Frekuensi Rotor Rangkaian Ekivalen

21 12. Akibat adanya slip s, maka nilai frekuensi pada rotor 2 f dan reaktansi rotor 2 x akan dipengaruhi oleh slip, yang dapat dinyatakan dengan s f dan s 2 x . 13. Jika kecepatan putaran rotor r n sama dengan kecepatan medan putar stator s n , maka slip bernilai nol, tidak ada fluks yang memotong belitan rotor sehingga pada belitan rotor tidak diinduksikan tegangan, maka tidak ada arus yang mengalir pada belitan rotor, sehingga rotor tidak berputar, karena tidak ada gaya yang terjadi pada rotor.

2.7 Frekuensi Rotor

Ketika rotor masih dalam keadaan diam, dimana frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan sumber . Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f yaitu: r s n n − = P f 120 , diketahui bahwa n s = p f 120 Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan s n n n f f s r s = − = Maka f = sf Hz …………………………...……………….2.7 Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f = sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan 22 menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesar s sn . Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang konstan dan kecepatan medan putar s n yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. Kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya.

2.8 Rangkaian Ekivalen

Untuk menetukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga fasa, pertama – tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang di dalam fasa – fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan: 1 V = 1 E + 1 I 1 1 jX R + Volt ………...…………..………….2.8 Di mana: 1 V = tegangan terminal stator Volt 1 E = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultanVolt 1 I = arus stator Ampere 1 R = resistansi efektif stator Ohm 1 X = reaktansi bocor stator Ohm 23 Arus pada stator terbagi menjadi dua bagian, yaitu 2 I dan I . Arus I ini terbagi lagi menjadi dua komponen, yaitu komponen pemagnetan m I dan komponen beban c I . Arus m I akan menghasilkan medan magnet atau fluksi pada celah udara, sedangkan arus c I akan menghasilkan rugi – rugi inti. Arus c I ini sefasa dengan 1 E sedangkan arus pemagnetan m I ketinggalan terhadap 1 E sebesar ° 90 . Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar 2.9 di berikut ini: 1 V 1 R 1 X 1 I c R m X I c I m I 2 I 1 E Gambar 2.9 Rangkaian Ekivalen pada Stator Pada rotor belitan, jika belilitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan fasa stator. Jumlah lilitan efektif tiap fasa pada lilitan stator banyaknya a kali jumlah lilitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah lilitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan rotor E yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan s E 2 yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah s E 2 = a rotor E n ………………………...……………..2.9 24 Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, lilitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya rotor I dan arus s I 2 pada rotor ekivalen haruslah s I 2 = a I rotor ………………………...………………..…….2.10 Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip S Z 2 dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip rotor Z dari rotor yang sebenarnya haruslah sebagai berikut: S Z 2 = = S S I E 2 2 = rotor rotor I E a 2 rotor Z a 2 Ohm ……………...…….2.11 Karena rotor terhubung singkat, hubungan fasor antara ggl frekuensi slip s E 2 yang dibangkitkan pada fasa patokan dari rotor patokan dan arus s I 2 pada fasa tersebut adalah: = S S I E 2 2 S Z 2 = 2 R + 2 jsX …………………………….………….2.12 Dimana: S Z 2 = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa berpatokan pada stator Ohm 2 R = tahanan rotor Ohm 2 sX = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip Ohm Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.12 dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi 2 X didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator. 25 Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar s E 2 . Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif rotor adalah s E 2 = 2 E s ……………………………….………………..2.13 Dan s I 2 = 2 I ...........................................................................2.14 Dengan membagi persamaan 2.13 dengan persamaan 2.14 didapatkan = S S I E 2 2 2 2 I E s ………………………………...………………2.15 Didapat hubungan antara persamaan 2.14 dengan persamaan 2.15, yaitu = S S I E 2 2 2 2 I E s = 2 R + 2 jsX ……………………………………...….2.16 Dengan membagi persamaan 2.16 dengan s, maka didapat 2 2 I E = s R 2 + 2 jX ……………………………………………………...2.17 Dari persamaan 2.12 , 2.13 dan 2.17 maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor seperti Gambar 2.10a. s E 2 2 E 2 R 2 sX 2 X s R 2 2 R 1 1 2 − s R 2 I 2 I 2 X 2 I 2 E Gambar 2.10a Rangkaian ekivalen pada sisi rotor dalam keadaan berputar 26 s R 2 = s R 2 + 2 R - 2 R s R 2 = 2 R + 1 1 2 − s R …………………..………………………..2.18 Pada saat rotor akan berputar, tegangan yang diinduksikan pada belitan rotor sebesar 2 E tegangan induksi pada rotor sebelum dipengaruhi oleh slip s . Sehingga rangkaian ekivalen pada rotor dapat digambarkan seperti Gambar 2.10b. 2 E 2 R 2 X 2 I Gambar 2.10b Rangkaian ekivalen pada sisi rotor saat akan berputar Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor sebelumnya, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan Gambar 2.11 berikut ini. 1 V 1 R 1 X 1 I c R m X I c I m I 2 I 1 E 2 sX 2 I 2 R 2 E s Celah udara Gambar 2.11 Rangkaian ekivalen motor induksi setelah berputar 27 Untuk mempermudah perhitungan, maka rangkaian ekivalen pada Gambar 2.11 dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan seperti Gambar 2.12. 1 V 1 R 1 X c R m X 2 X 1 E 1 I I c I m I 2 I s R 2 Gambar 2.12 Rangkaian ekivalen perphasa motor induksi yang delihat dari sisi stator Atau seperti Gambar-2.13 berikut. 1 V 1 R 1 X c R m X 2 R 2 X 1 1 2 − s R 1 E 1 I I c I m I 2 I Gambar 2.13 Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator Dimana: 2 X = 2 2 X a 2 R = 2 2 R a 28 Dalam teori transformator-statika, analisa rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus pemagnetan yang sangat besar dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen c R dapat dihilangkan diabaikan. Rangkaian ekivalennya ditunjukkan pada Gambar 2.14. 1 V 1 R 1 X m X 2 R 2 X 1 1 2 − s R 1 E 1 I I 2 I Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator dengan mengabaikan c R

2.9 Aliran Daya Pada Motor Induksi