Hubungan Kualitas Tidur Dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah Dan Nyeri Kepala Primer

(1)

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS

NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH

DAN NYERI KEPALA PRIMER

T E S I S

SARI THERESIA BUKIT 087112007

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN


(2)

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS

NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH

DAN NYERI KEPALA PRIMER

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik Spesialis Saraf Pada Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARI THERESIA BUKIT 087112007

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP.H. ADAM MALIK

MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA NYERI NYERI PUNGGUNG BAWAH DAN NYERI KEPALA PRIMER

Nama Mahasiswa : Sari Theresia Bukit Nomor Induk Mahasiswa : 087112007

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, SpS(K) Ketua

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS I


(4)

Tanggal lulus : 14 Juni 2011

Telah diuji pada Tanggal: 14 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

1. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) 2. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) 3. Dr. Darlan Djali Chan, SpS

4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K) 5. Dr. Rusli Dhanu, SpS(K)

6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS(K) 7. Dr. Aldy S. Rambe, SpS(K)

8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, SpS 9. Dr. Khairul P. Surbakti, SpS 10. Dr. Cut Aria Arina, SpS 11. Dr. Kiki M. Iqbal, SpS 12. Dr. Alfansuri Kadri, SpS

13. Dr. Dina Listyaningrum, SpS, Msi. Med 14. Dr. Aida Fitri, SpS


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PENDERITA NYERI PUNGGUNG BAWAH DAN NYERI KEPALA PRIMER

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 14 Juni 2011


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala berkah, rahmat dan kasihNya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir dalam program pendidikan spesialis di Bidang Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, kepada :

Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yang terhormat Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) (Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran USU saat penulis diterima sebagai PPDS), yang telah menerima saya untuk menjadi peserta didik serta memberikan bimbingan selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf ini.


(7)

Yang terhormat Ketua Departemen / SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K), yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan serta bimbingan selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf ini.

Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan serta bimbingan dan arahan dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) dan Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K), selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

Kepada guru-guru penulis: Prof. Dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S(K); Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K); Dr. Irsan NHN. Lubis, Sp.S; Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; Dr. Iskandar Nasution, Sp.S; Dr. Cut Aria Arina, Sp.S; Dr. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S; dr Alfansuri Kadri, Sp.S; dr Dina Listyaningsum, Sp.S, M.Si. Med; dr Aida Fitri, Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK – USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan yang telah penulis terima.

Kepada Drs. Abdul Jalil A. A, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak membimbing, membantu dan meluangkan waktunya dalam pembuatan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.


(8)

Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.

Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU / RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

Ucapan terima kasih penulis kepada para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pasien nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi, Hubertus Sama Bukit dan Mariati Sembiring, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa restu kepada penulis sejak lahir hingga saat ini.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada yang terhormat tante-tante saya, Roslina Sembiring; drg. Martha Sembiring, Sp. Ort; Dra. Kristina Sembiring, dan kepada kakek saya Drs. Wara Sinuhaji beserta nek karo Rosa Sinuhaji atas nasehat, doa, dan dorongannya selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada abang dan kakak saya, Darsah Bukit, BA; Editha Hariani Sembiring; Rahmawati Bukit; dr. Irwansyah beserta seluruh keluarga yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, kasih sayang dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.


(9)

Kepada semua rekan dan sahabat yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu yang telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga Tuhan melimpahkan rahmat dan kasihnya kepada kita semua. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Penulis


(10)

ABSTRAK

Latar Belakang: Gangguan tidur merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer. Peningkatan intensitas nyeri dapat mengakibatkan peningkatan gangguan tidur, seperti memburuknya kualitas tidur.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.

Metode: Studi observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional, di Poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan. Setiap pasien dinilai kualitas tidurnya berdasarkan Pittsburgh Sleep Quality Index, dan intensitas nyeri berdasarkan Visual Analog Scale.

Hasil: Terdapat 23 pasien nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer, dimana persentase penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer lebih banyak pada wanita (65,2%) dibandingkan pria (34,8%). Penyebab nyeri punggung bawah yang terbanyak adalah spondylosis lumbalis (87%), sedangkan nyeri kepala primer yang terbanyak adalah chronic tension type headache (78,3%). Uji Gamma menunjukkan hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah (r= 0,906; p= 0,006) dan ditemukan hubungan yang tidak signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer (r= 0,684; p= 0,059).

Kesimpulan: Peningkatan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat mengakibatkan kualitas tidur yang semakin memburuk.

Kata Kunci: kualitas tidur, intensitas nyeri, nyeri punggung bawah, nyeri kepala primer.


(11)

ABSTRACT

Background: Sleep disturbances are the most common complaint of low back pain and primary headache patients. Increasing of pain intensity could have impact on increasing sleep disturbances, such as poor quality of sleep.

Objective: To find out the correlation between quality of sleep and pain intensity in low back pain and primary headache patients.

Methods: This cross sectional study observed patients at Polyclinic of Neurology RSUP H. Adam Malik Medan. Sleep quality of every patient was assessed using Pittsburgh Sleep Quality Index, and pain intensity using Visual Analog Scale.

Results: There were 23 patients who suffered from low back pain and primary headache, where the percentage of low back pain and primary headache mostly found in women (65,2%) than in men (34,8%). The most common etiology of low back pain were spondylosis lumbalis (87%), while in primary headache were chronic tension type headache. Gamma test showed significant between quality of sleep and pain intensity in low back pain (r= 0,906; p= 0,006) and non-significant between quality of sleep and pain intensity in primary headache patients (r= 0,684; p= 0,059).

Conclusions: Increasing pain intensity in low back pain and primary headache patients had an impact on the worsening of sleep quality.


(12)

DAFTARISI

HALAMAN

Lembar Pengesahan Tesis ... ii

Ucapan Terima Kasih ... v

Abstrak... ix

Abstract... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Singkatan ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Tabel ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.4. Hipotesis... 6

1.5. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

II.1. Nyeri Punggung Bawah... 7

II.1.1. Defenisi ... 7

II.1.2. Epidemiologi ... 8

II.1.3. Faktor Resiko... 8

II.1.4. Etiologi ... 9

II.1.5. Patofisiologi... 10

II.2. Nyeri Kepala... 11

II.2.1. Defenisi ... 11

II.2.2. Epidemiologi ... 12

II.2.3. Klasifikasi Nyeri Kepala... 12

II.2.4. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer ... 13

II.2.5. Patofisiologi Nyeri Kepala Primer... 14

II.3. Tidur ... 17

II.3.1. Defenisi ... 17

II.3.2. Arsitektur Tidur... 17

II.3.3. Siklus Tidur ... 18

II.3.4. Kebutuhan Tidur ... 19

II.3.5. Gangguan Tidur ... 19

II.3.6. Siklus Tidur Bangun ... 20

II.4. Tidur dan Nyeri Punggung Bawah... 22

II.5. Tidur dan Nyeri Kepala Primer ... 24

II.6. Kerangka Teori... 26

II.7. Kerangka Konsepsional ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN... 28

III.1. Tempat dan Waktu ... 28

III.2. Subjek Penelitian... 28

III.2.1. Populasi Sasaran ... 28


(13)

III.2.3. Besar Sampel ... 28

III.2.4. Kriteria Inklusi ... 29

III.2.5. Kriteria Eksklusi ... 29

III.3. Batasan Operasional ... 30

III.4. Instrumen Penelitian... 31

III.5. Rancangan Penelitian ... 34

III.6. Pelaksanaan Penelitian ... 34

III.6.1. Pengambilan Sampel ... 34

III.6.2. Kerangka Operasional ... 35

III.7. Variabel yang Diamati ... 36

III.8. Analisa Statistik ... 36

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37

IV.1. Hasil Penelitian ... 37

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian... 37

IV.1.1.1. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah.. 37

IV.1.1.2. Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Primer ... 38

IV.1.2. Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 42

IV.1.3. Intesitas nyeri pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer... 42

IV.1.3.1. Intensitas nyeri pada nyeri punggung bawah... 42

IV.1.3.2. Intensitas nyeri pada nyeri kepala primer ... 44

IV.1.4. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer ... 46

IV.1.4.1. Komponen kualitas tidur pada nyeri punggung bawah... 46

IV.1.4.2. Komponen kualitas tidur pada nyeri kepala primer ... 49

IV.1.5. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri pada Penderita Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 52

IV.1.5.1. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah ... 52

IV.1.5.2. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Kepala Primer ... 53

IV.2. Pembahasan... 54

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian... 55

IV.2.1.1. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah.. 55

IV.2.1.2. Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Primer ... 56

IV.2.2. Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 58

IV.2.3. Intesitas nyeri pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer... 58

IV.2.3.1. Intensitas nyeri pada nyeri punggung bawah... 58

IV.2.3.2. Intensitas nyeri pada nyeri kepala primer ... 59


(14)

IV.2.4.2. Komponen kualitas tidur pada nyeri

kepala primer ... 61

IV.2.5. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri pada Penderita Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer ... 62

IV.2.5.1. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah ... 62

IV.2.4.2. Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Kepala Primer ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

V.1. Kesimpulan ... 66

V.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA... 69 LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan Kepada Pasien

2. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian

3. Persetujuan Komite Etik

4. Lembar Pengumpulan Data Penelitian

5. Pittsburgh Sleep Quality Index 6. Visual Analog Scale

7. Karakteristik Data Pasien Nyeri Punggung Bawah

8. Karakteristik Data Pasien Nyeri Kepala Primer


(15)

DAFTAR SINGKATAN

5-HT : 5 Hydroxytripthane

Ach : Acetylcholine

CGRP : Calcitonin Gene Related Peptide

CTTH : Chronic Tension Type Headache

EEG : Electroencephalography

ETTH : Episodic Tension Type Headache

GABA : Gamma-aminobutyric acid

Gal : Galanin

His : Histamine

HNP : Hernia Nucleus Pulposus

IHS : International Headache Society

LC : Locus Ceruleus

LDT : Laterodorsal Tegmental Nuclei

LHA : Lateral Hypothalamic Area

MAPK : Mitogen-Activated Protein Kinase

NA : Noradrenalin

NHIS : National Health Interview Survey

NPB : Nyeri Punggung Bawah

NREM : Non Rapid Eye Movement

PPT : Pedunculopontine Tegmental

PSQI : Pittsburg Sleep Quality Index

PT : Perguruan Tinggi

REM : Rapid Eye Movement

SCN : Suprachiasmatic Nucleus

SD : Sekolah Dasar

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SSP : Susunan Saraf Pusat

IL-1 : Interleukin-1

SUNCT : Short-lasting unilateral neuralgiform headache with

conjuctival injection and tearing

SWS : Slow Wave Sleep

TMN : Tuberomammilary Nucleus

TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α

VAS : Visual Analog Scale


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Regulasi CGRP pada trigeminal ganglia neuron 15

Gambar 2. Sistem ascending arousal mengirimkan sinyal dari batang

otak dan hipothalamus posterior menuju seluruh forebrain

21

Gambar 3. Diagram batang jenis kelamin penderita nyeri punggung

bawah dan nyeri kepala primer

40

Gambar 4. Diagram batang pendidikan penderita nyeri punggung

bawah dan nyeri kepala primer

40

Gambar 5. Diagram batang pekerjaan penderita nyeri punggung

bawah dan nyeri kepala primer

41

Gambar 6. Diagram batang intensitas nyeri penderita nyeri punggung

bawah dan nyeri kepala primer

41

Gambar 7. Diagram batang intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung

bawah

44

Gambar 8. Diagram batang intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala

primer

45

Gambar 9. Diagram batang gangguan tidur pada nyeri punggung

bawah

47

Gambar 10. Diagram batang durasi tidur pada nyeri punggung bawah 48

Gambar 11. Diagram batang latensi tidur pada nyeri punggung bawah 48

Gambar 12. Diagram batang gangguan tidur pada nyeri kepala primer 50

Gambar 13. Diagram batang durasi tidur pada nyeri kepala primer 51

Gambar 14. Diagram batang latensi tidur pada nyeri kepala primer 51

Gambar 15. Grafik Hubungan Kualitas Tidur dengan Intensitas Nyeri pada Penderita Nyeri Punggung Bawah


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Faktor Resiko Nyeri Punggung Bawah 9

Tabel 2. Etiologi Nyeri Punggung Bawah 10

Tabel 3. Kebutuhan tidur, Lama Tidur dan Stadium Tidur dengan Usia 19

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian 39

Tabel 5. Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer 42

Tabel 6. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah 43

Tabel 7. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer 45

Tabel 8. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah 47

Tabel 9. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri kepala primer 50

Tabel 10. Hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada

penderita nyeri punggung bawah

52

Tabel 11. Hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada

penderita nyeri kepala primer


(18)

ABSTRAK

Latar Belakang: Gangguan tidur merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer. Peningkatan intensitas nyeri dapat mengakibatkan peningkatan gangguan tidur, seperti memburuknya kualitas tidur.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.

Metode: Studi observasional dengan metode pengumpulan data secara cross sectional, di Poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan. Setiap pasien dinilai kualitas tidurnya berdasarkan Pittsburgh Sleep Quality Index, dan intensitas nyeri berdasarkan Visual Analog Scale.

Hasil: Terdapat 23 pasien nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer, dimana persentase penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer lebih banyak pada wanita (65,2%) dibandingkan pria (34,8%). Penyebab nyeri punggung bawah yang terbanyak adalah spondylosis lumbalis (87%), sedangkan nyeri kepala primer yang terbanyak adalah chronic tension type headache (78,3%). Uji Gamma menunjukkan hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah (r= 0,906; p= 0,006) dan ditemukan hubungan yang tidak signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer (r= 0,684; p= 0,059).

Kesimpulan: Peningkatan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat mengakibatkan kualitas tidur yang semakin memburuk.

Kata Kunci: kualitas tidur, intensitas nyeri, nyeri punggung bawah, nyeri kepala primer.


(19)

ABSTRACT

Background: Sleep disturbances are the most common complaint of low back pain and primary headache patients. Increasing of pain intensity could have impact on increasing sleep disturbances, such as poor quality of sleep.

Objective: To find out the correlation between quality of sleep and pain intensity in low back pain and primary headache patients.

Methods: This cross sectional study observed patients at Polyclinic of Neurology RSUP H. Adam Malik Medan. Sleep quality of every patient was assessed using Pittsburgh Sleep Quality Index, and pain intensity using Visual Analog Scale.

Results: There were 23 patients who suffered from low back pain and primary headache, where the percentage of low back pain and primary headache mostly found in women (65,2%) than in men (34,8%). The most common etiology of low back pain were spondylosis lumbalis (87%), while in primary headache were chronic tension type headache. Gamma test showed significant between quality of sleep and pain intensity in low back pain (r= 0,906; p= 0,006) and non-significant between quality of sleep and pain intensity in primary headache patients (r= 0,684; p= 0,059).

Conclusions: Increasing pain intensity in low back pain and primary headache patients had an impact on the worsening of sleep quality.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Nyeri punggung bawah (NPB) sering disebut sebagai nyeri pinggang atau low back pain merupakan keluhan yang sering dijumpai. Hampir 80% penduduk di negara-negara industri pernah mengalami nyeri punggung bawah (Sadeli dkk, 2001).

Penelitian cross-sectional pada 268 pasien yang berusia 18 tahun atau

lebih, yang dilakukan selama 6 bulan memperlihatkan hasil bahwa gangguan tidur adalah hal yang umum ditemukan pada pasien-pasien yang dirawat pada klinik rehabilitasi dengan diagnosis nyeri punggung bawah kronik. Lebih jauh terdapat hubungan langsung antara intensitas nyeri dan derajat gangguan tidur, yang bermanifestasi terutama pada penurunan kualitas tidur (Marin dkk, 2006).

Studi kohort yang dilakukan pada tahun 1973-2000 diperoleh hasil bahwa gangguan tidur sering dihubungkan dengan peningkatan probabilitas rawatan inap di rumah sakit yang diakibatkan oleh nyeri punggung bawah (Kangas dkk, 2006).

Penelitian kasus-kontrol yang meneliti kualitas tidur pada 101 pasien dengan nyeri punggung bawah kronik memperlihatkan hubungan antara intensitas nyeri punggung bawah kronik pada kehidupan sehari-hari dengan beratnya gejala gangguan tidur ( Marty dkk, 2008).

Studi yang dilakukan pada 15 penderita nyeri punggung bawah kronik dibandingkan dengan 15 orang kontrol diperoleh hasil bahwa 87% penderita


(21)

nyeri punggung bawah kronik mengalami kualitas tidur yang buruk, dibandingkan dengan kelompok kontrol dilaporkan hanya 7%yang mengalami kualitas tidur yang buruk (Donoghue dkk, 2009).

Penelitian yang dilakukan pada 70 penderita nyeri punggung bawah kronik menemukan sebanyak 53% dari penderita nyeri punggung bawah kronik menderita insomnia dan mencari pengobatan pada klinik-klinik nyeri (Tang dkk, 2007)

Gangguan tidur diketahui meningkat kejadiannya pada kepustakaan sebagai gejala-gejala yang penting secara klinis pada penderita nyeri punggung bawah kronik. Ditemukan adanya peningkatan gangguan tidur sebesar 55% pada penderita nyeri punggung bawah kronik (Hurley dkk, 2010).

Nyeri kepala adalah suatu istilah sinonim yang paling tepat bagi istilah kedokteran sefalgia, dimana pada orang awam sering disebut sebagai istilah sakit kepala, pening dan lain-lainnya (Sjahrir, 2008).

Nyeri kepala menduduki komposisi jumlah pasien terbanyak yang berobat jalan ke dokter saraf, ini dapat dibuktikan dari hasil pengamatan insidensi jenis penyakit dari praktek klinik di Medan selama tahun 2003 didapati jumlah penderita sefalgia sebanyak 42% (Sjahrir, 2004).

Nyeri kepala merupakan nyeri yang paling sering dilaporkan pada orang dewasa dan anak-anak. Menurut data yang didapat baru-baru ini dari the National Health Interview Survey (NHIS) lebih dari 3,7 juta anak-anak dan remaja yang berusia 4-17 tahun di Amerika menderita nyeri kepala yang berlangsung selama lebih dari 12 bulan dalam satu periode waktu. Gangguan


(22)

primer. Disimpulkan bahwa peningkatan frekuensi dan intensitas nyeri kepala dapat mengakibatkan peningkatan kejadian gangguan tidur termasuk mengalami mimpi buruk, kesulitan untuk memulai tidur, terjaga sepanjang malam, dan kualitas tidur yang buruk (Gilman dkk, 2007).

Ditemukan bahwa frekuensi nyeri kepala, intensitas nyeri kepala, dan onset nyeri kepala memiliki hubungan yang signifikan dengan kebiasaan tidur yang spesifik seperti mimpi buruk, kesulitan untuk memulai tidur dan kualitas tidur yang buruk (Gilman dkk, 2007).

Penelitian Kelman dkk (2005) pada 1283 penderita migren ditemukan bahwa gangguan tidur sering ditemukan pada pasien-pasien migren. Lebih dari setengah penderita migren melaporkan mereka kadang-kadang kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur dan lebih dari sepertiga pasien migren melaporkan kesulitan ini lebih sering dialaminya.

Miller dkk (2003) melakukan penelitian terhadap 118 anak-anak yang berusia 2-12 tahun yang menderita migren menemukan bahwa penderita migren mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap gangguan tidur. Frekuensi, durasi,dan intensitas nyeri pada penderita migren memiliki hubungan yang signifikan dengan gangguan tidur yang spesifik, seperti durasi

tidur yang semakin pendek, somnabulisme, bruxisme dan kesulitan untuk

memulai tidur.

Boardman dkk (2005) menemukan bahwa masalah tidur berkaitan dengan semua jenis nyeri kepala dan meningkatnya masalah gangguan tidur berhubungan dengan meningkatnya frekuensi dan beratnya nyeri kepala.

Penelitian yang dilakukan pada 1073 anak-anak dan remaja yang terdiri dari 50,89% laki-laki dan 49,11% wanita, menunjukkan hubungan


(23)

antara nyeri kepala dan gangguan tidur, dimana penderita migren memperlihatkan kualitas tidur yang buruk, dan keadaan mengantuk yang berkepanjangan (Bruni dkk, 2008).

Carotenuto dkk (2005) melakukan penelitian nyeri kepala pada 170 anak-anak yang berusia antara 5-10 tahun, menemukan bahwa anak-anak yang menderita migren mengalami gangguan tidur pada semua domain, termasuk kesulitan untuk tertidur, durasi tidur yang makin pendek, rasa mengantuk yang berkepanjangan dan gangguan tidur lainnya.

Kelman dan Rains (2005) melakukan investigasi pada 1283 penderita migren dan dilakukan pemeriksaan fisik dan wawancara yang mengukur pola tidur dimana pada penelitian ini menemukan bahwa keluhan tidur adalah hal yang umum terjadi pada penderita migren. Lebih dari setengah penderita migren dilaporkan kadang-kadang mengalami kesulitan memulai dan mempertahankan tidur dan lebih sepertiga penderita migren melaporkan hal ini sering dialaminya. Banyak dari penderita ini melaporkan pola tidur yang semakin pendek, sama seperti yang dialami oleh pasien-pasien insomnia, dengan 38% dari penderita migren mengalami tidur rata-rata 6 jam tiap malam.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian –penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

Apakah ada hubungan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer?


(24)

I.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

I.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri

pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik penderita nyeri punggung bawah di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik penderita nyeri kepala primer di RSUP H. Adam Malik Medan.

I.4. Hipotesis

1. Ada hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah.

2. Ada hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer.


(25)

I.5. Manfaat Penelitian

1. Dengan mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat diupayakan penatalaksanaan nyeri yang tepat.

2. Dengan mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu penyakit saraf, yaitu dengan memberi penyuluhan bagi penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer sehingga dapat mengurangi angka kejadian gangguan tidur.

3. Dengan mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak tenaga medis, baik dokter maupun perawat sebagai strategi pencegahan kejadian gangguan tidur pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. NYERI PUNGGUNG BAWAH II.1.1. Definisi

Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain) (Sadeli dkk, 2001).

Nyeri punggung bawah umumnya dikategorikan ke dalam akut, subakut, dan kronik. Nyeri punggung bawah akut biasanya didefenisikan suatu periode nyeri kurang dari 6 minggu, nyeri punggung bawah subakut adalah suatu periode nyeri antara 6-12 minggu dan nyeri punggung bawah kronik merupakan suatu periode nyeri lebih dari 12 minggu (van Tulder dkk, 2006).


(27)

II.1.2. Epidemiologi

Hampir 80% penduduk di negara-negara industri pernah mengalami nyeri punggung bawah. Di Amerika Serikat prevalensinya dalam satu tahun berkisar antara 15%-20% sedangkan insidensi berdasarkan kunjungan pasien baru ke dokter adalah 14,3%. Data epidemiologik mengenai nyeri punggung bawah di Indonesia belum ada. Diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang dan prevalensinya pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan meningkatnya usia (Sadeli dkk, 2001).

II.1.3. Faktor Resiko

Dari data epidemiologik faktor resiko untuk nyeri pinggang bawah adalah usia/ bertambahnya usia, kebugaran yang buruk, kondisi kesehatan yang jelek, masalah psikososial, merokok, kelebihan berat badan, serta faktor fisik yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi, mengangkat, membawa beban, menarik beban dan membungkuk (Sadeli dkk, 2001; Miranda dkk, 2008).


(28)

Tabel 1. Faktor resiko nyeri punggung bawah

Dikutip dari: Walsh, N.E. 2000. Back Pain Matters. Available from: http://www.karger.com/gazette/65/walsh/index.htm

II.1.4. Etiologi

Etiologi nyeri punggung bawah banyak dan meliputi kongenital, metabolik, infeksi, inflamasi, neoplastik, trauma, degenereatif, toksik, vaskular, visceral dan psikososial.


(29)

Tabel 2. Etiologi nyeri punggung bawah

Dikutip dari: Vukmir R.D. 1991. Low Back Pain: Review of Diagnosis and Therapy. Am J Emerg Med. 9:328-335.

II.1.5. Patofisiologi

Tulang belakang merupakan struktur yang kompleks, dibagi ke dalam bagian anterior dan bagian posterior. Bentuknya terdiri dari serangkaian badan silindris vertebra, yang terartikulasi oleh diskus intervertebral dan diikat bersamaan oleh ligamen longitudinal anterior dan posterior (Ropper A.H, Brown R.H, 2005).


(30)

Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Bila reseptor dirangsang oleh berbagai stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluran berbagai mediator inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (trigger points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri (Meliala dkk, 2003).

II.2. NYERI KEPALA II.2.1. Definisi

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa yang tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2004).

II.2.2. Epidemiologi

Nyeri kepala sering ditemukan dalam populasi umum, dimana lebih dari 2/3 melaporkan nyeri kepala pada tahun sebelumnya di United Kingdom dan kebanyakan penderita melaporkan menggunakan obat untuk menangani nyeri kepala mereka (Boardman dkk, 2005).


(31)

Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit besar di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut: Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension type Headache 31%, Chronic tension type Headache 24%, Cluster Headache 0,5%, Mixed Headache 14% (Sjahrir, 2004).

II.2.3. Klasifikasi Nyeri Kepala

Klasifikasi nyeri kepala menurut The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition, dari the International Headache Society (2004). Berikut ini pembagian nyeri kepala sesuai kelompok terbesarnya, yaitu:

1. Migraine

2. Tension-type headache

3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias 4. Other primary headaches

5. Headache attributed to head and/or neck trauma

6. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder 7. Headache attributed to non-vascular disorder

8. Headache attributed to a substance or its withdrawal 9. Headache attributed to infection

10. Headache attributed to disorder of homeostasis

11. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears, nose, sinuses, teeth, mouth or other facial or cranial structures


(32)

13. Cranial neuralgias and central causes of facial pain

14. Other headache, cranial neuralgia, central or primary facial pain

II.2.4. Klasifikasi Nyeri Kepala Primer

Klasifikasi nyeri kepala primer sesuai The International Classification of Headache Disorders, 2nd Edition adalah:

Untuk nyeri kepala primer secara garis besar klasifikasinya adalah: 1. Migren:

1.1. Migren tanpa aura

1.2. Migren dengan aura

1.3. Sindroma periodik pada anak yang sering menjadi prekursor

migren

1.4. Migren Retinal

1.5. Komplikasi migren

1.6. Probable migren

2. Tension-type Headache:

2.1. Tension-type headache episodik yang infrequent

2.2. Tension-type headache episodik yang frequent

2.3. Tension-type headache kronik

2.4. Probable tension-type headache

3. Nyeri kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik yang lainnya:

3.1. Nyeri kepala Klaster

3.2. Hemikrania paroksismal

3.3. Short-lasting unilateral neuralgiform headache with conjunctival injection and tearing (SUNCT)


(33)

3.4. Probable sefalgia trigeminal otonomik 4. Nyeri kepala primer lainnya:

4.1. Primary stabbing headache 4.2. Primary cough headache 4.3. Primary exertional headache

4.4. Nyeri kepala primer sehubungan dengan aktifitas seksual

4.5. Hypnic headache

4.6. Primary thunderclap headache

4.7. Hemikrania kontinua

4.8. New daily-persistent headache

II.2.5. Patofisiologi Nyeri Kepala Primer

Bukti eksperimental substansiil menunjukkan bahwa sensitisasi sentral, yaitu peningkatan eksibilitas neuron pada sistem saraf pusat yang dihasilkan oleh input nosiseptif yang lama masuk dari jaringan perikranial miofasial, memainkan suatu peran penting pada patofisiologi dari nyeri kronis dan tension-type headache kronis (Ashina, 2004).

Pada pasien-pasien tension-type headache didapati adanya

peningkatan sensitisasi nyeri sentral pada level spinal dorsal horn/ trigeminal nucleus yang disebabkan oleh input nosiseptif yang lama masuk dari jaringan perikranial miofasial. Peningkatan input nosiseptif ini pada struktur supraspinal mengakibatkan sensitisasi dari supraspinal. Hal ini menyebabkan meningkatnya aktifitas otot-otot perikranial atau terjadi pelepasan neurotransmitter dari jaringan miofasial sehingga terjadi chronic tension-type


(34)

Gambar 1. Regulasi CGRP pada trigeminal ganglia neuron. Aktivasi nervus tigeminalis menyebabkan pelepasan dari CGRP dan neuropeptida lain yang merangsang pelepasan mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator

inflamasi tersebut, termasuk TNF-α, selanjutnya meningkatkan sintesa dan

pelepasan CGRP melalui MAPKs.

Dikutip dari: Sjahrir. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo.

Pada migren, aktivasi nukleus Trigeminal melepaskan Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP) yang menyebabkan pelepasan mediator proinflamasi. Mediator ini meningkatkan CGRP sintese lebih lanjut dan dilepaskan dalam waktu beberapa jam-sampai berhari sesuai dengan episode waktu yang 4-72 jam serangan migren. Peningkatan sintesa dan pelepasan CGRP dimediasi oleh pengaktifan dari jaras mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang pada gilirannya dapat diatur oleh unsur inflamasi endogen

seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) dan yang dipengaruhi obat seperti

sumatriptan (Durham cit Sjahrir, 2008)

Patofisiologi yang jelas dari nyeri kepala klaster masih belum jelas. Namun dari ciri khas nyeri kepala klaster ini dapat ditarik kesimpulan. Pertama, oleh karena nyeri kepala klaster berpusat pada mata dan kening, sangat mungkin bahwa jaras nosiseptif trigeminal yang ipsilateral terlibat.


(35)

Kedua, gejala otonom ipsilateral pada klaster menunjukkan aktivasi dari sistem parasimpatik kranial (lakrimasi dan rhinorhea) dan disfungsi dari saraf simpatik ipsilateral (ptosis dan miosis). Cavernous carotid artery dianggap lokasi yang utama, dimana disinilah saraf trigeminal, parasimpatik, dan simpatik berkumpul (Dodick dkk, 2000)

Pada penderita nyeri kepala tipe tegang, sensitivitas otot maupun kulit meningkat dengan demikian hipereksitabilitas dari nosiseptor ke sentral juga meningkat akibat menurunnya sistem inhibitorik, terutama pada penderita kronik (Purba dkk, 2010)

II.3. Tidur II.3.1. Definisi

Tidur adalah keadaan hilangnya persepsi dan responsi yang reversibel terhadap lingkungan luar (Dodick dkk, 2003).

II.3.2. Arsitektur Tidur

Rekaman electroencephalography (EEG) dan rekaman fisiologis

lainnya yang dilakukan sewaktu tidur mendefenisikan dua tahap tidur yang nyata, yaitu stadium Rapid Eye Movement (REM) Sleep dan Non-Rapid Eye Movement Sleep (NREM).

Tidur Non-REM dibagi lagi atas 4 tingkat (stadium), yaitu: Tingkat 1: Tidur ringan

Tingkat 2: Tidur konsolidasi (consolidated sleep)


(36)

Stadium atau tingkat 1: keadaan mengantuk, tidur ringan, dapat terlihat perlambatan reaksi terhadap rangsangan dan ketajaman intelektual menurun. Stadium ini ditandai oleh aktivitas theta dengan amplitudo yang relatif rendah bercampuran (intermixed) dengan episode aktivitas alpha.

Stadium 2: Pada stadium ini gerakan badan berkurang dan ambang-bangun terhadap rangsang taktil dan bicara lebih tinggi. Stadium ini ditandai oleh K-kompleks dan sleep-spindles.

Stadium 3 dan 4: Slow wave sleep (SWS), tidur gelombang lambat. Stadium ini merupakan tingkat tidur yang paling dalam, ditandai oleh imobilitas dan lebih sulit dibangunkan, dan terdapat gelombang lambat pada rekaman EEG. Fase tidur ini sering disebut juga sebagai tidur- gelombang-delta atau tidur-dalam. Stadium tidur-gelombang-lambat ini bervariasi berkaitan dengan usia.

Tidur REM berasosiasi dengan bermimpi. Pada tidur REM ditandai

oleh aktivitas simpatetik yang intens dan didapatkan gambaran EEG yang

serupa dengan keadaan bangun, dengan aktivitas cepat dan amplitudo rendah, dan gerakan bola mata serupa dengan keadaan bangun. (Lumbantobing, S.M, 2004)

II.3.3. Siklus Tidur

Waktu tidur normal, stadium ini cenderung terjadi berurutan, membentuk arsitektur tidur. Umumnya, dari keadaan bangun seseorang jatuh ke tingkat 1, diikuti tingkat 2, 3 dan 4 dan tidur REM. Urutan stadium tidur, yang berakumulasi pada tidur REM, membentuk satu ”siklus tidur”. Lama serta isi siklus tidur (sleep cycle) berubah sepanjang malam dan usia.


(37)

Persentase tidur-dalam paling tinggi pada siklus tidur pertama dan kemudian mengurang dengan berlanjutnya malam dan lamanya tidur. Rapid Eye Movement meningkat selama sepanjang malam. Pada orang dewasa normal, tidur malam hari terdiri atas 4-6 siklus tidur yang masing-masing siklus berlangsung 90 menit yang terdiri atas tidur NREM dan tidur REM. (Sjahrir, 2008; Lumbantobing, 2004)

Bila dijumlahkan stadium tidur pada dewasa muda yang normal, tingkat 1 mengambil 5% dari malam, tingkat 2: 50 %, tidur REM dan tidur gelombang-lambat masing-masing 20-25%. (Lumbantobing, 2004) Persentase relatif ini berubah dengan usia, demikian juga lamanya siklus. (Dodick dkk, 2003)

II.3.4. Kebutuhan Tidur

Tiap makhluk hidup membutuhkan tidur. Dengan demikian tidur merupakan kebutuhan hidup. Bila dilakukan deprivasi tidur secara eksperimental pada hewan, hal ini dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa hari atau minggu. (Lumbantobing S.M, 2004)

Tabel 3. Kebutuhan tidur, lama tidur dan stadium tidur dengan usia


(38)

II.3.5. Gangguan Tidur

Saat ini dilaporkan berbagai jenis gangguan tidur, yaitu: insomnia, hipersomnia, parasomnia, gangguan pada ritme (siklus) tidur-bangun (Lumbantobing, S.M, 2004; Sadock dkk, 2007; Reite dkk, 2002)

1. Insomnia

Merupakan masalah tidur yang paling umum yang secara sederhana didefinisikan sebagai kesulitan untuk memulai tidur (jatuh tidur), sulit mempertahankan keadaan tidur, dan bangun terlalu pagi.

2. Hipersomnia

Merupakan suatu keadaan dimana pasien biasanya tetap mengantuk, walaupun jumlah jam tidurnya adekuat.

3. Parasomnia

Menggambarkan keadaan-keadaan yang tidak diinginkan yang terjadi waktu sedang tidur.

4. Gangguan siklus tidur-bangun

Gangguan siklus tidur-bangun yang disebut juga sebagai gangguan ritme sirkadian (circadian rhtyhm) menggambarkan keadaan pasien yang pola irama tidurnya terganggu, waktu tidur dan bangunnya tidak sebagaimana lazimnya. Mungkin ia menjadi mengantuk dan tidur di siang hari, sedang di malam hari ia bangun dan sulit tidur.

II.3.6. Siklus Tidur Bangun

Siklus tidur bangun pada manusia berkisar 24 jam setiap harinya. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa siklus tidur bangun ini diatur oleh jam biologis yang terletak pada suprachiasmatic nucleus (SCN) dari


(39)

hipothalamus. Apabila neuron-neuron generator tidur yang terletak di area preoptik ventrolateral diaktivasi maka neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) dan galanin akan dilepas yang berperan dalam proses tidur. Dari berbagai neurotransmiter yang terlibat dalam SCN, melatonin mempunyai peranan yang lebih spesifik. Melatonin berperan memodulasi aktivitas neuron jam sirkadian dan terus menerus mengikuti irama sirkadian(Cohen cit Sjahrir, 2008; Dodick dkk, 2003)

Gambar 2. Sistem ascending arousal mengirimkan sinyal dari batang otak dan hipotalamus posterior menuju seluruh forebrain


(40)

Sistem ascending arousal memancar dari batang otak dan hipothalamus posterior ke arah forebrain. Sel-sel saraf pada laterodorsal tegmental nuclei (LDT) dan pedunculopontine tegmental nuclei (PPT) membawa serabut kolinergik (acetylcholine) ke semua target di forebrain, termasuk juga di talamus, dan kemudian mengatur aktivitas kortikal. Sel-sel saraf pada tuberomammilary nucleus (TMN) berisi histamin, sel-sel saraf daripada raphe nuclei berisi 5 hydroxytripthamine (5-HT) dan neuron daripada locus ceruleus (LC) berisi noradrenalin, sedang sleep promoting neuron

daripada ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) berisi GABA (Gamma amino

butryric acid) disebut Gaba-ergic neuron dan galanin. Nukleus-nukleus aminergik memancar difus kearah forebrain, yang mengatur aktifitas target di kortikal dan hipothalamus secara langsung. Sinyal dari SCN menimbulkan bangun waspada pada siang hari dan juga menginduksi tidur pada malam hari via proyeksi eferen ke area dorsomedial hipothalamus dan area preoptic kemudian memancar ke area lain yang terlibat dalam regulasi tidur, seperti area VLPO dan wake-promoting centres di batang otak dan hipothalamus posterior. VLPO memancar ke area lainnya di hipothalamus, memodulasi arousal area di batang otak, pons, dan hipothalamus posterior (Sjahrir, 2008; Brennan KC dan Charles A, 2009)

II.4. Tidur dan Nyeri Punggung Bawah

Pada penderita nyeri punggung bawah ditemukan kualitas tidur yang buruk, disertai dengan tingginya keluhan gangguan tidur dan insomnia (Donoghue dkk, 2009).


(41)

Nyeri punggung bawah apakah itu yang disebabkan oleh trauma, inflamasi, tumor ataupun akibat iskemik akan mengakibatkan sekresi dari beberapa mediator yang tujuan utamanya sebenarnya untuk mempertahankan homeostasis fungsi susunan saraf pusat (SSP). Sitokin merupakan salah satu mediator penting yang keluar akibat inflamasi dan infeksi. Jika sekresi ini tidak bisa disesuaikan dengan tujuan utamanya, atau jika tidak ada reaksi perbaikan kerusakan jaringan maka mediator yang secara terus-menerus diproduksi dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Reaksi SSP ini akan dikoordinasikan melalui hipotalamus dimana sebagai reaksi sitokin antara lain menyebabkan demam, menurunkan aktivitas tubuh, dan mengganggu pola tidur (Meliala dkk, 2003).

Hubungan antara gangguan tidur dan nyeri punggung bawah melibatkan proses inflamasi melalui kortisol dan sitokin. Gangguan tidur dihubungkan dengan peningkatan kadar sitokin (interleukin) dan mediator inflamasi sistemik lainnya. Keberadaan beberapa jenis sitokin telah ditemukan pada jaringan-jaringan diskus intervertebral dari pasien-pasien yang menderita herniasi diskus. Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor alpha

(TNF-α) kelihatannya mempunyai peranan pada proses pengaturan fisiologis


(42)

II.5. Tidur dan Nyeri Kepala Primer

Nyeri kepala primer, terutama migren dan nyeri kepala klaster, dikarakteristikkan oleh hubungan yang kuat dengan siklus tidur-bangun dan irama sirkadian. (Dodick dkk, 2003)

Beberapa nyeri kepala primer seperti migren dan nyeri kepala klaster, dipengaruhi oleh tingkat tidur, yang menandakan bahwa hypothalamus,

khususnya Suprachiasmatic Nucleus (SCN) mempunyai peran yang penting

pada patogenesa antara nyeri kepala dan tidur. Terdapat bukti yang jelas mengenai keterlibatan hipothalamus pada patofisiologi beberapa nyeri kepala primer. Hasil dari studi neuroendokrin telah melaporkan perubahan kadar melatonin pada migren dan nyeri kepala klaster. Sebagai tambahan, noradrenergic locus ceruleus dan serotonergic dorsal raphe secara anatomis mempunyai peranan pada kontrol siklus tidur-bangun dan juga pada modulasi nyeri. Terutama, sistem serotonergik, terlibat pada regulasi tidur dan modulasi nyeri, mempunyai peranan yang penting pada hubungan antara nyeri kepala dan tidur. Serotonin terlibat pada regulasi tidur dan terdapat beberapa data yang menunjukkan hubungannya dengan kejadian migren. (Alberti A, 2006; Rains dkk, 2008)

Nyeri kepala dan gangguan tidur, keduanya dipicu oleh perubahan neurotransmitter dan gangguan pada irama sirkadian. Kadar serotonin telah terbukti mempunyai pengaruh pada tidur REM dan migren. Gangguan siklus antara REM dan non-REM melalui ketidakseimbangan kadar serotonin dapat mengakibatkan gangguan tidur. Dimana, penurunan kadar serotonin dapat memicu migren dan gangguan tidur dengan mempengaruhi tidur REM (Luc dkk, 2006; Isik dkk, 2007)


(43)

Melatonin terlibat pada proses migren dan nyeri kepala primer lainnya. Melatonin berperan sebagai penghambat GABA. Berkurangnya konsentrasi melatonin dapat mengakibatkan penurunan ambang nyeri kepala yang secara normal diinhibisi oleh transmisi GABA (Dodick dkk, 2003). Melatonin diproduksi oleh glandula pineal terutama pada malam hari ke cairan serebrospinal dan sirkulasi darah. Pelepasan melatonin secara irama sirkadian dikontrol oleh SCN yang dibantu oleh sinap noradrenergik ganglion servikalis superior terhadap glandula pineal. Dengan demikian melatonin berperan memodulasi aktivitas neuron jam sirkadian dan terus menerus mengikuti irama sirkadian. Dengan demikian setiap perubahan aktifitas pusat hypothalamic sleep and wake-regulating centers mempunyai peran dalam mekanisme nyeri kepala primer. (Gourineni cit Sjahrir, 2008)


(44)

II.6. KERANGKA TEORI

Nyeri Punggung Bawah

Nyeri Kepala Primer

Alberti, 2006: Nyeri kepala primer dipengaruhi oleh tingkat tidur SCN hipothalamus

Meliala dkk, 2003: nyeri punggung bawah akibat trauma, inflamasi, tumor atau iskemik

kerusakan jaringan Sjahrir, 2008: Siklus tidur-bangun SCN hipothalamus

Rains dkk, 2008: hypothalamus siklus tidur dan modulasi nyeri

Kerusakan Jaringan

Aktivasi SCN dari hypothalamus

Isik dkk, 2007: SCN regulasi pelepasan serotonin

Purba, 2010: kerusakan jaringan sekresi

mediator spt sitokin

tidur REM Pengeluaran Sitokin Serotonin Melatonin Gangguan Tidur

Luc dkk, 2006: Serotonin gangguan regulasi siklus tidur dan tidur REM migren dan nyeri kepala tension.

Kangas dkk, 2006: Reaksi sitokin kordinasi hypothalamus

Brennan dkk, 2009: Serotonin pinealosite pada glandula pineal melatonin

mengganggu pola tidur

Dodick dkk, 2003: Melatonin

ggn ambang nyeri. Melatonin dikontrol oleh SCN modulasi aktivitas neuron jam


(45)

II.7. KERANGKA KONSEPSIONAL

INTENSITAS NYERI

PUNGGUNG

BAWAH

INTENSITAS NYERI

KEPALA PRIMER


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan dari tanggal 12 Januari 2011 s.d 14 Maret 2011.

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode sampling konsekutif.

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang berobat jalan ke Poliklinik Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan

III.2.3. Besar Sampel

Besar sampel dihitung menurut rumus (Madiyono, 2008)

N1= N2= (Zα √2PQ + Z√P1Q1+P2Q2) 2

(P1-P2)2

Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada

nilai α yang telah ditentukan (untuk α =0.05  Zα = 1.96)

Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai

 yang ditentukan (untuk  = 0,15  Z = 1,036) P1 = proporsi efek standar = 0,53


(47)

P1-P2 = perbedaan proporsi yang dianggap bermakna= 0,15; maka

P2 = 0,68

Q2 = 1- P2 = 1-0,68 = 0,32

P = ½ (PI + P2)

n = 22,7 = 23 orang

III.2.4. Kriteria Inklusi

1. Penderita nyeri punggung bawah yang berobat jalan ke poliklinik neurologi RSUP. Adam Malik Medan

2. Penderita nyeri kepala primer yang berobat jalan ke poliklinik RSUP. Adam Malik Medan (sesuai kriteria IHS edisi ke-2).

3. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini

III.2.5. Kriteria Eksklusi

1. Penderita yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

2. Penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi tidur, seperti depresi, penyakit jantung kongestif, asma, trauma kapitis, stroke, parkinson, gagal ginjal, diabetes, hipertiroid.

3. Obat-obat yang dapat mempengaruhi tidur, seperti antidepresan, dekongestan, kortikosteroid, β-agonis, statin.

4. Pasien yang menderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer secara bersamaan.


(48)

III.3. BATASAN OPERASIONAL

1. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain) (Sadeli dkk, 2001).

2. Tidur adalah keadaan hilangnya persepsi dan responsi yang reversibel terhadap lingkungan luar (Dodick dkk, 2003).

3. Kualitas tidur adalah aspek kuantitatif dari tidur seperti durasi tidur, latensi tidur, waktu bangun, dan kenyenyakan tidur (Buysse dkk, 1989; Buysse dkk, 2000).

4. Intensitas nyeri adalah pengukuran nyeri yang dilakukan berdasarkan laporan pribadi pasien yang subjektif, kompleks dan personal dengan mengelompokkannya menjadi nyeri ringan, sedang atau berat. Dimana intensitas nyeri ini dapat diukur dengan menggunakan skala verbal, seperti kuesioner nyeri Mc Gill; skala numerik, seperti visual analog scale (Purba JS, 2010).

5.Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa yang tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbita sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2004).


(49)

6. Nyeri kepala primer: menurut klasifikasi The International Classification Of Headache Disorders, 2nd Edition, dari The International Headache Society. Nyeri kepala primer terdiri dari:

1. Migren

2. Tension-type headache 3. Nyeri kepala klaster

4. Nyeri kepala primer lainnya

III.4. INSTRUMEN PENELITIAN III.4.1. Pittsburgh Sleep Quality Index

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) adalah angket yang digunakan untuk menilai kualitas tidur selama bulan lalu dan untuk membedakan tidur yang baik dan buruk. Kualitas tidur adalah fenomena kompleks yang mengandung beberapa dimensi, dimana tiap dimensi diukur dengan PSQI. Domain yang diukur termasuk kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, pemakaian obat, dan gangguan melaksanakan kegiatan sehari-hari (Buysse dkk, 2000).

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) terdiri dari 19 pertanyaan yang dijawab sendiri oleh penderita dan lima pertanyaan yang dijawab oleh teman sekamar. Skala penilaian terdiri dari 15 bagian pilihan berganda mengenai frekuensi dari gangguan tidur dan kualitas tidur subjektif dan 4 bagian mengenai jam/ waktu tidur, waktu bangun, latensi tidur dan durasi tidur. Lima pertanyaan kepada partner tidur adalah pilihan berganda mengenai nilai dari gangguan tidur. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) membentuk 7


(50)

sebelumnya. Setiap komponen penilaian berkisar 0 (tidak ada kesulitan) sampai 3 (kesulitan tidur yang berat). Seluruh komponen dijumlahkan menjadi suatu skor keseluruhan (berkisar 0-21). Skor keseluruhan / global dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) > 5 dipertimbangkan sebagai gangguan tidur yang signifikan (Carpenter dan Andrykowski, 1998; Buysse dkk, 1989).

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) didisain untuk menyediakan pengukuran standar yang dapat diandalkan, valid dalam mengukur kualitas tidur. Tes ini dapat digunakan untuk pemeriksaan awal keparahan dan sifat dari gangguan tidur. Pada kondisi psikiatrik secara umum atau pada keadaan kondisi medik, PSQI menunjukkan manfaat sebagai skrining awal untuk mengidentifikasi tidur yang baik ataupun yang buruk. Komponen PSQI dapat memberi tanda awal dari tipe-tipe gangguan tidur spesifik (Buysse dkk, 2000).

III.4.2. Visual Analog Scale

Visual analog scale adalah instrumen yang umum digunakan untuk mengukur intensitas nyeri (Lee dkk, 2003). Visual analog scale adalah

instrumen yang valid dan dan dapat diandalkan untuk mengukur intensitas

nyeri yang kronis (Bijur dkk, 2001). VAS adalah instrumen yang penting untuk menilai evaluasi nyeri, merupakan instrumen yang sensitif dan spesifik untuk mengukur nyeri. Disamping itu, VAS memiliki kelebihan karena cepat dan ringkas, mudah dalam pengukuran dan penilaian, yang dapat digunakan para klinisi dan peneliti untuk mengukur fenomena subjektif (Wewers dan Lowe, 1990; Kane dkk, 2005; Marques dkk, 2008). Visual analog scale terdiri dari sebuah garis, dengan panjang 100 mm, dengan 2 buah dekspripsi yang


(51)

mempresentasikan intensitas nyeri, yaitu tidak nyeri dan sangat nyeri, pada masing-masing sisi (Jensen dkk, 2003).

Pasien diinstruksikan untuk meletakkan tanda pada garis visual analogue scale yang merepresentasikan intensitas nyeri yang pasien alami. Skornya ditentukan dengan mengukur jarak dari ujung kiri garis ke tanda yang diletakkan oleh pasien pada garis visual analog scale (Lines dkk, 2001). Panjang garis ini penting untuk hasil/outcome pengukuran, dimana instrumen telah dievaluasi dan diukur berdasarkan tanda yang diletakkan pada garis yang berukuran 100 mm (Johnson, 2005).

Hasilnya mengindikasikan bahwa pada 100-mm visual analogue scale menunjukkan pada skor kurang dari 5 mm diberi istilah tidak nyeri, skor 5 mm sampai 44 mm: nyeri ringan, skor 45 sampai 74 mm: nyeri sedang, skor lebih dari 75 mm: nyeri berat (Jensen dkk, 2003)

III.5. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional dengan metode pengambilan data secara potong lintang dengan sumber data primer diperoleh dari semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang berobat jalan di Departemen Neurologi FK-USU / RSUP H.Adam Malik Medan


(52)

III.6. PELAKSANAAN PENELITIAN III.6.1. Pengambilan Sampel

1. Semua penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang berobat jalan ke poliklinik RSUP. H. Adam Malik Medan, yang memenuhi kriteria inklusi, mengisi kuesioner dan menandatangani surat persetujuan ikut penelitian.

2. Pengambilan sampel dilakukan oleh dokter pemeriksa (residen neurologi).


(53)

III.6.2. Kerangka Operasional

Penderita Nyeri Punggung Bawah

Anamnese, Pemeriksaan Klinis

Penderita Nyeri Kepala Primer

Kriteria Eksklusi Kriteria Inklusi

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Analisa data Pemeriksaan:

-Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index -Kuesioner Visual Analogue Scale


(54)

III.7. Variabel yang Diamati

Variabel Bebas : Intensitas nyeri punggung bawah dan intensitas nyeri

kepala primer

Variabel Terikat : Kualitas Tidur

III.8 Analisa Statistik

Data hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science Service) 15.

Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut

1. Untuk melihat gambaran karakteristik penderita nyeri punggung bawah disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

2. Untuk melihat gambaran karakteristik penderita nyeri kepala primer disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

3. Untuk melihat hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah digunakan uji korelasi Gamma.

4. Untuk melihat hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer digunakan uji korelasi Gamma


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari keseluruhan pasien yang menderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang berobat jalan ke Poli Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari 2011 hingga Maret 2011, terdapat masing-masing 23 orang penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian.

IV.1.1.1. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah

Dari 23 orang penderita nyeri punggung bawah yang dianalisa, terdiri dari 8 orang (34,8%) pria dan 15 orang (65,2%) wanita. Rata-rata usia pasien yang menderita nyeri punggung bawah adalah 63,43 tahun (SD=9,876), dengan rentang usia pasien adalah 41 tahun hingga 78 tahun.

Dari 23 orang penderita nyeri punggung bawah, tingkat pendidikan yang paling banyak adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan Perguruan Tinggi (PT) , yaitu 6 orang (26,1%), dan jenis pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga dan pensiunan, dengan jumlah 10 orang (43,5%), dan 8 orang (34,8%) masing-masing.

Dari 23 orang penderita nyeri punggung bawah, intensitas nyeri yang paling banyak adalah intensitas nyeri sedang dan berat, dengan jumlah 11 orang (47,8%) dan 9 orang (39,1%) masing-masing.


(56)

IV.1.1.2 Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Primer

Terdapat 23 orang penderita nyeri kepala primer, dimana 8 orang (34,8%) pria, dan 15 orang (65,2%) wanita. Rata-rata usia pasien yang menderita nyeri kepala primer adalah 41,22 tahun (SD=14,906), dengan rentang usia pasien adalah 16 tahun hingga 75 tahun.

Dari 23 orang penderita nyeri kepala primer, tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SLTA dan PT, yaitu 9 orang (39,1%), dan jenis pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga dan wiraswasta, dengan jumlah 9 orang (39,1%), dan 7 orang (30,4%) masing-masing .

Dari 23 orang penderita nyeri kepala primer, intensitas nyeri yang paling banyak adalah intensitas nyeri sedang dengan jumlah 12 orang (52,2%).

Data lengkap mengenai karakteristik subjek penelitian ini disajikan pada tabel 4.


(57)

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Nyeri Punggung

Bawah N (%)

Nyeri Kepala Primer

N (%) Umur ( ± SD ) 63,43 ± 9,876 41,22 ± 14,906

Jenis Kelamin Pria Wanita 8 (34,8) 15 (65,2) 8 (34,8) 15 (65,2) Pendidikan SD SLTP SLTA PT 6 (26,1) 5 (21,7) 6 (26,1) 6 (26,1) 1 (4,3) 4 (17,4) 9 (39,1) 9 (39,1) Pekerjaan PNS IRT Wiraswasta Pensiunan Petani 1 (4,4) 10 (43,5) 2 (8,7) 8 (34,8) 2 (8,7) 2 (8,7) 9 (39,1) 7 (30,4) 1 (4,4) 4 (17,4) Intensitas Nyeri Ringan Sedang Berat 3 (13) 11 (47,8) 9 (39,1) 5 (21,7) 12 (52,2) 6 (26,1)


(58)

Gambar 3. Diagram batang jenis kelamin penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

Gambar 4. Diagram batang pendidikan penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.


(59)

Gambar 5. Diagram batang pekerjaan penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.

Gambar 6. Diagram batang intensitas nyeri penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer.


(60)

IV.1.2 Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer

Penyebab nyeri punggung bawah yang terbanyak adalah spondylosis lumbalis, yaitu sebanyak 20 orang (87%) pasien, yang diikuti oleh hernia nucleus pulposus (HNP), yaitu sebanyak 3 orang (13%).

Sedangkan penyebab nyeri kepala primer yang terbanyak adalah Chronic Tension Type Headache (CTTH), yaitu sebanyak 18 orang (78,3%) pasien, diikuti berturut-turut oleh Episodic Tension Type Headache (ETTH), yaitu sebanyak 3 orang (13%), dan migren, yaitu sebanyak 2 orang (8,7%) pasien.

Dari tabel 5 dapat dilihat penyebab nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

Tabel 5. Penyebab nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

Penyebab N (%)

Nyeri Punggung Bawah

Spondylosis Lumbalis Hernia Nucleus Pulposus

20 (87) 3 (13)

Nyeri Kepala Primer

CTTH ETTH Migren

18 (78,3) 3 (13) 2 (8,7)

IV.1.3. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

IV.1.3.1. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah

Dari 20 orang penderita spondylosis lumbalis, kebanyakan mengalami intensitas nyeri sedang, yaitu sebanyak 10 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS dan Standar Deviasi (SD) yaitu 54±9,309.


(61)

Dari 3 orang penderita HNP, kebanyakan mengalami intensitas nyeri berat, yaitu sebanyak 2 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS yaitu 80.

Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah Intensitas Nyeri (VAS)

Nyeri Punggung

Bawah Ringan

N ( ± SD)

Sedang N ( ± SD)

Berat N ( ± SD) Spondylosis

Lumbalis

3 (31±10,583) 10 (54±9,309) 7 (83,14±9,082)

HNP - 1 (73) 2 (80)

Gambar 7. Diagram batang intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah


(62)

IV.1.3.2. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer

Dari 18 orang penderita CTTH, kebanyakan mengalami intensitas nyeri sedang, yaitu sebanyak 9 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS dan SD yaitu 55,89±8,68.

Keseluruhan penderita ETTH mengalami intensitas nyeri sedang, yaitu sebanyak 3 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS dan SD yaitu 51±3,606.

Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer Intensitas Nyeri (VAS)

Nyeri Kepala

Primer Ringan

N ( ± SD)

Sedang N ( ± SD)

Berat N ( ± SD) CTTH 4 (34,75±8,539) 9 (55,89±8,681) 5 (82,8±7,19)

ETTH - 3 (51±3,606) -


(63)

Gambar 8. Diagram batang intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer

IV.1.4. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

IV.1.4.1. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah

Dari 20 orang penderita spondylosis lumbalis, mayoritas mengalami

gangguan tidur ≥ 3 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 8 orang (40%)

penderita; kebanyakan penderita spondylosis lumbalis mengalami durasi tidur 6-7 jam dengan mayoritas penderita mengalami latensi tidur 16-30 menit, dimana masing-masing sebanyak 9 orang (45%).

Dari 3 orang penderita HNP, mayoritas mengalami gangguan tidur ≥ 3

kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 2 orang (66,7%); kebanyakan penderita HNP mengalami durasi tidur < 5 jam dengan latensi tidur 16-30 menit, yaitu masing-masing sebanyak 2 orang (66,7%).


(64)

Tabel 8. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah Nyeri Punggung Bawah Komponen kualitas tidur (PSQI)

Spondylosis Lumbalis N (%) HNP N (%) Gangguan Tidur

- Tidak ada pada bulan lalu - < 1 kali dalam seminggu - 1-2 kali dalam seminggu - ≥ 3 kali dalam seminggu

4 (20) 3 (15) 5 (25) 8 (40) 1 (33,3) - - 2 (66,7) Durasi Tidur

- > 7 jam - 6-7 jam - 5-6 jam - < 5 jam

4 (20) 9 (45) 3 (15) 4 (20) - 1 (33,3) - 2 (66,7) Latensi Tidur

- ≤ 15 menit - 16-30 menit - 31-60 menit - > 60 menit

5 (25) 9 (45) 4 (20) 2 (10) - 2 (66,7) - 1 (33,3)


(65)

Gambar 10. Diagram batang durasi tidur pada nyeri punggung bawah


(66)

IV.1.4.2. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri kepala primer

Dari 18 orang penderita CTTH, mayoritas mengalami gangguan tidur < 1 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 6 orang (33,3%); dengan durasi tidur terbanyak 5-6 jam, yaitu 7 orang (38,9%); dan mayoritas penderita mengalami latensi tidur 16-30 menit, yaitu sebanyak 8 orang (44,4%).

Dari 18 orang penderita ETTH, mayoritas mengalami gangguan tidur < 1 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 2 orang (66,7%); dengan durasi tidur terbanyak > 7 jam dan latensi tidur mayoritas 16-30 menit, yaitu masing-masing sebanyak 2 orang (66,7%).

Keseluruhan penderita migren tidak ada yang mengalami gangguan tidur pada bulan lalu, dimana durasi tidur seluruh penderita > 7 jam, dengan latensi tidur ≤ 15 menit.

Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri kepala primer dapat dilihat pada tabel 9.


(67)

Tabel 9. Komponen kualitas tidur (PSQI) pada nyeri kepala primer Nyeri Kepala Primer Komponen kualitas tidur (PSQI)

CTTH N (%) ETTH N (%) Migren N (%) Gangguan Tidur

- Tidak ada pada bulan lalu - < 1 kali dalam seminggu - 1-2 kali dalam seminggu - ≥ 3 kali dalam seminggu

3 (16,7) 6 (33,3) 5 (27,8) 4 (22,2) 1 (33,3) 2 (66,7) - - 2 (100) - - - Durasi Tidur

- > 7 jam - 6-7 jam - 5-6 jam - < 5 jam

4 (22,2) 4 (22,2) 7 (38,9) 3 (16,7) 2 (66,7) 1 (33,3) - - 2 (100) - - - Latensi Tidur

- ≤ 15 menit - 16-30 menit - 31-60 menit - > 60 menit

5 (27,8) 8 (44,4) 2 (11,1) 3 (16,7) 1 (33,3) 2 (66,7) - - 2 (100) - - -


(68)

Gambar 13. Diagram batang durasi tidur pada nyeri kepala primer


(69)

IV.1.5. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer.

Untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dilakukan uji korelasi Gamma.

IV.1.5.1. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Punggung Bawah

Terdapat hubungan signifikan antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah (r= 0,906; p= 0,006). Hal ini dapat dilihat dari tabel 10.

Tabel 10. Hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah.

Kualitas Tidur r p

Intensitas

Nyeri Baik

N (%)

Buruk N (%)

Ringan Sedang Berat

2 (8,7) 3 (13)

-

1 (4,3) 8 (34,8) 9 (39,1)

0,906* 0,006*


(70)

Gambar 15. Grafik hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah.

IV.1.5.2. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri Kepala Primer

Dari hasil uji korelasi Gamma dijumpai adanya hubungan yang tidak signifikan (r= 0,684; p= 0,059) antara kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer. Hal ini dapat dilihat dari tabel 11.


(71)

Tabel 11. Hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri kepala primer.

Kualitas Tidur r p

Intensitas

Nyeri Baik

N (%)

Buruk N (%)

Ringan Sedang Berat

2 (8,7) 3 (13)

-

3 (13) 9 (39,1) 6 (26,1)

0,684* 0,059*

* Uji Gamma

IV.2. PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan intensitas nyeri pada penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer dan untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik dari penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang berobat jalan ke Poliklinik Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan.

Pada penelitian ini penderita nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer yang datang ke Poliklinik Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan dilakukan anamnese dan pemeriksaan klinis. Bagi pasien yang memenuhi kriteria inklusi mengisi kuesioner dan menandatangani surat ikut penelitian.


(72)

IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian

IV.2.1.1. Karakteristik Penderita Nyeri Punggung Bawah

Pada penelitian ini subjek penelitian penderita nyeri punggung bawah berjumlah 23 orang, dimana dijumpai lebih banyak wanita dibandingkan pria, yaitu 65,2% (n=15) wanita dan 34,8% (n=8) pria. Studi dari Marty, dkk (2008), melaporkan pada 101 penderita nyeri punggung bawah kronik yang mengalami gangguan tidur, terdiri dari 60,2% wanita dan 39,8% pria.

Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 63,43 tahun (SD=9,876) dengan rentang usia pasien adalah 41-78 tahun. Menurut Marin, dkk (2006) rerata usia pasien adalah 47 tahun dengan rentang usia antara 18-89 tahun.

Pada penelitian ini, tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SD,

SLTA, dan Perguruan Tinggi, yaitu masing-masing sebanyak 6 orang (26,1%). Studi dari Miranda, dkk (2008) menyatakan pekerjaan yang berkaitan dengan faktor-faktor psikologis (ketegangan pekerjaan, dukungan dari teman sekerja, atau kepuasan dalam pekerjaan), dan pendidikan tidak memilki hubungan dengan timbulnya kejadian nyeri punggung bawah.

Pada penelitian ini terdapat 5 orang (21,7%) yang bekerja, yaitu 2 orang (8,7%) wiraswasta, 2 orang (8,7%) petani, dan 1 orang (4,4%) PNS, dan (78,3%) orang yang tidak bekerja, terdiri dari 10 orang (43,5%) IRT dan 8 orang (34,8%) pensiunan. Studi dari Boardman, dkk (2005), lebih dari setengah subjek penelitian yang bekerja dan sepertiga yang tidak bekerja. Studi dari Marty, dkk (2008), pada 101 orang penderita nyeri punggung bawah kronik, sebanyak 49% (n= 47) bekerja, 32,3% (n= 31) memiliki pekerjaan namun cuti karena sakit, 14,6% (n= 14) merupakan pensiunan atau tidak bekerja, dan 4,2% (n= 4) penderita yang mengalami disabilitas.


(73)

Pada studi ini intensitas nyeri yang paling banyak pada penderita nyeri punggung bawah adalah intensitas nyeri sedang dan berat, dengan jumlah 11 orang (47,8%) dan 9 orang (39,1%) masing-masing. Menurut Marin, dkk (2006), melaporkan pada 268 pasien yang menderita nyeri punggung bawah kronik lebih banyak dikarakteristikkan dengan intensitas nyeri sedang sampai berat.

IV.2.1.2. Karakteristik Penderita Nyeri Kepala Primer

Pada penelitian ini subjek penelitian penderita nyeri kepala primer berjumlah 23 orang, dimana dijumpai lebih banyak wanita dibandingkan pria, yaitu 65,2% (n=15) wanita dan 34,8% (n=8) pria. Studi dari Kelman, dkk (2005), melaporkan pada 1283 penderita migren dengan gangguan tidur, dijumpai mayoritas pada wanita yaitu sebesar 84%. Studi dari Gilman, dkk (2007), melaporkan pada 69 orang remaja yang berusia 13-17 tahun yang dievaluasi nyeri kepalanya menemukan penderita wanita lebih banyak yaitu sebesar 65%.

Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 41,22 tahun (SD=14,906) dengan rentang usia pasien adalah 16-75 tahun. Menurut Kelman, dkk (2005) rerata usia pasien wanita adalah 37,4 tahun (SD=11,97) dengan rentang usia pasien wanita adalah 12-80 tahun dan rerata usia pasien pria adalah 38,9 tahun (SD=13,34) dengan rentang usia pasien pria 13-79 tahun.

Pada penelitian ini, tingkat pendidikan yang paling banyak pada penderita nyeri kepala primer adalah SLTA dan Perguruan Tinggi, yaitu 9 orang (39,1%) masing-masing. Studi dari Kelman, dkk (2005) dari 1283 orang


(74)

penderita migren dilaporkan sebanyak 89,9% memiliki pendidikan minimal tamatan SLTA.

Pada penelitian ini terdapat 13 orang (56,5%) yang bekerja, yaitu 7 wiraswasta (30,4%), 4 orang (17,4%) petani, dan 2 orang (8,7%) PNS, dan (43,5%) orang yang tidak bekerja, terdiri dari 9 orang (39,1%) IRT dan 1 orang (4,4%) pensiunan. Studi dari Boardman, dkk (2005) dari 2662 penderita nyeri kepala dilaporkan lebih dari setengah subjek penelitian merupakan pekerja dan sepertiga yang tidak bekerja.

Pada penelitian ini intensitas nyeri yang paling banyak pada penderita nyeri kepala primer adalah intensitas nyeri sedang dengan jumlah 12 orang (52,2%). Studi Miller, dkk (2003) pada 118 orang anak-anak yang berusia 2-12 tahun yang dievaluasi nyeri kepalanya dilaporkan mayoritas mengalami intensitas nyeri sedang. Studi Bruni, dkk (2008) pada 70 orang anak-anak dan remaja yang mengalami migen, mayoritas mengalami intensitas nyeri sedang, yaitu sebanyak 30 orang (42,86%), yang diikuti intensitas nyeri berat sebanyak 28 orang (40%), dan intensitas nyeri ringan sebanyak 12 orang (17,14%).

IV.2.2 Penyebab Nyeri Punggung Bawah dan Nyeri Kepala Primer

Penyebab nyeri punggung bawah yang terbanyak pada penelitian ini

adalah spondylosis lumbalis, yaitu sebanyak 20 orang (87%) pasien, yang

diikuti oleh HNP yaitu sebanyak 3 orang (13%).

Menurut Meneffee, dkk (2008), studi yang dilakukan pada 167 pasien pada klinik nyeri ditemukan kebanyakan penyebab nyeri punggung bawah disebabkan oleh penyebab yang tidak spesifik .


(75)

Pada penelitian ini, penyebab nyeri kepala primer yang terbanyak adalah CTTH, yaitu sebanyak 18 orang (78,3%) pasien, diikuti berturut-turut oleh ETTH, yaitu sebanyak 3 orang (13%), dan Migren, yaitu sebanyak 2 orang (8,7%) pasien. Menurut Carotenuto, dkk (2005) melaporkan pada 170 anak-anak yang berusia 5-10 tahun yang mengalami nyeri kepala, dijumpai kejadian migren dengan aura sebanyak 20%, migren tanpa aura 38,24%, ETTH sebanyak 19,41%, dan CTTH sebanyak 22,35%.

IV.2.3. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

IV.2.3.1. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri punggung bawah

Dari 20 orang penderita spondylosis lumbalis, kebanyakan mengalami intensitas nyeri sedang, yaitu sebanyak 10 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS dan Standar Deviasi (SD) yaitu 54±9,309.

Dari 3 orang penderita HNP, kebanyakan mengalami intensitas nyeri berat, yaitu sebanyak 2 orang pasien, dengan rata-rata nilai VAS yaitu 80.

Studi Marty, dkk (2008) melaporkan pada 101 penderita nyeri punggung bawah kronik dijumpai rerata VAS adalah 46±26. Sedangkan, penelitian Raul, dkk (2006) yang dilakukan pada 268 pasien penderita nyeri punggung bawah kronik yang berusia minimal 18 tahun diperoleh nilai rerata VAS adalah 7±2.

IV.2.3.2. Intensitas nyeri (VAS) pada nyeri kepala primer


(76)

rata-rata nilai VAS dan SD yaitu 55,89±8,68 pada CTTH dan 51±3,606 pada ETTH.

Studi Miller, dkk (2003) melaporkan pada 118 anak-anak penderita migren yang berusia 2-12 tahun diperoleh rerata nilai VAS yaitu 6,2±1,9.

Studi Bruni, dkk (2008) melaporkan pada 1073 anak-anak dan remaja penderita nyeri kepala primer menemukan mayoritas penderita mengalami intensitas nyeri sedang yaitu sebanyak 30 orang (42,86%).

IV.2.4. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah dan nyeri kepala primer

IV.2.4.1. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri punggung bawah

Dari 20 orang penderita spondylosis lumbalis, mayoritas mengalami

gangguan tidur ≥ 3 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 8 orang (40%)

penderita; kebanyakan penderita spondylosis lumbalis mengalami durasi tidur 6-7 jam dengan mayoritas latensi tidur 16-30 menit, dimana masing-masing sebanyak 9 orang (45%).

Dari 3 orang penderita HNP, mayoritas mengalami gangguan tidur ≥ 3

kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 2 orang (66,7%); kebanyakan penderita HNP mengalami durasi tidur < 5 jam dengan latensi tidur 16-30 menit, yaitu masing-masing sebanyak 2 orang (66,7%).

Studi dari Marty, dkk (2008) menemukan pada 101 penderita nyeri punggung bawah kronik, sebanyak 46 orang (47,4%) penderita mengalami durasi tidur kurang dari 6 jam setiap malam dan mengalami gangguan tidur sebanyak 46,1%.


(77)

Menurut Donoghue, dkk (2009) melaporkan pada 15 orang penderita nyeri punggung bawah kronik yang berusia antara 24-60 tahun ditemukan rerata latensi tidur yaitu 9,28±11,1; dimana sebanyak 87% penderita nyeri punggung bawah kronik melaporkan kualitas tidur yang buruk dan lebih dari setengah melaporkan insomnia.

IV.2.4.2. Komponen Kualitas Tidur (PSQI) pada nyeri kepala primer

Dari 18 orang penderita CTTH, mayoritas mengalami gangguan tidur < 1 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 6 orang (33,3%); dengan durasi tidur terbanyak 5-6 jam, yaitu 7 orang (38,9%); dan mayoritas penderita mengalami latensi tidur 16-30 menit, yaitu sebanyak 8 orang (44,4%).

Dari 18 orang penderita ETTH, mayoritas mengalami gangguan tidur < 1 kali dalam seminggu, yaitu sebanyak 2 orang (66,7%); dengan durasi tidur terbanyak > 7 jam dan latensi tidur mayoritas 16-30 menit, yaitu masing-masing sebanyak 2 orang (66,7%).

Keseluruhan penderita migren tidak ada yang mengalami gangguan tidur pada bulan lalu, dimana durasi tidur seluruh penderita > 7 jam, dengan latensi tidur ≤ 15 menit.

Menurut Gilman, dkk (2007), studi yang dilakukan pada 69 orang dewasa yang berusia 13-17 tahun yang menderita nyeri kepala primer menemukan mayoritas penderita yaitu sebanyak 50% mengalami durasi tidur 30-60 menit.

Studi dari Carotenuto (2005) menemukan dari 170 anak penderita migren yang berusia 5-10 tahun dijumpai rerata latensi tidur yaitu 17,2±4,5.


(1)

Jumlah subskor pertanyaan no. 2 dan no. 5a Skor komponen 2

0 0

1-2 1

3-4 2

5-6 3

Skor komponen 2: _________

Komponen 3 : Lamanya tidur- pertanyaan no.4

Respon terhadap pertanyaan no. 4 Skor komponen 3

> 7 jam 0

6-7 jam 1

5-6 jam 2

< 5 jam 3

Skor komponen 3: _________

Komponen 4 : Effisiensi tidur- pertanyaan 1, 3, dan 4

Efisiensi tidur = (total jumlah jam tidur/ total waktu di tempat tidur) X 100% Total jumlah jam tidur – pertanyaan no. 4

Total waktu di tempat tidur – yang dikalkulasikan dari respon terhdadap pertanyaan no.1 dan no. 3


(2)

Effisiensi tidur Skor komponen 4

> 85% 0

75-84% 1 65-74% 2 < 65% 3

Skor komponen 4: _________ Komponen 5 : Gangguan Tidur- pertanyaan no.5b-5j Pertanyaan no. 5b sampai 5j sebaiknya diskor sebagai berikut Tidak ada pada bulan lalu 0

Kurang dari sekali dalam seminggu 1

Sekali atau dua kali dalam seminggu 2

Tiga kali atau lebih dalam seminggu 3

Jumlah skor dari pertanyaan no. 5b sampai 5j Skor komponen 5 0 0

1-9 1

10-18 2

19-27 3


(3)

Komponen 6 : Pemakaian obat tidur- pertanyaan no. 6

Respon terhadap pertanyaan no. 6 Skor komponen 6 Tidak ada pada bulan lalu 0

Kurang dari sekali dalam seminggu 1 Sekali atau dua kali dalam seminggu 2 Tiga kali atau lebih dalam seminggu 3

Skor komponen 6: _________

Komponen 7 : Disfungsi pada siang hari- pertanyaan no. 7 dan no. 8 Respon terhadap pertanyaan no. 7 Subskor komponen 7/pertanyaan 7 Tidak ada pada bulan lalu 0

Kurang dari sekali dalam seminggu 1 Sekali atau dua kali dalam seminggu 2 Tiga kali atau lebih dalam seminggu 3

Respon terhadap pertanyaan no. 8 Subskor komponen 7/pertanyaan 8 Tidak ada masalah sama sekali 0

Sedikit sekali masalah 1

Ada masalah 2


(4)

Subskor gabungan pertanyaan no. 7 dan no. 8 Skor komponen 7

0 0

1-2 1

3-4 2

5-6 3

Skor komponen 7: _________


(5)

LAMPIRAN 6

Visual Analog Scale (VAS)

Seberapa berat rasa nyeri anda hari ini? Letakkan tanda vertikal pada garis dibawah untuk menunjukkan seberapa parah rasa nyeri yang anda rasakan hari ini


(6)

LAMPIRAN 9

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Dr. Sari Theresia Bukit Tempat / tanggal lahir : Medan, 1 Juni 1983

Agama : Katolik

Pekerjaan : -

Nama Ayah : Hubertus Sama Bukit Nama Ibu : Mariati Sembiring

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD. St. Antonius 1 Medan tamat tahun 1995.

2. Sekolah Menengah Pertama di SLTP St. Thomas 1 Medan tamat tahun 1998.

3. Sekolah Menengah Atas di SMU St. Thomas 1 Medan tamat tahun 2001. 4. Fakultas Kedokteran di Universitas Islam Sumatera Utara tamat tahun