Masa Pra Kemerdekaan Kiprah dan Perjuangan KH. Abdul Wahid Hasjim

Maha Esa merupakan hasil dari pengkajian terhadap Piagam Jakarta salah seorang pencetusnya adalah Wahid Hasjim.

B. Kiprah dan Perjuangan KH. Abdul Wahid Hasjim

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa dalam perjalanan politiknya Wahid Hasjim walaupun tidak memiliki usia yang panjang, namun sempat melalui tiga masa paling bersejarah dalam negeri ini. Masa tersebut adalah masa Pergerakan Nasional yaitu masa sebelum kemerdekaan, kemudian masa memperbutkan kemerdekaan atau masa revolusi hingga masa pemulihan kedaulatan. Dalam Sub bab ini akan dipaparkan mengenai perjuangan beliau pada tiga masa tersebut.

1. Masa Pra Kemerdekaan

Masa pra kemerdekaan adalah masa yang sangat sulit bangi umat Islam. Diskriminasi dan hegemoni datang dari pemerintahan kolonial baik Belanda maupun Jepang. Tidak heran kalau kondisi ini membuat bangkit putra-putri bangsa yang ingin segera melepaskan diri dari diskriminasi dan hegomoni tersebut. Namun bangkitnya putra-putri bangsa bukanlah terjadi begitu saja. Karena keinginan untuk melakukan perjuangan tentulah tidak sekedar bebekal semangat dan keberanian, namun harus didukung dengan strategi matang. Di samping strategi yang matang, tokoh-tokoh bangsa juga memiliki peranan yang sangat penting, karena tokoh- tokoh-tokoh inilah yang akan mengarahkan putra-putri bangsa dalam melakukan perjuangan melawan pemerintahan kolonial. Kita sebut saja Soekarno, Hatta serta sederetan nama yang begitu panjang yang menghiasi buku-buku sejarah perjuangan nasional. Salah seorang tokoh yang tak kalah penting dan yang menjadi perhatian khusus dalam tulisan ini adalah Wahid Hasjim. Beliau adalah sosok karismatik yang mampu mengantarkan putra-putri bangsa menuju kemerdekaan negeri ini. Meskipun kita tidak bisa melupakan begitu saja jasa-jasa yang diberikan tokoh-tokoh yang lain yang juga telah memberikan sumbangsih yang sangat berarti bagi negara ini. Kiprah dan perjuangan Wahid Hasjim pra kemerdekaan sangatlah nyata, beliau memulai perjuangannya melalui dunia pendidikan yang berarti bagaimana bangsa ini terangkat derajatnya dari kebodohan hingga tidak lagi menjadi objek yang empuk bagi pemerintahan kolonialis. Pendidikan yang direformasi oleh Wahid Hasjim, meskipun beranjak dari pesantren, namun sangatlah memberikan arti sangat besar, karena tidak dapat disangkal bahwa perjuangan kaum santri dalam pergerakan nasional sangat menonjol. Pendidikan politik diberikan oleh Wahid Hasjim supaya para santri tampil sebagai tokoh- tokoh yang tidak hanya pandai mengaji, melainkan tahu akan perkembangan jaman dan memahami politik serta pergerakannya. Kemudian bergabungnya Wahid Hasjim di berbagai organisasi gerakan mungkin membuat mulus langkahnya dalam memperjuangkan kemerdekaan. Memulai gerakan dengan membentuk sebuah organisasi pelajar yaitu Ikatan Pelajar Islam IKPI yang dibentuk pada tahun 1936. 58 dalam organisasi kecil ini beliau mulai mengajarkan dinamika pergerakan politik. NU yang menjadi tempat ia bernaung semakin jelas memperlihatkan kiprah dan perjuangannya. Ditambah lagi ketika Gabungan Politik Indonesia GAPI pada tahun 1939 atas dukungan NU yang diketuai oleh Wahid Hasjim sendiri. Pada thaun 1940 pengurus NU melayangkan surat yang berisi tuntutan pencabutan pembatasan bagi guru dan juru dakwah Islam. 59 Tuntutan ini membuat marah pemerintah Belanda. Keluarnya tuntutan ini adalah salah satu bukti perjuangan NU yang tentu saja di dalamnya terdapat Wahid Hasjim. Kiprah dan perjuangan Wahid Hasjim pra kemerdekaan pada dasarnya tak terlepas dari keiikutsertaannya dalam berbagai organisasi gerakan. Pengalaman berorganisasi dimulainya dalam gerakan NU pada tahun 1938 ia mulai mencurahkan tenaganya dalam pergerakan itu, mula-mula sebagai penulis Ranting NU Cukir, kemudian dipilih menjadi ketua NU di Jombang dan akhirnya pada tahun 1940 ia dipilih 58 Aboe Bakar, Sejarah Hidup…, h. 739 59 Greg Fealy, Ijtihad dan Politik Ulama; Sejarah NU 1952-1967, Yogyakarta : LkiS, 2003, h. 49 menjadi anggota PBNU bagian Ma’arif. Dalam kedudukan ini ia mendapat kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk memperkembangkan cita-cita reorganisasi bukan saja dari kuantitas tetapi mencakup kualitas madrasah-madrasah NU di seluruh Indonesia, tidak saja mengenai bilangan-bilangan jumlah madrasah, bentuknya pemilihan gurunya, daftar pengajaran-pengajarannya dan pengetahuan baru, yang dianggapnya perlu sebagai senjata bagi perjuangan umat Islam di masa yang akan datang, dipilih dan dimasukkannya ke dalam madrasah-madrasah agama itu. 60 Dalam dunia pendidikan Wahid Hasjim telah memberikan sumbangan yang sangat berarti. Kalau bukan karena jasa yang telah ia berikan dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren ada kemungkinan para santri pada waktu itu tidak akan mengenal dunia luar dan tidak mengerti arti dari perjuangan dan gerakan. Sedangkan kebutuhan akan gerakan pada masa itu amatlah mendesak, perlawanan terhadap pemerintahan kolonial tidak cukup hanya dengan bermodalkan semangat jihad tanpa tahu makna dari pergerakan. Memang perjuangan ke arah ini tidaklah mudah pada masa setengah gelap gulita itu. Reaksi tidak saja datangnya dari golongan di luar NU yang tidak ingin melihat pengadilan-pengadilan agama bercampur soal duniawi, melainkan juga dari dalam tubuh NU sendiri, yang menyalurkan kritik-kritik dan serangan itu melalui resolusi- 60 Aboe Bakar, Sejarah Hidup..., h. 162 resolusi, rapat-rapat, majalah-majalah dan saluran-saluran administrasi yang lain. Tetapi Wahid Hasjim tidak saja pandai menampik dan menjawab serangan itu dalam segala kesempatan, tetapi juga sebagai seorang pengarang tulisan keagamaan, ia dapat menginsyafi ulama- ulama reaksioner itu dengan uraian-uraiannya dalam rapat-rapat dan tulisannya dalam majalah-majalah organisasi, bahkan banyak di antara ulama yang menentang itu kemudian menjadi teman seperjuangan dan teman sepaham dalam memperbaharui pendidikan Islam di pesantren- pesantren dan madrasah-madrasah guna kemajuannya dan kemenangannya kaum muslimin di Indonesia. 61 Ia menulis dalma majalah suara NU berhuruf pegon, sedangkan dalam harian Berita NU yang berhuruf latin, yang bertahun-tahun dipimpin oleh seorang temannya yang sangat dikaguminya dan disayanginya HM. Machfudz Shiddiq, dengan ia sendiri, K. Abdullah ubaid, KH. Ilyas sebagai redaktur tetap. 62 Meskipun dalam NU Wahid Hasjim dan teman-temannya yang tersebut di atas ini termasuk golongan ulama muda, dengan paham- pahamnya yang disokong oleh ulama-ulama muda yang radikal itu, yang mau tidak mau merupakan golongan yang berjihad dan hendak melaksanakan pembaharuan kehidupan Islam al-tajdid fi al-Islam di Indonesia. 61 Ibid., h. 163 62 Ibid. Pada tahun 1941 diterbitkan Majalah Suluh NU yang ia pimpin sendiri khusus untuk menyalurkan paham-paham baru dalam dunia pendidikan Islam. Pada halaman dari majalah tersebut tercatat sebgai tujuannya. “Bulanan membicarakan perkara-perkara kemadrasahan” dan majalah ini diterbitkan oleh Hoofdbestuur N.O Bagian Ma’arif dengan redaksi-Administrasi Tebuireng, Djombang. 63 Memang pada waktu ia memegang pimpinan Bagian Ma’arif dari PBNU ia mempergunakan segala kesempatan untuk mengatur urusan pendidikan dan pengajaran dalam NU. Di samping pertentangan-pertentangan yang ia alami baik dari kalangan Islam, maupun non Islam serta kolonialis Belanda. Pertentangan yang tak kalah hebatnya datang dari pihak pemerintah Jepang. Konfrontasi ini pada awalnya tidak begitu kelihatan, malah hubungan antara beliau dan Jepang terlihat harmonis, terbukti ketika beliau berhasil membebaskan ayahnya KH. Hasjim Asy’ari dari tahanan Jepang. Hal ini tentulah karena hubungan antara beliau dan Jepang yang baik. Namun konfrontasi ini terlihat ketika ia berada di dalam barisan Masyumi. Masyumi yang pada awalnya dibentuk untuk kepentingan pemerintahan kolonial Jepang seperti mengumpulkan masyarakat untuk ikut kerja paksa atau romusha di tangan Wahid Hasjim berbalik menyerang Jepang. Sedikit demi sedikit tujuan Masyumi dibelokkan 63 Ibid. hingga menjadi sebuah kelompok gerakan yang menentang Jepang. Pembentukan Pasukan Pembela Tanah Air PETA oleh Masyumi atas prakarsa Jepang yang semula bertujuan untuk membantu Jepang untuk memenangkan perang Asia Timur Raya malah berbalik menjadi kekuatan yang pada akhirnya menghantam Jepang sendiri. Wahid Hasjim yang telihat lunak dan ramah tamah itu semakin lama semakin dicurigai para pembesar Jepang, terutama semenjak tembulnya pemberontakan atas Jepang di Singaparna, Blitar dan daerah lainnya yang terungkap ketika Wahid Hasjim berkeluh kesah kepada Saefuddin Zuhri di mana beliau menceritakan ada salah seorang ulama dari Jawa Timur yang berkeinginan menjumpai Wahid Hasjim di kamar kerjanya di rumah nomor 1 Jalan Taishoo Doori kini Gedung Imigrasi Jalan Teuku Umar Jakarta, tamu itu tidak dapat mengutarakan maksudnya karena di situ ada seorang pembesar Jepang yang memang ditugaskan oleh Gunseireikanbu selalu harus mendampingi Wahid Hasjim. Tamu itu dengan sabarnya menantikan bila pembesar itu pulang. Rupanya pembesar Jepang itu telah mencium maksud kedatangan ulama dari Jawa Timur ini. Maka pembesar Jepang itu semalaman mendampingi Wahid Hasjim bahkan bermalam di sana. Sang tamu menunggu hingga subuh tetapi pembesar Jepang itu telah bangun terlebih dahulu sampai-sampai ketika Wahid Hasjim naik bobil sang pembesar Jepang itu telah duduk di sampingnya hingga akhirnya niat ulama tadi untuk membicarakan hal penting gagal. 64 Dari cerita Saefuddin Zuhri di atas jelas terlihat bias dari konfrontasi antara Wahid Hasjim dengan pemerintah Jepang. Tetapi walaupun kecurigaan terhadap Wahid Hasjim sangat besar tetapi sepertinya pemerintah Jepang tidak berniat untuk melenyapkan Wahid Hasjim. Hal ini mungkin dikarenakan sosok Wahid Hasjim yang memiliki pamor di tengah-tengah umat Islam yang dapat menimbulkan resiko kerugian besar bagi Pemerintah Jepang apabila melenyapkannya. Dari berbagai konfrontasi yang dialami oleh Wahid Hasjim menunjukkan betapa gigihnya beliau melakukan perjuangan pada masa sebelum kemerdekaan RI. Semuanya beliau lakukan tak lain agar kedaulatan RI tercipta dan kesatuan dan persatuan bangsa tuwujud.

2. Masa Menjelang Kemerdekaan