Obat Antiinflamasi Non-Steroida AINS

2.8 Obat-obat antiinflamasi 2.8.1 Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid Glukokortikoid Glukokortikoid mempunyai potensi efek antiinflamasi dan pertama kali dipublikasikan, dianggap jawaban terakhir dalam pengobatan peradangan. Sayangnya, toksisitas yang berat sehubungan dengan terapi kortikosteroid kronis mencegah pemakaiannya kecuali untuk mengontrol pembengkakan akut penyakit sendi Katzung, 2002. Glukokortikoid mempunyai efek mengurangi peradangan yang disebabkan karena efeknya terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase A 2 . Setelah pemberian dosis tunggal glukokortikoid bekerja singkat dengan konsentrasi neutrofil meningkat yang menyebabkan pengurangan jumlah sel pada daerah peradangan Katzung, 2002.

2.8.2 Obat Antiinflamasi Non-Steroida AINS

Obat-obat AINS terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan struktur kimianya, perbedaan kimiawi ini menyebabkan luasnya batas-batas sifat farmakokinetiknya. Obat ini efektif untuk peradangan akibat trauma pukulan, benturan, kecelakaan juga setelah pembedahan, atau pada memar akibat olah raga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi Tjay, 2002. Obat-obat anti-inflamasi nonsteroid AINS terutama bekerja dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase Mycek, 2001. Aktivitas antiinflamasi obat AINS mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan aspirin terutama bekerja melalui penghambatan biosintesis prostaglandin. Tidak seperti aspirin, obat-obat ini adalah penghambat Universitas Sumatera Utara siklooksigenase yang reversibel. Selektivitas terhadap COX I dan COX II, bervariasi dan tak lengkap. Misalnya aspirin, indometasin, piroksikam dan sulindak dianggap lebih efektif menghambat COX I, metabolit aktif nabumeton sedikit lebih selektif terhadap COX II. Dari obat AINS yang tersedia, indometasin dan diklofenak dapat mengurangi sintesis baik prostaglandin maupun leukotrin Katzung, 2002. 2.9 Indometasin Indometasin yang diperkenalkan pada tahun 1963 adalah turunan indol. Obat ini lebih toksik, tetapi dalam lingkungan tertentu obat ini lebih efektif daripada aspirin atau AINS lainnya. Obat ini merupakan peghambat sintesis prostaglandin terkuat dan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dan sebagian besar terikat dengan protein plasma Katzung, 2002. Walaupun potensinya sebagai obat anti-inflamasi, toksisitas indometasin membatasi pemakaiannya. Efek samping indometasin terjadi sampai 50 penderita yang diobati. Kebanyakan efek samping ini berhubungan dengan dosis. Keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia, diare dan nyeri abdomen. Dapat terjadi ulserasi saluran cerna bagian atas kadang-kadang dengan pendarahan Mycek, 2001. Indometasin tidak diajurkan diberikan kepada anak, wanita hamil, penderita penyakit lambung. Penggunaannya kini dianjurkan hanya bila AINS lain kurang berhasil Ganiswarna, 1995. Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi penyiapan sampel, pengumpulan sampel, dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak etanol dengan cara maserasi dan pembuatan fraksi etilasetat dari ekstrak etanol, karakterisasai ekstrak etanol, pembuatan nata de coco dan matriks nata de coco, pemerangkapan ekstrak oleh matriks nata de coco serta pengujian efek antiinflamasi menggunakan metode eksperimental. Hasil yang diperoleh dianalisis dengan ANAVA dan DUNCAN menggunakan program SPSS versi 16.

3.1 Alat dan Bahan