisan kedap yang air, seperti semen, susunan tegel, dan lain-lain. Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat mengundang berbagai serangga dan tikus untuk bersarang, demikian juga kotoran yang


(54)

2.8.2.4. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media (tempat) yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya di dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusak mata. Karena itu pencahayaan ruangan minimal intensitasnya 60 lux. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni ((Notoatmodjo, 2003) :

1. Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 10 % sampai 20% dari luas lantai yang terdapat di dalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Di samping sebagai ventilasi, jendela juga berfungsi sebagai jalan masuk cahaya.

2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.


(55)

2.8. Kerangka Konsep

2.9. Hipotesa Penelitian

Ho : Ada hubungan faktor lingkungan Fisik Rumah dengan kejadian malaria di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue.

Ha : Tidak ada hubungan faktor lingkungan Fisik Rumah dengan kejadian malaria di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue.

Karakteristik Umum Umur

Pendidikan Pekerjaan

Faktor Lingkungan Fisik Rumah 1. Kondisi Lingkugan Fisik Rumah

a. Kawat Kasa PadaVentilasi b. Pencahayaan

c. Kelembaban

d. Langit-langit/Plafon Rumah e. Kerapatan Dinding

2. Kondisi Lingkungan Rumah a. Semak-semak

Lingkungan Kimia dan Biologi a. pH pada Rawa-rawa dan

Lagun

b. Rawa-rawa dan Lagun

Angka Kejadian Malaria


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat Analitik dengan desain penelitian Cross Sectional untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian Malaria.

3.2. Lokasi dan Waktu Peneltian 3.2.1. Lokasi

Pelaksanaan penelitian di lakukan di Desa Suka Karya Kecamatan Simuelue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh.

Pemilihan lokasi dengan pertimbangan:

1.Masih tingginya angka penyakit malaria di Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue.

2.Keadaan Lingkungan Kabupaten Simeulue yang sangat mendukung untuk perkembangan nyamuk Anopheles spp.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian di rencanakan akan di lakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) yang berada di Desa Suka Karya Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue yang berjumlah 955 Kepala Keluarga.


(57)

3.3.2. Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagian populasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (Taro Yamane dikutip oleh Soekidjo, 2002)

n= N 1+ N (d2)

Dimana:

N = Besar Populasi n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan/ ketetapan yang diinginkan (0,1) Maka :

n = 955 1+955(0,12)

n = 90,52 ≈ 100

Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 Kepala Keluarga 3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Systematic Random Sampling. unit dari populasi diberi nomor dan diurutkan. Kemudian ditentukan satu nomor sebagai titik tolak menarik sampel. Nomor berikut dari anggota yang ingin dipilih ditentukan secara suatu sistematika, misalnya tiap nomor ke-m dari titik tolak dan dari unit selanjutnya akan dipilih sebagai anggota sampel (Nazir, 1988).


(58)

3.5. Jenis Data 3.5.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi berdasarkan Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat Depkes RI dan Kepmenkes RI no 829 tahun 1999 dan mengamati langsung bagaimana kondisi lingkungan rumah responden di Desa Lasikin Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simuelue Propinsi Nonggroe Aceh Darussalam.

3.5.2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Kantor Camat sebagai data demografi dan Puskesmas Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue serta dari Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue mengenai wabah penyakit Malaria.

3.6. Definisi Operasional

Sesuai dengan kerangka penelitian, maka definisi operasional dari variabel adalah sebagai berikut :

1. Kejadian Malaria adalah : penyakit menular yang menyerang salah satu anggota keluarga responden dalam 3 bulan terakhir dalam bentuk infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk Anhopeles betina.

2. Pendidikan adalah kegiatan akademik formal tertinggi yang pernah diikuti responden berdasarkan ijasah terakhir.

3. Pekerjaan adalah kegiatan utama maupun sampingan yang dilakukan responden untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari – hari.


(59)

4. Dinding adalah pembatas rumah responden yang terbuat dari pasangan batu bata, papan, anyaman bambu halus, anyaman bamboo kasar, dan dilihat dari kerapatannya.

5. Ventilasi adalah luas penghawaan atau ventilasi yang permanen minimal 10 % dari luas lantai menurut permenkes no 829/Menkes/SK/II/1999..

6. Pencahayaan adalah masuknya sinar matahari kedalam ruangan dan menyebar secara merata, terang dan tidak silau sehingga dapat digunakan membaca dengan normal.

7. Kelembaban adalah kualitas keadaan udara di dalam ruangan rumah yang baik apabila dinding rumah tidak basah dan tidak mengelembung.

8. Plafon Rumah adalah : area yang membatasi antara lantai dan atap.

9. Rawa-rawa adalah Luas wilayah yang di genangi air secara terus menerus.

10. Semak-semak adalah rumput atau tumbuhan berkayu yang rimbun yang dibedakan dengan pohon karena cabangnya yang banyak dan tingginya yang lebih rendah yaitu kurang dari 1 meter yang dapat digunakan sebagai tempat istirahat nyamuk, dikatakan rimbun apabila tidak bisa ditembus oleh sinar matahari, tidak rimbun apabila bisa ditembus oleh sinar matahari.

11. Lagun adalah Luas wilayah yang di genangi air laut yang bercampur dengan air tawar pada muara kecil yang tertutup sehingga aliran air tertahan.

12. PH adalah Suatu keadaan keasaman atau kebasahan air pada rawa dan lagun. 3.7. Teknik Pengumpulan Data


(60)

dari catatan Puskesmas, Kantor Camat Simeulue dan Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.

3.8. Aspek Pengukuran

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Data.

No Variabel Cara Ukur Hasil Ukur

1. Malaria Wawancara 1.Ya, jika salah satu anggota keluarga ada yang terserang penyakit malaria dalam 3 bulan terakhir.

2.Tidak, jika tidak ada satupun dari anggota keluarga yang terserang penyakit malaria dalam 3 bulan terakhir.

2. Kawat Kasa Pada Ventilasi

Observasi 1.Ya, jika pada ventilasi rumah terdapat kawat kasa nyamuk. 2.Tidak, jika pada ventilasi rumah

tidak terdapat kawat kasa nyamuk

3. Semak-semak Observasi 1.Ya, jika pada lingkungan sekitar rumah terdapat semak-semak. 2.Tidak, jika pada lingkungan tidak

terdapat semak-semak.

4. Pencahayaan Observasi 1.Kurang Terang, jika tidak dapat membaca dengan normal

2.Terang dan Tidak Silau, jika dapat membaca dengan normal. 5. Plafón/Langit-langit Observasi 1. Ada, jika plafon barada di

seluruh ruangan maupun disebagian ruangan.

2. Tidak ada, jikan plafon tidak di temui di semua ruangan.

6. Kerapatan Dinding Observasi 1. Rapat, jika tidak terdapat lubang ≥1,5 mm.

2. Tidak Rapat. Jika terdapat lubang ≥1,5 mm.

7. Kelembaban Observasi 1. Ya, jika dinding rumah basah dan mengelembung.

2. Tidak, Jika dinding rumah tidak terasa lembab.

8. pH pH meter 1. Asam


(61)

3. Normal

9. Rawa-rawa atau Lagun Observasi 1. Ya, jika terdapat rawa-rawa atau lagun di sekitar rumah.

2. Tidak, jika tidak terdapat rawa-rawa atau lagun.

3.9. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer dan dianalisa secara analitik lalu disajikan dalam bentuk table distribusi frukuensi (Univariat) dan tabulasi silang (Bivariat), kemudian dilanjutkan dengan analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan dengan kejadian malaria dengan tingkat kepercayaan 95%.


(1)

Crosstabs

Case Processing Summary

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

SEMAK * MALARIA

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

SEMAK * MALARIA Crosstabulation Count

84 6 90

6 4 10

90 10 100

Ya Tidak SEMAK Total Ya Tidak MALARIA Total Chi-Square Tests

11.111b 1 .001

7.716 1 .005

7.469 1 .006

.008 .008

11.000 1 .001

100 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.00.


(2)

LAMPIRAN

Gambar Lampiran 1 : Ventilasi pada salah satu rumah responden


(3)

(4)

Gambar Lampiran 5 : Jenis Dinding dan Kerapatan Dinding

Gambar Lampiran 6 : Jenis Atap rumah dan Keberadaan plafon atau langit-langit


(5)

Gambar Lampiran 7 : Jenis Atap rumah dan Keberadaan plafon atau langit-langit

rumah


(6)

Gambar Lampiran 9 : Lagun disekitar rumah responden.


Dokumen yang terkait

Nandong (Studi Etnogarfi tentang Kesenian Nandong di Simeulue Timur, Kabupaten Simeulue, Propinsi Nanggroe Darusslam)

7 114 136

Identifikasi Strategi Pemberdayaan Bidang Ekonomi Pada Ibu Rumah Tangga Desa Suka Makmur oleh Pemerintah Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Tahun 2006

0 35 102

Beberapa Aspek Lingkungan Yang Berhubungan Dengan Angka Kejadian Malaria Di Desa Suka Jaya,Sukakarya,Suka Makmur Dan Air Dingin,Kecamatan Simeulue Timur, Kabupaten Simeulue,Provinsi Naggroe Aceh Darussalam Tahun 2003

0 20 222

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA KETOSARI KECAMATAN BENER KABUPATEN PURWOREJO.

0 1 111

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Suami Dengan Kesiapan Wanita Dalam Menghadapi Masa Menopause Di Desa Sinabang Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue

0 0 18

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Suami Dengan Kesiapan Wanita Dalam Menghadapi Masa Menopause Di Desa Sinabang Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue

0 0 2

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Suami Dengan Kesiapan Wanita Dalam Menghadapi Masa Menopause Di Desa Sinabang Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue

0 0 10

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Suami Dengan Kesiapan Wanita Dalam Menghadapi Masa Menopause Di Desa Sinabang Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue

0 0 34

Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Suami Dengan Kesiapan Wanita Dalam Menghadapi Masa Menopause Di Desa Sinabang Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue

0 0 4

PEMBENTUKAN KABUPATEN SIMEULUE DI WILAYAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

0 0 15