Wahid Hasjim dan al-Majlis al-Islam al-A’la al-Indonesia MIAI Wahid Hasjim dan Masyumi

yang mungkin cocok buatnya, namun lebih condong kepada NU, dikarenakan ia melihat bahwa NU lebih memiliki prospek ke depan ketimbang organisasi lainnya. Beliau memulai karirnya di NU dengan aktif sebagai penulis ranting Nahdlatul Ulama Cukir, lalu beliau diangkat menjadi ketua NU di Jombang, akhirnya padatahun 1940 beliau dipilih sebagai anggota Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU bagian Ma’arif.

3. Wahid Hasjim dan al-Majlis al-Islam al-A’la al-Indonesia MIAI

MIAI merupakan gabungan dari perhimpunan-perhimpunan Islam yang berdiri atas prakarsa dari KH. Abdul Wahab, KHM. Mansur, KH. Ahmad Dahlan dan Wondoamiseno pada tahun 1937 M. MIAI dikenal dalam bahasa Indonesia dengan sebutan Majlis Islam Tinggi. 15 Wahid Hasjim menjabat sebagai ketua Dewan MIAI hasil dari kongres kedua di Solo pada bulan Mei 1939 dan dalam sidang Pleno bulan September 1940. Beliau di sini merupakan utusan dari Nahdlatul Ulama. Pada masa Wahid Hasjimlah diadakan hubungan umat Islam Indonesia dengan umat Islam yang ada di Jepang. Lalu Wahid Hasjim mengadakan hubungan dengan GAPPI dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. 15 Ibid., h. 161 Pada tahun 1942 bertepatan dengan berakhirnya penajajah Belanda di Indonesia Wahid Hasjim melepaskan jabatan sebagai ketua MIAI dan PBNU dengan alasan disuruh membantu ayahnya yang sudah lanjut usia untuk mengurus pesantren yang santrinya tidak kurang dari 1500 orang anak. Dengan demikian beliau hany menjadi anggota biasa MIAI.

4. Wahid Hasjim dan Masyumi

Pada tahun 1942 terjadi perang Pasifik yang mengakibatkan Indonesia dikuasai oleh Jepang. Pada masa ini keadaan berubah drastis. Hal ini dikarenakan pemerintahan Jepang memakai sistem diktator dalam bentuk pemerintahan militer. Kebijakan yang diterapkan oleh Jepang adalah mematikan langkah para tokoh-tokoh pergerakan dengan cara melarang berdiri dan berkembangnya berbagai bentuk perhimpunan politik dan keagamaan. Larangan ini dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 1942 kemudian dilanjutkan dengan peraturan tanggal 20 Maret 1942 yang membubarkan segala bentuk perkumpulan. Namun pada tanggal 15 Juli 1942 Jepang memperlunak larangan tersebut namun kebijakan ini hanya berlaku untuk kegiatan non gerakan politik. Untuk menarik perhatian umat Islam di Indonesia, Jepang pada tanggal 13 Juli 1942 menghidupkan kembali MIAI yang pada tanggal 24 Oktober namanya diganti menjadi Masyumi yang diketuai oleh Muhammad Hasjim Asy’ari, namun beliau tidak bisa aktif dikarenakan mengurus pesantren hingga akhirnya tugas-tugas beliau diserahkan kepada Wahid Hasjim. 16

5. Wahid Hasjim dan Liga Muslim